Share

Semangat

Penulis: Rosyidah Kholil
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-08 17:41:39

Liana merapikan buku dan beberapa kertas berisi tugas anak-anak didiknya yang sempat berserakan di atas meja guru. Seorang anak mendekatinya seraya menyerahkan selembar kertas berisi tugas yang tadi sempat diberikan Liana pada anak muridnya di kelas A.

"Ini, Bu," ucap anak itu seraya tersenyum. 

Liana menerima kertas itu sembari sedikit berjongkok dan membalas senyum anak muridnya.

"Makasih, Sayang," ucap Liana. Kemudian tak lama dia kembali lagi dengan wajah datarnya sembari terus membereskan meja dan memasukkan berbagai alat tulis ke dalam tas kerjanya, sedangkan anak tadi telah berbalik dan kembali ke tempat duduknya. 

Kemudian terdengar suara pintu kelas diketuk. Liana segera menoleh ke arah sumber suara tadi. Terlihat Rohimah sedang berdiri di depan pintu memandang Liana sembari tersenyum. Seketika melihat Liana menoleh, Rohimah berkata, "Tak tunggu di bangku depan, ya?" Sembari berisyarat dengan tangannya, Rohimah memberitahukan pada Liana bahwa dia akan menunggu sahabatnya itu di tempat duduk depan kelas yang tadi pagi sempat mereka duduki, sebelum kelas dimulai. 

"Iya. Sebentar aku mulangin anak-anak dulu," jawab Liana sembari mengangguk. 

Rohimah pun berlalu, dan Liana segera menginstruksikan kepada anak didiknya untuk segera bersiap pulang. 

Tak berapa lama, Liana pun keluar dari dalam kelas setelah semua muridnya keluar terlebih dahulu. Gadis itu melangkah mendekati Rohimah yang sedang memainkan gawainya. 

"Im, kayaknya mas Jun sudah mbalesi chat aku tadi," ucap Liana seraya duduk di samping Rohimah. 

Rohimah segera mematikan gawainya lalu memasukkannya ke dalam tas yang diletakkan di samping tempatnya duduk. 

"Terus piye? Dia balesnya piye?"

"Entahlah," ucap Liana seraya mengangkat bahu dan sedikit menghela nafasnya. 

"Aku ga berani buka. Embuh, aku takut saja balasannya gak sesuai ekspektasiku." Kini gadis itu tersenyum seraya matanya menatap kosong ke depan. Kedua tangannya kini ditekankan sedikit pada bangku tempatnya duduk, tepat di samping tubuhnya. Kemudian dia menoleh pada Rohimah, "Penakut aku ya, Im?"

Rohimah mengernyitkan dahi menatap sang sahabat keheranan.

"Li, kowe ini piye, toh? Gak yakin kalau mas Jun demen sama kamu? atau kamu mau nyerah gitu aja terus nikah sama si Andreas itu?"

"Menurut kamu, mas Jun suka beneran, kah sama aku? aku ga berani buka chatnya," ucap Liana seraya menatap Rohimah.

"Siniin HP kamu, tak bacae balesane. Kalau si mas Jun gak suka, dia pasti bakal nyuruh kamu manut lek Sanusi, tapi kalau dia ada rasa, mestine dia bakal ngasih motivasi dan bantuin kamu buat gagalin pertunangan ini." Rohimah mengulurkan tangannya meminta agar Liana memberikan ponselnya.

Liana mengambil ponsel dari dalam tasnya, kemudian diberikan pada Rohimah, sementara Liana kembali menunduk seraya menggerak-gerakkan kakinya menggambar sesuatu di tanah.

Rohimah membuka aplikasi chat hijau yang ada di ponsel Liana, kemudian gadis itu membulatkan matanya, dan berkata, "Ini liaten! Aku bilang apa, mas Jun itu beneran demen sama kamu, kok. Meski disembunyiin gini, ini jelas sinyal kalau dia suka sama kamu. Gak mungkin juga dia bakal barbar kayak lelaki lain. Balesane dia alus banget, coba liaten, nih!" Rohimah menyerahkan ponsel kembali pada Liana untuk segera dibaca.

Liana membaca pesan chat dari Jun, kemudian terlihat sebuah kecemasan tergurat di wajah ayu Liana. Kedua alisnya hampir saja menyatu. Ditolehkannya pandangan ke arah Rohimah, kemudian berkata, "Im, jadi aku harus bagaimana?"

"Isih takon (masih nanya), ya usaha, gimana carane biar pertunangan kamu itu batal dengan cara alus. Bacaen itu chat mas Jun, dia itu jawabe alus, tapi provokatif. Ada pesan tersirat di situ, kalau dia itu gak pingin kehilangan kamu. Mintao bantuan sama dia, lalu cari celah beberapa hal yang bisa bikin sedikit konflik dan masalah dengan wong tuane si Andreas itu. Banyak lho, Li, hal-hal sesuai syariat yang sangat kontra dengan kebiasaan masyarakat kita. Kita pikirin sambil jalan wae. Sekarang, kamu telpon lek Sanusi, terus berangkat ke kota! Ikutin aja alurnya! Nyambi nyari akal." Rohimah memotivasi sahabatnya dengan menggebu-gebu. Dia tak ingin Liana menikah dengan orang yang tak dicintai, meski sebenarnya Rohimah tak pernah tahu jelas seperti apa dan bagaimana Andreas sebenarnya, karena selama ini Liana tak banyak cerita tentang lelaki itu padanya.

"Ya wis, tak ngubungi bapak dulu. Makasih bantuane ya, Im."

"Nah, gitu donk, semangat meraih cinta," ucap Rohimah seraya mengepalkan telapak tangannya ke atas menyemangati Liana.

Bab terkait

  • Menikah Karena Salah Paham   Sebuah Ragu Yang Menganggu

    Liana duduk dengan posisi miring tepat di belakang Sanusi. Motor bebek itu melaju begitu cepat menjelajahi tiap ruas jalan provinsi yang kini mereka lewati. Sekelebat kenangan akan kebaikan dan kasih sayang ayahnya, kembali memenuhi tiap ruang kepala Liana. Bagaimana sang ayah yang hanya petani kampung dengan lahan seadanya itu, bisa membuatnya seperti saat ini. Meski hanya menempuh pendidikan di sebuah universitas terbuka, tapi bukan hal mudah bagi Sanusi untuk memenuhi keinginan putrinya itu. Bahkan, belajar di universitas terbuka sebenarnya pernah ditentang oleh Sanusi, dan dia lebih menyarankan sang putri kesayangannya itu untuk meneruskan pendidikan di universitas negeri di luar kota. Namun, karena berbagai pertimbangan, Liana menolak saran ayahnya itu. Bahkan, Liana begitu ingat, bagaimana sang ayah begitu melarangnya untuk ikut turun ke sawah seperti yang banyak dilakukan gadis-gadis lain di kampungnya. Bahkan hanya Liana saja lah satu-satunya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • Menikah Karena Salah Paham   Antara Ragu dan Asa

    "Mbak, permisi," sapa Sanusi pada seorang pramuniaga yang kebetulan berdiri di bagian baju muslimah. "Iya, ada yang bisa saya bantu, Bapak?" jawab pramuniaga itu begitu sopan. Departemen store ini, selain terkenal dengan harga murah dan kelengkapan produknya, juga terkenal dengan pelayanannya. "Mau cari baju buat lamarane anak saya ini, Mbak." Sanusi berkata seraya berisyarat dengan tangannya yang meraih pundak Liana. Dengan raut wajah gembira dan bangga, Sanusi melanjutkan perkataannya, "Carikan yang mantesi (pantas) dan Mriyayeni (anggun) ya, Mbak! Calonnya itu wong priyayi (orang kelas atas). Saya endak masalah sama hargae, sing penting bagus buat anak saya ini. Saya endak nyangka, Mbak, apa yang saya dan ibune angan-angankan sejak dia lahir

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-12
  • Menikah Karena Salah Paham   Persiapan Pertunangan

    Liana begitu sibuk dengan tugas kuliahnya ketika tiba-tiba ponselnya berdering sebab sebuah panggilan telepon dari aplikasi hijau mendarat pada ponselnya. Terpampang jelas sebuah tulisan "Virus" pada layar ponsel itu. Liana yang sejak tadi memang sedang dalam suasana hati yang tidak baik-baik saja, serta badan yang lumayan kecapekan, malah makin kesal dengan hadirnya notifikasi panggilan dari Andreas. Memang, sejak awal masuknya chat pertama dari Andreas, Liana langsung saja tak menyukai segala tentang lelaki itu. Sebenarnya tak ada alasan jelas asal mula ketidaksukaan Liana pada lelaki pengusaha itu, kecuali hanya karena dia tak mau ada lelaki lain yang mengganggunya, sebab dia hanya menginginkan Jun seorang. Liana mendengus beberapa kali dan menggerutu tak jelas sebelum menjawab panggilan dari Andreas. "Ya Assalamualaikum," ucap Liana seketika menerima panggilan dari calon tunangannya itu. "Waalaikum Salam, Liana apa kabar?" ucap A

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-15
  • Menikah Karena Salah Paham   Keberuntungan atau Kesalahan

    "Liana, aku enggak pernah nyangka, kamu bisa dapet anak kota, mana tajir pula," ucap Yatik, terapis kecantikan keliling, seraya membalurkan lulur ke tubuh Liana. "Kamu kok bisa bejo banget gitu, sih?" Liana hanya tersenyum sebentar, kemudian berkata, "Kenapa, Mbak? Menurutku sih biasa aja, gak terlalu istimewa." "Kamu ini, gak ilok ngeremehke rejekine gusti Alloh. Hal seperti itu haruse kamu syukuri. Apa lagi, tadi Dimas ngomong kalau calonmu itu yo ngganteng. Sempurna banget hidup kamu, Li." Atik bersemangat sekali membahas keberuntungan Liana. Sementara sang empunya nikmat, malah merasa mendapat siksaan. "Ya… entahlah, Mbak. Wong aku yo aslinya gak kenal sama dia." "Lha, kok iso? Mana bisa endak kena

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-15
  • Menikah Karena Salah Paham   Like Father Like Son

    "Mas Andreas, ditimbali (dipanggil) ayah sama bunda, ditunggu di bawah gak pake lama yo!" Terdengar suara ketukan pintu di kamar Andreas dibarengi dengan teriakan nyaring Yessy, adik bungsu Andreas."Iya," jawab Andreas dari dalam kamar tanpa membuka pintu. Andreas bergegas bangkit dari duduknya sembari merapikan sajadah yang barusan dipakai untuk melaksanakan sholat isya.Andreas baru saja pulang dari kantor, dan memang akhir-akhir ini dia biasa pulang setelah petang. Pasalnya perusahaan yang dirintisnya sedang mengalami perkembangan yang cukup baik. Mereka saat ini sedang banyak menerima berbagai tawaran pembukaan cabang usaha baru maupun penawaran investasi dari berbagai investor, dan itu menjadi penyebab pekerjaan makin banyak yang harus diselesaikan.Andreas bergegas ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-20
  • Menikah Karena Salah Paham   Tiba-Tiba Berubah

    "Liatin apa kamu Ndre?" tanya Kinanti pada Andreas sembari membawa nampan berisi beberapa gelas sirup dingin dan sepiring bolu coklat."Cuma liatin foto kamu, soalnya aku sepertinya ada kenal satu." Andreas tetap bergeming sembari memandang foto lawas yang menempel pada dinding ruang tamu rumah Kinanti."Itu fotoku pas masih kecil, pas di kampung, rumah asli bapak. Gak mungkin lah kamu ada kenal, mereka semua saudara-saudaraku.""Kayaknya cuma perasaan aku aja deh." Andreas berbalik kemudian melangkah menuju sofa di mana Kinanti dan Agung, tunangan Kinanti, sedang duduk."Minum dulu, Ndre!" pinta Agung."Kuy lah, kita bahas kerjaan aja! Move on

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Menikah Karena Salah Paham   Dia Yang Berbeda

    "Dre, makan siang bareng kami, yuk!" ajak Kinanti pada Andreas seraya meletakkan setumpuk map berisi berkas laporan administrasi perusahaan di atas meja kerja Andreas.Andreas yang sedari tadi menunduk karena sedang memeriksa beberapa laporan lain yang datang sebelum ini, mendongakkan kepala memandang Kinanti kemudian menjawab, "Oke, aku kelarin ini dulu. Tunggu lima menit, entar aku keluar.""Oke, kita tunggu di parkiran saja, ya? Pakai mobil mas Agung saja! Biar simpel," Andreas mengangguk mengiyakan. Kinanti beranjak meninggalkan ruangan Andreas menuju ruangan AgungTak berapa lama berselang, Andreas keluar dari ruangannya kemudian melongok ke dalam ruangan Agung, di mana Kinanti juga sedang berada di sana."Ayo,

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • Menikah Karena Salah Paham   Kejutan

    Liana berdiri di depan cermin rias, memandangi bayangannya sendiri yang memantul dari sana. Sebuah gamis kasual berwarna kuning pastel yang dipadukan dengan hijab warna senada. Sebuah tuspin mutiara sederhana disematkan pada hijab cantiknya yang makin mempermanis penampilan. Ditatapnya bayangan di depan cermin itu sambil tersenyum sendiri.'Cantik juga aku,' batinnya. Lalu sejurus kemudian diketuk sendiri keningnya dengan kepalan telapak tangannya tiga kali sambil sedikit menggeleng berusaha menyadarkan dirinya dari kesombongan kecil yang barusan dilakukannya. Dia merasa malu sendiri mengamati sikapnya akhir-akhir ini."Ah, apa-apaan aku ini? Memalukan sekali," gumamnya seraya tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangan lainnya.Sore ini, seperti biasa, perte

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-31

Bab terbaru

  • Menikah Karena Salah Paham   Dia Yang Berbeda

    "Dre, makan siang bareng kami, yuk!" ajak Kinanti pada Andreas seraya meletakkan setumpuk map berisi berkas laporan administrasi perusahaan di atas meja kerja Andreas.Andreas yang sedari tadi menunduk karena sedang memeriksa beberapa laporan lain yang datang sebelum ini, mendongakkan kepala memandang Kinanti kemudian menjawab, "Oke, aku kelarin ini dulu. Tunggu lima menit, entar aku keluar.""Oke, kita tunggu di parkiran saja, ya? Pakai mobil mas Agung saja! Biar simpel," Andreas mengangguk mengiyakan. Kinanti beranjak meninggalkan ruangan Andreas menuju ruangan AgungTak berapa lama berselang, Andreas keluar dari ruangannya kemudian melongok ke dalam ruangan Agung, di mana Kinanti juga sedang berada di sana."Ayo,

  • Menikah Karena Salah Paham   Tiba-Tiba Berubah

    "Liatin apa kamu Ndre?" tanya Kinanti pada Andreas sembari membawa nampan berisi beberapa gelas sirup dingin dan sepiring bolu coklat."Cuma liatin foto kamu, soalnya aku sepertinya ada kenal satu." Andreas tetap bergeming sembari memandang foto lawas yang menempel pada dinding ruang tamu rumah Kinanti."Itu fotoku pas masih kecil, pas di kampung, rumah asli bapak. Gak mungkin lah kamu ada kenal, mereka semua saudara-saudaraku.""Kayaknya cuma perasaan aku aja deh." Andreas berbalik kemudian melangkah menuju sofa di mana Kinanti dan Agung, tunangan Kinanti, sedang duduk."Minum dulu, Ndre!" pinta Agung."Kuy lah, kita bahas kerjaan aja! Move on

  • Menikah Karena Salah Paham   Like Father Like Son

    "Mas Andreas, ditimbali (dipanggil) ayah sama bunda, ditunggu di bawah gak pake lama yo!" Terdengar suara ketukan pintu di kamar Andreas dibarengi dengan teriakan nyaring Yessy, adik bungsu Andreas."Iya," jawab Andreas dari dalam kamar tanpa membuka pintu. Andreas bergegas bangkit dari duduknya sembari merapikan sajadah yang barusan dipakai untuk melaksanakan sholat isya.Andreas baru saja pulang dari kantor, dan memang akhir-akhir ini dia biasa pulang setelah petang. Pasalnya perusahaan yang dirintisnya sedang mengalami perkembangan yang cukup baik. Mereka saat ini sedang banyak menerima berbagai tawaran pembukaan cabang usaha baru maupun penawaran investasi dari berbagai investor, dan itu menjadi penyebab pekerjaan makin banyak yang harus diselesaikan.Andreas bergegas ke

  • Menikah Karena Salah Paham   Keberuntungan atau Kesalahan

    "Liana, aku enggak pernah nyangka, kamu bisa dapet anak kota, mana tajir pula," ucap Yatik, terapis kecantikan keliling, seraya membalurkan lulur ke tubuh Liana. "Kamu kok bisa bejo banget gitu, sih?" Liana hanya tersenyum sebentar, kemudian berkata, "Kenapa, Mbak? Menurutku sih biasa aja, gak terlalu istimewa." "Kamu ini, gak ilok ngeremehke rejekine gusti Alloh. Hal seperti itu haruse kamu syukuri. Apa lagi, tadi Dimas ngomong kalau calonmu itu yo ngganteng. Sempurna banget hidup kamu, Li." Atik bersemangat sekali membahas keberuntungan Liana. Sementara sang empunya nikmat, malah merasa mendapat siksaan. "Ya… entahlah, Mbak. Wong aku yo aslinya gak kenal sama dia." "Lha, kok iso? Mana bisa endak kena

  • Menikah Karena Salah Paham   Persiapan Pertunangan

    Liana begitu sibuk dengan tugas kuliahnya ketika tiba-tiba ponselnya berdering sebab sebuah panggilan telepon dari aplikasi hijau mendarat pada ponselnya. Terpampang jelas sebuah tulisan "Virus" pada layar ponsel itu. Liana yang sejak tadi memang sedang dalam suasana hati yang tidak baik-baik saja, serta badan yang lumayan kecapekan, malah makin kesal dengan hadirnya notifikasi panggilan dari Andreas. Memang, sejak awal masuknya chat pertama dari Andreas, Liana langsung saja tak menyukai segala tentang lelaki itu. Sebenarnya tak ada alasan jelas asal mula ketidaksukaan Liana pada lelaki pengusaha itu, kecuali hanya karena dia tak mau ada lelaki lain yang mengganggunya, sebab dia hanya menginginkan Jun seorang. Liana mendengus beberapa kali dan menggerutu tak jelas sebelum menjawab panggilan dari Andreas. "Ya Assalamualaikum," ucap Liana seketika menerima panggilan dari calon tunangannya itu. "Waalaikum Salam, Liana apa kabar?" ucap A

  • Menikah Karena Salah Paham   Antara Ragu dan Asa

    "Mbak, permisi," sapa Sanusi pada seorang pramuniaga yang kebetulan berdiri di bagian baju muslimah. "Iya, ada yang bisa saya bantu, Bapak?" jawab pramuniaga itu begitu sopan. Departemen store ini, selain terkenal dengan harga murah dan kelengkapan produknya, juga terkenal dengan pelayanannya. "Mau cari baju buat lamarane anak saya ini, Mbak." Sanusi berkata seraya berisyarat dengan tangannya yang meraih pundak Liana. Dengan raut wajah gembira dan bangga, Sanusi melanjutkan perkataannya, "Carikan yang mantesi (pantas) dan Mriyayeni (anggun) ya, Mbak! Calonnya itu wong priyayi (orang kelas atas). Saya endak masalah sama hargae, sing penting bagus buat anak saya ini. Saya endak nyangka, Mbak, apa yang saya dan ibune angan-angankan sejak dia lahir

  • Menikah Karena Salah Paham   Sebuah Ragu Yang Menganggu

    Liana duduk dengan posisi miring tepat di belakang Sanusi. Motor bebek itu melaju begitu cepat menjelajahi tiap ruas jalan provinsi yang kini mereka lewati. Sekelebat kenangan akan kebaikan dan kasih sayang ayahnya, kembali memenuhi tiap ruang kepala Liana. Bagaimana sang ayah yang hanya petani kampung dengan lahan seadanya itu, bisa membuatnya seperti saat ini. Meski hanya menempuh pendidikan di sebuah universitas terbuka, tapi bukan hal mudah bagi Sanusi untuk memenuhi keinginan putrinya itu. Bahkan, belajar di universitas terbuka sebenarnya pernah ditentang oleh Sanusi, dan dia lebih menyarankan sang putri kesayangannya itu untuk meneruskan pendidikan di universitas negeri di luar kota. Namun, karena berbagai pertimbangan, Liana menolak saran ayahnya itu. Bahkan, Liana begitu ingat, bagaimana sang ayah begitu melarangnya untuk ikut turun ke sawah seperti yang banyak dilakukan gadis-gadis lain di kampungnya. Bahkan hanya Liana saja lah satu-satunya

  • Menikah Karena Salah Paham   Semangat

    Liana merapikan buku dan beberapa kertas berisi tugas anak-anak didiknya yang sempat berserakan di atas meja guru. Seorang anak mendekatinya seraya menyerahkan selembar kertas berisi tugas yang tadi sempat diberikan Liana pada anak muridnya di kelas A. "Ini, Bu," ucap anak itu seraya tersenyum. Liana menerima kertas itu sembari sedikit berjongkok dan membalas senyum anak muridnya. "Makasih, Sayang," ucap Liana. Kemudian tak lama dia kembali lagi dengan wajah datarnya sembari terus membereskan meja dan memasukkan berbagai alat tulis ke dalam tas kerjanya, sedangkan anak tadi telah berbalik dan kembali ke tempat duduknya. Kemudian terdengar suara pintu kelas diketuk. Liana segera menoleh ke arah sumber suara tadi. Terlihat Rohimah sedang berdiri di depan pintu memandang Liana sembari tersenyum. Seketika melihat Liana menoleh, Rohimah berkata, "Tak tunggu di bangku depan, ya?" Sembari berisyarat dengan tangannya, Rohimah memberitahukan pada L

  • Menikah Karena Salah Paham   Cemas

    Junaedi merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Lelaki kelahiran kampung Duku itu merupakan seorang dosen di sebuah universitas negeri di kota Baya. Dia mengajar seminggu tiga kali, selain itu dia juga mengajar di beberapa universitas swasta di kota Bayu, sehingga dia lebih sering pulang ke kampung Duku dan juga aktif di berbagai kegiatan kepemudaan.Jun merupakan salah satu anak kampung yang terbilang sukses. Meski hanya anak seorang petani, tapi Jun bisa menempuh pendidikan hingga jenjang Strata Tiga, hal yang jarang atau mungkin hanya Jun lah satu-satunya putra kampung Duku yang berhasil kuliah sampai S3. Selain itu, profesinya sebagai dosen sebuah universitas negeri, membawa sebuah kebanggaan tersendiri, baik bagi keluarganya maupun masyarakat kampung Duku.Dia merupakan pemuda yang lumayan populer di semua kalangan, baik di

DMCA.com Protection Status