“Mbak yakin dengan keputusan Mbak ini?” tanya Tari yang masih penasaran.“Kenapa kamu selalu menanyakan hal yang sama Dek?” tanya balik Lanie.“Nggak apa-apa sih cuma ada yang beda dari Mbak!” jawab Tari pelan.“Maksud kamu?” “Seperti ada sesuatu yang Mbak sembunyikan dari Tari, tetapi Mbak nggak mau cerita sama Tari, iya kan?” desak Tari.“Tidak ada semua baik-baik saja, ada kalanya kita harus memilih jalan walaupun itu banyak kerikilnya, bukan kah kita harus berusaha?” tanya Lanie tersenyum.“Maksud Mbak apa, Tari nggak ngerti!”“Suatu saat kamu akan mengerti Dek!”“Oh ya bagaimana dengan pekerjaanmu?” tanya Lanie mengalihkan pembicaraan.“Untung Mbak ingat in, Mbak tahu bos tempat Tari kerja ternyata dia itu kakak sepupunya Mas Fajar, pantas saja si Panda bisa seenaknya memecat Tari, tetapi nggak apa-apa sih!” jelas Tari.“Mas Fajar, Tari, bukan Panda!” “Iya itu namanya!”“Jadi maksudnya kamu mau berhenti bekerja menjadi reporter gitu?” tanya Lanie penasaran.“Iya Mbak, sudah cu
Tari yang dari tadi mendengar ucapan mereka, terkejut bukan kepalang, ternyata selama ini ada saja kejutan yang diberikan oleh mereka.“Apa maksudnya ini?”“Apakah betul kalau Bang Ammar dulu adalah mantan pacar Mbak Lanie?” tanyanya dalam hati.“Kenapa aku nggak tahu ya?”“Ah, apa yang harus aku lakukan, apakah mungkin aku bertanya langsung dengan Bang Ammar!”“Aku tidak tahu kalau Bang Ammar mempunyai hubungan dengan Mbak Lanie, ini harus aku cari tahu!”“Ternyata jiwa reporterku masih mengalir, hahaha ....” tawanya dalam hati.Selang beberapa menit setelah Bu Arumi pergi, Tari pun sengaja bangun pagi-pagi dan mengagetkan Lanie yang masih di ratapi kesedihan.“Loh Tari sudah bangun, masih subuh Dek!” ucap Lanie tersenyum sembari mengusap pelan air matanya.“Sudah jam setengah enam Mbak, Tari mau salat subuh dulu sekalian mandi!” kilah Tari sembari beranjak dari sofa saat dia tidur.“Mbak kenapa seperti habis nangis, ada apa Mbak?” tanya Tari seketika setelah menghampiri Lanie dan me
“Ceritamu hampir sama denganku Mas, tak beda jauh dengan namanya orang ketiga.”“Yang membedakan adalah kamu masih ada mamahmu yang bertahan dengan masalah yang dihadapkan, tetapi orang tuaku lebih memilih jalan masing-masing karena mereka ternyata sudah mempunyai pasangan baru.”“Sedangkan kami dari kecil sudah tidak lagi merasakan kasih sayang dari yang namanya disebut sebagai orang tua.”“Memang mereka tidak meninggalkan kami seratus persen, tetapi bagi kami Kuranglah lengkap, karena mereka membaginya dengan keluarga baru mereka masing-masing.”“Apakah semua orang tua egois seperti itu, hanya karena ingin merasakan kebahagiaan yang mereka tidak dapat dari keluarganya, malah mereka mencari di luar sana!”“Sempat Mas, aku prustasi karena diusia lima belas tahun aku sudah dihadapkan dengan perceraian orang tua dan Tari di usianya sepuluh tahun sudah harus menderita karena mereka.”“Pagi, siang, malam kami sangat merindukan saat-saat kami masih menjadi keluarga yang lengkap, utuh, harm
“Lanie juga kangen sama Mbok, apalagi dengan masakan Mbok yang cetar membahana,” ucapnya bahagia sembari membalas pelukan Mbok Yem yang sudah dianggap sebagai orang tua.“Sudah-sudah nanti saja temu kangennya, cuma ke rumah sakit saja terharu!” celetuk Bu Arumi sewot.“Oh iya-iya maaf Neng, ayuk semuanya masuk, silakan!” ucap Mbok Yem ramah.“Terima kasih Mbok!” “Ya sudah kamu istirahat saja dulu, besok pagi kita akan membicarakan masalah persiapan pernikahan kamu!” ucap Bu Arumi tegas.“Rum, aku juga pulang ya supaya besok kita bisa lembur deh, lagian Lanie juga baru pulang dari rumah sakit, kasihan dia kelihatan sangat lelah,” sahut Bu Nia menimpali.“Terima kasih loh Nia sudah ikut nganterin kita, jangan lupa besok ke sini lagi,” ucap Arumi bersemangat.“Iya dong!” sahutnya bersemangat.“Lan, saya pulang dulu dan kamu adik kecil jangan ganggu Mbak mu lagi istirahat dengan omonganmu yang tidak jelas!” jelasnya membuat Tari bertambah benci dengan Fajar si Tuan Panda itu.“Belum juga
“Mamah ingin menikahkan secepatnya Mbak Lanie agar bisa membayarkan utang-utang Mamah kan?” jelas Tari membuka semua rencana Bu Arumi sendiri.Seketika Bu Arumi terlihat gugup dan berkeringat dingin mendengar ucapan Tari yang menggebu-gebu, karena semua yang Tari katakan adalah benar semua.Bu Arumi sangat terkejut mengapa rencananya semua dapat dengan mudah diketahui oleh Tari anak kandungnya sendiri.“Da-dari mana kamu tahu semua ini?” tanya Bu Arumi penasaran.“Mamah lupa ya pekerjaan Tari apa, Tari ini seorang reporter handal, bisa mencari berita ke mana pun yang Tari mau, bahkan keluarga papah hampir sama, mereka ingin kembali kepada kami setelah kami sukses, setelah Mbak Lanie berdiri dengan kakinya sendiri!”“Sekarang setelah kami dewasa dan mandiri kalian dengan mudahnya menganggap kami keluarga, anak kalian!”“Di mana kalian selama ini? ”jelas Tari dengan linangan air mata yang tak tertahankan.Tari menangis histeris, dia mengeluarkan semua isi hatinya selama ini selalu dia p
“Mamah tenang saja semua sesuai yang Mamah minta, ayuk Mah kita keluar,” sahut Lanie tersenyum.“Loh kok malah keluar sih Lan?” tanya Bu Arumi bingung diikuti suami dan anaknya Lili.“Iya nih Mbak Lanie, seharusnya kita ke atas bukan malah ke luar rumah, memang kita mau ke mana sih Mbak?” tanya Lili bingung.Lanie, Tari dan Dafa beserta dua asistennya pun menggiring mereka keluar dekat perkampungan mereka di jalan setapak.Mereka pun dibuatnya terkejut karena Lanie membawanya ke rumah kontrakan yang cukup luas tetapi tidak seindah di rumah Lanie.“Apa maksudnya ini Lan, kenapa kamu membawa kami ke sini, bukannya kami akan tinggal di rumah mewahmu itu?” tanya Bu Arumi bingung.“Begini Mah, tadi ‘kan Mamah sendiri yang bilang kalau mau berubah dan memberikan kesempatan kedua, betulkan Mah?” tanya balik Tari pura-pura bingung.“Iya, Mamah memang meminta kalian untuk memberikan kesempatan, tetapi buat apa kita ke sini, perkampungan seperti ini, bau, banyak nyamuk lagi!” tukas Bu Arumi yan
“Ya sudahlah Mbak, nggak usah di bahas, lagian kalau memang jodohnya Tari dengan Bang Ammar ya mungkin dipersatukan lagi, kalau nggak ya cari lagi!” celetuknya tersenyum.“Tar, ini seandainya ... seandainya ....”“Apa Mbak, seandainya apa jangan berbelit-belit deh!” gerutu Tari sewot.“Begini Tar, seandainya kita bertukar jodoh bagaimana, kamu dengan Mas Fajar dan Mbak dengan Bang Ammar?” ucap Lanie membuat Tari tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Lanie.“Hahaha ... apaan sih Mbak ini, aneh-aneh saja."“Lagian Mbak ini tinggal menghitung hari."“Pagi ini saja sebentar lagi mereka akan datang ke sini untuk persiapan secara detailnya."“Mbak harus fokus dengan pernikahan ini, jangan berpikir yang lain!”“Iya kamu benar Tar, tidak seharusnya Mbak berpikir seperti itu, maafkan Mbak ya," ucapnya sendu.“Apakah ... apakah Mbak masih menyukai Bang Ammar atau bahkan dalam diamnya Mbak, mencintainya?”“Katakan sejujurnya Mbak, apakah itu benar?” tanya Tari serius.Lanie beranjak dari te
“Sini nak Lanie duduk sama Tante," ucap Bu Nia tersenyum ramah.“Iya, Tante!”“Bagaimana sudah mendingan nggak sakit lagi kan?” tanya Bu Nia.“Alhamdulillah sudah membaik Tan, hanya perlu sedikit istirahat saja,” jawab Lanie pelan.“Oh ya Nia, bagaimana kalau sekarang kita membahas tentang pernikahan mereka, sudah sampai mana ya, soalnya nggak sabar menunggu hari H nya?” tanya Bu Arumi bersemangat.“Kamu jangan khawatir semua sudah selesai, bahkan tinggal fiting baju, aku sudah bawakan beberapa gaun dan kebaya untuk dipakai Lanie, daripada kamu ke sana,” ucap Bu Nia santai.“Wah, terima kasih loh sudah repot-repot bawa ke sini, tapi buat aku ada juga nggak nih masa cuma buat pengantinnya doang?” tanya Bu Arumi bersemangat.“Ada semua kebagian, jangan khawatir semua sudah kami urus, kalian tinggal pakai saja!” jawab Bu Nia ramah.Tak lama kemudian pesanan dari butik pun sampai, dengan membawa beberapa model gaun kekinian tetapi masih ada unsur kebayanya.Karena Lanie memakai jilbab ma