Pandangan Sehan mengarah pada sang istri yang kini sudah terbaring di atas kasur dengan berbalut selimut tebal. Dia berjalan menghampiri sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk.
"Kau tidak mandi?"Liona tak menjawab, dan justru menarik selimut tebalnya hingga atas kepala. Membuat Sehan mengernyit curiga."Kau sudah tidur?"Masih tidak ada jawaban. Kini Sehan mengalihkan pandangannya pada sofa yang tak terlalu jauh darinya, di atas sofa itu sudah ada bantal dan satu selimut yang dilipat."Kau menyuruhku untuk tidur di sofa?"Liona berusaha tetap diam dibalik selimut tebal tersebut, matanya terpejam berpura-pura untuk tidur.Sehan hanya menghela nafas kasar. Dia kemudian berjalan ke sofa, membuang handuknya yang basah ke sembarang arah, lalu mulai merebahkan tubuhnya di sofa itu.Tidak ada pilihan lain. "Aku akan tidur di sini."Mata Liona kini mulai terbuka. Hening, setelah Arka mengataka"Tidak ada yang percaya padaku, saat aku berusaha menceritakan kejadian yang sebenarnya. Mereka justru menganggap aku berusaha menolong diriku sendiri."Liona menatap mata Sehan, tidak ada kebohongan. Liona merasa apa yang dikatakan Sehan barusan memang benar. Membuatnya justru semakin bingung."Semenjak itu aku memilih diam. Karena percuma juga berbicara, tidak akan ada orang yang mau mendengarkanku bukan? Aku memutuskan untuk membiarkan semua orang menilaiku seperti apa yang kak Galen ceritakan."Sehan kini melepas genggamannya pada tangan Liona, dan beralih memegang kedua bahu perempuan itu. Menatapnya dengan serius. "Bahkan kak Galen juga pernah mengatakan, dia akan menghancurkan orang-orang di sekitar ku, dan juga orang yang sangat aku cintai. Itu sebabnya aku meninggalkan keluarga Wiratama, karena aku tidak ingin terlihat dekat dengan siapapun dan membuat kak Galen membenci keluarganya sendiri karena aku. Aku ingin kak Galen menerima mama,
"Tapi aku masih penasaran, kenapa kak Galen melakukan itu padamu? Padahal kamu sendiri yang bilang jika orang tua kalian tidak pernah pilih kasih. Tidak seperti ibuku."Sehan diam sesaat. Kini mereka sudah kembali ke hotel. Liona duduk di atas kasur, sedangkan Sehan berada di sofa. "Kau tau, mama bukan ibu kandung kak Galen."Liona sedikit terkejut. "Maksudnya?""Ibu kandung kak Galen telah meninggal, lalu papa menikah lagi dengan mama. Dan akhirnya melahirkan aku. Aku rasa keberadaan mama telah membuat kak Galen tidak nyaman, itu sebabnya dia membenciku. Dia juga tidak akrab dengan mama, tapi aku harap suatu saat nanti kak Galen akan menganggap mama seperti ibu kandungnya sendiri."Liona paham. Sekarang dia bisa benar-benar percaya jika Galen lah yang sebenarnya jahat."Sehan, aku akan berdoa untuk keluargamu. Semoga apa yang kamu harapkan juga akan terkabul, dan kamu bisa kembali ke keluargamu."Sehan tersenyum, dia l
Liona akhirnya berhenti memberontak. Dia cukup terkejut dengan pernyataan Sehan barusan, tapi hal itu masih membuatnya bingung. "Apa maksudmu Sehan?"Laki-laki itu tampak berpikir sebentar. Seakan mencari alasan yang tepat. Membuat Liona semakin penasaran."Maksudku, kita sudah saling mengenal semenjak kamu mendatangiku di hotel waktu itu. Jika diingat, kita sudah cukup lama bersama kan?""Tapi -""Liona, kita sudah menjadi suami istri. Apa yang kamu takutkan dariku? Kenapa kamu tidak mau melayaniku?"Jantung Liona semakin berdetak tak terkendali. "Sehan aku belum siap. Bisakah kamu memberi waktu padaku untuk itu?"Sehan akhirnya melepaskan Liona, perempuan itu segera duduk dan mengambil jarak dari Sehan. Jujur jantung Liona rasanya nyaris melompat dari tempatnya. Kenapa Sehan tiba-tiba seperti ini?"Maaf," ucap Sehan pelan. Namun Liona masih bisa mendengarnya.Laki-laki itu nyaris
Kelopak mata Liona perlahan terbuka. Dia berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. Dia lalu menggeliat, berusaha merenggangkan otot-otot tangannya yang kaku. Hingga dia menyadari, sebuah tangan melingkar di atas perutnya. Liona kemudian menoleh, Sehan mengukir senyum menyambut sang istri yang kini sudah membuka mata. "Pagi sayang."Wajah Liona mendadak merah, dia lalu memiringkan tubuhnya dan balas memeluk tubuh kekar sang suami yang begitu hangat. Menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Sehan, menahan malu saat pikirannya mendadak kembali teringat apa yang terjadi padanya tadi malam.Sehan menarik selimut tebal yang nyaris melorot, menutupi tubuh mereka berdua yang sama sekali tak berbalut pakaian. Dia lalu mengeratkan pelukannya pada tubuh Liona. Sesekali memberikan ciuman singkat ke kening dan bahu Liona. Wangi tubuh perempuan itu telah membuat Sehan candu."Apa kamu menikmati
"Temui saja, tapi ayah tidak menjamin kakekmu itu mau keluar kamar. Bahkan saat ayah ke sana, kakekmu itu tidak mau keluar."Liona menghela nafas pelan. Setelah menemui sang ayah dan mendapatkan ijin, Liona langsung melanjutkan perjalanannya menuju tempat sang kakek tinggal.Saat ini pukul enam sore, dia sudah berdiri di depan sebuah rumah tua yang begitu besar. Letakkan lumayan jauh dari pusat kota, dan perumahan warga. Bahkan Liona tak ada melihat rumah-rumah orang lainnya di sana selain bangunan tua yang masih berdiri kokoh di hadapannya. Walau tidak terlihat modern, namun kebersihan ditempat itu terjamin. Bahkan lingkungannya juga ramah tak berisik. Ini tempat tinggal yang sangat cocok untuk menikmati hari tua, wajar jika Darwin memilih tempat ini untuk ditinggali Atharya.Saat memasuki rumah tersebut, Liona disambut dengan ramah oleh beberapa pelayan dan penjaga tempat itu."Pak Athaya tidak pernah keluar dari kamar. Bahka
Sehan menambah kecepatan laju mobilnya. Tak mempedulikan keselamatan dirinya, atau sekitarnya. Yang ada di pikirannya saat ini hanya Liona. Awalnya Sehan tidak mempermasalahkan sang istri yang belum pulang juga setelah berpamitan ingin menemui Atharya. Walau sudah menunjukan pukul sembilan malam, dia sempat berpikir mungkin karena perjalanan ke rumah Atharya yang cukup jauh. Sehan juga sama sekali tak menelpon Liona. Hingga akhirnya dia mendapatkan telepon dari polisi yang mengatakan ada seorang perempuan yang terserempet mobil, yang tak lain adalah Liona. Seketika Sehan khawatir, bayangan buruk sejak tadi terus saja menghantui pikirannya. Sesampainya di kantor polisi, Sehan langsung menyelonong masuk. Dan mendapati sang istri telah terduduk di dampingi beberapa polisi. "Anda suaminya?"Sehan mengangguk membenarkan. Dia langsung menghampiri Liona. Tidak seperti saat terakhir Sehan melihatnya, kini wajah Liona tampak suram. A
Kelopak mata Liona mulai terbuka, pandangannya langsung tertuju pada sang suami yang masih tertidur. Liona cukup terkejut saat mengetahui ternyata Sehan sejak malam tadi menunggunya, bahkan laki-laki itu tertidur dalam posisi duduk bersandar headboard kasur.Satu tangan laki-laki itu juga masih berada di atas kepala Liona. Pasti semalaman Sehan terus berusaha menenangkannya. Liona kemudian mulai beringsut duduk. Membuat laki-laki di sampingnya ikut terbangun. "Liona." Sehan mengucek matanya sesaat, menjernihkan pandangannya sebelum kembali menatap sang istri. "Apa kamu sudah merasa lebih baik?"Tak langsung menjawab. Liona justru menatap wajah sang suami sesaat. Sehan begitu mengkhawatirkannya, membuat Liona jadi merasa bersalah. "Pasti sejak tadi malam kamu terus memikirkan ku."Sehan meraih tangan sang istri, menggenggamnya dengan erat, sesekali mengusap punggung tangan Liona dengan ibu jarinya. "Katakan padaku Lio
Liona menghentikan langkahnya saat sampai di teras rumah. Dia kemudian mengukir senyum saat sang suami kembali menatapnya sebelum memasuki mobil.Saat ini Sehan sudah bersiap untuk berangkat kerja. Setelah kondisi Liona terlihat lebih membaik dibandingkan pagi tadi, Sehan berencana untuk ke perusahaannya sebentar. "Kamu masih ingat dengan ucapanku tadi? Jangan terlalu memikirkannya, untuk sementara ini kita sebaiknya pura-pura tidak tau. Sampai kita mengetahui lebih dulu apa tujuan mereka melakukan semua ini padamu." Sehan memegang salah satu bahu Liona, berusaha memberinya ketenangan. Lalu laki-laki itu mencium kening Liona singkat.Liona hanya tersenyum. Sang suami kemudian memasuki mobil, lalu mulai meninggalkannya. "Aku menurut Sehan, aku percaya apa yang kamu katakan," ucap Liona sambil menatap mobil putih milik Sehan yang semakin menjauh dari rumahnya. Dia menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan sebelum akhirny