Share

Menikah Karena Salah Paham
Menikah Karena Salah Paham
Penulis: Rosyidah Kholil

Kejutan

Penulis: Rosyidah Kholil
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-31 20:33:27

Liana berdiri di depan cermin rias, memandangi bayangannya sendiri yang memantul dari sana. Sebuah gamis kasual berwarna kuning pastel yang dipadukan dengan hijab warna senada. Sebuah tuspin mutiara sederhana disematkan pada hijab cantiknya yang makin mempermanis penampilan. Ditatapnya bayangan di depan cermin itu sambil tersenyum sendiri.

'Cantik juga aku,' batinnya. Lalu sejurus kemudian diketuk sendiri keningnya dengan kepalan telapak tangannya tiga kali sambil sedikit menggeleng berusaha menyadarkan dirinya dari kesombongan kecil yang barusan dilakukannya. Dia merasa malu sendiri mengamati sikapnya akhir-akhir ini.

"Ah, apa-apaan aku ini? Memalukan sekali," gumamnya seraya tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangan lainnya.

Sore ini, seperti biasa, pertemuan karang taruna sekaligus kesempatan melihat Jun, lelaki yang ditaksirnya hampir setahun terakhir ini. Pasalnya, dua kali pertemuan, Jun tak datang sebagai pembimbing, karena ada urusan study banding ke Sumatera, sebagai perwakilan dari Universitas tempatnya mengajar.

Liana menyambar sling bag berwarna coklat tanah favorit yang hampir selalu dibawanya seraya melangkah menuju pintu kamar. Hatinya merasa berbunga-bunga, karena hari ini dia bisa bertemu kembali dengan pujaan hatinya setelah sekitar dua minggu tak bersua.

Memang Jun belum menyatakan cintanya, tapi Liana begitu yakin jika Jun juga menyimpan perasaan yang sama dengannya. Liana akan sabar menanti hingga Jun melamarnya, karena dia tahu kalau Jun itu bukan tipe lelaki yang akan mengajak wanita untuk pacaran, dia itu adalah seorang lelaki yang sudah hijrah, sebutan populernya saat ini. Karenanya, Liana begitu teguh dan sabar menunggu sang pujaan hati, meski tanpa hubungan pasti.

Sebab Jun pula, yang membuat Liana mantap berhijab hingga saat ini. Lelaki itu seakan memiliki kesan teramat sempurna di mata Liana, hingga membuat gadis berlesung pipit itu terkagum-kagum, terutama kegigihan dan kemandiriannya.

Sejurus kemudian terasa ponselnya bergetar. Segera saja dia merogoh tas yang tergantung di pundaknya itu, berharap itu pesan dari Jun. Disapunya layar ponsel yang terkunci, dibacanya sebuah pesan chat yang mendarat di sebuah aplikasi chat hijau, yang kontan membuat dunia Liana berubah seketika. Yang tadinya dia seakan berada di hamparan rumput hijau nan indah, kini mendadak menjadi sebuah lautan api membara. Bunga-bunga bermekaran dalam hatinya mendadak berubah menjadi dedaunan kering berguguran. Gadis itu mendadak kehilangan mood baik dan berubah menjadi sangat gusar.

[Selamat sore Liana, sedang apa? Minggu ini aku akan pulang. Jadi, bisakah kita sejenak bertemu agar bisa saling mengenal baik?]

Sebuah chat dari Andreas, seorang lelaki yang sering membuatnya gusar akhir-akhir ini. Karena Andreas, yang merupakan teman bisnis Kinanti, kakak sepupu Liana, terus menerus mengiriminya chat dan mengajaknya berkenalan. Padahal menurut gadis itu, dia telah secara terang-terangan menolak Andreas dengan halus. Namun, alih-alih berhenti, Andreas makin menjadi-jadi saja untuk mendekatinya.

'Apa? Orang ini benar-benar keterlaluan. Mengajakku bertemu? Ini sudah kelewat batas. Aku bukan wanita murahan yang seenaknya saja bisa diajak keluar. Dia pikir aku ini apa?' Liana membatin dengan gusar. 

[Untuk anda yang terhormat, saya harap anda mengerti, bahwa kita ini bukan mahram, jadi harap anda perhatikan dan ingat baik-baik, bahwa saya tidak akan pernah bertemu apalagi hanya berdua dengan lelaki yang bukan mahram saya. Hal tersebut bisa menjadi fitnah dan yang jelas itu sebuah dosa yang pantang saya lakukan. Jika memang anda benar-benar menghormati dan menghargai wanita, apalagi anak gadis orang yang dijaga sejak bayi oleh orang tuanya, seharusnya anda tidak mengajaknya bermain-main. Lelaki sejati itu tak akan mengajak anak gadis orang keluar tanpa meminta dengan sopan kepada orang tua gadis itu, apalagi tanpa hubungan yang halal. Maaf saya bukan wanita macam itu], balasnya dengan perasaan begitu geram.

[Baiklah, maafkan aku jika yang aku lakukan ini membuatmu tersinggung dan merasa terganggu. Jika seperti itu kemauanmu, aku akan menuruti keinginanmu itu.]

Liana membaca balasan si virus, julukan yang dia berikan untuk Andreas selama ini, dengan perasan yang sangat senang. Karena menurutnya, jawaban dari Andreas itu menunjukkan bahwa lelaki itu akan menghentikan tingkahnya yang telah membuat gadis itu geram dan kesal selama ini.

'Akhirnya aku berhasil membuatnya tersinggung dan menyerah. Aku membuatnya menyadari bahwa aku tak menyukainya. Dan aku harap ini adalah pesannya yang terakhir dan aku benar-benar terbebas dari gangguannya,' batin gadis itu.

Gadis dua puluh satu tahun itu memang benar-benar menjaga dirinya untuk tidak sembarangan keluar dengan lelaki. Meski dulu dia adalah seorang gadis tomboy yang memiliki banyak teman lelaki dan sering nongkrong bersama mereka. Tapi, sejak kehadiran Jun setahun terakhir ini, dia mulai berubah, karena sepertinya Jun merupakan lelaki yang taat beragama. Tentu saja, menyesuaikan diri dengan Jun adalah salah satu usahanya untuk bisa menarik perhatian lelaki itu. Bahkan sepertinya, usahanya itu tak sia-sia, karena delapan bulan terakhir ini, dia lumayan dekat dengan Jun dan sering berbalas chat meski isinya bukanlah sebuah pesan romantis atau rayuan, tapi paling tidak dia sudah sangat intens berkomunikasi dengan lelaki itu, di tengah sulitnya gadis-gadis lain mendekatinya.

Liana melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda tadi, menuju balai desa untuk menghadiri rapat pengurus karang taruna yang pastinya dia juga akan dapat bertemu dengan Jun. Meski hanya dengan melihatnya saja dan sesekali saling bertukar senyum, itu sudah lebih dari cukup untuk gadis itu.

***

Sudah hampir dua minggu berlalu sejak chat terakhir yang dikirim Andreas. Hingga detik ini, tak ada satu pun chat dari lelaki itu yang mampir ke aplikasi chat Liana. Rupanya balasan pesan kemarin benar-benar menohok hati lelaki itu dan membuatnya paham.  Liana merasa begitu lega, seakan terbebas dari sebuah beban berat yang sempat mengganggunya kemarin, setiap hari Andreas pasti mengiriminya pesan chat, dan itu bisa berkali-kali dalam sehari, seperti rutinitas minum obat saja, bahkan mungkin lebih tepatnya minum racun.

Seperti biasa, tiap akhir pekan, gadis itu akan membantu kedua orang tuanya untuk mengurus rumah di pagi hari, karena TK tempatnya mengajar sedang libur, sedangkan kuliahnya masuk pada sore hari. Dengan perasaan yang sangat senang, Liana menyiram pot-pot bunga di halaman rumah seraya bersenandung riang. Dia merasa bunga-bunga terlihat makin hari makin indah saja. Sanusi, ayah Liana, sedang sibuk menganyam bambu untuk memperbaiki dinding kandang kambing yang mulai lapuk karena termakan usia, sedangkan Suyatmi, ibu Liana, sedang sibuk di dapur membuat kerupuk dari sisa-sisa nasi. 

Wanita paruh baya itu memang paling kreatif jika urusan mendaur ulang makanan. Dia pernah berkata bahwa jika dibuat kerupuk, maka nasi sisa akan bisa dimakan lagi dan tidak terbuang sia-sia. Karena, membuang-buang makanan bisa menjadi penutup pintu rezeki, katanya. Pasalnya hal itu masuk dalam menghambur-hamburkan makanan, dan itu salah satu hal yang dibenci Tuhan. 

Tiba-tiba ada sebuah mobil SUV sport mewah berwarna putih, berhenti di jalan depan rumah. Mobil itu tak memasuki halaman, tapi sepertinya mereka memang hendak menuju rumah. Mobil itu berhenti terparkir di pinggir jalan, tepat di depan pagar bambu depan rumah. Sejenak Sanusi menghentikan kegiatannya, begitupun dengan Liana, seraya menatap penasaran dan menunggu siapa gerangan penumpang mobil ini.

Pintu mobil terbuka. Seorang lelaki setengah baya berpakaian batik dan memakai celana coklat tua dengan perawakan gagah keluar dari dalam mobil, disusul seorang wanita paruh baya memakai gamis hijau pastel yang anggun. Sepasang suami istri yang serasi, suami yang gagah dan istrinya begitu elegan. Dengan riasan sederhana membuatnya tampak cantik alami. Namun, baik Liana atau Sanusi, sama sekali tak pernah merasa mengenal kedua orang itu, pun mereka sepertinya bukan penduduk kampung Delima maupun kampung sebelah.

Sanusi mulai berdiri seraya mengibaskan kedua tangannya pada celana pendek yang dipakainya, sedangkan Liana masih berdiri mematung berusaha menerka-nerka siapa mereka. Kemudian turunlah seorang pemuda memakai kemeja krem bergaris yang dipadukan dengan celana jeans berwarna hitam. Penampilannya rapi dan sangat sopan. Sejenak Liana merasa seakan wajahnya begitu familiar, tapi entah siapa dia. Gadis itu masih berusaha mengingat-ingat kembali sebelum tiba-tiba….

Brakkk.....

Botol semprot yang dipakainya untuk menyiram bunga sejak tadi, jatuh dan sisa air yang berada di dalamnya pun tumpah. Gadis itu kaget setengah mati seraya tak percaya dengan penglihatannya, bahkan dia berharap jika dia hanya salah mengira saja.

'Itu Andreas, dia benar-benar Andreas. Untuk apa dia datang ke rumahku?' batin gadis itu.

Bab terkait

  • Menikah Karena Salah Paham   Lamaran

    Narendra Surya Atmaja, lelaki paruh baya berbaju batik itu, melangkah setelah sebelumnya menunggu sang istri agar mereka berjalan beriringan bersama. Sang putra, yang tak lain adalah Andreas Surya Atmaja, berjalan mengikuti keduanya di belakang. Sebuah gurat senyum ramah tersungging pada wajah sepasang suami istri tersebut, sembari tatap mata mereka menyapa Sanusi yang masih diam terpaku penuh tanya. Bahkan, botol yang terjatuh dari tangan putrinya pun tak membuat ayah Liana itu terkejut."Assalamualaikum." Narendra berucap salam kepada Sanusi sambil kedua tangannya mengisyaratkan sebuah jabat tangan perkenalan."Waalaikum Salam." Sanusi menjawab sambil mengernyitkan dahi dan menerima uluran tangan Narendra seraya membungkukkan punggungnya khas ramah tamah orang Jawa, kemudian bertanya, "Cari siapa ya, Pak?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-31
  • Menikah Karena Salah Paham   Berjabat Tangan

    Sudah dua jam berlalu, tapi keluarga Nadendra belum juga pamit untuk pulang, bahkan sepertinya mereka begitu kerasan berada di rumah Sanusi, sang calon besan. Terdengar suara tawa bersahutan dari kedua pasang suami istri paruh baya itu. Sementara Liana makin gusar saja di ruang tengah sembari menguping pembicaraan mereka yang bahkan kini tak membahas tentang dirinya sama sekali."Bisa-bisanya bapak akrab sama pak Narendra. Gak nyadar apa anak gadis kesayangannya ini lagi bosen dan sebel banget?" gumam Liana sembari tanpa sadar dirinya merobek-robek kertas koran yang tergeletak begitu saja di ruang tengah.Sementara di luar, ada tiga orang remaja tanggung belasan tahun yang menatap kagum terhadap sebuah mobil yang tengah terparkir di pinggir jalan di depan rumah Sanusi itu. Salah satunya adalah Dimas, adik Liana.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-01
  • Menikah Karena Salah Paham   Gagal Bertemu

    Sanusi dan Suyatmi melangkah masuk rumah seketika mobil Narendra menghilang di pertigaan yang terletak di sebelah timur rumah mereka. Sementara Liana sudah lebih dulu masuk sejak Narendra membalikkan tubuhnya melangkah ke arah mobil mereka.Kini Liana sedang duduk dengan kaki menjuntai di bibir ranjang. Berulang kali dia menghela nafas dalam-dalam menahan amarah. Teringat kembali kejadian dua pekan lalu, saat dia membalas pesan Andreas dengan cukup kasar, menurutnya. Tapi, Andreas malah datang melamarnya hari ini.Sejurus kemudian Liana mencari ponsel yang sejak pagi dibiarkan tergeletak saja di atas ranjang, sebab dia sibuk menguping pembicaraan kedua orang tuanya dengan keluarga Narendra. Diusapnya layar ponsel, kemudian terlihat ada notifikasi chat dari sebuah aplikasi hijau. Dia membuka aplikasi itu, yang ternyata sebuah chat dari Jun, pujaan hatinya.Belum sempat Liana membuka chat itu, tiba-tiba terdengar pintu kamar yang diketuk dari lua

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-01
  • Menikah Karena Salah Paham   Sebuah Pesan

    Mentari pagi mengintip malu dari persembunyiannya, menimbulkan semburat jingga indah arunika dari ufuk timur. Kokok ayam pun mulai bersahutan, membangunkan penduduk kampung Delima agar segera beraktifitas di Senin pagi yang cerah ini. Namun, cerahnya hari, tak seperti hati Liana yang sedang diliputi kabut kekecewaan akibat kejadian kemarin dan kenyataan bahwa hari ini dia tak akan bisa bertemu dengan Jun.Liana berdiri dengan raut wajah datar tanpa ekspresi di depan teras rumahnya, menunggu Sanusi mengeluarkan motor dari dalam rumah. Sebuah motor bebek empat tak kesayangannya, yang telah membantu berbagai pekerjaan maupun keperluan lainnya. Sementara Dimas, dia telah berangkat terlebih dahulu, kira-kira dua puluh menit yang lalu mengendarai sepeda BMXnya. Seperti biasa, siswa SMP kelas dua itu berangkat sekolah bersama teman-temannya."Ayo, Nduk, kita berangk

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • Menikah Karena Salah Paham   Kekhawatiran

    Sebuah ruangan berukuran sembilan meter persegi, di mana di dalamnya terdapat sebuah whiteboard bertuliskan data kegiatan bulanan kampung Delima, seorang lelaki berperawakan langsing sedang duduk berkutat dengan tumpukan kertas yang tercecer di atas meja yang tepat berada di hadapannya. Dia adalah Ahmad Junaedi. Seorang pemuda kampung yang begitu aktif dalam berbagai kegiatan pemuda di beberapa desa sekecamatan Duku, dan salah satunya adalah kampung Delima. Dia adalah pembimbing berbagai kegiatan kepemudaan di kampung itu. Terlihat sesekali Jun, panggilan akrabnya, membenahi posisi peci putihnya yang beberapa kali terlihat miring, sambil terus berkutat dengan berbagai laporan dan catatan kegiatan karang taruna para pemuda di kampung itu, hingga kemudian konsentrasinya terpecah oleh sebuah notifikasi pesan chat dari ponsel yang tergeletak begitu saja di sebelah tumpukan kertas yang sedang diperiksanya. Diperiksanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • Menikah Karena Salah Paham   Cemas

    Junaedi merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Lelaki kelahiran kampung Duku itu merupakan seorang dosen di sebuah universitas negeri di kota Baya. Dia mengajar seminggu tiga kali, selain itu dia juga mengajar di beberapa universitas swasta di kota Bayu, sehingga dia lebih sering pulang ke kampung Duku dan juga aktif di berbagai kegiatan kepemudaan.Jun merupakan salah satu anak kampung yang terbilang sukses. Meski hanya anak seorang petani, tapi Jun bisa menempuh pendidikan hingga jenjang Strata Tiga, hal yang jarang atau mungkin hanya Jun lah satu-satunya putra kampung Duku yang berhasil kuliah sampai S3. Selain itu, profesinya sebagai dosen sebuah universitas negeri, membawa sebuah kebanggaan tersendiri, baik bagi keluarganya maupun masyarakat kampung Duku.Dia merupakan pemuda yang lumayan populer di semua kalangan, baik di

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • Menikah Karena Salah Paham   Semangat

    Liana merapikan buku dan beberapa kertas berisi tugas anak-anak didiknya yang sempat berserakan di atas meja guru. Seorang anak mendekatinya seraya menyerahkan selembar kertas berisi tugas yang tadi sempat diberikan Liana pada anak muridnya di kelas A. "Ini, Bu," ucap anak itu seraya tersenyum. Liana menerima kertas itu sembari sedikit berjongkok dan membalas senyum anak muridnya. "Makasih, Sayang," ucap Liana. Kemudian tak lama dia kembali lagi dengan wajah datarnya sembari terus membereskan meja dan memasukkan berbagai alat tulis ke dalam tas kerjanya, sedangkan anak tadi telah berbalik dan kembali ke tempat duduknya. Kemudian terdengar suara pintu kelas diketuk. Liana segera menoleh ke arah sumber suara tadi. Terlihat Rohimah sedang berdiri di depan pintu memandang Liana sembari tersenyum. Seketika melihat Liana menoleh, Rohimah berkata, "Tak tunggu di bangku depan, ya?" Sembari berisyarat dengan tangannya, Rohimah memberitahukan pada L

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-08
  • Menikah Karena Salah Paham   Sebuah Ragu Yang Menganggu

    Liana duduk dengan posisi miring tepat di belakang Sanusi. Motor bebek itu melaju begitu cepat menjelajahi tiap ruas jalan provinsi yang kini mereka lewati. Sekelebat kenangan akan kebaikan dan kasih sayang ayahnya, kembali memenuhi tiap ruang kepala Liana. Bagaimana sang ayah yang hanya petani kampung dengan lahan seadanya itu, bisa membuatnya seperti saat ini. Meski hanya menempuh pendidikan di sebuah universitas terbuka, tapi bukan hal mudah bagi Sanusi untuk memenuhi keinginan putrinya itu. Bahkan, belajar di universitas terbuka sebenarnya pernah ditentang oleh Sanusi, dan dia lebih menyarankan sang putri kesayangannya itu untuk meneruskan pendidikan di universitas negeri di luar kota. Namun, karena berbagai pertimbangan, Liana menolak saran ayahnya itu. Bahkan, Liana begitu ingat, bagaimana sang ayah begitu melarangnya untuk ikut turun ke sawah seperti yang banyak dilakukan gadis-gadis lain di kampungnya. Bahkan hanya Liana saja lah satu-satunya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09

Bab terbaru

  • Menikah Karena Salah Paham   Dia Yang Berbeda

    "Dre, makan siang bareng kami, yuk!" ajak Kinanti pada Andreas seraya meletakkan setumpuk map berisi berkas laporan administrasi perusahaan di atas meja kerja Andreas.Andreas yang sedari tadi menunduk karena sedang memeriksa beberapa laporan lain yang datang sebelum ini, mendongakkan kepala memandang Kinanti kemudian menjawab, "Oke, aku kelarin ini dulu. Tunggu lima menit, entar aku keluar.""Oke, kita tunggu di parkiran saja, ya? Pakai mobil mas Agung saja! Biar simpel," Andreas mengangguk mengiyakan. Kinanti beranjak meninggalkan ruangan Andreas menuju ruangan AgungTak berapa lama berselang, Andreas keluar dari ruangannya kemudian melongok ke dalam ruangan Agung, di mana Kinanti juga sedang berada di sana."Ayo,

  • Menikah Karena Salah Paham   Tiba-Tiba Berubah

    "Liatin apa kamu Ndre?" tanya Kinanti pada Andreas sembari membawa nampan berisi beberapa gelas sirup dingin dan sepiring bolu coklat."Cuma liatin foto kamu, soalnya aku sepertinya ada kenal satu." Andreas tetap bergeming sembari memandang foto lawas yang menempel pada dinding ruang tamu rumah Kinanti."Itu fotoku pas masih kecil, pas di kampung, rumah asli bapak. Gak mungkin lah kamu ada kenal, mereka semua saudara-saudaraku.""Kayaknya cuma perasaan aku aja deh." Andreas berbalik kemudian melangkah menuju sofa di mana Kinanti dan Agung, tunangan Kinanti, sedang duduk."Minum dulu, Ndre!" pinta Agung."Kuy lah, kita bahas kerjaan aja! Move on

  • Menikah Karena Salah Paham   Like Father Like Son

    "Mas Andreas, ditimbali (dipanggil) ayah sama bunda, ditunggu di bawah gak pake lama yo!" Terdengar suara ketukan pintu di kamar Andreas dibarengi dengan teriakan nyaring Yessy, adik bungsu Andreas."Iya," jawab Andreas dari dalam kamar tanpa membuka pintu. Andreas bergegas bangkit dari duduknya sembari merapikan sajadah yang barusan dipakai untuk melaksanakan sholat isya.Andreas baru saja pulang dari kantor, dan memang akhir-akhir ini dia biasa pulang setelah petang. Pasalnya perusahaan yang dirintisnya sedang mengalami perkembangan yang cukup baik. Mereka saat ini sedang banyak menerima berbagai tawaran pembukaan cabang usaha baru maupun penawaran investasi dari berbagai investor, dan itu menjadi penyebab pekerjaan makin banyak yang harus diselesaikan.Andreas bergegas ke

  • Menikah Karena Salah Paham   Keberuntungan atau Kesalahan

    "Liana, aku enggak pernah nyangka, kamu bisa dapet anak kota, mana tajir pula," ucap Yatik, terapis kecantikan keliling, seraya membalurkan lulur ke tubuh Liana. "Kamu kok bisa bejo banget gitu, sih?" Liana hanya tersenyum sebentar, kemudian berkata, "Kenapa, Mbak? Menurutku sih biasa aja, gak terlalu istimewa." "Kamu ini, gak ilok ngeremehke rejekine gusti Alloh. Hal seperti itu haruse kamu syukuri. Apa lagi, tadi Dimas ngomong kalau calonmu itu yo ngganteng. Sempurna banget hidup kamu, Li." Atik bersemangat sekali membahas keberuntungan Liana. Sementara sang empunya nikmat, malah merasa mendapat siksaan. "Ya… entahlah, Mbak. Wong aku yo aslinya gak kenal sama dia." "Lha, kok iso? Mana bisa endak kena

  • Menikah Karena Salah Paham   Persiapan Pertunangan

    Liana begitu sibuk dengan tugas kuliahnya ketika tiba-tiba ponselnya berdering sebab sebuah panggilan telepon dari aplikasi hijau mendarat pada ponselnya. Terpampang jelas sebuah tulisan "Virus" pada layar ponsel itu. Liana yang sejak tadi memang sedang dalam suasana hati yang tidak baik-baik saja, serta badan yang lumayan kecapekan, malah makin kesal dengan hadirnya notifikasi panggilan dari Andreas. Memang, sejak awal masuknya chat pertama dari Andreas, Liana langsung saja tak menyukai segala tentang lelaki itu. Sebenarnya tak ada alasan jelas asal mula ketidaksukaan Liana pada lelaki pengusaha itu, kecuali hanya karena dia tak mau ada lelaki lain yang mengganggunya, sebab dia hanya menginginkan Jun seorang. Liana mendengus beberapa kali dan menggerutu tak jelas sebelum menjawab panggilan dari Andreas. "Ya Assalamualaikum," ucap Liana seketika menerima panggilan dari calon tunangannya itu. "Waalaikum Salam, Liana apa kabar?" ucap A

  • Menikah Karena Salah Paham   Antara Ragu dan Asa

    "Mbak, permisi," sapa Sanusi pada seorang pramuniaga yang kebetulan berdiri di bagian baju muslimah. "Iya, ada yang bisa saya bantu, Bapak?" jawab pramuniaga itu begitu sopan. Departemen store ini, selain terkenal dengan harga murah dan kelengkapan produknya, juga terkenal dengan pelayanannya. "Mau cari baju buat lamarane anak saya ini, Mbak." Sanusi berkata seraya berisyarat dengan tangannya yang meraih pundak Liana. Dengan raut wajah gembira dan bangga, Sanusi melanjutkan perkataannya, "Carikan yang mantesi (pantas) dan Mriyayeni (anggun) ya, Mbak! Calonnya itu wong priyayi (orang kelas atas). Saya endak masalah sama hargae, sing penting bagus buat anak saya ini. Saya endak nyangka, Mbak, apa yang saya dan ibune angan-angankan sejak dia lahir

  • Menikah Karena Salah Paham   Sebuah Ragu Yang Menganggu

    Liana duduk dengan posisi miring tepat di belakang Sanusi. Motor bebek itu melaju begitu cepat menjelajahi tiap ruas jalan provinsi yang kini mereka lewati. Sekelebat kenangan akan kebaikan dan kasih sayang ayahnya, kembali memenuhi tiap ruang kepala Liana. Bagaimana sang ayah yang hanya petani kampung dengan lahan seadanya itu, bisa membuatnya seperti saat ini. Meski hanya menempuh pendidikan di sebuah universitas terbuka, tapi bukan hal mudah bagi Sanusi untuk memenuhi keinginan putrinya itu. Bahkan, belajar di universitas terbuka sebenarnya pernah ditentang oleh Sanusi, dan dia lebih menyarankan sang putri kesayangannya itu untuk meneruskan pendidikan di universitas negeri di luar kota. Namun, karena berbagai pertimbangan, Liana menolak saran ayahnya itu. Bahkan, Liana begitu ingat, bagaimana sang ayah begitu melarangnya untuk ikut turun ke sawah seperti yang banyak dilakukan gadis-gadis lain di kampungnya. Bahkan hanya Liana saja lah satu-satunya

  • Menikah Karena Salah Paham   Semangat

    Liana merapikan buku dan beberapa kertas berisi tugas anak-anak didiknya yang sempat berserakan di atas meja guru. Seorang anak mendekatinya seraya menyerahkan selembar kertas berisi tugas yang tadi sempat diberikan Liana pada anak muridnya di kelas A. "Ini, Bu," ucap anak itu seraya tersenyum. Liana menerima kertas itu sembari sedikit berjongkok dan membalas senyum anak muridnya. "Makasih, Sayang," ucap Liana. Kemudian tak lama dia kembali lagi dengan wajah datarnya sembari terus membereskan meja dan memasukkan berbagai alat tulis ke dalam tas kerjanya, sedangkan anak tadi telah berbalik dan kembali ke tempat duduknya. Kemudian terdengar suara pintu kelas diketuk. Liana segera menoleh ke arah sumber suara tadi. Terlihat Rohimah sedang berdiri di depan pintu memandang Liana sembari tersenyum. Seketika melihat Liana menoleh, Rohimah berkata, "Tak tunggu di bangku depan, ya?" Sembari berisyarat dengan tangannya, Rohimah memberitahukan pada L

  • Menikah Karena Salah Paham   Cemas

    Junaedi merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Lelaki kelahiran kampung Duku itu merupakan seorang dosen di sebuah universitas negeri di kota Baya. Dia mengajar seminggu tiga kali, selain itu dia juga mengajar di beberapa universitas swasta di kota Bayu, sehingga dia lebih sering pulang ke kampung Duku dan juga aktif di berbagai kegiatan kepemudaan.Jun merupakan salah satu anak kampung yang terbilang sukses. Meski hanya anak seorang petani, tapi Jun bisa menempuh pendidikan hingga jenjang Strata Tiga, hal yang jarang atau mungkin hanya Jun lah satu-satunya putra kampung Duku yang berhasil kuliah sampai S3. Selain itu, profesinya sebagai dosen sebuah universitas negeri, membawa sebuah kebanggaan tersendiri, baik bagi keluarganya maupun masyarakat kampung Duku.Dia merupakan pemuda yang lumayan populer di semua kalangan, baik di

DMCA.com Protection Status