Wanita itu masih berbaring di tempat tidur saat aku keluar dari kamar mandi. Aku menemukannya tergeletak di trotoar dalam perjalanan pulang dari kedai mi ayam milikku. Aku tidak kenal wanita itu sama sekali. Mungkin dia terlalu banyak minum alkohol namun kalau kuperhatikan wajahnya, dia sama sekali tidak terlihat seperti wanita pemabuk atau wanita yang bekerja di klub malam. Aku tidak bermaksud buruk terhadapnya, hanya ini yang bisa kulakukan untuk membantu wanita itu supaya tidak kedinginan di luar sana saat hujan begini. Bajunya sudah kuganti dengan yang kering. Meski ukurannya kebesaran, setidaknya dia tidak akan masuk angin karena mengenakan baju yang basah. Sambil menunggunya bangun, aku menyibukkan diri bermain playstation. Memasang
Aroma hujan semalam bercampur dengan aroma embun. Jalanan yang basah dan daun yang dipaksa gugur karena tertimpa hujan mengotori jalanan."Kenapa kamu rapi banget pagi-pagi begini?" Suara parau wanita dari balik pintu. Rambutnya yang panjang sebahu awut-awutan, setengah mengantuk. Kantung matanya terbentuk efek menangis tadi malam. “Pagi! Tidurnya nyenyak, ya?” sapaku sembari mengancing pergelangan jas berwarna biru langit. "Mau kopi?" tawarku."Jawab dulu! Mau kemana?"“Ada acara keluarga,” jawabku. Air mukanya berubah, dia mer
Rasanya pagi ini datang begitu cepat. Aku tidak tahu harus memulai pagi dengan bahagia atau biasa saja. Sejak menyalakan mesin wagon kesayanganku, dadaku rasanya kacau. Sambil menunggu mesin panas, aku berpamitan pada orangtuaku. Menyalim tangan mereka. Hanya pesan untuk berhati-hati di jalan saja yang mereka ucapkan untuk melepasku sebelum masuk ke dalam wagon dan duduk di belakang setir. Kakiku ragu-ragu menginjak pedal gas. Satu-satunya yang terbayang di wajahku adalah reaksi di wajah mungil Erika saat aku menyetor muka ke rumahnya. Membuang keraguanku jauh-jauh, aku menginjak pedal gas. Selang sepuluh menit, aku sudah sampai di depan rumah Erika. Sebelu
Tepat pukul 08:00, aku sampai di kedai mi ayam milikku. Yus dan Dita sedang sibuk membersihkan kedai sebelum buka. Semua persiapan sebelum membuka kedai pagi ini sudah oke. Meja-meja tertata rapi. Kami duduk melingkari meja bundar untuk briefing. “Gimana penjualan kemarin?” tanyaku pada Dita.“Seperti biasa, pelanggan ramai saat jam makan siang, setelah itu turun. Tapi, dua hari ini ramai saat makan malam,” terang Dita yang berambut ikal. Usia Dita dua tahun lebih muda dariku. Dia gadis pekerja keras meskipun wajahnya biasa saja. Di saming latar belakangnya sebagai lulusan akuntasi, Dita selalu berpenampilan menarik, itulah alasanku mempercayakan posisi penjualan padanya. “Ok, itu bagus.Lalu, stok bahan sangat tertata rapi, y
Klik! Aku menekan sakelar yang menempel pada tembok, mataku refleks menutup begitu cahaya lampu 45 watt mengenai wajahku. Seketika, ruangan ini jadi terang. Sudah jam setengah sembilan malam, hari ini kedai tutup lebih awal. Kulangkahkan kakiku masuk, Erika belum datang dari bekerja. Aku merebahankan badan di lantai yang beralaskan karpet, merentangkan kedua tangan memandang langit-langit kamar. Tidak ada hal senikmat ini setelah pulang kerja untuk melepas lelah. Baru hari kedua aku tinggal dengan Erika, sudah dua hari ini dia pulang malam. Diantar pacarnya yang terlihat berandalan itu. Dua hari ini tidak pernah ada obrolan serius di antara kami. Hanya aura dingin yang memancar dari wanita itu. Puas melepas lelah dengan rebahan sekadarnya, aku bangkit l
Erika masih tertidur di ranjang. Entah jam berapa Bu Manajer itu masuk ke alam mimpinya semalam. Aku tidak tega membangunkannya. Meskipun kami tinggal bersama, ini tetap rumahku dan Erika adalah tamu. Aku harus tetap membersihkannya sendiri tanpa merepotkannya. Aku merapikan semua ruangan kecuali kamar tidurku yang sekarang ditempati Erika. Kamar ukuran 3x4 meter yang selalu jadi tempat istirahat. Ranjang yang melelapkan, rak buku fiksi dan dinding yang dicat degan warna biru langit. Tidur di kamar itu benar-benar seperti tidur di surga. Aku benar-benar merindukan kamarku. Aku mengarahkan mesin penyedot debu ke permukaan lantai sambil mendengarkan musik milik grup band Aerosmith. Bersiul mengikuti irama lagu 'I Don't Want To Miss A Things'. Sesekali aku
Tidak ada hal berfaedah yang bisa dikerjakan hari ini. Hampir tiga jam aku menekan konsol game sambil menatap layar smart TV, bermain soccer sepuasnya. Erika sibuk membaca buku koleksi milikku. Hanya sesekali dia keluar kamar untuk minum atau ke toilet. Ting Tung! Ting Tung! Suara bel dari pintu masuk. Aku menghentikan kegiatanku kemudian bangkit dari posisi bersila.“Sebentar!” teriakku sambil mendekat. Aku mengintip ke layar interkom. Sosok Mama berdiri di depan pintu dengan keranjang belanjaan penuh sayur.
Beberapa pelanggan tampak duduk berkelompok di kedai sembari menikmati hidangan. Sesekali mereka tertawa dan bercanda satu sama lain.Dari luar kedai, cahaya matahari menyengat kulit siapa saja yang berjalan di bawahnya.“Selamat datang, Pak Pras!” Yus menyapa ramah. “ Tolong buatkan aku kopi.” Aku duduk di depan meja konter. “Baik!” “Gimana beberapa jam ini?” tanyaku pada Yus. “Lumayan, walau gak ramai tapi ada aja