Beranda / Romansa / Menikahi Calon Kakak Ipar / 01. Telepon Dari Mama

Share

Menikahi Calon Kakak Ipar
Menikahi Calon Kakak Ipar
Penulis: Meriatih Fadilah

01. Telepon Dari Mama

“Say, tadi ada telepon tuh dari Jakarta,  cuma aku nggak angkat,” ucap Dafa sepupu Tari.

“Siapa sih, ganggu banget, malas ah aku kantuk mau tidur,” sahut Tari malas.

“Telepon balik saja siapa tahu penting, itu kan dari Mamah kamu?” bujuk Dafa mengingatkan.

“Ih, bawel banget persis kaya emak-emak rempong, gampang nanti saja lagi malas,” jawab Tari sembari mengambil bantal untuk menutupi kepalanya.

“Fa, tolong ya nanti kalau mau keluar kunci pintunya, aku nggak mau diganggu dulu, pingin istirahat,” teriaknya.

“Iya Say,” jawab Dafa tersenyum.

“Oh ya satu lagi Tar, besok kita di undang di salah satu kampus di sini, jadi nanti kita bisa meliput kegiatannya di sana, satu lagi jangan lupa telepon balik kasihan mamamu itu,” lanjut Dafa lagi.

“Iya.”

“Oh ya kamu nggak malam mingguan nih?” goda Dafa.

“Malas ah paling-paling Bang Ammar lagi sibuk dengan anak band nya malam ini,” gerutunya kesal.

“Ciyee-ciyee enak dong punya pacar anak band setiap hari bisa request lagu penghantar tidur,” sahut Dafa tersenyum.

“Terus kamu  mau jalan sama si doi?” tanya Tari sembari melihat Dafa yang lemah gemulai menyisir rambutnya dengan minyak rambut yang berbau menyengat.

“Iya bentar, ini juga mau siap-siap, aku tinggal nggak apa-apakan?” tanya Dafa terlihat khawatir.

“Iya nggak apa-apa aku hanya kecapean saja,” jawabnya sembari menarik selimutnya untuk tidur.

“Aku pergi dulu, Assalamualaikum.”

“Wa’alaikumsalam.”

Dafa pun keluar dari kamar Tari karena ingin segera bertemu pacarnya.

Sedangkan Tari menutup semua badannya dengan selimut kembali.

Tidak terasa Tari ketiduran tanpa menghiraukan panggilan telepon masuk beberapa kali dari sang Mama.

Tari tidur dengan pulas karena seharian melakukan aktivitas yang padat bersama Dafa sepupunya sebagai reporter lapangan.

 

***

Pekerjaan yang menuntutnya agar selalu tampil prima setiap saat akhirnya hari ini tumbang, Tari kelelahan sehingga ponselnya sudah berdering berkali-kali tetapi tidak diangkat.

Setelah beberapa jam matanya mulai bisa membuka perlahan-lahan, dia lirik jam sudah menunjukkan jam lima subuh.

Badan terasa remuk semua sehingga Tari enggan bangkit dari tempat tidurnya.

Dia pun mencari ponselnya yang tertutup selimut dan setelah di dapatnya betapa terkejut Tari melihat puluhan panggilan tak terjawab dari mamanya.

Dia lupa kalau harus menelepon mamanya sesuai pesan dari Dafa.

Buru-buru Tari menghubungi mamanya walaupun nanti ujung-ujungnya kena marah karena sudah mengabaikan telepon beliau.

@Ibu Arumi

{Assalamualaikum}

@Tari

{Wa’alaikumsalam, Ma}

@Ibu Arumi

{Ya Allah Tari kamu apa-apaan susah betul di hubungi, kakakmu masuk rumah sakit Nak, kamu disuruh pulang sama kakakmu, dia jatuh dari kamar mandi, sekarang dia lagi ditangani oleh dokter, cepat pulang Nak}

Tari tak kuasa mendengar berita kalau kakak satu-satunya mengalami itu, dia sangat menyayanginya, apa pun yang kakaknya minta selalu dikabulkan oleh Tari adik kandungnya.

Menurutnya kakaknya lah yang selalu ada di setiap Tari merasa sedih maupun bahagia. Rasa sayang dengan kakaknya melebihi dari dirinya sendiri setelah orang tua mereka  bercerai dan memilih mencari keluarga  masing-masing dengan permusuhan yang berlarut-larut.

@Ibu Arumi

{Tari! Tari! Kamu masih di sana Nak?}

@Tari

{I-iya Ma, Tari akan pulang secepatnya suruh Mbak Lani tunggu Tari ya Ma, jangan tinggalin Tari lagi}

@Ibu Arumi

{Iya makanya kamu cepat pulang segera kalau bisa hari ini}

@Tari

{Iya Ma, Tari cari tiket pulang ke Jakarta, Assalamualaikum}

@Ibu Arumi

{Wa’alaikumsalam, buruan}

Setelah menutup telepon Tari langsung mencari tiket melalui online di ponselnya, namun tiba-tiba Dafa datang ke kamar Tari yang masih berantakan dan dia pun belum mandi, padahal hari ini ada tugas yang sudah menantinya di luar sana.

“Tar, boleh aku masuk?” teriak Dafa dari balik pintu kamar Tari.

“Iya masuk saja,” teriak Tari dari dalam.

Dafa membuka pintu kamar Tari yang berantakan dan melihatnya panik.

“Ada apa Tar, kenapa kamu kelihatan panik, tenang Tar, ambil napas pelan-pelan lalu buang, tenang say,” ucap Dafa menenangkan Tari yang mudah panik mendengar berita yang mengejutkan dirinya.

Dafa berpikir pasti mamanya yang memberikan informasi berita yang membuat Tari begitu panik.

“Sekarang jelaskan kenapa menjadi panik begini, kita harus siap-siap ke lapangan hari ini kita ada tugas pergi ke salah satu kampus ternama di sini,” ucap Dafa serius.

“Ta-tadi aku baru saja menelepon mama, katanya mbak Lani masuk rumah sakit dia jatuh dari kamar mandi, sekarang tidak sadarkan diri, aku harus pulang sekarang Fa, kita harus pulang ke Jakarta, Mbak Lani sedang membutuhkanku,” teriaknya sembari menangis.

“Tenang Tar, tenang ada aku di sini ... tenang kita akan pulang hari ini, tapi mungkin sore, kita ambil penerbangan sore bagaimana?” bujuk Dafa.

“Aku maunya sekarang Fa, bukan sore,” bentaknya.

“Aku ngerti Tar, tetapi ada tugas yang menanti kita, kita tidak bisa langsung pergi begitu saja dari kerjaan kita, banyak yang akan di rugikan, kamu tenang saja setelah kita berhasil meliput semua kegiatan kampus di sana, kita langsung pulang, aku janji Tar pegang janjiku ini,” ucap Dafa menenangkan Tari.

“Baiklah Fa, tolong atur semuanya, aku tidak mau sampai membuat mbak Lani menunggu lama, padahal sebulan  lagi mereka akan menikah, bagaimana dengan acara pernikahannya?”

“Apakah calon kakak iparku sudah tahu kalau mbak Lani masuk rumah sakit?” tanya Tari bingung.

“Mana aku tahu, mungkin sudah tahu kali, memang kamu juga belum lihat siapa calon kakak iparmu itu?” tanya Dafa penasaran.

“Lah kita kan sama-sama pergi ke luar kota, mana sempat aku lihat orangnya, bahkan aku pernah minta fotonya kata mbak Lani nggak usah biar buat kejutan gitu,” jawab Tari yang juga menjadi penasaran siapa calon kakak iparnya itu.

“Mbak Lani kan di jodohkan sama anaknya teman mamah waktu kuliah, jadi perjodohan ini sama-sama asing buat mereka, baru juga tiga bulan mereka berkenalan.”

“Yang aku tahu pasti orang tajir melintir, banyak perusahaannya di mana-mana, karena itu yang disukai Mamah, yang penting kaya,” lanjut Tari dengan ketus.

“Ya sudah mengobrolnya nanti lagi, cepat salat setelah itu siap-siap kita ke kantor dulu mengambil peralatan dan langsung menuju ke TKP!” jelas Dafa sembari memesan tiket pulang ke Jakarta melalui aplikasi online di ponselnya.

“Nih udah aku pesan untuk tiket dua orang jam tiga sore aja yang ada, setelah selesai dari kampus kita balik ke hotel dan langsung beres-beres paling tidak acara di kampus itu jam dua belas siang sudah selesai jadi ada waktu kita berberes di hotel,” jelas Dafa tersenyum.

“Terima kasih Fa, kamu memang bisa diandalkan, kamu sepupu sekaligus teman curhatku yang paling gokil,” ucapnya membalas senyuman Dafa.

“Justru itu aku di sini supaya kamu kalau mengambil keputusan tidak gegabah, pantas saja mbak Lani masih ragu dengan kamu, soalnya kamu gampang panik,” sahut Dafa menjitak kepala Tari.

“Sudah aku tunggu di lobi, nanti habis waktu subuhnya!” perintah Dafa.

“Baik Bos Dafa,” jawab Tari sembari memberi hormat dan tersenyum.

Tari sedikit lega karena hari bisa pulang ke rumah melihat kakaknya, namun dia tidak tahu kalau jodoh kakaknya akan bertemu di sini juga yang berstatus calon kakak ipar Tari.

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status