“Memang yang namanya Fajar itu susah di dekati?” tanya Dafa penasaran.“Susah banget Mas, tampang oke punya, penghasilan apa lagi, tapi coolnya itu loh kebangetan!”“Pernah ya Mas, dia itu sebagai dosen pengganti aduh juteknya minta ampun, setiap kita minta dijelaskan lagi moodnya langsung ambyar kita di kasih nilai empat dan dianggap tidak menyelesaikan tugas, katanya kalau belajar harus fokus dengan pelajaran, ya mau bagaimana yang ngajarnya ganteng bingit jadi fokusnya ya ke orangnya lah!” jelas Mahasiswi itu semangat.“Memang semprul anak zaman sekarang gurunya yang dipelototi, bukannya pelajarannya, aduh!” ucap Dafa dalam hati.“Sudah pergi sana jangan ganggu saya, untung sudah selesai makan, kalau nggak mubazir kalau sudah nggak mood,” ucap Tari ketus.Namun tiba-tiba Tari bersendawa di depan Fajar dan membuat Fajar menjadi tambah jijik dan ingin muntah juga di hadapan Tari.Tari yang merasa diperolok karena Fajar hampir mau muntah, dengan sigap Tari menarik tangan Fajar untuk p
Seketika itu Fikri dan Udin langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Tuan mudanya itu.“Kenapa kalian tertawa ada yang lucu?” tanya Fajar sedikit kesal.“Maaf Tuan, habisnya Tuan ngomong sendiri nanti dikira nggak waras loh, kenapa nggak berbagi sama kita Tuan, kita ini biar bagaimana pun juga sudah berpengalaman dalam urusan cinta buktinya kami berdua sudah punya buntut,” jawab Udin seketika.“Memang kalian tahu apa itu cinta?” tanya Fajar lagi.“Kata orang cinta itu buta, tidak mengenal kasta maupun usia, ada juga yang bilang ibaratnya Tuan adalah durinya Non Tari bunga mawarnya, atau jika Tuan lebahnya Non Tari madunya, kira-kira begitu sih!” ucap Fikri tersenyum.“Saya ini masih bingung dengan mami, hari ini kita pulang ke Jakarta hanya untuk membahas kapan kami melangsungkan pernikahan!”“Sedangkan saya hanya bertemu dia bisa di hitung jari. Memang dia wanita mandiri dan juga cantik tetapi hati saya tidak ada ketertarikan seperti ...”“Saya tahu apa yang dipikirkan Tuan m
“Iya, Mbak beliau menitipkan bingkisan ini!” jawab Pak Syamsudin tersenyum.“Baiklah, terima kasih Pak, kalau begitu kami permisi dulu, Assalamualaikum!”“Wa’alaikumsalam, hati-hati di jalan semoga perjalanan kalian menyenangkan!” sahut Pak Syamsudin Terima kasih!” jawab mereka serentak.Akhirnya mereka pun pergi dari kampus itu dengan cepat tanpa menoleh lagi.Tari pun tidak ingin berlama-lama di kampus itu apalagi di tempat itulah dia dan Ammar memutuskan jalinan pacaran yang sudah terjalin selama hampir tiga tahun ini.“Bagaimana perasaanmu Tar, lega kan sudah putus dengan pria begajulan itu?” tanya Dafa cengengesan.“Benar juga katamu Daf, setelah putus dengannya ternyata hatiku senang nggak ada beban,” jawabnya tersenyum.“Kamu yakin dengan omongan mu itu, bukannya kamu cinta mati sama dia?” selidik Dafa.Tiba-tiba Tari menangis histeris membuat Dafa kalang kabut untuk menenangkannya.“Kamu kan tahu Daf, Bang Ammar itu cinta sejatiku, bagaimana aku hidup tanpa dia?” tangis Tari m
“Waduh saya kurang tahu namanya Mas, seingat saya namanya La-Lanie gitu mungkin!”“Oh, kalau nama orang tuanya tau nggak?” tanya Dafa lagi.“Kenapa Mas, kepo ya?” tanya balik Udin tersenyum.“Nggak juga sih cuma penasaran saja, siapa tahu saya kenal dengan orang itu!” kilah Dafa.“Ya sudah Mas, saya balik ke depan, nggak enak ganggu penumpang lain,” jawab Udin kembali ke tempat duduknya lagi.“Kenapa kamu Din, lama banget ke toiletnya?” tanya Fikri.“Aku hanya heran saja entah sengaja atau tidak, kamu tahu nggak tadi ketemu dengan siapa?” tanya Udin bersemangat.“Emmh, kalau artis nggak mungkin dia naik pesawat ini, kalau pejabat penting apalagi, terus siapa dong, nggak mungkin kan kamu bertemu dengan Kunti di sini?” ledek Fikri tertawa.“Serius ini aku tanya, eh malah tertawa!” gerutu Udin kesal.“Nggak tahu aku, siapa sih?” tanya Fikri menjadi penasaran.“Itu loh Non Tari!” jawab Udin seketika.“Seriusan kamu, nggak bercandakan?”“Noh orangnya ada di belakang deretan kursi kita, bia
“Bagaimana kejadiannya sampai-sampai Mbak Lanie seperti itu?” lanjutnya dengan penasaran.“Persisnya kurang tahu Mas, karena pada saat saya lembur sekitar jam tujuh malam, saya ingin menemui beliau di rumah, tetapi karena tidak ada tanggapan, saya langsung masuk saja takut terjadi apa-apa.“Ternyata apa yang saya takutkan menjadi kenyataan, saya melihat Ibu Lanie sudah tergeletak di lantai dengan posisi terlentang dekat kamarnya.“Saya langsung memanggil ambulans dan membawanya ke rumah sakit,” jelas Manda sembari mengingat kejadian itu kemarin.“Saya juga yang menghubungi Ibu Arumi untuk datang ke rumah sakit, Mas!” lanjutnya.Tak lama kemudian Tari datang menghampiri Dafa dan Manda yang berbicara serius, karena dia ingin mengetahui kejadian yang menimpa kakaknya secara detail.“Bagaimana Tar, Mbak Lanie?” tanya Dafa sedih.“Alhamdulillah dia bisa tidur!” ucapnya singkat.“Terus Mbak, apa kata dokter kenapa Mbak Lanie menjadi seperti itu?” tanya Tari penasaran.“Kata dokter kalau Ib
“Iya Nak Dafa saya ini ingin menikahkan anak saya Fajar dengan anaknya teman saya waktu sekolah yaitu anak Ibu Arumi,” jawabnya tersenyum ramah.“Ma-maksud Ibu dengan Melanie Nursaumi anaknya Tante Arumi?” tanya Dafa memperjelas.“Iya kok kamu kenal dengan Nak Lanie?” tanya Bu Nia bingung.“Oh ini namanya Dafa dia adik sepupunya Lanie,” ucap Bu Arumi menimpali.“Oh jadi kamu sepupunya Lanie, wah dunia ini sempit ya, malahan kita sudah bertemu juga di kampus tadi pagi, eh malamnya ketemu lagi di sini, memang jodoh nggak ke mana,” ucap Bu Nia senang melihat kehadiran Dafa.Dia pun mencari batang hidungnya Tari, karena menurutnya di mana ada Dafa di situ ada Tari.“Loh berarti Tari itu apanya kamu, Rum, soalnya kata Dafa dia sepupunya?” tanya Bu Nia tambah bingung.“Tari itu anakku juga adiknya Lanie!” jawab Bu Arumi.Seketika Bu Nia merasa bahagia, ingin rasanya mengatakan kalau dirinya ingin mempunyai menantu seperti Tari yang bisa membuat anaknya bertengkar.Namun dilain sisi Bu Nia t
“Loh ada Mas Udin, ini asistennya Tuan songong itu kan, ngapain juga ada di sini?” tanya Tari kepada Udin yang masih diam membisu melihat Tari.“Halo!” Mas!” Mas Udin!” teriak Tari membuyarkan lamunan si Udin.“Oh! Maaf Non... maaf, ada apa Non Tari?” tanya Udin tersenyum.“Saya tanya kenapa Mas Udin ada juga di sini?” tegur Tari sedikit berteriak.“Oh ... itu ... anu ... Non itu ... Tu-Tuan Mu-muda ada di sini juga,” ucap Udin salah tingkah.“Terus ngapain di sini, jangan-jangan kalian ngikutin kami dari bandara ya?”selidik Tari sembari memicingkan matanya ke arah Udin.“Bu-bukan begitu Non Cuma itu ...”“Sudah yuk, lebih baik kita bertemu Mbak Lanie soalnya dia dari tadi sudah tanya kamu melulu tuh!” sahut Dafa yang mengalihkan perdebatan kecil mereka.“Eh ngomong-ngomong malam ini kamu cantik banget, memangnya ada yang spesial?” tanya Dafa yang juga kaget dengan penampilan Tari yang sangat feminin.“Masa sih, perasaan biasa saja deh!”“Tadi sebelum ke sini mamah telepon katanya ha
Seketika wajah Bu Arumi memerah, dia tidak menyangka anaknya bisa berbicara seperti itu, namun Bu Arumi masih menahan emosinya tidak ingin terpancing karena masih ada calon besannya yang harus dijamu dengan baik.Begitu juga dengan Bu Nia, seakan-akan bisa merasakan penderitaan seorang anak, walaupun kisah rumah tangga mereka para orang tua hampir sama karena diselingkuhi.“Namun perbedaannya adalah suami Bu Nia yang selingkuh dan lebih memilih wanita itu, tetapi Bu Nia tidak ingin menikah lagi karena fokusnya adalah membesarkan anak semata wayangnya.Sedangkan dalam kisah keluarga Tari adalah kebalikannya kalau Bu Arumi lah yang mempunyai simpanan dan diketahui oleh suaminya sendiri.Sebab itulah suami Bu Arumi membalasnya dengan mempunyai wanita idaman lain.Dan sampai itu pula mereka sepakat untuk berpisah, dan sampai sekarang ini kedua orang tua Tari tidak akur antara sesama mereka.“Rum, bagaimana kalau kita makan malam di luar sekalian kita mengobrol santai, biarkan mereka sali