Deg. Citra sudah menduga, pasti itu tantenya. Suly yang bersama bapak mertua. "Em ... rekan kerjanya kali Bang.""Mungkin," tadinya Yusuf penasaran dan ingin mengikuti mobil ayah nya, namun takut keburu lewat magrib. Jadi niat itu ia urungkan dan lebih memilih memarkirkan mobil di depan sebuah masjid.Jantung Citra sudah tak karuan, khawatir Yusuf memergoki tante dan ayahnya. "Aku jadi bingung sendiri, padahal mereka yang berbuat tapi aku yang merasa bersalah." Batin Citra.Keduanya menunaikan salat magrib di masjid yang mereka temui. Selepas itu mereka langsung masuk mobil kembali."Bidadariku ... gimana kalau kita makan dulu, biar di rumah gak harus masak!" ucap Yusuf sambil celingukan keluar mobil."Ih ... apaan sih? lebai." Citra tersipu malu. "Terserah Abang saja, aku ngikut saja lah." Citra menyerahkan pada Yusuf.Yusuf tersenyum sambil meremas jemari Citra di atas pangkuannya. Saling tatap, sementara waktu tatapan mereka bertemu. Jantung keduanya deg deg deg berdegup kencang sep
Dia mengawasi Ikbal dan Suly karena merasa kenal dengan Ikbal, seorang pengusaha yang memiliki putra bernama Yusuf Akbar, yang ia herankan. Setau dirinya istri atau ibu dari Yusuf Akbar, Bukanlah perempuan yang kini bersamanya itu."Bersama siapa dia?" gumamnya, diam-diam ia mengarahkan kamera ponsel ke arah mereka berdua. Dengan menyunggingkan bibir bawahnya ia menyimpan kembali ponsel ke saku celana."Ayo, makan yang banyak biar tambah demplon tuh badan. Biar tambah enak aku peluknya." Ikbal menyeringai genit."Ah, ngapain demplon juga? jarang di peluknya juga." Ketus Suly."Lah ... apa yang jarang? seminggu berapa kali aku anuin kamu. Seringan kamu lah," bela Ikbal yang tidak terima di bilang jarang. Sebab bagi dirinya Suly lebih diutamakan, ketimbang istri tuanya."Iya ... aku tau diri. Aku, kan istri siri." Rajuk Suly lagi-lagi cemberut.Ikbal menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menghabiskan makanan di piring. Kemudian meminum segelas jus di tangannya.Suly juga menghabiskan mak
"Ini, rumah kita ya Bang? cantik sekali," Rani melihat kagum namun tiba-tiba menangis tersedu. Meratapi nasib yang dia bilang tersiksa, dia sedikit berteriak-teriak."Lepaskan aku, jangan siksa aku!" lalu tertawa bahagia. "Aku bahagia .... sekali! aku mau nikah sama orang yang aku cintai."Membuat Yusuf dan Citra menggeleng heran. "Kok bisa nyampe di sini ya?" tanya Citra pada Yusuf."Nggak tau," sahut Yusup. Ia duduk di sofa lain. Sementara Citra duduk dekat Rani.Rani terus saja berubah-ubah sikapnya kadang nangis histeris. Teriak-teriak, kadang bahagia dan bersikap normal seperti yang sehat umumnya."Yusuf. Nikahin aku ya? aku tahu kamu sangat cinta padaku. Kamu mau, kan menerima aku yang kotor ini?" mendekati Yusuf yang bengong."Aku! sudah punya istri, kamu jangan memikirkan apa-apa selain kesehatan mu. Kamu harus sembuh dulu." Yusuf menggeser duduknya, menjauh."Jadi kamu mau nikahi aku? kalau aku sudah sembuh, tapi ... aku tidak sakit Abang, aku baik-baik aja," ungkapnya Rani.C
Hari masih pagi buta, Citra terbangun dan bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Namun tangannya ada yang menarik ke belakang sehingga ia duduk kembali di tempat tidur.Kepala Yusuf menyusup ke pangkuan Citra. "Em ... masih ngantuk," dengan manjanya.Jemari Citra membelai rambutnya penuh kasih. "Bentar lagi subuh, aku harus bersih-bersih, gak baik bermalas-malasan.""Ah ... malas bekerja," gumam Yusuf masih di posisi yang sama."Kalau malas, jangan kerja. Istirahat saja di rumah," jelas Citra, tangannya tak berhenti membelai kepala sang suami."Tapi ... habiskan waktu dengan bulan madu, mau?" mendongak mengelus pipi Citra dengan punggung tangannya."Apaan sih?" lirih Citra sambil tersipu malu."Mau gak?" suara Yusuf lembut. Saat ini berasa banget pengantin baru."Udah, ah ... aku mau mandi." Citra mengangkat badannya membiarkan Yusuf berbaring di tepi tempat tidur.Yusuf senyum-senyum sendiri, berasa banget seperti pengantin baru. Seperti orang yang sedang dimabuk cinta.Begitupu
Kemudian Firman mengajak Citra masuk ke dalam taksinya. "Masuk aja, biar Abang antar Citra pulang. Dari pada nunggu angkutan umum.Citra termenung, dan bingung. "Nggak usah, Bang. Biar Citra naik angkutan umum saja, akan Abang lagi nungguin orang," tolak Citra."Tidak apa-apa, dia sudah membatalkan barusan. Sudah naik saja," titah Firman lagi dengan tulus.Citra, melirik jam tangannya. Memang benar kalau lama menunggu bisa kesiangan pulang ke rumah. Akhirnya Citra menuruti Firman untuk menerima tawarannya. "Ya udah, kalau Abang gak bawa orang."Firman tersenyum senang, akhirnya Citra menerima tawarannya. Firman masuk di belakang kemudi dan segera melajukan taksinya, setelah Citra memasang sabuk pengaman."Pulangnya, ke tempat terakhir bukan?" tanya Firman melirik Citra dari kaca spion.Citra yang sibuk dengan pandangan ke depan mengangguk. "Iya, ke tempat waktu itu."Hati Citra menjadi risih, gak enak hati. Takut gimana gitu, khawatir di kira apa ... sebab bagaimanapun mereka pernah be
Yusuf baru ingat, kalau sebelum pulang tadi ia ke toko seluler. Membeli ponsel buat Citra seperti janjinya kemarin ketika ponsel Citra dirampas orang."Sebentar, tunggu di sini?" Yusuf bergegas berjalan menghampiri mobilnya, meninggalkan Citra berdiri di pintu.Citra heran, ada apa sih? sehingga menyuruhnya menunggu di sini. Sesaat kemudian Yusuf kembali dengan membawa paper bag mendekatinya."Ini, ponsel buat kamu?" memberikan paper bag itu pada Citra.Citra bengong. "Buat aku?""Iya, kan ponsel kamu di jambret orang kemarin. Aku ganti sekarang. Di sana sudah ada kartunya, kamu tinggal pakai saja, sudah aku mau berangkat ke kantor lagi." Yusuf menyerahkan paper bag itu ke tangan Citra, yang kemudian ia sendiri pergi memasuki mobil.Citra masih berdiri mematung. Menatap kepergian Yusuf. Ia masih tidak menyangka akan di belikan ponsel secepat ini, ponsel yang merek mahal lagi, manik mata Citra melongo melihat ponsel tersebut.----------------Yusuf yang meninggalkan Citra di rumah, suda
"Pernah gak, Ayah berada di posisi ibu? gimana perasaannya ibu kalau tau lelaki yang selama ini dia puja, yang selalu dia sanjung. Ternyata semua itu hanya kulit saja, sebab dalamnya busuk." Ungkap Yusuf pergi meninggalkan Ikbal sendiri di ruangannya sambil memijit pelipisnya.Blak!Suara pintu ruangan Ikbal, ia hempaskan. Langkahnya yang lebar tertuju ke sebuah ruangan pribadi. Semua karyawan seakan berbisik menggunjing bosnya, bahkan sempat terdengar gunjingan nya yang berkata."Sepertinya ayah dan anak tengah berseteru! dan ini jauh dari biasanya."Yusuf hanya menggerakan ekor matanya melirik orang yang sedang berbisik itu. Dan mereka langsung terdiam, sesampainya di ruangan kerja, ia menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan kasar. hatinya masih di penuhi amarah! merasa di bohongi mentah-mentah."Pantas! akhir-akhir ini aku menemukan keanehan dari ayah dan sikap mencurigakan dari Suly. Rupanya mereka bermain api." Gumamnya dengan sangat geram.Pandangan nya yusuf kosong ke depan. Ingin r
Citra terkejut, Yusuf tahu dari mana soal itu? gak mungkin salah satunya cerita. "Abang tahu dari mana ya? aduh ... aku harus jawab apa, karena aku tidak tahu yang sebenarnya." Batin Citra."Jawab? apa maksudnya kamu menutupi kebusukan ayah dan tante mu itu?" hardik Yusuf semakin kesal dibuatnya, kemudian menggebrak sedikit ujung meja.Citra semakin menciut ketakutan, bukannya menjawab malah menangis. Namun akhirnya ia menjawab juga. "Aku gak tau sebelumnya.""Atau kamu menikahi aku hanya untuk alasan saja, kalau mereka bermain-main gitu. Ada udang di balik selimut rupanya, kamu tega sama ibu ku, kamu sudah merenggut kebahagian ibu ku, kalau sudah begini gimana? hancur sudah ketenangan keluarga ku. Hancur!" ucap Yusuf dengan suara tinggi.Citra tetap menangis. "Aku tidak tahu apa-apa, yang jelas sebelum kita menikah, mereka biasa saja. tidak ada hubungan yang khusus. Dan itu bukan salah ku, aku gak tahu apa-apa. Abang harus percaya sama Citra.""Kamu tahu kalau mereka menikah?" tanya Y