Pagi ini Bella dan Sean melakukan sarapan bersama dengan Thomas. Tadi pagi Sean masuk ke kamar dan bersiap serta berganti pakaian, diketahui tadi malam ia tak tidur dan memilih untuk begadang di sofa luar.“Kudengar tadi malam kamu tak tidur di kamar bersama Bella, apa ada masalah?” tanya Thomas. Sean sudah menduga kakeknya pasti akan menginterogasinya.Bella hanya terdiam, ia tak mau menanggapi pasalnya takut apa yang ia bicarakan akan memperburuk suasana.“Betul. Tadi malam saya harus begadang karena memikirkan project Wiratama Otomotif yang akan berlangsung pekan depan,” balas Sean, “lagipula aku tak tega melihat Bella yang terlihat sangat kelelahan, lebih baik aku membiarkannya beristirahat.”Thomas melirik ke arah Bella, memastikan kebenaran ucapan cucunya itu, “Apa benar begitu, Bella?”“Benar, Kakek. Semalam saya ketiduran, hingga saya tak sadar kalau Sean masuk ke dalam kamar. Sepertinya ia tidak tega membangunkan saya yang sudah terlelap,” balas Bella. Ia melirik ke arah Sean
Di sore hari, setelah keduanya sudah puas beristirahat. Sean dan Bella berencana pergi ke tepi pantai. Mereka telah bersepakat bahwa selama berbulan madu, keduanya akan melakukan ‘hal-hal’ yang tidak mereka dapatkan semasa mereka kecil. Intinya, Bella memberikan ide bahwa bulan madu mereka adalah ajang memenuhi inner child mereka yang tak tersampaikan.Bella memberikan ide untuk menulis wish list masing-masing yang belum pernah direalisasikan, agar satu sama lain dapat mengabulkannya. Salah satu contoh wish list pertama, Bella sangat ingin sekali pergi ke pantai dan melihat matahari terbenam. Karena sejak kecil keluarganya tak pernah menuruti keinginannya dengan dalih cuaca pantai tak cocok untuk kesehatan Irena. Demi mewujudkan hal itu, akhirnya keduanya sekarang berencana pergi ke tepi pantai.Sean mereservasi tempat duduk di sebuah restoran dengan jaminan pemandangan sunset yang menawan sesuai rekomendasi dari beberapa artikel yang ia cari di google. Ia sengaja memesan tempat yang
Bella terperanjat, sesaat ia memundurkan kakinya beberapa langkah. Mencoba menelaah apa yang terjadi. Di sisi lain Sean masih mematung sembari mengingat-ingat wajah wanita yang sedang memeluknya erat.Dari balik rengkuhannya, wanita itu tampak menyeringai, puas dengan apa yang sudah dilakukannya. Tiba-tiba wanita yang tak diketahui itu melepaskan rengkuhan dan pingsan. Sontak hal itu membuat Sean terkejut, tanpa aba-aba Sean membopong wanita bersurai agak kemerahan itu menuju ke arah tempat mobil terparkir.Bella yang sebelumnya terdiam dan menelaah situasi yang terjadi pun merasa buntu, akhirnya ia mengekori Sean dari belakang dan mengambil langkah lebih cepat.“Sean, siapa dia?” pekik Bella dari balik arah belakang. Sean yang menyadari kehadiran Bella hanya menggelengkan kepalanya, “Entahlah! Aku tidak mengenalnya namun ia mengenaliku!”“Bella, tolong bukakan pintu mobil. Aku akan membawanya ke rumah sakit terdekat.” Sean memberikan perintah, tanpa banyak bertanya Bella pun dengan
Bella terbangun dari tidurnya, terlihat tak ada sosok Sean di samping tempat tidurnya. Saat Bella bangkit dari ranjang, terlihat secarik kertas di atas nakas bertuliskan Sean pulang ke ibu kota terlebih dahulu karena ada urusan penting. Sementara Bella dipersilakan untuk menghabiskan waktu di sana sesuai dengan jadwal tiket pulang.Bella menghembuskan nafasnya dalam, “Sean, kamu keterlaluan … tapi aku pun tak punya hak untuk melarangmu.”Di sisi kertas tersebut terdapat sebuah kartu kredit yang Sean sengaja simpan untuk Bella. Terdapat tulisan di dalam secarik kertas itu, bahwa ia boleh menggunakan kartu tersebut sepuasnya sebagai ganti wish list yang belum Sean penuhi beserta pinnya.Tak mau ambil pusing, Bella mengambil kartu tersebut. “Ya, tidak buruk juga. Setidaknya Sean meninggalkan ini, jadi aku tak terlalu kesal!”Bella menyimpan kartu tersebut ke dalam tas, lalu ia bergegas menuju kamar mandi dan bersiap. Ia berencana menghabiskan waktu untuk makan, menikmati wish list yang b
Bella menyandarkan tubuhnya di tepi tempat duduk di dalam bandara. Ia membeli segelas hot americano dan menyesapnya perlahan. Beberapa saat lalu ia menerima pesan dari Ronald bahwa ia akan menjemputnya di bandara ibu kota nanti. Bella menunggu selama setengah jam hingga gate menuju pesawat terbuka dan bersiap untuk take off.Akhirnya Bella masuk ke dalam pesawat dan mendudukkan diri di kursi dekat jendela, pikirannya termenung selama beberapa saat kala mengingat kejadian dalam beberapa hari ini. Seharusnya ia dan Sean menghabiskan waktu bersama, walau bulan madu tersebut hanya kedok semata. “Keterlaluan, dia bahkan tidak mengirim satupun pesan padaku hingga saat ini,” rutuk Bella, “walaupun aku hanya istri kontraknya, bukankah sangat keterlaluan jika ia menghabiskan waktu bulan madu hanya satu malam saja? Apa kakek tidak curiga? Ah menyebalkan!”Tiba-tiba seseorang duduk disampingnya, Bella tidak menghiraukannya dan masih fokus menatap pemandangan di luar jendela. Saat pesawat akan l
Saat ini terik matahari tepat berada di pucuk kepala, cahaya yang berhembus menelusup ke dalam rongga kulit walaupun ditemani AC yang telah diatur hingga maksimal ditambah hiruk pikuk ibu kota yang ramai lancar, sebuah mobil UV hitam membelah jalanan dengan kecepatan sedang.Dalam mobil terasa suasana canggung menerkam. Terdapat empat anak manusia yang terdiam dalam seribu bahasa, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ronald melirik spion belakang, memperhatikan sekilas sepasang suami istri yang baru berusia seminggu itu.Tampak keduanya sibuk masing-masing. Sean masih fokus menatap layar tabletnya sementara Bella sambil menopang dagu lebih memilih untuk memperhatikan lalu lintas jalanan dari balik jendela. Di sisi lain terlihat Tristan yang duduk di kursi depan yang sedang tertidur ditemani alunan musik yang menggema di telinganya melalui earphone dengan volume sedang.Ronald menghela nafas dalam, suasana canggung ini sudah berlangsung nyaris satu jam. Semua dimula saat pertemuan me
“Antarkan dia terlebih dahulu!” titah Sean. Ia merasa tak nyaman dengan kehadiran Tristan di dalam mobil, yang membuat suasana menjadi canggung.Tristan tak menolak pun mengiyakan perintah Sean, begitu juga dengan Bella yang hanya diam saja tak menganggap perkataan Sean melewati telinganya. Sementara Ronald yang terbiasa menuruti perintah Sean pun tanpa bertanya langsung menancapkan gas menuju perumahan di pusat kota, rumah milik keluarga Tristan yang hanya disinggahi apabila mereka sedang berkunjung ke ibu kota.“Terima kasih kalian semua,” ucap Tristan saat ia sudah menuruni mobil. Ronald dan Bella melambaikan tangan padanya, sementara Sean lebih memilih membuang muka daripada menatap Tristan.Tristan menatap kepergian mobil hitam itu hingga menghilang di ujung jalan, kemudian membuka gerbang dan memasuki rumahnya yang hanya berisi dua penjaga rumah saja. Tristan mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu, ia menengadahkan kepala di atas pinggiran sofa, matanya menatap langit-langit rum
Sean dan Bella berjalan dengan tergesa menuju ke arah pintu depan, terlihat disana Viona membawa satu koper yang disimpan disisinya. Pakaiannya tampak lusuh namun cukup terbuka, membuat yang melihatnya nampak tak nyaman.“Ada apa kau kemari?” tanya Sean. “Cepat pergi dari sini! Penjaga! Bawa dia keluar!”Kedua penjaga yang berada di sisi pintu pun memegang lengan Viona, mereka menarik lengan wanita itu agar segera meninggalkan mansion secepatnya.“Lepaskan!” Viona melepaskan pegangan tangan kedua penjaga, ia berjalan mendekat ke arah Sean, “Kau yakin akan mengusirku? Bagaimana jika aku tahu mengenai kebenaran kecelakaan belasan tahun lalu?”“Sial!” sentak Sean, ia menyeret lengan Viona untuk masuk ke dalam mansion meninggalkan Bella yang masih mematung memandang kejadian dihadapannya barusan. “Jaga ucapanmu!”“Aku tak berjanji! Asal kau menuruti semua keinginanku, maka aku akan memberitahu segalanya padamu dan menjaga semua rahasia yang ada!” Viona melepaskan cengkraman tangan Sean, k