Beranda / Romansa / Menikahi Calon Kakak Ipar / 04. Pandangan Pertama Bikin Emosi

Share

04. Pandangan Pertama Bikin Emosi

“Maaf ya Mas, kalau panggil orang yang sopan dong, jangan seperti itu, dasar orang kaya,” gerutu.

“Situ tersinggung, soalnya saya tidak tahu namamu, maaf dan saya minta tolong bawakan jas mahal saya ada di dalam mobil, tadi saya lupa bawa dan satu lagi bawakan botol minuman saya, mungkin air di sini pasti tidak higienis , cepat nggak pakai lama.”

“Biasakan kalau kerja itu harus disiplin!” perintahnya tanpa melihat lawan bicaranya karena sibuk melihat ponsel canggihnya itu.

“Apa kamu suruh saya, memang siapa kamu main perintah segala, nggak mau, ambil sendiri dan ingat saya bukan istri atau babu kamu yang gampang kamu suruh-suruh,” jawab Tari tegas dan bergegas ingin pergi dari sana.

Namun saat Tari hendak pergi tiba-tiba kakinya tersandung batu dan tanpa sengaja Tari jatuh di pelukan dada bidangnya pemuda itu.

Seketika mata mereka beradu pandang, mereka saling menatap ada getaran hati diantara mereka.

Pemuda itu tertegun melihat kecantikan Tari walaupun memiliki potongan rambut cepak, matanya yang bulat besar seperti kelereng melototi pemuda itu dengan tajam.

Membuat pemuda itu terpesona dalam pandangan pertamanya.

Namun tidak dengan Tari, dia masih bersikap biasa karena pikirannya selalu tertuju kepada pacarnya yang lebih tampan.

“Augh ...!”

“Apa-apaan sih kamu, injak sepatu saya ini baru di semir dan sekarang kamu lihat ada bekas noda yang menempel di sepatu mahal saya, dan lihat kamu menyentuh rambut saya.”

“Kamu pikir sepatu yang saya pakai murahan, bahkan kamu tidak bisa menggantinya dengan uang gaji kamu, pelayan,” ucapnya dengan lantang sembari membetulkan tatanan rambutnya yang sedikit berhamburan karena tidak sengaja Tari memegang rambutnya yang licin bagaikan pelosotan.

“Hey kamu ini siapa, berani mengata-mengatai saya seperti itu, saya ini bukan orang suruhan kamu dan kamu tidak bisa memerintah orang seenaknya tanpa melihat orangnya terlebih dahulu,” jawab Tari tak mau kalah dengan pemuda itu.

“Oke saya minta maaf, soalnya saya sedang buru-buru, jika tidak bisa membantu saya it’s okey no problem,” jawabnya dan pergi begitu saja tanpa menghiraukan Tari yang nampak masih kesal dengan kelakuan pemuda itu.

“Siapa sih dia songong banget jadi orang kaya, tapi kok wajahnya ... ah tidak-tidak ... tampanan pacarku lah,” ucapnya dalam hati dan kembali melangkahkan kakinya ke kamar ganti pakaian.

“Selamat pagi Mbak ...”

“Nama saya Tari, Mbak.”

“Kalau saya panggil saja Mirna.”

 

“Oh iya silakan Mbak Tari, pakaiannya di ganti dulu!” perintah Mbak Mirna dengan ramah.

“Terima kasih Mbak Mirna.”

Setelah berganti pakaian yang sedikit formal Tari kelihatan tambah cantik perpaduan blazer berwarna hitam di padu padankan dengan kemeja di dalamnya berwara hijau tosca dengan celana panjang hitam, tak lupa memakai sepatu high heels setinggi tujuh centimeter semakin jenjang kaki Tari terlihat.

Make-up yang natural tidak menor membuat Tari semakin memesona, auranya pun terlihat apalagi jika tersenyum memperlihatkan kedua lesung pipitnya.

“Wah Mbak Tari cantik banget, padahal tadi seperti preman karena rambutnya pendek, tetapi setelah berganti pakaian dan sedikit polesan saja, Waw cetar membahana,” ucap mbak Mirna takjub melihat kecantikan Tari yang tersembunyi.

“Terima kasih Mbak pujiannya, ini semua berkat Mbak Mirna juga mendandani saya seperti ini,” sahutnya merendahkan dirinya.

“Iya sama-sama Mbak Tari, kamu itu sudah cantik dari sananya,” ucapnya lagi.

“Ah Mbak bisa saja,” sahut Tari yang tersipu malu-malu.

“Oh ya Mbak, orang yang saya akan wawancarai sudah datang orangnya?” tanya Tari penasaran.

“Sepertinya sudah sih, mungkin ada di depan kali!” jawabnya sembari membetulkan tatanan rambut Tari yang sedikit berantakan.

“Kenapa kamu pingin ke temuan sama orangnya?”

“Iya sih penasaran kata orang dia ini selain tampan juga pebisnis yang handal, apa benar begitu, Mbak?” tanya Tari semakin penasaran.

“Iyap betul sekali, satu kali saja kamu bertemu dengan dia, kamu langsung jatuh cinta pada pandangan pertama,” jawab Mbak Mirna antusias.

“Oh ya Mbak Tari mungkin sudah dikasih tahu tadi dengan Pak Syamsudin kalau ada beberapa hal yang tidak boleh Mbak Tari ajukan pertanyaan dengannya terutama masalah keluarganya, ataupun kehidupan pribadinya,”  ucap Mbak Mirna bersemangat menjelaskan pemuda itu.

“Memang kenapa Mbak?”

“Nggak tahu juga sih kalau masalah kehidupannya dia sedikit tertutup, hanya keluarganya saja yang tahu, tetapi saya dengar dia sudah dijodohkan dengan anak sahabat mamahnya di Jakarta, makanya setelah selesai acara di sini, dia akan pulang ke Jakarta,” terang Mbak Mirna.

“Loh kok sama Mbak ya, tapi kalau saya karena kakak perempuan saya sakit dan meminta saya untuk balik ke Jakarta secepatnya,” sahut Tari sedikit bersedih.

“Memangnya sakit apa kakaknya Mbak?”  tanya Mbak Mirna penasaran.

“Nah itu dia Mbak, orang rumah bilang Mbak Lani jatuh di kamar mandi mungkin mengenai kepalanya, mereka tidak mau menjelaskan secara detail, mungkin  takutnya saya nggak bisa menerima kenyataan kali,” jawab Tari.

 

“Semoga cepat sembuh kakaknya, Mbak.”

“Aamiin terima kasih doanya, Mbak.” Jawab Tari tersenyum.

“Sama-sama Mbak.”

“Wah tapi  jangan-jangan kalian jodoh lagi, bisa sama gitu ya balik ke Jakarta, apa mungkin Mbaknya yang di jodohkan?” tanya Mbak Mirna heran.

“Ya nggak lah Mbak, mereka tahu kok kalau saya sudah punya pacar, lagian saya nggak mau di jodohkan seperti zaman Siti Nurbaya saja,” gerutu Tari sedikit cemberut.

“Iya sih, maaf ya Mbak kalau membuat hati Mbak sedikit kesal, saya tidak bermaksud seperti itu,” ucap Mbak Mirna saat melihat wajah Tari terlihat kesal.

“Iya nggak apa-apa Mbak, santai saja kali,” jawab Tari kembali tersenyum.

Tak lama kemudian tiba-tiba orang yang mereka bicarakan masuk ke dalam kamar ganti bersama dua asistennya.

“Permisi Mbak, Tuan muda saya sudah sampai tolong dirapikan lagi tatanan rambutnya, soalnya kata beliau tadi bertemu dengan seorang gadis amburadul memegang rambutnya,” ucap asisten pemuda itu.

“Oh ya silakan masuk saya sudah selesai dengan Mbaknya.”

“Kalau begitu saya permisi dulu, mungkin saya sudah ditunggu oleh kru saya,” ucap Tari tersenyum sembari memikirkan perkataan orang suruhan itu.

Tanpa di sadari karena melamun tiba-tiba Tari tersandung kedua kalinya, dan lagi-lagi pemuda itu yang menangkapnya.

Pertemuan kedua pun terjadi kini mereka saling bertatapan dengan jarak yang lebih dekat, bahkan napas mereka pun terdengar.

Jantung Tari mulai memompa dengan cepat, seakan-akan ikut berlomba. Kini wajahnya terlihat dengan jelas ketampanan seorang yang bernama Fajar Ali Wardana, SE seorang pengusaha terkenal.

Mempunyai postur tubuh tinggi seperti peragawan, kulit putih yang bersih mungkin sering memakai hand body lotion, alis tebal bak semut hitam berbaris, matanya berwarna cokelat, hidung yang mancung membuat Tari berpikir jika pemuda ini sangat perfeksionis.

Begitu juga dengan pemuda itu yang memandang Tari tidak seperti yang pertama kali bertemu, entah mengapa pemuda itu sedikit kikuk melihat Tari yang begitu memesona, tetapi mereka memiliki ego masing-masing sehingga pertengkaran pun terjadi lagi diantara mereka.

“Kamu?” ucap Tari kesal.

“Ternyata kamu lagi,” sahut pemuda itu tak kalah kesalnya.

“Seharusnya saya yang bertanya kenapa kamu ada di sini?” tanya Tari yang bertambah kesal.

“Saya ini ta ...”

 

“Ah sudahlah nggak penting juga, permisi,” sahut Tari sembari meninggalkan pemuda itu yang terdiam.

Belum selesai omongan pemuda itu Tari memotongnya dan membuat pemuda itu menjadi marah.

Mbak Mirna dan kedua asisten pemuda itu hanya melihat sedikit menahan tawa, karena baru kali ini ada seorang gadis yang berani membentak dan memarahi Tuan Mudanya yang terkenal misterius itu.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status