"Kapan? tidak pernah tuh," sahut Yusuf sambil memeluk istrinya dari belakang. Meletakkan dagu di leher sang istri. Ia berpikir, dulu ia menolak kehadiran wanita ini. Namun sekarang justru kebalikannya, ia begitu nyaman bersamanya. Tenang dan tidak ingin berjauhan. Apakah ia sudah mulai jatuh cinta?"Kapan? tidak pernah tuh!" ulang Citra, namun Yusuf hanya diam tak bicara lagi. Citra menoleh Yusuf yang terdiam dan mata keduanya bertemu. Dalam jarak yang sangat dekat, kemudian Yusuf serentak mendaratkan kecupannya di kening Citra, yang dengan refleks memejamkan kedua manik matanya merasakan kelembutan kecupan itu.Yusuf menatap dalam wanita yang sudah menjadi istri sah nya itu. Wanita yang dulu ia berjanji tidak akan mencintai, namun seiring berjalannya waktu. Nyatanya mampu mengikis janji itu sedikit demi sedikit.Tatapan Citra sendu dan pasrah. Sebagai istri ia tidak berhak menolak kemauan suaminya, selagi itu masih dalam hal wajar dan masuk akal.Yusuf menyeringai mengulum senyumnya
Selepas salam dan berdoa! Citra menoleh ke arah Yusuf yang sedang duduk menyilangkan tangan depan dada.Tanpa berkata. Citra melepas mukena dan membereskannya ke tempat semula, mengambil ponsel lalu mengayunkan kakinya dengan niat mau menyetrika di bawah."Mau ke mana?" tanya Yusuf.Citra menghentikan langkahnya. "Ke bawah.""Mau apa?" tanya Yusuf lagi."Menyetrika." Citra menjawab dengan singkat tanpa menoleh sedikitpun."Saya mau bicara, bisa gak duduk dulu di sini?" pinta Yusuf menatap tajam sang istri.Dengan malas. Citra membalikkan badan putar arah, lalu duduk dekat Yusuf yang tampak serius.Sebelum bicara. Yusuf merapikan kerudung Citra ke samping membuat Citra heran, apa mau cuma itu saja? namun tidak berkata-kata.Yusuf menghela napas dalam-dalam. "Abang malas kalau harus jalan sendiri, maukah menemani Abang?"Citra tidak menjawab, hanya gerakan mata saja yang berbicara."Yang bolak balik nelpon itu pak Andi, dia ingin Abang datang melihat putrinya. Rani, saya malas kalau ke s
Suara jeritan seorang wanita dari dalam sebuah kamar terdengar begitu jelas. Yusuf dan Citra saling pandang.Pak Andi membuka pintu salah satu kamar yang ada di rumah itu dengan kuncinya. "Mari masuk."Yusuf dan Citra mengikuti langkah pak Andi beserta istri, memasuki kamar yang cukup luas dan bernuansa ping."Pergi-pergi ... jangan sakiti aku, jangan. Jangan sakiti lagi," teriaknya."Rani?" gumam Yusuf. Ya, dialah Rani yang sedang kena depresi. Dia di kurung di kamar ini tidak boleh keluar untuk menghindari sesuatu yang tidak di inginkan."Ini Mama sayang dan Papa," lirih bu Risna mendekati Rani yang duduk di pojokan dengan wajah semrawut dan sangat ketakutan."Rani! coba lihat siapa yang datang?" jelas pak Andi.Bola mata Rani bergerak melihat siapa yang datang. Delapan puluh persen wajahnya berubah sumringah, dia berdiri dan berlari memeluk Yusuf."Yusuf, aku kangen kamu, aku rindu sama kamu, kenapa kamu ninggalin aku? aku di sini menderita. Tersiksa karena cinta." ucap Rani.Yusuf
Seorang pria tampan berdiri depan pintu, dia masih ragu untuk menekan bell. Namun akhirnya ia menekan bell juga.Di dalam Yusuf dan Citra yang baru saja selesai makan bertanya-tanya siapakah tamu yang datang itu?Yusuf berdiri menggeser kursinya mau membuka pintu, namun Citra lebih dulu melangkah. "Biar Citra saja yang buka, Abang tunggu saja di sini!"Citra bergegas menuju pintu depan. "Siapa ya? yang bertamu."Blak!Pintu Citra buka dan nampak seorang pria yang pernah ia temui di toko. Kemudian menolong ia dan Yusuf ketika itu dari dua orang preman.Ketika pintu terbuka oleh sang pemiliknya, si tamu langsung mendapati wajah cantik dan teduh dari si pemilik rumah. "Assalamu'alaikum ....""Wa'alaikumus salam ... anda yang tempo hari itu ya?" tanya Citra dengan ramah."Iya, saya Alfandi, masih ingat dong?" pria itu balik nanya."Iya, tentu aku ingat," sahut Citra. "Em ... ada apa ya? atau ada perlu apa dan sama siapa." Citra menatap tamunya."Ha ha ha ... saya mau bertemu Yusuf. Apa dia
"Ayo, turun, masa mau di situ terus?" titah Yusuf menoleh Citra yang masih duduk di jok mobil.Citra pun menggerakkan bola matanya melihat Yusuf yang mulai melangkah, mendekati pantai yang tampak deburan ombaknya. Dan lautnya yang terbentang luas.Airnya yang berwarna bening namun akan mengikuti warna langit. Pada siang hari langit yang cerah dan akan terlihat sangat biru, ketika mendung akan terlihat abu-abu. Namun pada sore hari, langit bisa berwarna merah. Warna langit yang merah dikenal sebagai sunset atau Matahari terbenam.Wajah Citra sumringah, matanya berbinar bahagia. Ia sangat mengagumi keindahan yang kini ada di depan matanya. Allah ciptakan langit yang membentang luas, dan bumi yang memiliki keindahan yang tidak bisa terhitung lagi. "Masya Allah ..." gumaman dari bibir Citra.Alfandi datang bersama teman-teman yang kini diperkenalkan sama Yusuf dan Citra."Kenalkan. Mereka teman juga rekan kerja ku, yang ini namanya mona dan yang ini Shera. Dan yang ganteng ini Lukman." Alf
Deg. Citra sudah menduga, pasti itu tantenya. Suly yang bersama bapak mertua. "Em ... rekan kerjanya kali Bang.""Mungkin," tadinya Yusuf penasaran dan ingin mengikuti mobil ayah nya, namun takut keburu lewat magrib. Jadi niat itu ia urungkan dan lebih memilih memarkirkan mobil di depan sebuah masjid.Jantung Citra sudah tak karuan, khawatir Yusuf memergoki tante dan ayahnya. "Aku jadi bingung sendiri, padahal mereka yang berbuat tapi aku yang merasa bersalah." Batin Citra.Keduanya menunaikan salat magrib di masjid yang mereka temui. Selepas itu mereka langsung masuk mobil kembali."Bidadariku ... gimana kalau kita makan dulu, biar di rumah gak harus masak!" ucap Yusuf sambil celingukan keluar mobil."Ih ... apaan sih? lebai." Citra tersipu malu. "Terserah Abang saja, aku ngikut saja lah." Citra menyerahkan pada Yusuf.Yusuf tersenyum sambil meremas jemari Citra di atas pangkuannya. Saling tatap, sementara waktu tatapan mereka bertemu. Jantung keduanya deg deg deg berdegup kencang sep
Dia mengawasi Ikbal dan Suly karena merasa kenal dengan Ikbal, seorang pengusaha yang memiliki putra bernama Yusuf Akbar, yang ia herankan. Setau dirinya istri atau ibu dari Yusuf Akbar, Bukanlah perempuan yang kini bersamanya itu."Bersama siapa dia?" gumamnya, diam-diam ia mengarahkan kamera ponsel ke arah mereka berdua. Dengan menyunggingkan bibir bawahnya ia menyimpan kembali ponsel ke saku celana."Ayo, makan yang banyak biar tambah demplon tuh badan. Biar tambah enak aku peluknya." Ikbal menyeringai genit."Ah, ngapain demplon juga? jarang di peluknya juga." Ketus Suly."Lah ... apa yang jarang? seminggu berapa kali aku anuin kamu. Seringan kamu lah," bela Ikbal yang tidak terima di bilang jarang. Sebab bagi dirinya Suly lebih diutamakan, ketimbang istri tuanya."Iya ... aku tau diri. Aku, kan istri siri." Rajuk Suly lagi-lagi cemberut.Ikbal menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menghabiskan makanan di piring. Kemudian meminum segelas jus di tangannya.Suly juga menghabiskan mak
"Ini, rumah kita ya Bang? cantik sekali," Rani melihat kagum namun tiba-tiba menangis tersedu. Meratapi nasib yang dia bilang tersiksa, dia sedikit berteriak-teriak."Lepaskan aku, jangan siksa aku!" lalu tertawa bahagia. "Aku bahagia .... sekali! aku mau nikah sama orang yang aku cintai."Membuat Yusuf dan Citra menggeleng heran. "Kok bisa nyampe di sini ya?" tanya Citra pada Yusuf."Nggak tau," sahut Yusup. Ia duduk di sofa lain. Sementara Citra duduk dekat Rani.Rani terus saja berubah-ubah sikapnya kadang nangis histeris. Teriak-teriak, kadang bahagia dan bersikap normal seperti yang sehat umumnya."Yusuf. Nikahin aku ya? aku tahu kamu sangat cinta padaku. Kamu mau, kan menerima aku yang kotor ini?" mendekati Yusuf yang bengong."Aku! sudah punya istri, kamu jangan memikirkan apa-apa selain kesehatan mu. Kamu harus sembuh dulu." Yusuf menggeser duduknya, menjauh."Jadi kamu mau nikahi aku? kalau aku sudah sembuh, tapi ... aku tidak sakit Abang, aku baik-baik aja," ungkapnya Rani.C