Liona akhirnya berhenti memberontak. Dia cukup terkejut dengan pernyataan Sehan barusan, tapi hal itu masih membuatnya bingung.
"Apa maksudmu Sehan?"Laki-laki itu tampak berpikir sebentar. Seakan mencari alasan yang tepat. Membuat Liona semakin penasaran."Maksudku, kita sudah saling mengenal semenjak kamu mendatangiku di hotel waktu itu. Jika diingat, kita sudah cukup lama bersama kan?""Tapi -""Liona, kita sudah menjadi suami istri. Apa yang kamu takutkan dariku? Kenapa kamu tidak mau melayaniku?"Jantung Liona semakin berdetak tak terkendali."Sehan aku belum siap. Bisakah kamu memberi waktu padaku untuk itu?"Sehan akhirnya melepaskan Liona, perempuan itu segera duduk dan mengambil jarak dari Sehan.Jujur jantung Liona rasanya nyaris melompat dari tempatnya. Kenapa Sehan tiba-tiba seperti ini?"Maaf," ucap Sehan pelan. Namun Liona masih bisa mendengarnya.Laki-laki itu nyarisKelopak mata Liona perlahan terbuka. Dia berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. Dia lalu menggeliat, berusaha merenggangkan otot-otot tangannya yang kaku. Hingga dia menyadari, sebuah tangan melingkar di atas perutnya. Liona kemudian menoleh, Sehan mengukir senyum menyambut sang istri yang kini sudah membuka mata. "Pagi sayang."Wajah Liona mendadak merah, dia lalu memiringkan tubuhnya dan balas memeluk tubuh kekar sang suami yang begitu hangat. Menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Sehan, menahan malu saat pikirannya mendadak kembali teringat apa yang terjadi padanya tadi malam.Sehan menarik selimut tebal yang nyaris melorot, menutupi tubuh mereka berdua yang sama sekali tak berbalut pakaian. Dia lalu mengeratkan pelukannya pada tubuh Liona. Sesekali memberikan ciuman singkat ke kening dan bahu Liona. Wangi tubuh perempuan itu telah membuat Sehan candu."Apa kamu menikmati
"Temui saja, tapi ayah tidak menjamin kakekmu itu mau keluar kamar. Bahkan saat ayah ke sana, kakekmu itu tidak mau keluar."Liona menghela nafas pelan. Setelah menemui sang ayah dan mendapatkan ijin, Liona langsung melanjutkan perjalanannya menuju tempat sang kakek tinggal.Saat ini pukul enam sore, dia sudah berdiri di depan sebuah rumah tua yang begitu besar. Letakkan lumayan jauh dari pusat kota, dan perumahan warga. Bahkan Liona tak ada melihat rumah-rumah orang lainnya di sana selain bangunan tua yang masih berdiri kokoh di hadapannya. Walau tidak terlihat modern, namun kebersihan ditempat itu terjamin. Bahkan lingkungannya juga ramah tak berisik. Ini tempat tinggal yang sangat cocok untuk menikmati hari tua, wajar jika Darwin memilih tempat ini untuk ditinggali Atharya.Saat memasuki rumah tersebut, Liona disambut dengan ramah oleh beberapa pelayan dan penjaga tempat itu."Pak Athaya tidak pernah keluar dari kamar. Bahka
Sehan menambah kecepatan laju mobilnya. Tak mempedulikan keselamatan dirinya, atau sekitarnya. Yang ada di pikirannya saat ini hanya Liona. Awalnya Sehan tidak mempermasalahkan sang istri yang belum pulang juga setelah berpamitan ingin menemui Atharya. Walau sudah menunjukan pukul sembilan malam, dia sempat berpikir mungkin karena perjalanan ke rumah Atharya yang cukup jauh. Sehan juga sama sekali tak menelpon Liona. Hingga akhirnya dia mendapatkan telepon dari polisi yang mengatakan ada seorang perempuan yang terserempet mobil, yang tak lain adalah Liona. Seketika Sehan khawatir, bayangan buruk sejak tadi terus saja menghantui pikirannya. Sesampainya di kantor polisi, Sehan langsung menyelonong masuk. Dan mendapati sang istri telah terduduk di dampingi beberapa polisi. "Anda suaminya?"Sehan mengangguk membenarkan. Dia langsung menghampiri Liona. Tidak seperti saat terakhir Sehan melihatnya, kini wajah Liona tampak suram. A
Kelopak mata Liona mulai terbuka, pandangannya langsung tertuju pada sang suami yang masih tertidur. Liona cukup terkejut saat mengetahui ternyata Sehan sejak malam tadi menunggunya, bahkan laki-laki itu tertidur dalam posisi duduk bersandar headboard kasur.Satu tangan laki-laki itu juga masih berada di atas kepala Liona. Pasti semalaman Sehan terus berusaha menenangkannya. Liona kemudian mulai beringsut duduk. Membuat laki-laki di sampingnya ikut terbangun. "Liona." Sehan mengucek matanya sesaat, menjernihkan pandangannya sebelum kembali menatap sang istri. "Apa kamu sudah merasa lebih baik?"Tak langsung menjawab. Liona justru menatap wajah sang suami sesaat. Sehan begitu mengkhawatirkannya, membuat Liona jadi merasa bersalah. "Pasti sejak tadi malam kamu terus memikirkan ku."Sehan meraih tangan sang istri, menggenggamnya dengan erat, sesekali mengusap punggung tangan Liona dengan ibu jarinya. "Katakan padaku Lio
Liona menghentikan langkahnya saat sampai di teras rumah. Dia kemudian mengukir senyum saat sang suami kembali menatapnya sebelum memasuki mobil.Saat ini Sehan sudah bersiap untuk berangkat kerja. Setelah kondisi Liona terlihat lebih membaik dibandingkan pagi tadi, Sehan berencana untuk ke perusahaannya sebentar. "Kamu masih ingat dengan ucapanku tadi? Jangan terlalu memikirkannya, untuk sementara ini kita sebaiknya pura-pura tidak tau. Sampai kita mengetahui lebih dulu apa tujuan mereka melakukan semua ini padamu." Sehan memegang salah satu bahu Liona, berusaha memberinya ketenangan. Lalu laki-laki itu mencium kening Liona singkat.Liona hanya tersenyum. Sang suami kemudian memasuki mobil, lalu mulai meninggalkannya. "Aku menurut Sehan, aku percaya apa yang kamu katakan," ucap Liona sambil menatap mobil putih milik Sehan yang semakin menjauh dari rumahnya. Dia menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan sebelum akhirny
Liona tertegun. Padahal dia sangat berharap bisa akrab dengan Sandra layaknya ibu dan anak. Liona hanya tersenyum kosong. "Itu artinya, jika aku tidak berhasil membujuk Sehan kembali pada keluarga Wiratama, mama akan memintaku bercerai dengan Sehan?" Sandra tak mengiyakan. Dia justru menjawab, "itu sebabnya kau harus berusaha membujuk Sehan. Kalian menikah karena saling mencintai kan? Pasti Sehan akan mengikuti semua permintaan perempuan yang dicintainya." Liona kembali teringat ucapan Sehan malam itu. Benar, Sehan telah mengatakan cinta padanya. Tapi sampai saat ini Liona masih ragu, apakah Sehan mengatakan hal itu hanya karena menginginkan Liona melayani nafsunya? Namun selama di dekat Sehan, Liona tak pernah merasa jika laki-laki itu memanfaatkan keberadaannya sebagai pemuas nafsu saja. Bahkan Sehan pernah mengatakan, pernikahan mereka adalah bisnis yang harus saling menguntungkan. Keberadaan Sehan memang
Sepanjang jalan, di dalam mobil Sandra dan Liona hanya saling diam.Liona masih menahan luka di hatinya karena ulah Aoura tadi. Dia sama sekali tak berniat untuk berbicara atau menjelaskan apapun pada sang mama mertua. Tak peduli jika Sandra akan memandangnya buruk saat ini. Lagi pula, Liona juga tau bahwa dirinya tak ada tempat di hati Sandra. Bahkan tadi Sandra juga mengatakan bisa dengan mudah membuat Liona dan Sehan bercerai. Hal itu membuat Liona tak bisa berharap lebih pada Sandra, tapi dia juga belum siap jika harus bercerai dengan Sehan. Walau Liona belum mencintai laki-laki itu, namun dia masih memerlukan keberadaan Sehan untuk membantunya."Liona."Liona menoleh, menatap Sandra dengan sorot tanya. Akhirnya mama mertuanya itu memulai pembicaraan. Entah apa yang akan dikatakan, apakah akan menghina Liona karena sikap Liona pada Aoura tadi?"Maafin mama ya," ucap Sandra tulus. Membuat Liona tertegun seketika. Sandra menghela nafas
Pukul tujuh malam, Sehan menghidangkan makanan yang baru dia masak ke atas meja. Laki-laki itu kemudian duduk di samping Liona, dan mencicipi makanan di piring Liona. "Aku sudah mencicipinya, sekarang makanlah."Liona tersenyum. Dia lalu mengambil sendok, dan menyuap satu sendok makanan ke mulut. "Jika dilihat-lihat kamu itu pengusaha yang sangat sibuk. Aku berpikir, bagaimana bisa seorang laki-laki yang selalu sibuk dengan bisnisnya juga bisa membuat makanan seenak ini?"Sehan terkekeh pelan. Dia mengaduk makanan yang ada di piringnya sesaat. "Jika aku tidak bisa masak, bagaimana caranya aku bisa bertahan hidup? Kau sendiri tau jika aku tinggal di rumah sendiri setelah lulus kuliah, saat itu umurku juga masih begitu sangat muda. Jadi aku terus belajar bagaimana cara untuk bertahan hidup tanpa meminta bantuan orang tua."Liona cukup takjub dengan cara berpikir Sehan. Padahal laki-laki itu mendapatkan kasih sayang dari keluarganya, tapi