Udara pagi sangat menyejukkan, membuat hati Tari sedikit rileks, walaupun masih ada rasa gelisah.
Setelah salat subuh, Tari bergegas meninggalkan kamar hotel untuk melakukan tugasnya sebagai reporter lapangan.Awalnya Tari hanya lulusan SMK sederajat, dia sangat malas untuk kuliah namun setelah melihat di televisi seorang reporter yang mampu membawakan berita dalam suasana genting memacu adrenalinnya untuk mengetahui lebih dalam bidang jurnalistik.Mentari Khairunnafiza dua puluh empat tahun, seorang gadis cantik, berambut cepak, berlesung pipit, hidung mancung, bibir tipis, bentuk wajah oval.Selain sebagai reporter hobi memasak adalah kesukaannya tapi dia nggak suka makan yang bahannya dari ayam, selain itu Tari bisa juga melukis jika ada waktu senggang, benci warna merah muda karena menurutnya terlalu feminin.Mentari adalah gadis tomboi, suka dengan keramaian, humoris, mudah bergaul sehingga banyak teman yang menyukainya. Hidup di keluarga yang broken home tak membuatnya minder.Kedua orang tuanya sudah lama berpisah saat Tari masih berumur lima tahun, membuat sosok Tari dari yang manja kini sudah membiasakan mandiri.Melanie dan Mentari lebih memilih tinggal bersama omanya, karena mereka sangat membenci kedua orang tuanya sendiri yang sama-sama ketahuan berselingkuh.Bayangan itu selalu datang setiap saat, bila mereka bertemu kedua orang tuanya.Nasi telah menjadi bubur, begitu juga dengan keretakan suatu hubungan. Sedikit saja ada yang berlubang jika tidak diperbaiki, lama-lama lubang itu akan semakin membesar.Ibu Arumi bekerja sebagai sekretaris sebuah perusahaan ternama sedangkan Pak Arsyad Dwiguna papahnya Mentari adalah seorang pebisnis sukses.Kedua orang tua Mentari sangat sibuk dengan urusan mereka masing-masing, sehingga pola asuh anak mereka di ambil alih langsung oleh omanya yang terkenal disiplin dari bayi sampai Melanie berumur lima belas tahun.Namun setelah omanya meninggal kini Melanie yang bekerja keras mencukupi kebutuhan mereka berdua.Melanie tidak ingin membebani kedua orang tuanya karena merasa sudah tidak dianggap lagi sebagai anak, lantaran mereka berdua sudah menikah lagi.Kini orang tua mereka hidup bahagia dengan keluarga barunya masing-masing tanpa memedulikan perasaan Melanie dan Mentari.Melanie memang sering menerima uang pemberian dari mamah maupun papahnya setiap sebulan sekali dalam jumlah yang besar, namun Melanie selalu memberikannya ke panti asuhan untuk dikelola oleh pengurus panti.Baginya bukan uang yang dia minta, tetapi kasih sayang yang dia minta, begitu juga dengan Mentari kecil masih sangat membutuhkan belaian kasih sayang dan cinta, tetapi tidak bisa dia dapatkan lagi karena mereka lebih sayang dengan keluarga barunya itu.Melanie pun terpaksa mencari pekerjaan apa saja yang penting halal, bahkan menjadi buruh cuci sekalipun.Melihat kakaknya bekerja, Mentari tidak segan-segan membantu kakaknya, dia pun kadang-kadang setelah pulang sekolah membantu di warung makan untuk sekedar mendapat uang tambahan.Mentari sangat menyayangi kakaknya yang mau mengurus dan membesarkan dirinya, tak pernah Melanie berkata kasar atau memarahinya, malah Melanie sebisa mungkin bisa meredam amarahnya dalam hati agar Mentari tidak merasa sendirian.Banyak warga mencemooh mereka, lantaran mereka sudah membuat aib di lingkungan masyarakat karena perbuatan orang tuanya.Bahkan keluarga ikut menjauh karena takut mendapatkan kesialan, tetapi lagi-lagi uang yang berbicara, mereka takluk dengan uang sehingga bagi Melanie dan Mentari berpikir kalau keluarganya sama saja bisa dibeli dengan uang.Namun tidak semuanya bertindak kasar kepada mereka, karena mereka hannyalah korban dari perceraian orang tua yang sama-sama berselingkuh.Sepuluh tahun kemudian ...Mentari tumbuh seperti gadis pada umumnya dan tomboi namun jika dia disakiti atau dibohongi dia akan membencinya seumur hidup, tetapi dibalik semua itu dia sangat penyayang dan rela berkorban untuk orang yang disayanginya.Berbanding terbalik dengan sang kakak yang begitu pendiam tetapi murah senyum.Dengan kelembutan dan kasih sayang dari kakaknya kini Mentari selalu mementingkan kakaknya terlebih dahulu daripada dirinya sendiri.Melanie banyak berkorban untuk Mentari adiknya, dia rela tidak melanjutkan kuliahnya lantaran harus membanting tulang bekerja untuk memenuhi kebutuhan Mentari.Berkat kegigihannya akhirnya Melanie bisa membuka sebuah toko kue yang cukup besar, hanya sebagai buruh cuci dia bisa menyisihkan sebagian uangnya untuk ditabung agar bisa berjualan kue.Dari situlah Mentari bisa berkuliah dan berhasil menjadi reporter lapangan sesuai yang dia inginkan. ***Mereka pun sebenarnya sudah tidak peduli lagi dengan orang tua kandungnya, namun setelah mendapat telepon dari mamahnya lagi yang baru muncul dan bersama kakaknya yang sudah terbaring lemah di rumah sakit membuat Tari menjadi bingung.“Hey kok melamun pagi-pagi nanti kesambet loh!” goda Dafa mencairkan suasana.“Eh nggak lah, aku juga bingung aja kok bisa ya mamah ada sama mbak Lanie, padahal kami jarang bertemu mamah semenjak beliau mempunyai keluarga barunya itu?” tanya Tari penasaran.“Iya juga sih, mungkin saat itu Tante Arumi datang ke rumahmu dan melihat mbak Lanie sudah pingsan kali,” jawab Dafa santai.“Bisa juga sih, cuma aku dari tadi menghubungi mbak Lanie tidak bisa, ponselnya tidak aktif,” ucap Tari tertunduk lesu.“Kenapa kamu nggak menghubungi Tante Arumi saja, bagaimanapun juga beliau tetap mamah kandungmu Tar,” sahut Dafa menjelaskan.“Malas ah.”“Sudah yuk, tunggu apa lagi?”“Kita langsung ke kampus?” tanya Tari.“Iya sekalian kita lihat persiapan di sana, aku dengar ada seorang pengusaha tajir yang akan mengisi acara itu loh,” ucap Dafa.“Dia sebagai contoh pengusaha muda yang berprestasi dalam bisnis, makanya dia di undang sebagai pembicara atau tamu undangan untuk mengupas tuntas, sepak terjangnya atau kunci sukses menjadi pengusaha yang handal,” jelas Dafa.“Memang siapa namanya aku nggak kenal tuh?” tanya Tari sembari mencoba menelepon pacarnya yang sedari tadi malam sampai sekarang susah untuk di hubungi.“Kalau nggak salah namanya Fajar Ali Wardana usianya baru tiga puluh dua tahun tetapi sudah memiliki empat perusahaan yang dia bangun sendiri dari nol,” cerca Dafa.“Selain itu dia seorang dosen kalau nggak salah mengajar kelas manajemen marketing, hebat banget itu orang,” lanjutnya bersemangat.“Sudah tajir melintir, muda, tampan, pengusaha lagi, dan yang pasti kalau wanita melihatnya langsung jatuh cinta, tapi sayang orangnya jutek, cool, penuh misteri,” lanjutnya lagi.“Kamu dengar nggak sih yang aku omong?” tanya Daffa sedikit kesal melihat Tari sibuk dengan ponselnya.“Iya bawel, aku ini dari tadi tidak bisa menghubungi Bang Ammar, ke mana sih dia susah banget?” jawabnya kesal.“Aduh namanya juga anak band, kecapean kali makanya masih tidur,” sahut Dafa yang tidak suka dengan pacar sepupunya itu.“Jadi bagaimana dong kalau kita pulang ke Jakarta nanti sore, sedangkan dia tahu kalau kita di sini sampai lusa nanti dia bisa marah kalau mendadak pulang?” tanya Tari khawatir.“Alah tinggalin saja pacarmu itu anak band apaan, nggak terkenal juga, kaya juga dari orang tuanya, nah beda dengan laki-laki yang akan kita wawancara nanti,” sahut Dafa yang sangat antusias dengan pria misterius itu.“Pacarmu itu anak manja, masa kamu kerja ke sini ngikut juga alasan juga diundang kampus lah, dia itu seperti nggak percaya saja sama kamu, betah banget sih sama dia?” gerutu Dafa.Namanya juga cinta, apa bedanya sama si Nisa pacarmu itu, ngintil juga sampai ke sini,” kilah Tari tak mau kalah dengan sepupunya itu.“Lah kalau Nisa rumah orang tuanya kan di sini, jadi sekalian dong bersilahturahmi dengan calon mertua,” sahut Dafa semringah.“Sudah yuk, kita berangkat dan bertemu pengusaha itu, pasti kamu klepek-klepek kalau sudah lihat orangnya,” lanjutnya lagi.Mereka pun pergi dari hotel itu bersama team lainnya ke Universitas itu yang berjarak sekitar lima kilometer dari hotel tempat mereka menginap.“Sudah nggak usah di hubungi itu orang putus saja, lebih baik kamu sama pemuda yang satu ini, tapi kudengar orang ini perfeksionis banget kalah-kalah kamu yang selengekan begini,” ucap Dafa sekali lagi membuat Tari ingin marah dengannya.“Aha ... aku ada ide bagaimana kita buat taruhan, jika kamu bisa menaklukkan hati itu orang berarti uang gajiku sebulan aku kasih ke kamu, tetapi jika pemuda itu jutek, cool, tidak menanggapi kamu sebagai wanita berarti gajimu selama sebulan untukku, bagaimana kamu terima tantanganku?” tanya Dafa bersemangat.“Emhh ... boleh juga usul kamu, lagian sudah lama kita tidak main seperti ini, aku jadi penasaran banget sama orang ini sebegitu tampan kah dia sehingga banyak yang memujinya?” tanya balik Tari yang penasaran.“Kata orang sih dia sangat tampan dan jutek banget, tetapi dia sangat patuh kepada ibunya, dia s
“Maaf ya Mas, kalau panggil orang yang sopan dong, jangan seperti itu, dasar orang kaya,” gerutu.“Situ tersinggung, soalnya saya tidak tahu namamu, maaf dan saya minta tolong bawakan jas mahal saya ada di dalam mobil, tadi saya lupa bawa dan satu lagi bawakan botol minuman saya, mungkin air di sini pasti tidak higienis , cepat nggak pakai lama.”“Biasakan kalau kerja itu harus disiplin!” perintahnya tanpa melihat lawan bicaranya karena sibuk melihat ponsel canggihnya itu.“Apa kamu suruh saya, memang siapa kamu main perintah segala, nggak mau, ambil sendiri dan ingat saya bukan istri atau babu kamu yang gampang kamu suruh-suruh,” jawab Tari tegas dan bergegas ingin pergi dari sana.Namun saat Tari hendak pergi tiba-tiba kakinya tersandung batu dan tanpa sengaja Tari jatuh di pelukan dada bidangnya pemuda itu.Seketika mata mereka beradu pandang, mereka saling menatap ada getaran hati diantara mereka.Pemuda itu tertegun melihat kecantikan Tari walaupun memiliki potongan rambut cepak,
“Siapa dia berani sekali membentak , dia belum tahu siapa saya,” hardiknya dengan emosi.“Aduh maaf Mas, namanya mbak Tari dia yang akan membawakan acara dimana Mas nya sebagai bintang tamu nanti di acara itu,” jawab Mbak Mirna sedikit gugup.“Oh, jadi maksud Mbak dia seorang reporter?”tanya pemuda itu.“Iya Mas,” jawab Mbak Mirna.Pemuda itu langsung tersenyum simpul sepertinya dia ingin melakukan sesuatu dengan gadis itu dan menyuruh anak buah yang bernama Dion untuk mencari informasi tentang gadis itu.Tak butuh waktu lama anak buah Fajar mendapatkan informasi tentang Tari.@Fajar{Bagaimana kamu sudah mendapatkan informasi tentang gadis itu}@Dion{Sudah Bos, namanya Mentari Khairunnafiza umur dua puluh tiga tahun pekerjaan saat ini sebagai reporter selama dua tahun, dia mempunyai sepupu bernama Dafa yang juga sebagai juru kamera yang saat ini bersamanya}{Lulusan terbaik dan sudah banyak prestasinya di bidang akademis, gadis tomboi dari dua bersaudara, orang tuanya sudah bercerai
“Ya Allah Mbak Tari kok berlepotan makannya seperti anak kecil, tuh lihat make-up Mbak Tari sudah hilang!” gerutu Mbak Mirna sedikit kesal karena make- up nya sudah luntur semua akibat makan tadi.“Aduh maaf Mbak nggak sengaja tadi tiba-tiba perut Tari nggak bisa kontrol kalau lihat makanan, maunya harus makan dulu, Hehehe...” jawab Tari cengengesan.Ya sudah nggak apa-apa, bentar lagi Mbak Tari kenalan dulu dengan bintang tamunya, jadi saat di atas panggung nggak salting, kan malu apalagi orangnya ganteng bingit,” ucap Mbak Mirna tersenyum.“Siapa sih Mbak, kok dari tadi Tari nggak lihat dia, yang mana sih orangnya?” tanya Tari sembari netranya mencari ke sana kemari, tetapi menurutnya tidak ada yang berbeda dari orang-orang itu.“Loh kamu tadi sudah ketemu sama orangnya kok!” jawab Mbak Mirna spontan.“Yang mana Mbak?” tanya Tari bingung.“Sudah jangan banyak ngomong dulu, biar cepat selesai!” gerutu Mbak Mirna dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya.Setelah selesai berdandan kini
Tari dan Dafa mengikuti asistennya itu pergi ke sebuah ruangan kelas.Sampai di depan ruangan kelas itu, ada sedikit rasa gugup melanda hati Tari, namun dia buang jauh-jauh agar tidak terlalu ambil pusing.Tari dan Dafa pun masuk dan melihat pemuda itu duduk dengan santai.“Oh jadi bintang tamunya kamu, ayuk kita sudah terlambat nih, aku sudah datang menjemputmu, sekarang ayuk kita keluar!” Mentari Khairunnafiza umur dua puluh tiga tahun pekerjaan sebagai seorang reporter tinggal bersama seorang kakak perempuan, Emhh cukup menarik !” ucap pemuda itu.“Sekarang Mas nya sudah tahu tentang saya, jadi nggak perlu saya memperkenalkan diri, ayuk Mas acaranya mau di mulai dan Anda sebagai bintang tamunya harus bersikap profesional!” sahut Tari tak tinggal diam.Apakah kamu tidak ingin tahu siapa saya?” tanya pemuda itu.“Nggak ... lagian nanti kan di atas panggung saya juga yang akan memperkenalkan kamu dengan mereka!” jawab Tari membuat Pemuda itu sedikit jengkel dengan jawaban Tari.“Eh D
“Maaf Bu namanya Mentari Khairunnafiza dia seorang reporter, dan seharusnya mereka sudah berada di panggung untuk melakukan wawancara eksklusif dan gadis itu yang akan wawancarai Mas Fajar, Bu,” ucap Pak Syamsudin menjelaskan.“Waw ... oke juga gadis itu terlihat sangat energik, saya suka gadis seperti dia,” sahut Bu Nia sembari berjalan mendekati mereka berdua.“Ada apa ini, mengapa kalian sepertinya habis bertengkar, dan Panda kenapa menatap sinis dengannya, tidak baik seorang pemuda tampan seperti bersikap seperti ini dengan seorang gadis cantik,” ucap Bu Nia sembari memandang Tari dan tersenyum.Seketika Tari dan lainnya tertawa saat Bu Nia memanggil Fajar dengan sebutan Panda, Tari tak habis pikir orang yang diajak berdebat ini mempunyai sebutan yang lucu menurut Tari.Tari pun tak bisa menahan tawanya diikuti mereka yang lain dan membuat Fajar menjadi bertambah marah.“Mam ... buat apa Mami memanggilku seperti itu di depan mereka, malu Mami?” tanya Fajar yang menjadi salah tingk
“Ayuk cepat tunggu apa lagi waktu ini berjalan bukan diam di tempat,” ucap Bu Nia lagi.“Iya Mam ...Fajar ingat,” gerutunya.“Nak Tari, atas nama anak saya Panda eh maksudnya Fajar minta maaf kalau ada kata-kata yang membuat kamu tersinggung, soalnya maklum dari dulu dia di didik untuk disiplin,” ucap Bu Nia tersenyum.“Tari juga minta maaf Bu, seharusnya juga tidak terbawa emosi seperti ini, dan maaf juga kalau Tari sudah berani memeluk Ibu dengan erat seperti tadi,” sahut Tari malu-malu.“Iya Sayang, nggak apa-apa kok, entah kenapa Ibu sangat suka dengan kamu,” ucap Bu Nia sembari menatap lekat Tari.“Ya sudah ayuk, para penonton sudah menunggu kalian, jangan membuat orang lain kecewa loh,”ucap Bu Nia lagi sembari pergi meninggalkan mereka berdua.“Mari Mas Fajar dan Mbak Tari sudah di tunggu,” ucap Pak Syamsudin memperjelas.Akhirnya mereka mengakhiri ketegangan mereka, dan pergi menuju panggung yang sudah di sediakan panitia.“Urusan kita belum selesai ya, jangan kamu pikir sudah
“Aduh kepo banget nih orang, malu tahu dilihat banyak orang,” gerutu Tari menjadi salah tingkah di depan Fajar.“Apalagi saya, lagian kamu bukan level saya juga,” gerutu Fajar sembari memandang Tari dengan sorotan tajam.“Maaf teman-teman kami bukan sepasang kekasih, nanti ada yang dengar bisa-bisa saya habis acara dijegat di jalan sama pacarnya, bagaimana, siapa yang tanggung jawab?” ucap Tari sembari tersenyum.“Maaf Kak Tari, kami hanya bercanda!” ucap Siska mahasiswi semester tiga itu.“Iya santai aja kali!” jawab Tari tersenyum kembali menanggapi Siska yang merasa bersalah.“Baiklah teman-teman, kalian sudah mendengar bagaimana kiat-kiat menjadi orang sukses seperti Mas Fajar ini.”“Satu hal yang harus kalian ingat bahwa tidak ada yang tidak mungkin kita bisa lakukan, berpikirlah kenapa orang itu bisa tetapi kita tidak bisa?”Namun jangan juga memaksakan keinginan kita, yang ternyata bukan keahlian kita, kita harus tahu kekurangan dan kelebihan dari dalam diri kita.”“Kadang kele