“Say, tadi ada telepon tuh dari Jakarta, cuma aku nggak angkat,” ucap Dafa sepupu Tari.
“Siapa sih, ganggu banget, malas ah aku kantuk mau tidur,” sahut Tari malas.“Telepon balik saja siapa tahu penting, itu kan dari Mamah kamu?” bujuk Dafa mengingatkan.“Ih, bawel banget persis kaya emak-emak rempong, gampang nanti saja lagi malas,” jawab Tari sembari mengambil bantal untuk menutupi kepalanya.“Fa, tolong ya nanti kalau mau keluar kunci pintunya, aku nggak mau diganggu dulu, pingin istirahat,” teriaknya.“Iya Say,” jawab Dafa tersenyum.“Oh ya satu lagi Tar, besok kita di undang di salah satu kampus di sini, jadi nanti kita bisa meliput kegiatannya di sana, satu lagi jangan lupa telepon balik kasihan mamamu itu,” lanjut Dafa lagi.“Iya.”“Oh ya kamu nggak malam mingguan nih?” goda Dafa.“Malas ah paling-paling Bang Ammar lagi sibuk dengan anak band nya malam ini,” gerutunya kesal.“Ciyee-ciyee enak dong punya pacar anak band setiap hari bisa request lagu penghantar tidur,” sahut Dafa tersenyum.“Terus kamu mau jalan sama si doi?” tanya Tari sembari melihat Dafa yang lemah gemulai menyisir rambutnya dengan minyak rambut yang berbau menyengat.“Iya bentar, ini juga mau siap-siap, aku tinggal nggak apa-apakan?” tanya Dafa terlihat khawatir.“Iya nggak apa-apa aku hanya kecapean saja,” jawabnya sembari menarik selimutnya untuk tidur.“Aku pergi dulu, Assalamualaikum.”“Wa’alaikumsalam.”Dafa pun keluar dari kamar Tari karena ingin segera bertemu pacarnya.Sedangkan Tari menutup semua badannya dengan selimut kembali.Tidak terasa Tari ketiduran tanpa menghiraukan panggilan telepon masuk beberapa kali dari sang Mama.Tari tidur dengan pulas karena seharian melakukan aktivitas yang padat bersama Dafa sepupunya sebagai reporter lapangan. ***Pekerjaan yang menuntutnya agar selalu tampil prima setiap saat akhirnya hari ini tumbang, Tari kelelahan sehingga ponselnya sudah berdering berkali-kali tetapi tidak diangkat.Setelah beberapa jam matanya mulai bisa membuka perlahan-lahan, dia lirik jam sudah menunjukkan jam lima subuh.Badan terasa remuk semua sehingga Tari enggan bangkit dari tempat tidurnya.Dia pun mencari ponselnya yang tertutup selimut dan setelah di dapatnya betapa terkejut Tari melihat puluhan panggilan tak terjawab dari mamanya.Dia lupa kalau harus menelepon mamanya sesuai pesan dari Dafa.Buru-buru Tari menghubungi mamanya walaupun nanti ujung-ujungnya kena marah karena sudah mengabaikan telepon beliau.@Ibu Arumi{Assalamualaikum}@Tari{Wa’alaikumsalam, Ma}@Ibu Arumi{Ya Allah Tari kamu apa-apaan susah betul di hubungi, kakakmu masuk rumah sakit Nak, kamu disuruh pulang sama kakakmu, dia jatuh dari kamar mandi, sekarang dia lagi ditangani oleh dokter, cepat pulang Nak}Tari tak kuasa mendengar berita kalau kakak satu-satunya mengalami itu, dia sangat menyayanginya, apa pun yang kakaknya minta selalu dikabulkan oleh Tari adik kandungnya.Menurutnya kakaknya lah yang selalu ada di setiap Tari merasa sedih maupun bahagia. Rasa sayang dengan kakaknya melebihi dari dirinya sendiri setelah orang tua mereka bercerai dan memilih mencari keluarga masing-masing dengan permusuhan yang berlarut-larut.@Ibu Arumi{Tari! Tari! Kamu masih di sana Nak?}@Tari{I-iya Ma, Tari akan pulang secepatnya suruh Mbak Lani tunggu Tari ya Ma, jangan tinggalin Tari lagi}@Ibu Arumi{Iya makanya kamu cepat pulang segera kalau bisa hari ini}@Tari{Iya Ma, Tari cari tiket pulang ke Jakarta, Assalamualaikum}@Ibu Arumi{Wa’alaikumsalam, buruan}Setelah menutup telepon Tari langsung mencari tiket melalui online di ponselnya, namun tiba-tiba Dafa datang ke kamar Tari yang masih berantakan dan dia pun belum mandi, padahal hari ini ada tugas yang sudah menantinya di luar sana.“Tar, boleh aku masuk?” teriak Dafa dari balik pintu kamar Tari.“Iya masuk saja,” teriak Tari dari dalam.Dafa membuka pintu kamar Tari yang berantakan dan melihatnya panik.“Ada apa Tar, kenapa kamu kelihatan panik, tenang Tar, ambil napas pelan-pelan lalu buang, tenang say,” ucap Dafa menenangkan Tari yang mudah panik mendengar berita yang mengejutkan dirinya.Dafa berpikir pasti mamanya yang memberikan informasi berita yang membuat Tari begitu panik.“Sekarang jelaskan kenapa menjadi panik begini, kita harus siap-siap ke lapangan hari ini kita ada tugas pergi ke salah satu kampus ternama di sini,” ucap Dafa serius.“Ta-tadi aku baru saja menelepon mama, katanya mbak Lani masuk rumah sakit dia jatuh dari kamar mandi, sekarang tidak sadarkan diri, aku harus pulang sekarang Fa, kita harus pulang ke Jakarta, Mbak Lani sedang membutuhkanku,” teriaknya sembari menangis.“Tenang Tar, tenang ada aku di sini ... tenang kita akan pulang hari ini, tapi mungkin sore, kita ambil penerbangan sore bagaimana?” bujuk Dafa.“Aku maunya sekarang Fa, bukan sore,” bentaknya.“Aku ngerti Tar, tetapi ada tugas yang menanti kita, kita tidak bisa langsung pergi begitu saja dari kerjaan kita, banyak yang akan di rugikan, kamu tenang saja setelah kita berhasil meliput semua kegiatan kampus di sana, kita langsung pulang, aku janji Tar pegang janjiku ini,” ucap Dafa menenangkan Tari.“Baiklah Fa, tolong atur semuanya, aku tidak mau sampai membuat mbak Lani menunggu lama, padahal sebulan lagi mereka akan menikah, bagaimana dengan acara pernikahannya?”“Apakah calon kakak iparku sudah tahu kalau mbak Lani masuk rumah sakit?” tanya Tari bingung.“Mana aku tahu, mungkin sudah tahu kali, memang kamu juga belum lihat siapa calon kakak iparmu itu?” tanya Dafa penasaran.“Lah kita kan sama-sama pergi ke luar kota, mana sempat aku lihat orangnya, bahkan aku pernah minta fotonya kata mbak Lani nggak usah biar buat kejutan gitu,” jawab Tari yang juga menjadi penasaran siapa calon kakak iparnya itu.“Mbak Lani kan di jodohkan sama anaknya teman mamah waktu kuliah, jadi perjodohan ini sama-sama asing buat mereka, baru juga tiga bulan mereka berkenalan.”“Yang aku tahu pasti orang tajir melintir, banyak perusahaannya di mana-mana, karena itu yang disukai Mamah, yang penting kaya,” lanjut Tari dengan ketus.“Ya sudah mengobrolnya nanti lagi, cepat salat setelah itu siap-siap kita ke kantor dulu mengambil peralatan dan langsung menuju ke TKP!” jelas Dafa sembari memesan tiket pulang ke Jakarta melalui aplikasi online di ponselnya.“Nih udah aku pesan untuk tiket dua orang jam tiga sore aja yang ada, setelah selesai dari kampus kita balik ke hotel dan langsung beres-beres paling tidak acara di kampus itu jam dua belas siang sudah selesai jadi ada waktu kita berberes di hotel,” jelas Dafa tersenyum.“Terima kasih Fa, kamu memang bisa diandalkan, kamu sepupu sekaligus teman curhatku yang paling gokil,” ucapnya membalas senyuman Dafa.“Justru itu aku di sini supaya kamu kalau mengambil keputusan tidak gegabah, pantas saja mbak Lani masih ragu dengan kamu, soalnya kamu gampang panik,” sahut Dafa menjitak kepala Tari.“Sudah aku tunggu di lobi, nanti habis waktu subuhnya!” perintah Dafa.“Baik Bos Dafa,” jawab Tari sembari memberi hormat dan tersenyum.Tari sedikit lega karena hari bisa pulang ke rumah melihat kakaknya, namun dia tidak tahu kalau jodoh kakaknya akan bertemu di sini juga yang berstatus calon kakak ipar Tari.Udara pagi sangat menyejukkan, membuat hati Tari sedikit rileks, walaupun masih ada rasa gelisah.Setelah salat subuh, Tari bergegas meninggalkan kamar hotel untuk melakukan tugasnya sebagai reporter lapangan.Awalnya Tari hanya lulusan SMK sederajat, dia sangat malas untuk kuliah namun setelah melihat di televisi seorang reporter yang mampu membawakan berita dalam suasana genting memacu adrenalinnya untuk mengetahui lebih dalam bidang jurnalistik.Mentari Khairunnafiza dua puluh empat tahun, seorang gadis cantik, berambut cepak, berlesung pipit, hidung mancung, bibir tipis, bentuk wajah oval. Selain sebagai reporter hobi memasak adalah kesukaannya tapi dia nggak suka makan yang bahannya dari ayam, selain itu Tari bisa juga melukis jika ada waktu senggang, benci warna merah muda karena menurutnya terlalu feminin.Mentari adalah gadis tomboi, suka dengan keramaian, humoris, mudah bergaul sehingga banyak teman yang menyukainya. Hidup di keluarga yang broken home tak membuatnya minder.
Mereka pun pergi dari hotel itu bersama team lainnya ke Universitas itu yang berjarak sekitar lima kilometer dari hotel tempat mereka menginap.“Sudah nggak usah di hubungi itu orang putus saja, lebih baik kamu sama pemuda yang satu ini, tapi kudengar orang ini perfeksionis banget kalah-kalah kamu yang selengekan begini,” ucap Dafa sekali lagi membuat Tari ingin marah dengannya.“Aha ... aku ada ide bagaimana kita buat taruhan, jika kamu bisa menaklukkan hati itu orang berarti uang gajiku sebulan aku kasih ke kamu, tetapi jika pemuda itu jutek, cool, tidak menanggapi kamu sebagai wanita berarti gajimu selama sebulan untukku, bagaimana kamu terima tantanganku?” tanya Dafa bersemangat.“Emhh ... boleh juga usul kamu, lagian sudah lama kita tidak main seperti ini, aku jadi penasaran banget sama orang ini sebegitu tampan kah dia sehingga banyak yang memujinya?” tanya balik Tari yang penasaran.“Kata orang sih dia sangat tampan dan jutek banget, tetapi dia sangat patuh kepada ibunya, dia s
“Maaf ya Mas, kalau panggil orang yang sopan dong, jangan seperti itu, dasar orang kaya,” gerutu.“Situ tersinggung, soalnya saya tidak tahu namamu, maaf dan saya minta tolong bawakan jas mahal saya ada di dalam mobil, tadi saya lupa bawa dan satu lagi bawakan botol minuman saya, mungkin air di sini pasti tidak higienis , cepat nggak pakai lama.”“Biasakan kalau kerja itu harus disiplin!” perintahnya tanpa melihat lawan bicaranya karena sibuk melihat ponsel canggihnya itu.“Apa kamu suruh saya, memang siapa kamu main perintah segala, nggak mau, ambil sendiri dan ingat saya bukan istri atau babu kamu yang gampang kamu suruh-suruh,” jawab Tari tegas dan bergegas ingin pergi dari sana.Namun saat Tari hendak pergi tiba-tiba kakinya tersandung batu dan tanpa sengaja Tari jatuh di pelukan dada bidangnya pemuda itu.Seketika mata mereka beradu pandang, mereka saling menatap ada getaran hati diantara mereka.Pemuda itu tertegun melihat kecantikan Tari walaupun memiliki potongan rambut cepak,
“Siapa dia berani sekali membentak , dia belum tahu siapa saya,” hardiknya dengan emosi.“Aduh maaf Mas, namanya mbak Tari dia yang akan membawakan acara dimana Mas nya sebagai bintang tamu nanti di acara itu,” jawab Mbak Mirna sedikit gugup.“Oh, jadi maksud Mbak dia seorang reporter?”tanya pemuda itu.“Iya Mas,” jawab Mbak Mirna.Pemuda itu langsung tersenyum simpul sepertinya dia ingin melakukan sesuatu dengan gadis itu dan menyuruh anak buah yang bernama Dion untuk mencari informasi tentang gadis itu.Tak butuh waktu lama anak buah Fajar mendapatkan informasi tentang Tari.@Fajar{Bagaimana kamu sudah mendapatkan informasi tentang gadis itu}@Dion{Sudah Bos, namanya Mentari Khairunnafiza umur dua puluh tiga tahun pekerjaan saat ini sebagai reporter selama dua tahun, dia mempunyai sepupu bernama Dafa yang juga sebagai juru kamera yang saat ini bersamanya}{Lulusan terbaik dan sudah banyak prestasinya di bidang akademis, gadis tomboi dari dua bersaudara, orang tuanya sudah bercerai
“Ya Allah Mbak Tari kok berlepotan makannya seperti anak kecil, tuh lihat make-up Mbak Tari sudah hilang!” gerutu Mbak Mirna sedikit kesal karena make- up nya sudah luntur semua akibat makan tadi.“Aduh maaf Mbak nggak sengaja tadi tiba-tiba perut Tari nggak bisa kontrol kalau lihat makanan, maunya harus makan dulu, Hehehe...” jawab Tari cengengesan.Ya sudah nggak apa-apa, bentar lagi Mbak Tari kenalan dulu dengan bintang tamunya, jadi saat di atas panggung nggak salting, kan malu apalagi orangnya ganteng bingit,” ucap Mbak Mirna tersenyum.“Siapa sih Mbak, kok dari tadi Tari nggak lihat dia, yang mana sih orangnya?” tanya Tari sembari netranya mencari ke sana kemari, tetapi menurutnya tidak ada yang berbeda dari orang-orang itu.“Loh kamu tadi sudah ketemu sama orangnya kok!” jawab Mbak Mirna spontan.“Yang mana Mbak?” tanya Tari bingung.“Sudah jangan banyak ngomong dulu, biar cepat selesai!” gerutu Mbak Mirna dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya.Setelah selesai berdandan kini
Tari dan Dafa mengikuti asistennya itu pergi ke sebuah ruangan kelas.Sampai di depan ruangan kelas itu, ada sedikit rasa gugup melanda hati Tari, namun dia buang jauh-jauh agar tidak terlalu ambil pusing.Tari dan Dafa pun masuk dan melihat pemuda itu duduk dengan santai.“Oh jadi bintang tamunya kamu, ayuk kita sudah terlambat nih, aku sudah datang menjemputmu, sekarang ayuk kita keluar!” Mentari Khairunnafiza umur dua puluh tiga tahun pekerjaan sebagai seorang reporter tinggal bersama seorang kakak perempuan, Emhh cukup menarik !” ucap pemuda itu.“Sekarang Mas nya sudah tahu tentang saya, jadi nggak perlu saya memperkenalkan diri, ayuk Mas acaranya mau di mulai dan Anda sebagai bintang tamunya harus bersikap profesional!” sahut Tari tak tinggal diam.Apakah kamu tidak ingin tahu siapa saya?” tanya pemuda itu.“Nggak ... lagian nanti kan di atas panggung saya juga yang akan memperkenalkan kamu dengan mereka!” jawab Tari membuat Pemuda itu sedikit jengkel dengan jawaban Tari.“Eh D
“Maaf Bu namanya Mentari Khairunnafiza dia seorang reporter, dan seharusnya mereka sudah berada di panggung untuk melakukan wawancara eksklusif dan gadis itu yang akan wawancarai Mas Fajar, Bu,” ucap Pak Syamsudin menjelaskan.“Waw ... oke juga gadis itu terlihat sangat energik, saya suka gadis seperti dia,” sahut Bu Nia sembari berjalan mendekati mereka berdua.“Ada apa ini, mengapa kalian sepertinya habis bertengkar, dan Panda kenapa menatap sinis dengannya, tidak baik seorang pemuda tampan seperti bersikap seperti ini dengan seorang gadis cantik,” ucap Bu Nia sembari memandang Tari dan tersenyum.Seketika Tari dan lainnya tertawa saat Bu Nia memanggil Fajar dengan sebutan Panda, Tari tak habis pikir orang yang diajak berdebat ini mempunyai sebutan yang lucu menurut Tari.Tari pun tak bisa menahan tawanya diikuti mereka yang lain dan membuat Fajar menjadi bertambah marah.“Mam ... buat apa Mami memanggilku seperti itu di depan mereka, malu Mami?” tanya Fajar yang menjadi salah tingk
“Ayuk cepat tunggu apa lagi waktu ini berjalan bukan diam di tempat,” ucap Bu Nia lagi.“Iya Mam ...Fajar ingat,” gerutunya.“Nak Tari, atas nama anak saya Panda eh maksudnya Fajar minta maaf kalau ada kata-kata yang membuat kamu tersinggung, soalnya maklum dari dulu dia di didik untuk disiplin,” ucap Bu Nia tersenyum.“Tari juga minta maaf Bu, seharusnya juga tidak terbawa emosi seperti ini, dan maaf juga kalau Tari sudah berani memeluk Ibu dengan erat seperti tadi,” sahut Tari malu-malu.“Iya Sayang, nggak apa-apa kok, entah kenapa Ibu sangat suka dengan kamu,” ucap Bu Nia sembari menatap lekat Tari.“Ya sudah ayuk, para penonton sudah menunggu kalian, jangan membuat orang lain kecewa loh,”ucap Bu Nia lagi sembari pergi meninggalkan mereka berdua.“Mari Mas Fajar dan Mbak Tari sudah di tunggu,” ucap Pak Syamsudin memperjelas.Akhirnya mereka mengakhiri ketegangan mereka, dan pergi menuju panggung yang sudah di sediakan panitia.“Urusan kita belum selesai ya, jangan kamu pikir sudah