Suara TV dari ruang tamu membuat mataku terbuka padahal seingatku sebelum aku tidur semalam, aku sudah mematikannya. Namun, agaknya Erika bangun sebelum aku bangun. Bukan tanpa alasan mataku jadi terbuka tetapi, karena telingaku menangkap suara seorang pewarta yang membawakan berita pagi ini. “CEO Jayanta Tambang melaporkan kasus putranya….” Kalimat itulah alasan utama.
Aku bangkit dari tempat tidur, melakukan peregangan pada bagian badan, menguap melepaskan sisa kantuk. Badanku terisi ulang dengan energi, tapi tenggorokan yang kering memaksa untuk pergi ke dapur dan mengambil minum.
“Sebenarnya, apa yang kamu lakukan kemarin?” Erika masih dengan pakaian yang dia kenakan semalam, duduk bersila di sofa sambil menatap layar. Di layar TV terpampang highlight bertuliskan, “Putra Jayanta Tambang Tersandung Kasus.”
Ternyata, secepat ini beritanya tersiar.
“Jawab, Pras!” Erika menurunkan hodie telinga kucing, memand
Aku malah jadi frustasi karena semua ini. Mendadak jadi pemimpin hanya karena ancaman yang kulakukan. “Sebenarnya Papa mau aku gimana?” Aku mengumpat kepada papa yang sudah tidak ada dan tentu saja sudah tidak bisa mendengar keluh kesahku. Pernikahan dengan Erika yang membuat hidup berantakan, cerita-cerita yang tidak masuk akal dari ayah mertua, Erika atau mungkin juga dari Tante yang tidak masuk ke logikaku dan sekarang menjadikanku pemegang Jayanta Tambang. Sekarang aku baru menyadari sesuatu, pemicu sebenarnya dari kehidupanku yang berantakan bukanlah pernikahanku dengan Erika, tetapi kepemilikan saham. Aku tidak bisa mengatakan diriku ini alat untuk merebut kekuasaan karena di sisi lain aku juga yang diuntungkan, tetapi aku menyayangkan keputusan mereka. “Kamu ini gak sopan banget, malah melenggang gitu aja!” Erika sudah duduk di kursi di sebelahku, menutup pintu wagon dengan kesal. “Kenapa sih, Pras!” tanyanya sembari melipat t
Dua bulan kemudian, hubunganku dengan Erika berangsur akur. Kami menjalankan semua kesibukan kami bersama dan yang menggembirakan adalah aku mendapat berita bahwa Rey masuk bui dengan pasal berlapis. Kabar itu kudapat dari Rahayu melalui pesan singkat Waktuchat. Ayahnya dipecat dari Jayanta Tambang. Dan hari ini, aku tidak sengaja bertemu Dita di sebuah kafetaria. Gadis ceria itu sangat senang melayaniku dan menguarkan keceriaannya kembali. Di sela-sela senggangnya, dia bahkan mendampingku seperti sekarang, duduk satu meja. “Kak Pras, aku sangat senang karena Yus sudah bebas. Padahal, aku juga sebenarnya tidak punya bukti apa-apa tentang kasus kedai itu.” Dita memulai pembicaraan. “Lupakan masalah itu. Aku tidak akan membiarkan dia di sana terlalu lama.” “Tapi, bagaimana Kak Pras membebaskannya tanpa syarat?” tanya Dita. Aku menyedot es capucino di depanku. “Rahasia!” jawabku kemudian sambil terse
Kepada Pembaca, Kepada pembaca, dengan ini penulis menyatakan novel Menikahi Bu Manajer sudah tamat pertanggal 23 Desember 2021. Hampir 7 bulan menyelesaikannya karena kesibukan bekerja dan kadang juga dilanda malas. Menikahi Bu Manajer mungkin bukan karya yang sempurna tetapi, author berharap semua bisa menikmati karya yang tidak sempurna ini dan para pembaca bisa turut menikmati prosesnya. Author sangat berharap bisa membuat karya yang lebih sempurna lagi tentunya dengan kritik, saran dan masukan dari para pembaca. Jadi, silakan tuangkan sarannya di sini mengenai kekurangan dalam novel Menikahi Bu Manajer. Nantikan karya selanjutnya yang lebih baik, ya. Semangat semuanya.Salam dari langit utara,Ursa Mayor, Jangan lupa follow akun media sosial penulisF*: Omang YayuzI*: @mang_yayus
Wanita itu masih berbaring di tempat tidur saat aku keluar dari kamar mandi. Aku menemukannya tergeletak di trotoar dalam perjalanan pulang dari kedai mi ayam milikku. Aku tidak kenal wanita itu sama sekali. Mungkin dia terlalu banyak minum alkohol namun kalau kuperhatikan wajahnya, dia sama sekali tidak terlihat seperti wanita pemabuk atau wanita yang bekerja di klub malam. Aku tidak bermaksud buruk terhadapnya, hanya ini yang bisa kulakukan untuk membantu wanita itu supaya tidak kedinginan di luar sana saat hujan begini. Bajunya sudah kuganti dengan yang kering. Meski ukurannya kebesaran, setidaknya dia tidak akan masuk angin karena mengenakan baju yang basah. Sambil menunggunya bangun, aku menyibukkan diri bermain playstation. Memasang
Aroma hujan semalam bercampur dengan aroma embun. Jalanan yang basah dan daun yang dipaksa gugur karena tertimpa hujan mengotori jalanan."Kenapa kamu rapi banget pagi-pagi begini?" Suara parau wanita dari balik pintu. Rambutnya yang panjang sebahu awut-awutan, setengah mengantuk. Kantung matanya terbentuk efek menangis tadi malam. “Pagi! Tidurnya nyenyak, ya?” sapaku sembari mengancing pergelangan jas berwarna biru langit. "Mau kopi?" tawarku."Jawab dulu! Mau kemana?"“Ada acara keluarga,” jawabku. Air mukanya berubah, dia mer
Rasanya pagi ini datang begitu cepat. Aku tidak tahu harus memulai pagi dengan bahagia atau biasa saja. Sejak menyalakan mesin wagon kesayanganku, dadaku rasanya kacau. Sambil menunggu mesin panas, aku berpamitan pada orangtuaku. Menyalim tangan mereka. Hanya pesan untuk berhati-hati di jalan saja yang mereka ucapkan untuk melepasku sebelum masuk ke dalam wagon dan duduk di belakang setir. Kakiku ragu-ragu menginjak pedal gas. Satu-satunya yang terbayang di wajahku adalah reaksi di wajah mungil Erika saat aku menyetor muka ke rumahnya. Membuang keraguanku jauh-jauh, aku menginjak pedal gas. Selang sepuluh menit, aku sudah sampai di depan rumah Erika. Sebelu
Tepat pukul 08:00, aku sampai di kedai mi ayam milikku. Yus dan Dita sedang sibuk membersihkan kedai sebelum buka. Semua persiapan sebelum membuka kedai pagi ini sudah oke. Meja-meja tertata rapi. Kami duduk melingkari meja bundar untuk briefing. “Gimana penjualan kemarin?” tanyaku pada Dita.“Seperti biasa, pelanggan ramai saat jam makan siang, setelah itu turun. Tapi, dua hari ini ramai saat makan malam,” terang Dita yang berambut ikal. Usia Dita dua tahun lebih muda dariku. Dia gadis pekerja keras meskipun wajahnya biasa saja. Di saming latar belakangnya sebagai lulusan akuntasi, Dita selalu berpenampilan menarik, itulah alasanku mempercayakan posisi penjualan padanya. “Ok, itu bagus.Lalu, stok bahan sangat tertata rapi, y
Klik! Aku menekan sakelar yang menempel pada tembok, mataku refleks menutup begitu cahaya lampu 45 watt mengenai wajahku. Seketika, ruangan ini jadi terang. Sudah jam setengah sembilan malam, hari ini kedai tutup lebih awal. Kulangkahkan kakiku masuk, Erika belum datang dari bekerja. Aku merebahankan badan di lantai yang beralaskan karpet, merentangkan kedua tangan memandang langit-langit kamar. Tidak ada hal senikmat ini setelah pulang kerja untuk melepas lelah. Baru hari kedua aku tinggal dengan Erika, sudah dua hari ini dia pulang malam. Diantar pacarnya yang terlihat berandalan itu. Dua hari ini tidak pernah ada obrolan serius di antara kami. Hanya aura dingin yang memancar dari wanita itu. Puas melepas lelah dengan rebahan sekadarnya, aku bangkit l