Sudah menunjukan pukul delapan malam. Liona sejak tadi terus duduk di sisi kasur. Sesekali dia menatap sang suami yang tengah duduk di sofa tak jauh dari kasur. Entah kenapa sejak tadi Liona tidak bisa menenangkan detak jantungnya. Apalagi ketika teringat ucapan Sehan saat di pantai tadi siang.
Sampai sekarang Liona tak paham. Apa maksud Sehan mengatakan hal itu?Sehan mulai berdiri menghampiri sang istri, lalu duduk di sampingnya. Liona menggeser duduknya, menjaga jarak dari laki-laki itu.Namun Sehan justru tersinggung. Dia ikut menggeser duduknya agar kembali dekat dengan Liona.Hal itu membuat jantung Liona terus berdegup tak tenang. 'Apa yang akan Sehan lakukan padaku?'"Liona -""Maaf aku memesan hotel yang ruangannya tidak begitu luas," ucap Liona memotong kalimat Sehan. Entah apa yang ingin dikatakan laki-laki itu, Liona tak ingin mendengarnya. "Tadinya aku berencana untuk liburan sendiri, jadi aku menyewa ruangan yang cPandangan Sehan mengarah pada sang istri yang kini sudah terbaring di atas kasur dengan berbalut selimut tebal. Dia berjalan menghampiri sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk."Kau tidak mandi?"Liona tak menjawab, dan justru menarik selimut tebalnya hingga atas kepala. Membuat Sehan mengernyit curiga."Kau sudah tidur?"Masih tidak ada jawaban. Kini Sehan mengalihkan pandangannya pada sofa yang tak terlalu jauh darinya, di atas sofa itu sudah ada bantal dan satu selimut yang dilipat. "Kau menyuruhku untuk tidur di sofa?"Liona berusaha tetap diam dibalik selimut tebal tersebut, matanya terpejam berpura-pura untuk tidur.Sehan hanya menghela nafas kasar. Dia kemudian berjalan ke sofa, membuang handuknya yang basah ke sembarang arah, lalu mulai merebahkan tubuhnya di sofa itu.Tidak ada pilihan lain. "Aku akan tidur di sini."Mata Liona kini mulai terbuka. Hening, setelah Arka mengataka
"Tidak ada yang percaya padaku, saat aku berusaha menceritakan kejadian yang sebenarnya. Mereka justru menganggap aku berusaha menolong diriku sendiri."Liona menatap mata Sehan, tidak ada kebohongan. Liona merasa apa yang dikatakan Sehan barusan memang benar. Membuatnya justru semakin bingung."Semenjak itu aku memilih diam. Karena percuma juga berbicara, tidak akan ada orang yang mau mendengarkanku bukan? Aku memutuskan untuk membiarkan semua orang menilaiku seperti apa yang kak Galen ceritakan."Sehan kini melepas genggamannya pada tangan Liona, dan beralih memegang kedua bahu perempuan itu. Menatapnya dengan serius. "Bahkan kak Galen juga pernah mengatakan, dia akan menghancurkan orang-orang di sekitar ku, dan juga orang yang sangat aku cintai. Itu sebabnya aku meninggalkan keluarga Wiratama, karena aku tidak ingin terlihat dekat dengan siapapun dan membuat kak Galen membenci keluarganya sendiri karena aku. Aku ingin kak Galen menerima mama,
"Tapi aku masih penasaran, kenapa kak Galen melakukan itu padamu? Padahal kamu sendiri yang bilang jika orang tua kalian tidak pernah pilih kasih. Tidak seperti ibuku."Sehan diam sesaat. Kini mereka sudah kembali ke hotel. Liona duduk di atas kasur, sedangkan Sehan berada di sofa. "Kau tau, mama bukan ibu kandung kak Galen."Liona sedikit terkejut. "Maksudnya?""Ibu kandung kak Galen telah meninggal, lalu papa menikah lagi dengan mama. Dan akhirnya melahirkan aku. Aku rasa keberadaan mama telah membuat kak Galen tidak nyaman, itu sebabnya dia membenciku. Dia juga tidak akrab dengan mama, tapi aku harap suatu saat nanti kak Galen akan menganggap mama seperti ibu kandungnya sendiri."Liona paham. Sekarang dia bisa benar-benar percaya jika Galen lah yang sebenarnya jahat."Sehan, aku akan berdoa untuk keluargamu. Semoga apa yang kamu harapkan juga akan terkabul, dan kamu bisa kembali ke keluargamu."Sehan tersenyum, dia l
Liona akhirnya berhenti memberontak. Dia cukup terkejut dengan pernyataan Sehan barusan, tapi hal itu masih membuatnya bingung. "Apa maksudmu Sehan?"Laki-laki itu tampak berpikir sebentar. Seakan mencari alasan yang tepat. Membuat Liona semakin penasaran."Maksudku, kita sudah saling mengenal semenjak kamu mendatangiku di hotel waktu itu. Jika diingat, kita sudah cukup lama bersama kan?""Tapi -""Liona, kita sudah menjadi suami istri. Apa yang kamu takutkan dariku? Kenapa kamu tidak mau melayaniku?"Jantung Liona semakin berdetak tak terkendali. "Sehan aku belum siap. Bisakah kamu memberi waktu padaku untuk itu?"Sehan akhirnya melepaskan Liona, perempuan itu segera duduk dan mengambil jarak dari Sehan. Jujur jantung Liona rasanya nyaris melompat dari tempatnya. Kenapa Sehan tiba-tiba seperti ini?"Maaf," ucap Sehan pelan. Namun Liona masih bisa mendengarnya.Laki-laki itu nyaris
Kelopak mata Liona perlahan terbuka. Dia berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. Dia lalu menggeliat, berusaha merenggangkan otot-otot tangannya yang kaku. Hingga dia menyadari, sebuah tangan melingkar di atas perutnya. Liona kemudian menoleh, Sehan mengukir senyum menyambut sang istri yang kini sudah membuka mata. "Pagi sayang."Wajah Liona mendadak merah, dia lalu memiringkan tubuhnya dan balas memeluk tubuh kekar sang suami yang begitu hangat. Menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Sehan, menahan malu saat pikirannya mendadak kembali teringat apa yang terjadi padanya tadi malam.Sehan menarik selimut tebal yang nyaris melorot, menutupi tubuh mereka berdua yang sama sekali tak berbalut pakaian. Dia lalu mengeratkan pelukannya pada tubuh Liona. Sesekali memberikan ciuman singkat ke kening dan bahu Liona. Wangi tubuh perempuan itu telah membuat Sehan candu."Apa kamu menikmati
"Temui saja, tapi ayah tidak menjamin kakekmu itu mau keluar kamar. Bahkan saat ayah ke sana, kakekmu itu tidak mau keluar."Liona menghela nafas pelan. Setelah menemui sang ayah dan mendapatkan ijin, Liona langsung melanjutkan perjalanannya menuju tempat sang kakek tinggal.Saat ini pukul enam sore, dia sudah berdiri di depan sebuah rumah tua yang begitu besar. Letakkan lumayan jauh dari pusat kota, dan perumahan warga. Bahkan Liona tak ada melihat rumah-rumah orang lainnya di sana selain bangunan tua yang masih berdiri kokoh di hadapannya. Walau tidak terlihat modern, namun kebersihan ditempat itu terjamin. Bahkan lingkungannya juga ramah tak berisik. Ini tempat tinggal yang sangat cocok untuk menikmati hari tua, wajar jika Darwin memilih tempat ini untuk ditinggali Atharya.Saat memasuki rumah tersebut, Liona disambut dengan ramah oleh beberapa pelayan dan penjaga tempat itu."Pak Athaya tidak pernah keluar dari kamar. Bahka
Sehan menambah kecepatan laju mobilnya. Tak mempedulikan keselamatan dirinya, atau sekitarnya. Yang ada di pikirannya saat ini hanya Liona. Awalnya Sehan tidak mempermasalahkan sang istri yang belum pulang juga setelah berpamitan ingin menemui Atharya. Walau sudah menunjukan pukul sembilan malam, dia sempat berpikir mungkin karena perjalanan ke rumah Atharya yang cukup jauh. Sehan juga sama sekali tak menelpon Liona. Hingga akhirnya dia mendapatkan telepon dari polisi yang mengatakan ada seorang perempuan yang terserempet mobil, yang tak lain adalah Liona. Seketika Sehan khawatir, bayangan buruk sejak tadi terus saja menghantui pikirannya. Sesampainya di kantor polisi, Sehan langsung menyelonong masuk. Dan mendapati sang istri telah terduduk di dampingi beberapa polisi. "Anda suaminya?"Sehan mengangguk membenarkan. Dia langsung menghampiri Liona. Tidak seperti saat terakhir Sehan melihatnya, kini wajah Liona tampak suram. A
Kelopak mata Liona mulai terbuka, pandangannya langsung tertuju pada sang suami yang masih tertidur. Liona cukup terkejut saat mengetahui ternyata Sehan sejak malam tadi menunggunya, bahkan laki-laki itu tertidur dalam posisi duduk bersandar headboard kasur.Satu tangan laki-laki itu juga masih berada di atas kepala Liona. Pasti semalaman Sehan terus berusaha menenangkannya. Liona kemudian mulai beringsut duduk. Membuat laki-laki di sampingnya ikut terbangun. "Liona." Sehan mengucek matanya sesaat, menjernihkan pandangannya sebelum kembali menatap sang istri. "Apa kamu sudah merasa lebih baik?"Tak langsung menjawab. Liona justru menatap wajah sang suami sesaat. Sehan begitu mengkhawatirkannya, membuat Liona jadi merasa bersalah. "Pasti sejak tadi malam kamu terus memikirkan ku."Sehan meraih tangan sang istri, menggenggamnya dengan erat, sesekali mengusap punggung tangan Liona dengan ibu jarinya. "Katakan padaku Lio
Enam tahun kemudian ...Rumah keluarga Wiratama kini tampak ramai. Para tamu undangan mulai berdatangannya, dan banyak anak kecil membawa hadiah.Tepat hari ini, Arsen Wiratama berusia genap lima tahun. Semua orang merayakan ulang tahunya dengan kegembiraan. "Okey, selanjutnya adalah acara potong kue!"Semua anak dan para tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah, saat sang MC membacakan urutan acara selanjutnya. "Potong kuenya!""Potong kuenya!"Sorak anak-anak yang ada di sana. Dibantu dengan sang papa dan mamanya, Arsen mulai memotong kue ulang tahun di hadapannya. "Baik, kuenya sudah dipotong. Sekarang, Arsen ingin memberikan suapan pertama kuenya ke siapa ya?" tanya MC membuat semua orang di sana jadi penasaran tak sabar. Arsen menoleh ke kenan dan kirinya sesaat, mulai bingung."Arsen pasti ingin memberikan suapan pertama pada mama kan?" bisik Liona berusaha merayu putra kecilnya te
Ke esok harinya, Sehan dan Galen duduk di jok belakang mobil. Sedangkan Dua pria berbadan kekar kekar duduk di jok depan mereka, dan satu pria itu mengemudikan mobil.Di depan mobil mereka, juga ada satu mobil lain yang menunjukan arah sekaligus mendampingi Sehan dan Galen.Setelah cukup lama, mereka telah sampai di sebuah bangunan beton yang tampak kusam. Menuju ke sana memerlukan waktu hampir tiga jam, letakkan memang sangat jauh dari pusat kota.Dua bodyguard yang ada dalam mobil tersebut keluar lebih dulu, lalu berdiri di sisi mobil, dan mengawasi sekitarnya.Sehan tak langsung keluar, dia menoleh ke samping, menatap sang kakak. "Kak Galen tidak mau menemuinya bersamaan langsung denganku?"Galen menggeleng. "Aku akan berbicara dengannya setelah kau selesai. Aku hanya ingin memarahinya karena sudah berani membuat kakiku tidak berfungsi, sedangkan kamu pasti banyak hal yang ingin dibicarakan bukan?"Sehan mengangguk m
Di sebuah gedung besar, sebuah pesta pernikahan dilaksanakan dengan tema yang begitu sangat sederhana. Tamu undangan hanya terbatas, yaitu para rekan kerja dan sahabat-sahabatnya dari mempelai pria. Reno dan Aoura berdiri berdampingan, bersalaman dan menyambut para tamu dengan ramah.Hingga kedatangan Darwin bersama anak dan mantunya, berhasil mengalihkan perhatian semua orang di sana. Beberapa orang yang dilalui oleh mereka tersenyum menyapa. Tentu karena kebanyakan tamu undangan di sana adalah karyawan Wiratama group, jadi mereka begitu menghormati Darwin dan Liona, terutama Sehan.Melihat tiga orang penting itu berjalan ke arahnya, tangan Aoura mendadak berkeringat dingin. Dia lalu menyenggol lengan Reno di sampingnya, dan berbisik protes. "Kau juga mengundang ayah?""Tentu saja, bagaimana pun dia juga pernah menjadi ayah untukmu. Kita harus menghargainya dengan mengundangnya ke pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura pah
Satu Minggu kemudian. Liona dan Sehan sudah berpakaian rapi, bersiap untuk berangkat ke acara pernikahan Aoura dan Reno. "Sudah siap?" tanya Sehan memastikan saat sang istri baru saja keluar dari kamar. Liona tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang."Sehan dan Liona berjalan keluar rumah. Saat ini mereka sudah berada di rumah mereka sendiri. Sehan memutuskan untuk kembali ke rumah mereka dua hari lalu, setelah Sehan berhasil meyakinkan Joana bahwa keadaannya sudah membaik.Mobil yang mereka tumpangi kini mulai melaju, meninggalkan halaman rumah. Tak langsung menuju gedung acara pernikahan, Sehan dan Liona meminta sang suami untuk mengantarkannya lebih dulu ke rumah Darwin. "Bukankah ayah pasti juga diundang oleh Aoura?" tanya Liona penasaran.Sehan menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada jalanan di hadapannya. "Entahlah, aku juga tidak tau. Bahkan setelah meninggalkan rumah ayahmu, seperti
Setelah sampai di depan kamar yang mereka sewa. Sehan menurunkan Liona dari gendongannya. Laki-laki itu kemudian membuka pintu di hadapannya menggunakan key card yang baru saja dia kantongi.Setelan pintu terbuka, Liona masuk lebih dulu ke dalam sana, diikuti Sehan di belakangnya. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, memperhatikan ruangan tersebut dengan seksama. "Sepertinya tidak ada yang berubah, ini masih sama seperti saat aku datang ke sini pertama kalinya."Sehan menghentikan langkahnya di samping sang istri, dia menatap wajah Liona yang tampak bahagia itu sesaat, sebelum akhirnya ikut memperhatikan sekitarnya dengan seksama. Sehan memang tidak pernah merubah tampilan ruangan itu. Sejak dulu masih sama, tetap begitu-begitu saja. Namun Sehan tak pernah bosan dengan tampilan yang seperti itu. "Lagi pula, aku jarang ke sini lagi setelah menikah denganmu. Dulu, aku menyewa kamar ini untuk tempat istirahatku, ji
Setelah pergi dari rumah Reno, Sehan dan Liona kembali melanjutkan perjalanannya. Kini mobil yang Sehan kemudikan telah sampai di depan gedung hotel Wiratama, seperti apa yang Liona minta. Entah, Sehan belum mengerti kenapa istrinya mengajaknya ke sana. "Apa yang sebenarnya kamu rencanakan Liona?" tanya Sehan yang semakin penasaran. Namun Liona masih tak mau menjawabnya, perempuan itu hanya tersenyum saja. Liona kemudian keluar lebih dulu dari mobil, Sehan hanya mengikutinya. Hingga mereka memasuki gedung tersebut, dan Sehan terus mengikuti Liona dari belakang. Perempuan itu berjalan menuju restoran yang ada di lantai dua hotel tersebut. Hingga sampai di salah satu kursi pengunjung yang terletak di dekat jendela kaca gedung tersebut, Liona menarik Sehan dan memaksa laki-laki itu untuk duduk di sana. Sehan yang sejak tadi masih kebingungan, hanya menurut mengikuti apa yang sang istri lakukan padanya. Setelah Sehan duduk di s
Aoura mengarahkan pandangannya pada Sehan sesaat. Tampak terkejut setelah mendengar pertanyaan Sehan barusan. Aoura lalu menatap Reno, meminta penjelasan. Reno paham apa maksud Aoura. Dia menghela nafas pelan sesaat, lalu menjelaskan, "aku sudah mengatakan semuanya pada pak Sehan.""Kenapa kau memberitahu banyak orang?""Pak Sehan adalah orang penting di tempatku bekerja, tidak mungkin aku tidak akan mengundangnya di pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura paham."Jadi, apa kau tidak berniat untuk mengundangku?" tanya Sehan pada Aoura. Perempuan itu hanya diam. Sehan lalu mengimbuhkan, "jika Reno menikah tanpa memberitahu atasan di perusahaannya, maka dia tidak akan mendapatkan hadiah istimewa dari perusahaan."Aoura menatap Sehan dengan sorot berbinar. Tentu saja saat mendengar kata 'hadiah' suasana hatinya seketika berubah senang. "Benarkah? A-aku pasti akan mengundangmu Sehan."Reno menghela nafas pelan.
Seperti apa yang Liona katakan tadi malam. Perempuan itu akan mengajak suaminya ke suatu tempat, pagi ini.Namun sebelum menuju tempat yang Liona maksud, perempuan itu meminta Sehan untuk singgah lebih dulu ke rumah Reno. Sehan tau apa maksud tujuan Liona menemui Reno dan Aoura.Hingga sesampainya di sana. Sehan mengetuk pintu sebuah kontrakan sederhana yang dia singgahi bersama sang istri. Tak lama kemudian, seorang laki-laki keluar dari kontrakan tersebut.Laki-laki itu menatap Sehan dan Liona dengan sorot terkejut. "Pak Sehan? Liona?""Pagi Reno. Apa kedatangan kami menganggu waktumu saat ini?"Reno tak langsung menjawab. Dia justru berpikir sejenak, sambil berusaha menebak apa tujuan sepasang suami istri tersebut datang ke tempat tinggalnya. Terakhir Sehan dan Liona datang ke sana, untuk bertemu dengan Aoura. "Pak Sehan datang sepagi ini ke rumah saya, tentu membuat saya cukup terkejut. Tapi kedatangan pak Sehan sa
Pintu kamar terbuka, Liona yang saat itu sedang menyisir rambut di depan kaca menoleh sesaat.Sehan tersenyum, lalu menutup pintu kamarnya kembali. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam bersama keluarga yang lain, namun setelah selesai Liona langsung ke kamar, sedangkan Sehan masih berbincang dengan Joana dan Galen. "Sudah selesai berbicara dengan nenek dan kak Galen?" tanya Liona memastikan. Sehan mengangguk mengiyakan. Perempuan itu menatap cermin dan melanjutkan menyisir rambutnya. Sehan melangkah menghampiri, lalu memeluk pinggang Liona dari belakang. Sesekali memberikan usapan kecil pada perut buncit sang istri. Membuat Liona seketika menghentikan kegiatannya untuk menyisir rambut. Dia menatap wajah Sehan melalu cermin di hadapannya, senyum bahagia masih terukir di bibir laki-laki itu. Membuat Liona yang menatapnya juga ikut senang."Sepertinya setelah kamu sadar dari koma, kehidupan ini sangat menyenangkan untuk kita berdua.