“Iya, Mbak beliau menitipkan bingkisan ini!” jawab Pak Syamsudin tersenyum.“Baiklah, terima kasih Pak, kalau begitu kami permisi dulu, Assalamualaikum!”“Wa’alaikumsalam, hati-hati di jalan semoga perjalanan kalian menyenangkan!” sahut Pak Syamsudin Terima kasih!” jawab mereka serentak.Akhirnya mereka pun pergi dari kampus itu dengan cepat tanpa menoleh lagi.Tari pun tidak ingin berlama-lama di kampus itu apalagi di tempat itulah dia dan Ammar memutuskan jalinan pacaran yang sudah terjalin selama hampir tiga tahun ini.“Bagaimana perasaanmu Tar, lega kan sudah putus dengan pria begajulan itu?” tanya Dafa cengengesan.“Benar juga katamu Daf, setelah putus dengannya ternyata hatiku senang nggak ada beban,” jawabnya tersenyum.“Kamu yakin dengan omongan mu itu, bukannya kamu cinta mati sama dia?” selidik Dafa.Tiba-tiba Tari menangis histeris membuat Dafa kalang kabut untuk menenangkannya.“Kamu kan tahu Daf, Bang Ammar itu cinta sejatiku, bagaimana aku hidup tanpa dia?” tangis Tari m
“Waduh saya kurang tahu namanya Mas, seingat saya namanya La-Lanie gitu mungkin!”“Oh, kalau nama orang tuanya tau nggak?” tanya Dafa lagi.“Kenapa Mas, kepo ya?” tanya balik Udin tersenyum.“Nggak juga sih cuma penasaran saja, siapa tahu saya kenal dengan orang itu!” kilah Dafa.“Ya sudah Mas, saya balik ke depan, nggak enak ganggu penumpang lain,” jawab Udin kembali ke tempat duduknya lagi.“Kenapa kamu Din, lama banget ke toiletnya?” tanya Fikri.“Aku hanya heran saja entah sengaja atau tidak, kamu tahu nggak tadi ketemu dengan siapa?” tanya Udin bersemangat.“Emmh, kalau artis nggak mungkin dia naik pesawat ini, kalau pejabat penting apalagi, terus siapa dong, nggak mungkin kan kamu bertemu dengan Kunti di sini?” ledek Fikri tertawa.“Serius ini aku tanya, eh malah tertawa!” gerutu Udin kesal.“Nggak tahu aku, siapa sih?” tanya Fikri menjadi penasaran.“Itu loh Non Tari!” jawab Udin seketika.“Seriusan kamu, nggak bercandakan?”“Noh orangnya ada di belakang deretan kursi kita, bia
“Bagaimana kejadiannya sampai-sampai Mbak Lanie seperti itu?” lanjutnya dengan penasaran.“Persisnya kurang tahu Mas, karena pada saat saya lembur sekitar jam tujuh malam, saya ingin menemui beliau di rumah, tetapi karena tidak ada tanggapan, saya langsung masuk saja takut terjadi apa-apa.“Ternyata apa yang saya takutkan menjadi kenyataan, saya melihat Ibu Lanie sudah tergeletak di lantai dengan posisi terlentang dekat kamarnya.“Saya langsung memanggil ambulans dan membawanya ke rumah sakit,” jelas Manda sembari mengingat kejadian itu kemarin.“Saya juga yang menghubungi Ibu Arumi untuk datang ke rumah sakit, Mas!” lanjutnya.Tak lama kemudian Tari datang menghampiri Dafa dan Manda yang berbicara serius, karena dia ingin mengetahui kejadian yang menimpa kakaknya secara detail.“Bagaimana Tar, Mbak Lanie?” tanya Dafa sedih.“Alhamdulillah dia bisa tidur!” ucapnya singkat.“Terus Mbak, apa kata dokter kenapa Mbak Lanie menjadi seperti itu?” tanya Tari penasaran.“Kata dokter kalau Ib
“Iya Nak Dafa saya ini ingin menikahkan anak saya Fajar dengan anaknya teman saya waktu sekolah yaitu anak Ibu Arumi,” jawabnya tersenyum ramah.“Ma-maksud Ibu dengan Melanie Nursaumi anaknya Tante Arumi?” tanya Dafa memperjelas.“Iya kok kamu kenal dengan Nak Lanie?” tanya Bu Nia bingung.“Oh ini namanya Dafa dia adik sepupunya Lanie,” ucap Bu Arumi menimpali.“Oh jadi kamu sepupunya Lanie, wah dunia ini sempit ya, malahan kita sudah bertemu juga di kampus tadi pagi, eh malamnya ketemu lagi di sini, memang jodoh nggak ke mana,” ucap Bu Nia senang melihat kehadiran Dafa.Dia pun mencari batang hidungnya Tari, karena menurutnya di mana ada Dafa di situ ada Tari.“Loh berarti Tari itu apanya kamu, Rum, soalnya kata Dafa dia sepupunya?” tanya Bu Nia tambah bingung.“Tari itu anakku juga adiknya Lanie!” jawab Bu Arumi.Seketika Bu Nia merasa bahagia, ingin rasanya mengatakan kalau dirinya ingin mempunyai menantu seperti Tari yang bisa membuat anaknya bertengkar.Namun dilain sisi Bu Nia t
“Loh ada Mas Udin, ini asistennya Tuan songong itu kan, ngapain juga ada di sini?” tanya Tari kepada Udin yang masih diam membisu melihat Tari.“Halo!” Mas!” Mas Udin!” teriak Tari membuyarkan lamunan si Udin.“Oh! Maaf Non... maaf, ada apa Non Tari?” tanya Udin tersenyum.“Saya tanya kenapa Mas Udin ada juga di sini?” tegur Tari sedikit berteriak.“Oh ... itu ... anu ... Non itu ... Tu-Tuan Mu-muda ada di sini juga,” ucap Udin salah tingkah.“Terus ngapain di sini, jangan-jangan kalian ngikutin kami dari bandara ya?”selidik Tari sembari memicingkan matanya ke arah Udin.“Bu-bukan begitu Non Cuma itu ...”“Sudah yuk, lebih baik kita bertemu Mbak Lanie soalnya dia dari tadi sudah tanya kamu melulu tuh!” sahut Dafa yang mengalihkan perdebatan kecil mereka.“Eh ngomong-ngomong malam ini kamu cantik banget, memangnya ada yang spesial?” tanya Dafa yang juga kaget dengan penampilan Tari yang sangat feminin.“Masa sih, perasaan biasa saja deh!”“Tadi sebelum ke sini mamah telepon katanya ha
Seketika wajah Bu Arumi memerah, dia tidak menyangka anaknya bisa berbicara seperti itu, namun Bu Arumi masih menahan emosinya tidak ingin terpancing karena masih ada calon besannya yang harus dijamu dengan baik.Begitu juga dengan Bu Nia, seakan-akan bisa merasakan penderitaan seorang anak, walaupun kisah rumah tangga mereka para orang tua hampir sama karena diselingkuhi.“Namun perbedaannya adalah suami Bu Nia yang selingkuh dan lebih memilih wanita itu, tetapi Bu Nia tidak ingin menikah lagi karena fokusnya adalah membesarkan anak semata wayangnya.Sedangkan dalam kisah keluarga Tari adalah kebalikannya kalau Bu Arumi lah yang mempunyai simpanan dan diketahui oleh suaminya sendiri.Sebab itulah suami Bu Arumi membalasnya dengan mempunyai wanita idaman lain.Dan sampai itu pula mereka sepakat untuk berpisah, dan sampai sekarang ini kedua orang tua Tari tidak akur antara sesama mereka.“Rum, bagaimana kalau kita makan malam di luar sekalian kita mengobrol santai, biarkan mereka sali
“Oh ya Lan ... bagaimana kalau kita membahas masalah pernikahan kita, bukannya dua minggu lagi ya, apakah kamu gugup?” tanya Fajar seketika.“Sedikit Mas, tetapi semua masalah harus di hadapi, jika tidak siap kapan lagi,” jawab Lanie sembari tersenyum.“Hanya orang yang aneh jika menanyakan hal itu, di mana-mana namanya mau nikah ya grogi, gugup, malah nannya lagi!”“Cari pertanyaan itu yang berbobot sedikit, kenapa?” tanya Tari sewot.“Hey gadis kecil kamu nggak usah ikut campur, ini urusan orang dewasa, wajar dong saya tanya!” cerca Fajar.Iya Mas Panda!” celetuk Tari cemberut.“Apa Mas Panda?” tanya Lanie sedikit terkejut.“Iya Mbak, nama panggilan waktu kecil,” ledek Tari yang mengundang tawa mereka.“Sudah tertawanya, awas loh nanti gigi pada rontok semuanya!” goda Fajar tersenyum.“Dek, bukannya kamu suka boneka Panda ya, ingat nggak pertama kali waktu kamu masih kecil minta di belikan boneka Panda yang besar, tapi Mbak belum bisa membelinya.”“Iya Mbak, Tari ingat sampai-sampa
“Mbak yakin dengan keputusan Mbak ini?” tanya Tari yang masih penasaran.“Kenapa kamu selalu menanyakan hal yang sama Dek?” tanya balik Lanie.“Nggak apa-apa sih cuma ada yang beda dari Mbak!” jawab Tari pelan.“Maksud kamu?” “Seperti ada sesuatu yang Mbak sembunyikan dari Tari, tetapi Mbak nggak mau cerita sama Tari, iya kan?” desak Tari.“Tidak ada semua baik-baik saja, ada kalanya kita harus memilih jalan walaupun itu banyak kerikilnya, bukan kah kita harus berusaha?” tanya Lanie tersenyum.“Maksud Mbak apa, Tari nggak ngerti!”“Suatu saat kamu akan mengerti Dek!”“Oh ya bagaimana dengan pekerjaanmu?” tanya Lanie mengalihkan pembicaraan.“Untung Mbak ingat in, Mbak tahu bos tempat Tari kerja ternyata dia itu kakak sepupunya Mas Fajar, pantas saja si Panda bisa seenaknya memecat Tari, tetapi nggak apa-apa sih!” jelas Tari.“Mas Fajar, Tari, bukan Panda!” “Iya itu namanya!”“Jadi maksudnya kamu mau berhenti bekerja menjadi reporter gitu?” tanya Lanie penasaran.“Iya Mbak, sudah cu