Share

Lamaran

last update Last Updated: 2021-07-31 20:46:58

Narendra Surya Atmaja, lelaki paruh baya berbaju batik itu, melangkah setelah sebelumnya menunggu sang istri agar mereka berjalan beriringan bersama. Sang putra, yang tak lain adalah Andreas Surya Atmaja, berjalan mengikuti keduanya di belakang. Sebuah gurat senyum ramah tersungging pada wajah sepasang suami istri tersebut, sembari tatap mata mereka menyapa Sanusi yang masih diam terpaku penuh tanya. Bahkan, botol yang terjatuh dari tangan putrinya pun tak membuat ayah Liana itu terkejut. 

"Assalamualaikum." Narendra berucap salam kepada Sanusi sambil kedua tangannya mengisyaratkan sebuah jabat tangan perkenalan.

"Waalaikum Salam." Sanusi menjawab sambil mengernyitkan dahi dan menerima uluran tangan Narendra seraya membungkukkan punggungnya khas ramah tamah orang Jawa, kemudian bertanya, "Cari siapa ya, Pak?"

"Rumah pak Sanusi, kan?" jawab Narendra sembari tersenyum.

"Iya, betul. Kalau boleh tahu, jenengan (anda) ini siapa?" tanya Sanusi lagi, sebab dia masih terheran-heran dan penasaran siapa gerangan orang yang datang ke rumahnya ini. Sanusi sama sekali tak merasa mengenal Narendra.

"Saya Narendra, Pak, ayahnya Andreas." Narendra menjawab seraya tangannya berisyarat menunjuk pada Andreas.

"Oh, iya. Eh.. Monggo-monggo, masuk dulu, Pak. Sebentar saya beresin ini, enggih." Sanusi mempersilahkan tamunya itu untuk masuk, sementara dia meminggirkan bambu-bambu dan perkakas yang berserakan. Sebersit tanya masih berputar-putar di kepalanya, sebab sang tamu hanya memperkenalkan dirinya sebagai ayah dari seseorang, dan seseorang itu juga sama sekali tak dia kenal. Lalu dia harus bertanya pada siapa lagi kalau hanya berputar-putar tak jelas begini? Karenanya, tanpa pikir panjang dia persilakan saja tamu itu masuk, nanti akan ditanyainya lagi saja.

"Nduk, persilahkan masuk dulu, bapak mau bilang dulu sama ibumu kalau ada tamu," ucap Sanusi kepada Liana yang mulai tersadar dari rasa terkejutnya itu.

Liana sebentar memandang Andreas dengan tatapan tak senang, kemudian berubah air muka ketika mempersilahkan Narendra dan istrinya masuk. Namun, sepertinya Andreas tak menghiraukan pandangan Liana. Dia terlalu sibuk untuk beramah tamah dengan Sanusi sejak tadi.

"Mari, Pak, Bu. Silahkan masuk." Liana mempersilahkan tamu-tamunya untuk masuk. Kemudian tak lama, setelah bambu-bambu dan perkakasnya beres, Sanusi juga ikut masuk ke dalam rumah melewati pintu samping.

Sementara Narendra sekeluarga sedang duduk di ruang tamu, Sanusi buru-buru menuju dapur untuk memberitahukan pada istrinya tentang tamu yang baru saja datang itu.

"Bu'e.. Bu'e," panggil Sanusi seketika sampai di pintu dapur. 

Suyatmi, yang sedang sibuk mengangkat lonjoran kerupuk panas yang baru matang dari dalam dandang itu, seketika menoleh melihat suaminya yang memanggil dengan nada terburu-buru. 

"Ada apa toh, Pak? Kok kayak dikejar setan? Sampe ngos-ngosan kayak gitu? Sana minum dulu, baru ngomong!" usir Suyatmi melihat Sanusi menghampirinya dengan nafas sedikit tersengal-sengal.

"Ada tamu di depan, kayak e wong sugeh (orang kaya), tapi aku kok endak kenal. Dia bilang bapaknya Andre siapa gitu, embuh aku (entahlah)."

"Kok bisa ada tamu endak kenal, toh? Apa bukan temannya si Liana itu?" tanya Suyatmi menegaskan pada Sanusi.

"Ya endak tahu juga, mungkin saja. Wis, ayok kita temui dulu! Kamu ganti baju dulu sana!, jangan pake itu! Nanti malah ngisin-ngisini bajumu itu wes mbulak (lusuh). Mereka itu kayak orang kota gelagatnya, kayak orang priyayi, wong mobilnya saja kayak punya artis yang di tivi-tivi itu."

Suyatmi segera membereskan lonjoran kerupuknya kemudian bergegas ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian. Sementara Sanusi, segera masuk ke kamar mandi yang berada di sudut dapur untuk mencuci tangan dan kakinya. 

Sebelum Suyatmi sampai ke dalam kamarnya, dia berpapasan dengan Liana yang berjalan sembari mendengus dan merengut.

"Nduk, buatkan air, yo! Kamu bikinin kopi buat tamu itu. Habis itu bikinin pisang goreng juga! Pisangnya ada di atas keranjang yang ibu gantung di sebelah rak piring itu. Tepungnya ada di dalam lemari, di rak nomor dua." Suyatmi memberi arahan pada putrinya itu. Rupanya dia tak terlalu menyadari ekspresi wajah putrinya sejak tadi, mungkin dia terlalu fokus pada bayangannya sendiri akan gambaran tamu yang datang ke rumah mereka. Sementar Liana hanya mengangguk saja mendengar perintah ibunya itu. Dia melangkah ke arah dapur kemudian  mengerjakan seperti apa yang Suyatmi perintahkan untuknya.

Gadis itu memang dididik dengan adat istiadat kesopanan khas budaya Jawa. Terlebih lagi, Sanusi dan Suyatmi selalu melimpahi kasih sayang kepada semua anak-anaknya. Meski dalam keadaan sangat susah, mereka akan selalu mendahulukan anak-anak mereka. Orang-orang kampung terkadang memang di luaran terlihat keras dan kasar, tapi jauh di lubuk hati mereka sangat menyayangi dan selalu mendahulukan kepentingan anak-anak di atas kepentingan pribadi mereka. Salah satunya terlihat dari usaha Sanusi untuk tetap menyekolahkan Liana hingga bangku kuliah, meskipun hanya kuliah di sebuah universitas terbuka saja, tapi dia selalu menyangati anaknya untuk bisa lulus dan diwisuda tanpa harus memikirkan tetekm bengek biaya kuliah, meskipun dirinya hanya seorang petani dengan lahan sempit yang hidupnya sehari-hari dari hasil menjual hasil pertanian dan peternakan kecil-kecilan saja.

Di dalam ruang tamu, Narendra sekeluarga menunggu sang tuan rumah sembari bercakap-cakap sendiri. Ayah Andreas adalah seorang pemilik toko grosir plastik dan perkakas rumah tangga di kota. Tokonya merupakan toko terbesar di kota Bayu, bahkan hampir semua toko perabotan rumah tangga di pasar desa Delima  adalah pelanggan di toko Narendra. Bahkan, Narendra juga memiliki sebuah pabrik produksi perabotan rumah tangga berbahan aluminium, seperti dandang, langseng serta panci dan sejenisnya.

Sedangkan Andreas adalah putra sulung mereka. Dia saat ini merupakan seorang CEO sebuah perusahaan rintisan yang bergerak di bidang pendidikan. Bahasa populernya saat ini adalah social entrepreneur. Yaitu sebuah usaha yang mana sebagian keuntungan dan produk usahanya diperuntukkan bagi kegiatan sosial masyarakat, seperti membantu orang yang membutuhkan bantuan. Kebetulan perusahaan Andreas konsentrasinya dalam dunia pendidikan. Jadi, kebanyakan yang dibantu Andreas adalah anak-anak yang terpaksa putus pendidikan, padahal mereka masih membutuhkannya.

Sanusi dan Suyatmi yang sudah berganti pakaian, segera keluar menemui tamu mereka. Terlihat Narendra dan Puspa, istrinya, duduk di kursi yang menghadap ke arah selatan, tepat di belakang jendela depan. Sedangkan Andreas duduk di kursi yang menghadap ke timur, tepat di samping Puspa. Sanusi dan Suyatmi duduk di kursi yang tepat berhadapan dengan Narendra dan Puspa.

"Kami datang kemari hendak melamar putri bapak, Liana," ucap Narendra membuka percakapan, "Keduanya inshaallah sudah saling cocok, karena sebelumnya sudah dikenalkan oleh Kinanti, putri pak Wahid, yang kebetulan teman kerja Andreas."

Sanusi mengangguk-angguk seraya tersenyum senang, tanpa sadar bahwa putrinya begitu terkejut karena secara tak sengaja, ketika Narendra berbicara barusan, Liana kebetulan keluar membawa kopi untuk tamunya itu. Untung saja dia tidak jantungan seperti tadi, dan tidak menjatuhkan kopi yang sedang dibawanya.

"Oh, teman Kinanti. Kalau begitu, insyaallah akan menjadi silaturahmi yang baik, apa lagi keduanya sudah saling kenal. Kami sebagai orang tua ya.. Setuju-setuju saja, yang penting keduanya sama-sama bahagia."

Liana makin terkejut mendengar jawaban Sanusi, apa lagi fakta yang dialaminya sama sekali tak sesuai dengan yang diucapkan oleh Narendra. Selama ini Liana berpikir bahwa dia sudah berulang kali menolak Andreas, bahkan sejak pertama kali Andreas berkirim pesan pun, Liana sudah menunjukkan sikap penolakan. 

'Bagaimana bisa si Virus itu bilang bahwa kami ini saling kenal?' batin Liana, 'Benar-benar licik.' Liana mendengus pelan, sembari sedikit melirik pada Andreas yang tersenyum manis ketika tanpa sengaja mata mereka saling bertatapan. 

Liana merasa muak melihat wajah Andreas, meskipun sebenarnya dia cukup tampan, dan mungkin lebih dari cukup tampan, hanya saja ekspektasi Liana terhadap suami yang akan menjadi imamnya bukanlah seperti Andreas. Karena hati gadis itu sudah dimiliki sepenuhnya oleh seorang Junaedi, pemuda kampung sebelah yang gigih dan mandiri itu. Apalagi Jun juga taat beragama, tak seperti Andreas yang menurut Liana sama sekali tak jelas itu.

Setelah menyuguhkan kopi, Liana segera beranjak untuk kembali ke dapur, karena dia sedang menggoreng pisang. Khawatirnya pisang goreng itu akan hangus jika dia berlama-lama di ruang tamu. Terlebih lagi melihat Andreas yang sedang duduk di ruang tamu, membuat Liana merasa ingin muntah saja. Namun, sayangnya dia tak bisa berbuat apa-apa, sebab tak mungkin juga dia akan berontak dan mengamuk di depan kedua orang tua Andreas, yang mana perbuatan itu akan mempermalukan orang tuanya. Bagaimanapun juga, Liana masih bisa berpikir jernih untuk tetap mengendalikan diri dan menjaga sopan santun.

"Ini semua gara-gara mbak Kinanti. Pokoknya nanti aku akan bikin perhitungan sama mbak Kinanti dan si Andreas itu lewat telpon." gumam Liana geram, setibanya di dapur sembari menggoreng pisang.

Related chapters

  • Menikah Karena Salah Paham   Berjabat Tangan

    Sudah dua jam berlalu, tapi keluarga Nadendra belum juga pamit untuk pulang, bahkan sepertinya mereka begitu kerasan berada di rumah Sanusi, sang calon besan. Terdengar suara tawa bersahutan dari kedua pasang suami istri paruh baya itu. Sementara Liana makin gusar saja di ruang tengah sembari menguping pembicaraan mereka yang bahkan kini tak membahas tentang dirinya sama sekali."Bisa-bisanya bapak akrab sama pak Narendra. Gak nyadar apa anak gadis kesayangannya ini lagi bosen dan sebel banget?" gumam Liana sembari tanpa sadar dirinya merobek-robek kertas koran yang tergeletak begitu saja di ruang tengah.Sementara di luar, ada tiga orang remaja tanggung belasan tahun yang menatap kagum terhadap sebuah mobil yang tengah terparkir di pinggir jalan di depan rumah Sanusi itu. Salah satunya adalah Dimas, adik Liana.

    Last Updated : 2021-08-01
  • Menikah Karena Salah Paham   Gagal Bertemu

    Sanusi dan Suyatmi melangkah masuk rumah seketika mobil Narendra menghilang di pertigaan yang terletak di sebelah timur rumah mereka. Sementara Liana sudah lebih dulu masuk sejak Narendra membalikkan tubuhnya melangkah ke arah mobil mereka.Kini Liana sedang duduk dengan kaki menjuntai di bibir ranjang. Berulang kali dia menghela nafas dalam-dalam menahan amarah. Teringat kembali kejadian dua pekan lalu, saat dia membalas pesan Andreas dengan cukup kasar, menurutnya. Tapi, Andreas malah datang melamarnya hari ini.Sejurus kemudian Liana mencari ponsel yang sejak pagi dibiarkan tergeletak saja di atas ranjang, sebab dia sibuk menguping pembicaraan kedua orang tuanya dengan keluarga Narendra. Diusapnya layar ponsel, kemudian terlihat ada notifikasi chat dari sebuah aplikasi hijau. Dia membuka aplikasi itu, yang ternyata sebuah chat dari Jun, pujaan hatinya.Belum sempat Liana membuka chat itu, tiba-tiba terdengar pintu kamar yang diketuk dari lua

    Last Updated : 2021-08-01
  • Menikah Karena Salah Paham   Sebuah Pesan

    Mentari pagi mengintip malu dari persembunyiannya, menimbulkan semburat jingga indah arunika dari ufuk timur. Kokok ayam pun mulai bersahutan, membangunkan penduduk kampung Delima agar segera beraktifitas di Senin pagi yang cerah ini. Namun, cerahnya hari, tak seperti hati Liana yang sedang diliputi kabut kekecewaan akibat kejadian kemarin dan kenyataan bahwa hari ini dia tak akan bisa bertemu dengan Jun.Liana berdiri dengan raut wajah datar tanpa ekspresi di depan teras rumahnya, menunggu Sanusi mengeluarkan motor dari dalam rumah. Sebuah motor bebek empat tak kesayangannya, yang telah membantu berbagai pekerjaan maupun keperluan lainnya. Sementara Dimas, dia telah berangkat terlebih dahulu, kira-kira dua puluh menit yang lalu mengendarai sepeda BMXnya. Seperti biasa, siswa SMP kelas dua itu berangkat sekolah bersama teman-temannya."Ayo, Nduk, kita berangk

    Last Updated : 2021-08-02
  • Menikah Karena Salah Paham   Kekhawatiran

    Sebuah ruangan berukuran sembilan meter persegi, di mana di dalamnya terdapat sebuah whiteboard bertuliskan data kegiatan bulanan kampung Delima, seorang lelaki berperawakan langsing sedang duduk berkutat dengan tumpukan kertas yang tercecer di atas meja yang tepat berada di hadapannya. Dia adalah Ahmad Junaedi. Seorang pemuda kampung yang begitu aktif dalam berbagai kegiatan pemuda di beberapa desa sekecamatan Duku, dan salah satunya adalah kampung Delima. Dia adalah pembimbing berbagai kegiatan kepemudaan di kampung itu. Terlihat sesekali Jun, panggilan akrabnya, membenahi posisi peci putihnya yang beberapa kali terlihat miring, sambil terus berkutat dengan berbagai laporan dan catatan kegiatan karang taruna para pemuda di kampung itu, hingga kemudian konsentrasinya terpecah oleh sebuah notifikasi pesan chat dari ponsel yang tergeletak begitu saja di sebelah tumpukan kertas yang sedang diperiksanya. Diperiksanya

    Last Updated : 2021-08-03
  • Menikah Karena Salah Paham   Cemas

    Junaedi merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Lelaki kelahiran kampung Duku itu merupakan seorang dosen di sebuah universitas negeri di kota Baya. Dia mengajar seminggu tiga kali, selain itu dia juga mengajar di beberapa universitas swasta di kota Bayu, sehingga dia lebih sering pulang ke kampung Duku dan juga aktif di berbagai kegiatan kepemudaan.Jun merupakan salah satu anak kampung yang terbilang sukses. Meski hanya anak seorang petani, tapi Jun bisa menempuh pendidikan hingga jenjang Strata Tiga, hal yang jarang atau mungkin hanya Jun lah satu-satunya putra kampung Duku yang berhasil kuliah sampai S3. Selain itu, profesinya sebagai dosen sebuah universitas negeri, membawa sebuah kebanggaan tersendiri, baik bagi keluarganya maupun masyarakat kampung Duku.Dia merupakan pemuda yang lumayan populer di semua kalangan, baik di

    Last Updated : 2021-08-03
  • Menikah Karena Salah Paham   Semangat

    Liana merapikan buku dan beberapa kertas berisi tugas anak-anak didiknya yang sempat berserakan di atas meja guru. Seorang anak mendekatinya seraya menyerahkan selembar kertas berisi tugas yang tadi sempat diberikan Liana pada anak muridnya di kelas A. "Ini, Bu," ucap anak itu seraya tersenyum. Liana menerima kertas itu sembari sedikit berjongkok dan membalas senyum anak muridnya. "Makasih, Sayang," ucap Liana. Kemudian tak lama dia kembali lagi dengan wajah datarnya sembari terus membereskan meja dan memasukkan berbagai alat tulis ke dalam tas kerjanya, sedangkan anak tadi telah berbalik dan kembali ke tempat duduknya. Kemudian terdengar suara pintu kelas diketuk. Liana segera menoleh ke arah sumber suara tadi. Terlihat Rohimah sedang berdiri di depan pintu memandang Liana sembari tersenyum. Seketika melihat Liana menoleh, Rohimah berkata, "Tak tunggu di bangku depan, ya?" Sembari berisyarat dengan tangannya, Rohimah memberitahukan pada L

    Last Updated : 2021-08-08
  • Menikah Karena Salah Paham   Sebuah Ragu Yang Menganggu

    Liana duduk dengan posisi miring tepat di belakang Sanusi. Motor bebek itu melaju begitu cepat menjelajahi tiap ruas jalan provinsi yang kini mereka lewati. Sekelebat kenangan akan kebaikan dan kasih sayang ayahnya, kembali memenuhi tiap ruang kepala Liana. Bagaimana sang ayah yang hanya petani kampung dengan lahan seadanya itu, bisa membuatnya seperti saat ini. Meski hanya menempuh pendidikan di sebuah universitas terbuka, tapi bukan hal mudah bagi Sanusi untuk memenuhi keinginan putrinya itu. Bahkan, belajar di universitas terbuka sebenarnya pernah ditentang oleh Sanusi, dan dia lebih menyarankan sang putri kesayangannya itu untuk meneruskan pendidikan di universitas negeri di luar kota. Namun, karena berbagai pertimbangan, Liana menolak saran ayahnya itu. Bahkan, Liana begitu ingat, bagaimana sang ayah begitu melarangnya untuk ikut turun ke sawah seperti yang banyak dilakukan gadis-gadis lain di kampungnya. Bahkan hanya Liana saja lah satu-satunya

    Last Updated : 2021-08-09
  • Menikah Karena Salah Paham   Antara Ragu dan Asa

    "Mbak, permisi," sapa Sanusi pada seorang pramuniaga yang kebetulan berdiri di bagian baju muslimah. "Iya, ada yang bisa saya bantu, Bapak?" jawab pramuniaga itu begitu sopan. Departemen store ini, selain terkenal dengan harga murah dan kelengkapan produknya, juga terkenal dengan pelayanannya. "Mau cari baju buat lamarane anak saya ini, Mbak." Sanusi berkata seraya berisyarat dengan tangannya yang meraih pundak Liana. Dengan raut wajah gembira dan bangga, Sanusi melanjutkan perkataannya, "Carikan yang mantesi (pantas) dan Mriyayeni (anggun) ya, Mbak! Calonnya itu wong priyayi (orang kelas atas). Saya endak masalah sama hargae, sing penting bagus buat anak saya ini. Saya endak nyangka, Mbak, apa yang saya dan ibune angan-angankan sejak dia lahir

    Last Updated : 2021-08-12

Latest chapter

  • Menikah Karena Salah Paham   Dia Yang Berbeda

    "Dre, makan siang bareng kami, yuk!" ajak Kinanti pada Andreas seraya meletakkan setumpuk map berisi berkas laporan administrasi perusahaan di atas meja kerja Andreas.Andreas yang sedari tadi menunduk karena sedang memeriksa beberapa laporan lain yang datang sebelum ini, mendongakkan kepala memandang Kinanti kemudian menjawab, "Oke, aku kelarin ini dulu. Tunggu lima menit, entar aku keluar.""Oke, kita tunggu di parkiran saja, ya? Pakai mobil mas Agung saja! Biar simpel," Andreas mengangguk mengiyakan. Kinanti beranjak meninggalkan ruangan Andreas menuju ruangan AgungTak berapa lama berselang, Andreas keluar dari ruangannya kemudian melongok ke dalam ruangan Agung, di mana Kinanti juga sedang berada di sana."Ayo,

  • Menikah Karena Salah Paham   Tiba-Tiba Berubah

    "Liatin apa kamu Ndre?" tanya Kinanti pada Andreas sembari membawa nampan berisi beberapa gelas sirup dingin dan sepiring bolu coklat."Cuma liatin foto kamu, soalnya aku sepertinya ada kenal satu." Andreas tetap bergeming sembari memandang foto lawas yang menempel pada dinding ruang tamu rumah Kinanti."Itu fotoku pas masih kecil, pas di kampung, rumah asli bapak. Gak mungkin lah kamu ada kenal, mereka semua saudara-saudaraku.""Kayaknya cuma perasaan aku aja deh." Andreas berbalik kemudian melangkah menuju sofa di mana Kinanti dan Agung, tunangan Kinanti, sedang duduk."Minum dulu, Ndre!" pinta Agung."Kuy lah, kita bahas kerjaan aja! Move on

  • Menikah Karena Salah Paham   Like Father Like Son

    "Mas Andreas, ditimbali (dipanggil) ayah sama bunda, ditunggu di bawah gak pake lama yo!" Terdengar suara ketukan pintu di kamar Andreas dibarengi dengan teriakan nyaring Yessy, adik bungsu Andreas."Iya," jawab Andreas dari dalam kamar tanpa membuka pintu. Andreas bergegas bangkit dari duduknya sembari merapikan sajadah yang barusan dipakai untuk melaksanakan sholat isya.Andreas baru saja pulang dari kantor, dan memang akhir-akhir ini dia biasa pulang setelah petang. Pasalnya perusahaan yang dirintisnya sedang mengalami perkembangan yang cukup baik. Mereka saat ini sedang banyak menerima berbagai tawaran pembukaan cabang usaha baru maupun penawaran investasi dari berbagai investor, dan itu menjadi penyebab pekerjaan makin banyak yang harus diselesaikan.Andreas bergegas ke

  • Menikah Karena Salah Paham   Keberuntungan atau Kesalahan

    "Liana, aku enggak pernah nyangka, kamu bisa dapet anak kota, mana tajir pula," ucap Yatik, terapis kecantikan keliling, seraya membalurkan lulur ke tubuh Liana. "Kamu kok bisa bejo banget gitu, sih?" Liana hanya tersenyum sebentar, kemudian berkata, "Kenapa, Mbak? Menurutku sih biasa aja, gak terlalu istimewa." "Kamu ini, gak ilok ngeremehke rejekine gusti Alloh. Hal seperti itu haruse kamu syukuri. Apa lagi, tadi Dimas ngomong kalau calonmu itu yo ngganteng. Sempurna banget hidup kamu, Li." Atik bersemangat sekali membahas keberuntungan Liana. Sementara sang empunya nikmat, malah merasa mendapat siksaan. "Ya… entahlah, Mbak. Wong aku yo aslinya gak kenal sama dia." "Lha, kok iso? Mana bisa endak kena

  • Menikah Karena Salah Paham   Persiapan Pertunangan

    Liana begitu sibuk dengan tugas kuliahnya ketika tiba-tiba ponselnya berdering sebab sebuah panggilan telepon dari aplikasi hijau mendarat pada ponselnya. Terpampang jelas sebuah tulisan "Virus" pada layar ponsel itu. Liana yang sejak tadi memang sedang dalam suasana hati yang tidak baik-baik saja, serta badan yang lumayan kecapekan, malah makin kesal dengan hadirnya notifikasi panggilan dari Andreas. Memang, sejak awal masuknya chat pertama dari Andreas, Liana langsung saja tak menyukai segala tentang lelaki itu. Sebenarnya tak ada alasan jelas asal mula ketidaksukaan Liana pada lelaki pengusaha itu, kecuali hanya karena dia tak mau ada lelaki lain yang mengganggunya, sebab dia hanya menginginkan Jun seorang. Liana mendengus beberapa kali dan menggerutu tak jelas sebelum menjawab panggilan dari Andreas. "Ya Assalamualaikum," ucap Liana seketika menerima panggilan dari calon tunangannya itu. "Waalaikum Salam, Liana apa kabar?" ucap A

  • Menikah Karena Salah Paham   Antara Ragu dan Asa

    "Mbak, permisi," sapa Sanusi pada seorang pramuniaga yang kebetulan berdiri di bagian baju muslimah. "Iya, ada yang bisa saya bantu, Bapak?" jawab pramuniaga itu begitu sopan. Departemen store ini, selain terkenal dengan harga murah dan kelengkapan produknya, juga terkenal dengan pelayanannya. "Mau cari baju buat lamarane anak saya ini, Mbak." Sanusi berkata seraya berisyarat dengan tangannya yang meraih pundak Liana. Dengan raut wajah gembira dan bangga, Sanusi melanjutkan perkataannya, "Carikan yang mantesi (pantas) dan Mriyayeni (anggun) ya, Mbak! Calonnya itu wong priyayi (orang kelas atas). Saya endak masalah sama hargae, sing penting bagus buat anak saya ini. Saya endak nyangka, Mbak, apa yang saya dan ibune angan-angankan sejak dia lahir

  • Menikah Karena Salah Paham   Sebuah Ragu Yang Menganggu

    Liana duduk dengan posisi miring tepat di belakang Sanusi. Motor bebek itu melaju begitu cepat menjelajahi tiap ruas jalan provinsi yang kini mereka lewati. Sekelebat kenangan akan kebaikan dan kasih sayang ayahnya, kembali memenuhi tiap ruang kepala Liana. Bagaimana sang ayah yang hanya petani kampung dengan lahan seadanya itu, bisa membuatnya seperti saat ini. Meski hanya menempuh pendidikan di sebuah universitas terbuka, tapi bukan hal mudah bagi Sanusi untuk memenuhi keinginan putrinya itu. Bahkan, belajar di universitas terbuka sebenarnya pernah ditentang oleh Sanusi, dan dia lebih menyarankan sang putri kesayangannya itu untuk meneruskan pendidikan di universitas negeri di luar kota. Namun, karena berbagai pertimbangan, Liana menolak saran ayahnya itu. Bahkan, Liana begitu ingat, bagaimana sang ayah begitu melarangnya untuk ikut turun ke sawah seperti yang banyak dilakukan gadis-gadis lain di kampungnya. Bahkan hanya Liana saja lah satu-satunya

  • Menikah Karena Salah Paham   Semangat

    Liana merapikan buku dan beberapa kertas berisi tugas anak-anak didiknya yang sempat berserakan di atas meja guru. Seorang anak mendekatinya seraya menyerahkan selembar kertas berisi tugas yang tadi sempat diberikan Liana pada anak muridnya di kelas A. "Ini, Bu," ucap anak itu seraya tersenyum. Liana menerima kertas itu sembari sedikit berjongkok dan membalas senyum anak muridnya. "Makasih, Sayang," ucap Liana. Kemudian tak lama dia kembali lagi dengan wajah datarnya sembari terus membereskan meja dan memasukkan berbagai alat tulis ke dalam tas kerjanya, sedangkan anak tadi telah berbalik dan kembali ke tempat duduknya. Kemudian terdengar suara pintu kelas diketuk. Liana segera menoleh ke arah sumber suara tadi. Terlihat Rohimah sedang berdiri di depan pintu memandang Liana sembari tersenyum. Seketika melihat Liana menoleh, Rohimah berkata, "Tak tunggu di bangku depan, ya?" Sembari berisyarat dengan tangannya, Rohimah memberitahukan pada L

  • Menikah Karena Salah Paham   Cemas

    Junaedi merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Lelaki kelahiran kampung Duku itu merupakan seorang dosen di sebuah universitas negeri di kota Baya. Dia mengajar seminggu tiga kali, selain itu dia juga mengajar di beberapa universitas swasta di kota Bayu, sehingga dia lebih sering pulang ke kampung Duku dan juga aktif di berbagai kegiatan kepemudaan.Jun merupakan salah satu anak kampung yang terbilang sukses. Meski hanya anak seorang petani, tapi Jun bisa menempuh pendidikan hingga jenjang Strata Tiga, hal yang jarang atau mungkin hanya Jun lah satu-satunya putra kampung Duku yang berhasil kuliah sampai S3. Selain itu, profesinya sebagai dosen sebuah universitas negeri, membawa sebuah kebanggaan tersendiri, baik bagi keluarganya maupun masyarakat kampung Duku.Dia merupakan pemuda yang lumayan populer di semua kalangan, baik di

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status