Dinara saat ini berada di kamar tidur utama, kamar tempat ia dan Bagas seharusnya berada. beberapa menit yang lalu ia telah menidurkan Naya di ruang tamu lantai bawah setelah seluruh penghuni rumah dibuat heboh dengan kedatangan nyonya rumah yang telah mereka tunggu kedatangannya sejak lama. 3 jam yang lalu"Kenapa mama Rara jadi nyonya rumah disini? Dia hanya mamaku tidak boleh diambil siapapun... Hanya milik Naya". Naya memberi penekanan disetiap ucapannya, bukannya terlihat kuat malah memberikan kesan rapuh akan ketakutan. Memang Naya setakut itu kehilangan lagi kedua orang tuanya.Dinara mendekat dan meraih kepala gadis itu, menenangkannya. Bagas sedikit menaikkan ujung bibirnya. " Naya tidak akan kehilangan mama, malah akan mendapat banyak hal disini. Seorang papa, dan 2 orang kakak yang sangat lucu dan tampan". Kedua bola mata bulat itu semakin melebar, bersinar penasaran. " Benarkah? " Ia mencari kebenaran di kedua bola mata indah Dinara. Yang di tanya hanya mengangguk."
Dinara menoleh perlahan ke sumber suara yang makin mendekati belakang tubuhnya. Ia merinding, ini di tempat pribadi tepat di dalam kamar mereka, Dinara sudah tidak bisa lagi menghindar. Ia tetap berusaha tenang. Wajah Bagas semakin mendekat, ketua tangan kekarnya menyentuh lengan Dinara. Kini keduanya saling berhadapan. "Mas Bagas" Senyuman lembut tercetak indah di wajah Dinara. " Duduklah di sini" Bagas menuntun istrinya untuk duduk diatas kasur big size mereka". Dinara menurut. " Kamu tahu, sejak kembali dari Bali kemaren aku sudah tidak sabar untuk bicara berdua namun kamu selalu menghindar"" Maaf mas, aku gak bermaksud begitu" Dinara berusaha memberi penjelasan. " Kamu bilang kita akan memulai dari awal bersama sama, namun sejak kembali ke kantor, kamu selalu menghindar lagi. Apa masalah yang membuatmu cemas? Apakah aku tidak berhak membantu meringankannya? " " Gunakan aku Ra, aku ini suamimu, ceritalah... " Bagas semakin mengeratkan pegangannya membuat Dinara sedikit merin
"Kenapa Ra? Kenapa berhenti? Apa isi surat dari Maya? "Bagas semakin penasaran karena Dinara berhenti bercerita. Ia menarik tubuh Dinara semakin mendekat, " Sini peluk, tadi aku kalah sama Raja.. Sekarang boleh kan aku memelukmu? " Dinara menurut ia mengangguk dan mendekat keduanya menempel. Ia mencari posisi yang nyaman mengatur napas lagi dan bersiap untuk melanjutkan ceritaMenarik napas perlahan ia berusaha mengingat kembali isi surat yang ditulis Maya untuknya waktu itu. Sedikit banyak isinya mempengaruhi keputusannya untuk pergi. Flash Back lagiSurat dengan motif bunga itu membuat hari Dinara berdesir. Tulisannya singkat namun telak membuat Dinara goyah. " Aku menyerah, Bagas memang bukan untukku tapi juga bukan milikmu. Aku tahu kalian masih belum benar benar bersatu, lihat saja siapa yang akan ia sebut ketika kalian bercinta nanti"Dinara meremas selembar kertas itu, mbok Sum yang melihat gelagat aneh dan perubahan raut wajah nyonyanya setelah ia membaca surat Maya menja
Dering ponsel nya berbunyi, Dinara yang tertidur disamping Ratu menggeliat, ia mencari keberadaan ponselnya dan berusaha untuk mematikannya agar Ratu tidak terbangun. Tangan nya menggapai ponsel yang berada di atas nakas. " Siapa?" BatinnyaDokter Bayu calling.... " Ah dokter, sebentar" Ia bergumam sendiri. Dinara duduk diatas dipan. Ia menjawab panggilan dari dokter. " Iya dok, selamat siang"" Dinara, maaf menggangu. Apakah kamu bisa datang sore nanti ke Rumah Sakit, ada hal penting yang harus kamu ketahui dan harus hari ini, soalnya besok saya akan dinas ke luar kota"." Bentar dok, nanti sore ya? sepertinya saya bisa. Jam berapa saya harus sampai di Rumah sakit dok?". " jam 6 sampai 8 malam yaa saya tunggu" Jawab dokter Bayu.Setelah meletakkan ponselnya di nakas Dilinara perlahan turun dari kasur ia melangkah perlahan dan sangat hati hati takut membangunkan Ratu yang tertidur pulas. Tidak lupa ia meletakkan beberapa bantal dan guling di sisi kanan kiri atas bawah mengelilingi
" Trus apa yang terjadi setelah kamu tahu aku tertidur disini? ayoo Raa lanjutin" Bagas merengek tidak sabar. Dinara menguap. ia sangat mengantuk. hari ini begitu melelahkan baginya. " Besok saja ya mas, aku ngantuk banget. besok harus bangun pagi dan gak boleh telat kerja. Bos aku lumayan galak loo. nanti kalo aku di pecat bisa gawat mas" Dinara dengan cueknya mulai menata bantal di belakang punggungnya. ia menepuk nepuk agar bantal lebih empuk dan nyaman di kepalanya. Bagas cengo. " Apa Ra? kamu bilang aku galak? " Ia tidak terima" Bos ku yang galak mas, aku kan gak bilang kamu.. ayoo kita tidur".Bagas masih tidak terima, cerita yang ia dengar tadi masih berbelit belit dan hampir sampai di puncak cerita malah berhenti di tengah jalan. Jelas ia protes" Baiklah kalau kamu tidak menurut berarti harus terima hukuman malam ini" Ia menaik turunkan alis sambil menatap dua buah gundukan yang ada didepannya. Reflek Dinara menutup dadanya dengan kedua telapak tangan. " Ih mesum" teri
Semilir angin yang berhembus lembut memporak porandakan anak rambut miliknya, Ia melihat sekeliling hamparan luas ladang bunga terlihat begitu indah. Ia heran kenapa bisa berada disini, ia terus mencari keberadaan seseorang. Sepertinya ia sangat merindukan sosok ituSebentar lagi matahari akan berada tepat diatas kepalanya namun cuacanya sangat sejuk tidak berasa panas sama sekali. Lelaki itu sampai heran ia berulang kali mecoba membuat sadar dirinya sendiri dengan mencubit kecil pipinya." Dimana aku sekarang, tempat apakah ini? " Kedua bola mata itu terus memindai pemandangan di depannya, ia tak menemukan siapapun, kemudian ia mencoba berjalan, perlahan melangkah sampai sedikit berlari kecil. " Haloo dimana ini? Ada orang kah?" Ia spontan berteriak siapa tau ada yang mendengar dan menghampirinya.Hingga beberapa saat kemudian pudak kirinya terasa disentuh. Ia menoleh dan seketika tersenyum." Diana sayang, ternyata kamu" Ia membalik tubuhnya dan segera memeluk sosok itu lama.Diana
Ratu masih menangis dalam pelukan Dinara sangat lama. Ia melampiaskan segala emosi yang selama ini ia pendam. Rasa sesak di dalam dadanya perlahan mulai berkurang. Dinara membiarkan Ratu mengeluarkan seluruh emosinya. Ia terus mengusap lembut rambut dan punggung belakang Ratu."Maa... " ratu berusaha bicara. " iya sayang, ada apa? Cerita sama mama yaa... Biar adek lebih lega"" Ma... Ratu sudah tidak tahan.... " Ia berusaha mengungkapkan unek uneknya. " Di sekolah teman teman ratu yang punya mama papa lengkap mereka sering cerita kalau tiap malam tidur di kelonin sama orang tuanya, jelas Ratu iri, karena selama ini hanya papa yang bisa ngelonin Ratu. Hikss.... Ratu juga pingin dikelonin sama Mama.... Ratu sudah tidak tahan ma..."Dinara yang mendengar penjelasan Ratu langsung terhenyak. Dadanya seakan dihantam batu besar. Sakit, tapi tidak berdarah. Ia berusaha tenang, menarik napas pelan untuk menenangkan dirinya. " Maaf ya dek, gara gara mama pergi kalian jadi tidak bisa merasa
Tangan berperawakan kecil, jari yang lentik dengan luwes memasukkan tepung ke dalam adonan butter yang sudah di mixer lembut, sedikit demi sedikit ia mengaduk dengan spatula agar adonan tercampur rata dan tidak ambles. Kemudian giliran adonan putih telur yang sudah dikocok sampai mengembang dan putih lembut yang dimasukkan dan dicampur dengan adonan utama. Dengan telaten ia membuat hiasan bentuk yang acak namun berkesan seperti pola marmer, kali ini ia membuat marmer cake untuk hidangan penutup. Permintaan spesial dari pemilik perusahaan ini. Dinara sempat terkejut menerima daftar menu pagi ini yang dikirim lewat email di laptopnya. Namun kemudian ia tersenyum, sekarang hampir semua menu sudah ia pelajari baik di tempat ia kuliah maupun di rumah, ia sering mempraktekkan berbagai resep dan menu menu baru. Anugrah daei kakaknya berupa penglihatan ia manfaatkan dengan sangat baik. Ia berubah menjadi pribadi yang lebih kuat.Masakan hasil ia berkreasi selalu ia bagikan kepada bibi pemili