“Ya Allah Mbak Tari kok berlepotan makannya seperti anak kecil, tuh lihat make-up Mbak Tari sudah hilang!” gerutu Mbak Mirna sedikit kesal karena make- up nya sudah luntur semua akibat makan tadi.
“Aduh maaf Mbak nggak sengaja tadi tiba-tiba perut Tari nggak bisa kontrol kalau lihat makanan, maunya harus makan dulu, Hehehe...” jawab Tari cengengesan.Ya sudah nggak apa-apa, bentar lagi Mbak Tari kenalan dulu dengan bintang tamunya, jadi saat di atas panggung nggak salting, kan malu apalagi orangnya ganteng bingit,” ucap Mbak Mirna tersenyum.“Siapa sih Mbak, kok dari tadi Tari nggak lihat dia, yang mana sih orangnya?” tanya Tari sembari netranya mencari ke sana kemari, tetapi menurutnya tidak ada yang berbeda dari orang-orang itu.“Loh kamu tadi sudah ketemu sama orangnya kok!” jawab Mbak Mirna spontan.“Yang mana Mbak?” tanya Tari bingung.“Sudah jangan banyak ngomong dulu, biar cepat selesai!” gerutu Mbak Mirna dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya.Setelah selesai berdandan kini Tari kembali fresh lagi seperti udara yang dia hirup.“Aduh Mbak Tari dari mana saja, setengah jam lagi acara akan di mulai, dan sekarang kita latihan sebentar dan bertemu dengan orang yang akan Mbak wawancarai,” ucap Pak Syamsudin gugup.“Siap Pak!” sahut Taris sembari berjalan menuju ke atas panggung.“Oh ya Mbak Tari, semua pertanyaan yang mau diajukan ke nara sumber sudah dikasihkan ke Mbak, kan?” tanya Pak Syamsudin lagi.“Sudah Pak, saya ingat semua tenang saja, Bapak tidak akan kecewa dengan saya,” jawabnya dengan bangga.“Oke Mbak!” balasnya tersenyum.Tari pun dengan perasaan yang bahagia dia naik di atas panggung dengan santai ditemani Dafa dan Pak Syamsudin.Kru yang lain sudah menyiapkan semua alat-alat yang menunjang kelancaran acara tersebut.Tari celingak-celinguk mencari orang yang akan bersanding dengannya, tetapi sampai lima belas menit kemudian batang hidungnya pun tidak muncul.Mbak Mirna yang sedari tadi sudah tahu kalau pemuda itu sudah datang dari satu jam yang lalu, tetapi sekarang kenapa dia tidak ada di sini?“Mbak Mirna bukannya Mbak yang terakhir melihat Mas Fajar, terus ke mana orangnya, lima belas menit lagi kita buka acara loh!” tanya Pak Syamsudin yang mulai panik.“Lah saya mana tahu Pak, saya kan hanya tukang rias saja, kalau urusan beginian yang anak buah Bapak lah!” sahut Mbak Mirna yang tidak terima disalahkan. “Hey kamu coba cari lagi Mas Fajarnya, siapa tahu dia masih di toilet, soalnya mobilnya sudah ada dipakiran nggak mungkin kan dia menghilang begitu saja?” tanya Pak Syamsudin bingung.“Saya sudah mencarinya di toilet, di kantin bahkan di parkiran Mas Fajar nggak ada juga, Pak!” sahut Ali anak buah Pak Syamsudin.“Lah terus bagaimana ini jadi nggak acaranya ini, orang-orang sudah pada kumpul lagi!” ucap Pak Syamsudin bertambah panik.“Tenang Pak, coba di telepon dulu orangnya siapa tahu dia lagi main petak umpet sama kita?” ledek Dafa cengengesan.“Hush ... kamu ini nggak lihat apa mereka semua panik, lagian rese banget nih orang sudah tahu bentar lagi acaranya mau mulai eh malah main hilang segala, apa sih maunya nih orang!”“Kalau nggak mau jadi bintang tamu ya sudah ngomongnya baik-baik, ini malah main kabur apaan, begini yang namanya pebisnis ulung nggak ada etikanya sama sekali nih orang!” gerutunya.Tari pun turun dari atas panggung dan segera membantu mencari orang itu, namun di cegat oleh Dafa.“Tunggu Tar, kamu mau ke mana?” tanya Dafa.“Pakai nannya lagi, ya mencari orang itulah siapa lagi!” jawab Tari sewot.“Iya, aku tahu tapi kamu tahu nggak orangnya seperti apa, sedangkan kamu belum pernah bertemu dengannya? “tanya Dafa lagi mengingatkan.“Oh iya lupa, aku mana tahu orangnya soalnya dia kan nggak terlalu terkenal amat sih!” gerutunya.“Aduh Mas, Mbak ini teleponnya juga nggak aktif lagi, saya juga tidak lagi nomor asistennya juga, bagaimana ini, bisa batal semua acaranya!” ucap Pak Syamsudin gusar.“Ya sudah kita cari dulu, siapa tahu dia ada di suatu tempat, mobilnya pun masih ada dipakiran kok, berarti orangnya masih di sini juga!” ucap Tari.“Permisi Pak, ini sudah enam menit, kok belum ada persiapan, ada apa Pak?” tanya Bu Nia salah satu dosen di kampus itu.“Anu... Bu ...ini ... maaf Bu Mas Fajar nya menghilang, tadi ada sama saya satu jam lalu, tetapi sekarang orangnya di cari nggak ketemu,” ucap Pak Syamsudin gugup jika berhadapan dengan Bu Nia yang terkenal dengan cerewetnya.“Loh kok bisa, Bapak ini bagaimana bisa jadi panitia nggak sih, baru acara seperti ini bagaimana dengan acara yang besar?”“Kenapa tidak dipersiapkan Mas Fajar nya dari setengah jam yang lalu, kerja kalian apa saja, makan atau tidur!” bentaknya.“Saya tidak mau tahu acara ini harus berjalan dengan lancar, tamu undangan yang lain juga sudah datang, mungkin ada masalah internal kali yang membuatnya tidak suka berada sini!”“Cepat cari tahu tidak seperti biasanya Fajar melakukan seperti, pasti ada yang tidak beres!” jelas Bu Nia panjang lebar dengan marah dan emosi melihat kinerja mereka. “Siapa dia Daf, jutek amat tuh Ibu, namanya juga kesalahan teknis tetapi marahnya Waw, pasti yang jadi menantunya itu nggak tahan dengan omelan Ibu itu tiap hari kalau tinggal sama dia!” gerutu Tari sembari berjalan mencari keberadaan si Fajar itu.“Jangan begitu ngomongnya, nanti siapa tahu dia jadi mertuamu bagaimana?” tanya Dafa.“Maksud kamu apa, jangan bilang tuh Ibu adalah ibunya si biang resek itu!” tanya balik Tari kepada Dafa.“Tepat sekali kamu Tari sayang, namanya Ibu Nia Ramadhani Wardana tetapi bukan artis Nia Ramadhani ya,” ledek Dafa.Seketika Tari menghentikan langkahnya sembari menatap Dafa dengan mata melotot seakan-akan mau menerkam mangsanya.“Halo kamu ke mana Tari, masih waraskan ingat loh sore nanti kita pulang ke Jakarta jadi gilanya di sana saja jangan di sini,” lanjut Dafa sembari menatap Tari yang mendengkus kesal.“Aku hanya heran kenapa dari tadi kamu tahu semua tentang keluarga orang itu, kamu tahu dari mana sih?” tanya Tari penasaran.“Ya elah Tari, kamu seperti baru kemarin saja menjadi reporter, bukankah tugas kita ini adalah menginterogasi orang supaya kita dapat berita yang akurat, tajam dan terpercaya dari sumbernya langsung?” tanya balik Dafa.Belum sempat Tari mengatakan sesuatu, tiba-tiba asisten Fajar yang bernama Udin menghampiri mereka berdua.“Permisi dengan Mbak Tari kan?” tanya Udin.“Iya, kok Mas nya tahu nama saya?” tanya balik Tari.“Aduh Mbak ini bagaimana, kita kan sudah bertemu di kamar ganti bersama Tuan Muda saya,” jawabnya.“Yang mana Mas ...” seketika Tari baru menyadari kalau orang yang mereka cari adalah orang yang sama saat mereka bertengkar.“Ma-maksudnya Mas, yang tadi yang ngomel-ngomel nggak jelas itu bintang tamunya, serius?” tanya Tari yang masih belum percaya.“Sayangnya memang betul Mbak, dan sekarang Tuan Muda saya ingin bertemu dengan Mbak dulu sebelum acara di mulai!” jawab Udin menjelaskan.“Memang kenapa saya harus bertemu dengannya, ini sudah mepet waktunya Mas!” jawab Tari mulai emosi.“Waduh saya kurang tahu Mbak, ayuk Mbak ajak teman Mbak ini juga nggak apa Mbak.”“Ada apa sih, main ke temuan segala!”“Sudah Tar, yuk kita temui dulu orangnya, bentar lagi acaranya di mulai loh!” serunya kepada Tari.Tari dan Dafa mengikuti asistennya itu pergi ke sebuah ruangan kelas.Sampai di depan ruangan kelas itu, ada sedikit rasa gugup melanda hati Tari, namun dia buang jauh-jauh agar tidak terlalu ambil pusing.Tari dan Dafa pun masuk dan melihat pemuda itu duduk dengan santai.“Oh jadi bintang tamunya kamu, ayuk kita sudah terlambat nih, aku sudah datang menjemputmu, sekarang ayuk kita keluar!” Mentari Khairunnafiza umur dua puluh tiga tahun pekerjaan sebagai seorang reporter tinggal bersama seorang kakak perempuan, Emhh cukup menarik !” ucap pemuda itu.“Sekarang Mas nya sudah tahu tentang saya, jadi nggak perlu saya memperkenalkan diri, ayuk Mas acaranya mau di mulai dan Anda sebagai bintang tamunya harus bersikap profesional!” sahut Tari tak tinggal diam.Apakah kamu tidak ingin tahu siapa saya?” tanya pemuda itu.“Nggak ... lagian nanti kan di atas panggung saya juga yang akan memperkenalkan kamu dengan mereka!” jawab Tari membuat Pemuda itu sedikit jengkel dengan jawaban Tari.“Eh D
“Maaf Bu namanya Mentari Khairunnafiza dia seorang reporter, dan seharusnya mereka sudah berada di panggung untuk melakukan wawancara eksklusif dan gadis itu yang akan wawancarai Mas Fajar, Bu,” ucap Pak Syamsudin menjelaskan.“Waw ... oke juga gadis itu terlihat sangat energik, saya suka gadis seperti dia,” sahut Bu Nia sembari berjalan mendekati mereka berdua.“Ada apa ini, mengapa kalian sepertinya habis bertengkar, dan Panda kenapa menatap sinis dengannya, tidak baik seorang pemuda tampan seperti bersikap seperti ini dengan seorang gadis cantik,” ucap Bu Nia sembari memandang Tari dan tersenyum.Seketika Tari dan lainnya tertawa saat Bu Nia memanggil Fajar dengan sebutan Panda, Tari tak habis pikir orang yang diajak berdebat ini mempunyai sebutan yang lucu menurut Tari.Tari pun tak bisa menahan tawanya diikuti mereka yang lain dan membuat Fajar menjadi bertambah marah.“Mam ... buat apa Mami memanggilku seperti itu di depan mereka, malu Mami?” tanya Fajar yang menjadi salah tingk
“Ayuk cepat tunggu apa lagi waktu ini berjalan bukan diam di tempat,” ucap Bu Nia lagi.“Iya Mam ...Fajar ingat,” gerutunya.“Nak Tari, atas nama anak saya Panda eh maksudnya Fajar minta maaf kalau ada kata-kata yang membuat kamu tersinggung, soalnya maklum dari dulu dia di didik untuk disiplin,” ucap Bu Nia tersenyum.“Tari juga minta maaf Bu, seharusnya juga tidak terbawa emosi seperti ini, dan maaf juga kalau Tari sudah berani memeluk Ibu dengan erat seperti tadi,” sahut Tari malu-malu.“Iya Sayang, nggak apa-apa kok, entah kenapa Ibu sangat suka dengan kamu,” ucap Bu Nia sembari menatap lekat Tari.“Ya sudah ayuk, para penonton sudah menunggu kalian, jangan membuat orang lain kecewa loh,”ucap Bu Nia lagi sembari pergi meninggalkan mereka berdua.“Mari Mas Fajar dan Mbak Tari sudah di tunggu,” ucap Pak Syamsudin memperjelas.Akhirnya mereka mengakhiri ketegangan mereka, dan pergi menuju panggung yang sudah di sediakan panitia.“Urusan kita belum selesai ya, jangan kamu pikir sudah
“Aduh kepo banget nih orang, malu tahu dilihat banyak orang,” gerutu Tari menjadi salah tingkah di depan Fajar.“Apalagi saya, lagian kamu bukan level saya juga,” gerutu Fajar sembari memandang Tari dengan sorotan tajam.“Maaf teman-teman kami bukan sepasang kekasih, nanti ada yang dengar bisa-bisa saya habis acara dijegat di jalan sama pacarnya, bagaimana, siapa yang tanggung jawab?” ucap Tari sembari tersenyum.“Maaf Kak Tari, kami hanya bercanda!” ucap Siska mahasiswi semester tiga itu.“Iya santai aja kali!” jawab Tari tersenyum kembali menanggapi Siska yang merasa bersalah.“Baiklah teman-teman, kalian sudah mendengar bagaimana kiat-kiat menjadi orang sukses seperti Mas Fajar ini.”“Satu hal yang harus kalian ingat bahwa tidak ada yang tidak mungkin kita bisa lakukan, berpikirlah kenapa orang itu bisa tetapi kita tidak bisa?”Namun jangan juga memaksakan keinginan kita, yang ternyata bukan keahlian kita, kita harus tahu kekurangan dan kelebihan dari dalam diri kita.”“Kadang kele
Kalau nggak salah nama Band nya Metamorfis!” jawab Pak Syamsudin.Ma-maksud Bapak Metamorfis Band, grupnya cuma empat orang, vokalisnya bernama Faeyza Ammar mereka dari Jakarta!” tanya balik Dafa terkejut.“Iya mereka dari Jakarta, katanya sih sekalian jalan-jalan ke sini, kebetulan band anak muda ini banyak digandrungi mungkin personilnya yang ganteng-ganteng apalagi vokalisnya,” jelas Pak Syamsudin.“Kok kamu tahu detail gitu, apa kamu salah satu fansnya mereka ya?” ledek Pak Syamsudin tertawa.“Bukan begitu Pak, salah satu personilnya itu saya kenal bahkan kenal sampai akar-akarnya,” gerutu Dafa.“Pak, dipanggil Bu Nia!” seru mahasiswa lain memanggil Pak Syamsudin.“Iya tunggu sebentar!”“Maaf Nak Dafa saya tinggal dulu, nanti kalau kalian pulang kasih tahu kami, silakan menikmati hidangan makanan yang sudah disediakan, bentar lagi mereka juga manggung loh, santai saja dulu di sini, kasih tahu Nak Tari ya!” ucap Pak Syamsudin tersenyum sembari meninggalkan Dafa yang termenung sendi
“Memang yang namanya Fajar itu susah di dekati?” tanya Dafa penasaran.“Susah banget Mas, tampang oke punya, penghasilan apa lagi, tapi coolnya itu loh kebangetan!”“Pernah ya Mas, dia itu sebagai dosen pengganti aduh juteknya minta ampun, setiap kita minta dijelaskan lagi moodnya langsung ambyar kita di kasih nilai empat dan dianggap tidak menyelesaikan tugas, katanya kalau belajar harus fokus dengan pelajaran, ya mau bagaimana yang ngajarnya ganteng bingit jadi fokusnya ya ke orangnya lah!” jelas Mahasiswi itu semangat.“Memang semprul anak zaman sekarang gurunya yang dipelototi, bukannya pelajarannya, aduh!” ucap Dafa dalam hati.“Sudah pergi sana jangan ganggu saya, untung sudah selesai makan, kalau nggak mubazir kalau sudah nggak mood,” ucap Tari ketus.Namun tiba-tiba Tari bersendawa di depan Fajar dan membuat Fajar menjadi tambah jijik dan ingin muntah juga di hadapan Tari.Tari yang merasa diperolok karena Fajar hampir mau muntah, dengan sigap Tari menarik tangan Fajar untuk p
Seketika itu Fikri dan Udin langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Tuan mudanya itu.“Kenapa kalian tertawa ada yang lucu?” tanya Fajar sedikit kesal.“Maaf Tuan, habisnya Tuan ngomong sendiri nanti dikira nggak waras loh, kenapa nggak berbagi sama kita Tuan, kita ini biar bagaimana pun juga sudah berpengalaman dalam urusan cinta buktinya kami berdua sudah punya buntut,” jawab Udin seketika.“Memang kalian tahu apa itu cinta?” tanya Fajar lagi.“Kata orang cinta itu buta, tidak mengenal kasta maupun usia, ada juga yang bilang ibaratnya Tuan adalah durinya Non Tari bunga mawarnya, atau jika Tuan lebahnya Non Tari madunya, kira-kira begitu sih!” ucap Fikri tersenyum.“Saya ini masih bingung dengan mami, hari ini kita pulang ke Jakarta hanya untuk membahas kapan kami melangsungkan pernikahan!”“Sedangkan saya hanya bertemu dia bisa di hitung jari. Memang dia wanita mandiri dan juga cantik tetapi hati saya tidak ada ketertarikan seperti ...”“Saya tahu apa yang dipikirkan Tuan m
“Iya, Mbak beliau menitipkan bingkisan ini!” jawab Pak Syamsudin tersenyum.“Baiklah, terima kasih Pak, kalau begitu kami permisi dulu, Assalamualaikum!”“Wa’alaikumsalam, hati-hati di jalan semoga perjalanan kalian menyenangkan!” sahut Pak Syamsudin Terima kasih!” jawab mereka serentak.Akhirnya mereka pun pergi dari kampus itu dengan cepat tanpa menoleh lagi.Tari pun tidak ingin berlama-lama di kampus itu apalagi di tempat itulah dia dan Ammar memutuskan jalinan pacaran yang sudah terjalin selama hampir tiga tahun ini.“Bagaimana perasaanmu Tar, lega kan sudah putus dengan pria begajulan itu?” tanya Dafa cengengesan.“Benar juga katamu Daf, setelah putus dengannya ternyata hatiku senang nggak ada beban,” jawabnya tersenyum.“Kamu yakin dengan omongan mu itu, bukannya kamu cinta mati sama dia?” selidik Dafa.Tiba-tiba Tari menangis histeris membuat Dafa kalang kabut untuk menenangkannya.“Kamu kan tahu Daf, Bang Ammar itu cinta sejatiku, bagaimana aku hidup tanpa dia?” tangis Tari m
“Sabar Sayang semua pasti akan baik-baik saja, aku saya yang menandatangani formulir itu,” ucap Fajar dengan lembut.Tari tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu, suaranya tercekat dan tubuhnya kaku, hanya linangan air mata yang selalu mengalir.Fajar lalu menandatangani formulir persetujuan operasi untuk Ibu Arumi. Dia pun memberitahukan kepada maminya kalau sahabatnya itu mengalami kecelakaan.Namun, Sayang tidak ada tiket yang cepat untuk datang ke Jakarta, sehingga dia harus menundanya sehari lagi. Setelah selesai menandatanginya formulir itu Fajar dan Udin pergi ke kamar jenazah untuk memastikan apakah itu benar Lili atau bukan. Sementara itu Fikri, Tante Zahra dan Farrel menemani Tari yang sedari tadi tidak berhenti menangis di pelukan Tante Zahra.Selang setengah jam berlalu akhirnya Bu Arumi masuk ruang operasi setelah prosedur semuanya sudah lengkap. Semua tampak tegang menunggu di luar kamar operasi. Udin dan Fikri sudah menyelesaikan semua administrasi dan pengurusan
“Istri saya adalah salah satu anak Pak Handoko yang saya nikahi,” ucap Fajar membuat Bu Zahra terkejut sekaligus bahagia.“Apa maksud kam?”“Mentari Khairunnafiza adalah istri saya Bu.”“Dan di mana Lanie, apakah dia sudah menikah juga?” “Maaf Bu, Lanie sudah meninggal empat bulan yang lalu karena sakit jantung.”“Apa, Innalilahi waiinalihi Raji’un, kok bisa Nak Fajar, apakah mereka tidak tahu ?” tanyanya masih penasaran.“Assalamu’alaikum!” Suara seorang wanita yang lembut berhasil mengalihkan perhatian mereka.Tari terpaku begitu juga dengan Bu Zahra pandangan mereka bertemu, Bu Zahra beranjak dari tempat duduk berdiri, memperhatikan wajah itu yang sangat dia kenal walaupun sudah belasan tahun, terasa bulir-bulir air mata mereka bertemu dan berpelukan.“Tari, ya Allah Sayang akhirnya kita bertemu lagi? Apa kabarmu Nduk, kamu sekarang semakin cantik dan kata Mas ini kamu sudah menikah dengannya?” “Ya Allah, Tante nggak menyangka kalau kamu sudah secantik ini dan suamimu juga sa
“Pesanan Bos minta di belikan roti , katanya tadi pagi nggak sarapan,” ucap Joko sedikit berbisik.“Ya mau bagaimana sarapannya berbeda mana bisa kenyang?” protes Fikri menimpali.“Ah elo, kayak nggak pernah menjadi pengantin baru saja, Bos kan lagi jatuh cinta mungkin kalau Bos lihat batu seperti roti kali ya, atau kalau kita ganti roti itu jadi busa kasihan kalau batu kan keras, hihihi” ledeknya sambil cekikikan diikuti yang lain. Udin berinisiatif mengambilkan piring keluar bersama Joko.“Jo, kamu beli di mana itu roti, mahal nggak sih?” tanya Udin penasaran.Dekat warung sini, tadi sih saya coba satu enak banget dan kata pemilik warung itu, roti yang selalu di titipkan di warungnya selalu laris dan banyak peminatnya dan yang saya dengar dari pemilik warung itu juga kalau ibu yang membuat roti ini bisa menyekolahkan anaknya sampai kuliah loh, Pak Udin,” jelas Joko bersemangat.“Oh ya jadi penasaran, ya sudah ambilkan piring dulu buat Bos, saya juga mau coba seberapa enak itu roti
“Kan cocok dengan kamu, Mas?” “Lah kenapa Sayang, itu kan panggilan kesayangan, berarti Tari sudah mulai sayang dong sama kamu, iya kan Tari?”“Uhuk ...uhuk ... “Tari tersedak dan Fajar berlari mengambilkan segelas air putih dan memberikannya kepada Tari.“Kamu nggak apa-apa, Sayang?” Bu Nia sangat khawatir.“Nggak apa-apa, Mami hanya batuk saja,” jawabnya pelan.“Ya sudah Mami pergi ke kamar dulu sudah mengantuk, dan kamu Fajar jangan membuat Tari sedih atau menangis, kalau sampai itu terjadi Mami akan menghukummu,” ancam Bu Nia.“Dan kamu Sayang, jika Panda besarmu ini susah diatur dan membuatmu marah dan menangis, kasih tahu Mami ya,” lanjutnya lagi.“Iya Mami.”Bu Nia bergegas pergi ke kamar, dia ingin anak dan menantunya lebih banyak waktu berdua agar saling menumbuhkan saling cinta.Fajar masih saja menatap laptopnya, tanpa melihat Tari kembali.“Mas bisa bantu kan?”“Ya ... tergantung.” “Tergantung apa memang?” “Tergantung pembayarannya.”“Maksudnya?”“Ayolah Sayang, s
“Mami, cepat katakan siapa yang sudah membuat Mami seperti ini?”“Udin, Fikri, apa kerja kalian, kenapa Mami menangis?” tanyanya dengan nada tinggi.“Lah kok kita sih Bos, seharian kan kita berdua ikut kerja sama Bos, dan bukannya ini hari Minggu ya Bos, kok rapi banget mau ke mana, Bos? Sedangkan nggak jadwal apa pun hari ini?” celetuk Udin saat melihat Fajar berpakaian tapi dan formal setiap pergi kerja.“Apa hari Minggu ...kenapa nggak bilang dari tadi sih, dan kamu Tari kenapa nggak kasih tahu kalau hari ini hari Minggu?” celetuknya kesal.“Duh Den Fajar segitunya efek tadi malam ya, sampai-sampai lupa sama hari,” goda Mbok Surti ikut tersenyum.Seketika Tari dan Fajar salah tingkah di buatnya, kedua pipi mereka kembali merona dan Bu Nia pun segera memeluk Fajar.Momen kebersamaan yang ditunjukkan oleh ibu dan anak itu membuat Tari merasa iri, dia tidak pernah pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya terlebih dari mamahnya sendiri.Bu Nia menyadari kalau Tari pasti meras
Menjelang subuh Tari terbangun, tetapi saat dia ingin pergi ke kamar mandi dia pun merasa kaget karena ada seorang pria di ranjang itu tanpa memakai apa pun. Rasa perih dan pegal di sekujur tubuh membuatnya bingung. Melihat seisi ruangan kamar itu juga berantakan.“Aduh ada apa denganku, kenapa semua tubuhku terasa remuk sekali dan augh ... kenapa perih dan sakit?” “Apa yang terjadi sebenarnya?”Tari menatap wajah itu dengan saksama lebih dekat ...lebih dekat lagi dan ...“Mas Pa—Panda?” “Mas bangun ...cepatan bangun kenapa kamu tidur nggak pakai baju sih?” “Apaan sih, Sayang, Mas masih ngantuk nih tadi malam kamu liar banget sih, seperti singa kelaparan, Mas kewalahan makanya capek banget, bentar lagi ya?” jawabnya pelan tanpa membuka matanya.“Terus apa yang kita lakukan tadi malam ya? Dan kenapa Mas nggak pakai baju?” tanyanya bingung.Mendengar pertanyaan istrinya barusan membuat Fajar semakin ingin memeluknya dan tersenyum bahagia.“Bukan nggak pakai baju lagi Sayang, di baw
Sesuai rencana semula Bu Nia sudah membeli obat itu. Hari ini Fajar pulang cepat karena di hari Sabtu. Pekerjaannya pun tidak terlalu banyak sehingga dia ingin sekali pulang cepat.Begitu juga dengan Tari yang pulang cepat karena merasa sedikit pusing dan tidak enak badan.Bu Nia yang sudah tahu kebiasaan anaknya untuk minum teh setelah makan malam, dengan racikan tangan Bu Nia, secara diam-diam telah memasukkan obat itu. Mbok Surti yang merupakan asisten rumah tangganya pun ikut andil dalam rencana ini.“Mbok, pokoknya setelah saya pergi selama seminggu ini usahakan Mbok mencampurkan obat ini ke minuman mereka, saya tidak sabar untuk bisa mempunyai cucu dari mereka.”“Bu, tetapi apakah ini tidak berbahaya untuk kesehatan mereka, nanti kalau over dosis bagaimana?” tanya Mbok Surti khawatir.“Kita kan memberikan kepada mereka itu dosis kecil lagian cuma untuk seminggu saja, yang penting mereka sudah menyatu, dan saling terbuka, mereka itu gengsinya aja di gede in , mereka sama-sama
“Terus kenapa Mas juga langsung tidur dan tidak membangunkan aku, dan kenapa tangan Mas sudah melingkar di pinggangku tanpa seizin yang punya?” tanya balik Tari tak mau kalah dengan Fajar.“Tetap kamu yang salah pokoknya, sudah nggak usah di bahas.” “Oh ya sudah mau magrib aku mandi duluan atau kamu mau mandi bareng sama suamimu yang tampan ini?” Fajar kembali mengandalkan jurusnya untuk membuat Tari salah tingkah.Dan tepat sasaran wajah Tari kembali memerah seperti tomat, dia tidak menyangka pria yang fi hadapannya ini ternyata tidak sedingin yang dia bayangkan.Dengan wajah melongo dan terdiam, kesempatan Fajar kembali mencium bibir ranum Tari seketika membuat wanita cantik itu terkejut.“Mas ... apaan sih, nyosor melulu dasar mesum akurat,” ucap tari kesal.“Kenapa, salah cium istri sendiri itu lebih pahala ketimbang cium wanita lain, kamu mau aku gandengan dengan wanita lain mungkin Clara misalnya,” ledek Fajar tersenyum.“Dengar ya awas saja kamu mendekati wanita itu, aku bisa
Sampai di rumah Fajar, Tari langsung di sambut oleh beberapa pelayan rumah dengan ramah. Mbok Darmi asisten rumah tangga itu pun segera mengantar majikannya menuju kamar Fajar yang ada di lantai dua.“Istrinya Den Fajar cantik banget, kalau aku sih suka yang ini daripada yang menor itu, sudah nggak jelas, pelakor pula.”“Untung saja Den Fajar nggak jadi menikah dengan wanita itu, kau nggak habis kita di makan hidup-hidup sama dia,” ucap salah satu pelayan rumah itu dengan berbisik-bisik.“Benar juga sih, syukur Alhamdulillah deh kalau begitu,” sahut yang lainnya.“Ayo Neng, Mbok tunjukan kamar Den Fajar,” ucapnya sembari tersenyum.“Terima kasih, Mbok,” sahutnya sembari mengikuti Mbok Darmi dan menaiki anak tangga perlahan-lahan, sedangkan Udin membawakan koper Tari dan mengikuti mereka.Tari memasuki ruangan kamar yang begitu luas, dia pun tidak menyangka kamar seorang Fajar Ali Wardana begitu apik , rapi dan bersih.Semua perabotan di dalamnya pun tersusun dengan rapi tanpa ad