Ratu masih menangis dalam pelukan Dinara sangat lama. Ia melampiaskan segala emosi yang selama ini ia pendam. Rasa sesak di dalam dadanya perlahan mulai berkurang. Dinara membiarkan Ratu mengeluarkan seluruh emosinya. Ia terus mengusap lembut rambut dan punggung belakang Ratu."Maa... " ratu berusaha bicara. " iya sayang, ada apa? Cerita sama mama yaa... Biar adek lebih lega"" Ma... Ratu sudah tidak tahan.... " Ia berusaha mengungkapkan unek uneknya. " Di sekolah teman teman ratu yang punya mama papa lengkap mereka sering cerita kalau tiap malam tidur di kelonin sama orang tuanya, jelas Ratu iri, karena selama ini hanya papa yang bisa ngelonin Ratu. Hikss.... Ratu juga pingin dikelonin sama Mama.... Ratu sudah tidak tahan ma..."Dinara yang mendengar penjelasan Ratu langsung terhenyak. Dadanya seakan dihantam batu besar. Sakit, tapi tidak berdarah. Ia berusaha tenang, menarik napas pelan untuk menenangkan dirinya. " Maaf ya dek, gara gara mama pergi kalian jadi tidak bisa merasa
Tangan berperawakan kecil, jari yang lentik dengan luwes memasukkan tepung ke dalam adonan butter yang sudah di mixer lembut, sedikit demi sedikit ia mengaduk dengan spatula agar adonan tercampur rata dan tidak ambles. Kemudian giliran adonan putih telur yang sudah dikocok sampai mengembang dan putih lembut yang dimasukkan dan dicampur dengan adonan utama. Dengan telaten ia membuat hiasan bentuk yang acak namun berkesan seperti pola marmer, kali ini ia membuat marmer cake untuk hidangan penutup. Permintaan spesial dari pemilik perusahaan ini. Dinara sempat terkejut menerima daftar menu pagi ini yang dikirim lewat email di laptopnya. Namun kemudian ia tersenyum, sekarang hampir semua menu sudah ia pelajari baik di tempat ia kuliah maupun di rumah, ia sering mempraktekkan berbagai resep dan menu menu baru. Anugrah daei kakaknya berupa penglihatan ia manfaatkan dengan sangat baik. Ia berubah menjadi pribadi yang lebih kuat.Masakan hasil ia berkreasi selalu ia bagikan kepada bibi pemili
Di ruangan personalia tampak beberapa pegawai yang sibuk dengan pekerjaannya. Mayang, pegawai senior di bagian personalia tampak mengutak atik HP miliknya. Ia tersenyum sinis. " Bakal ada berita besar dan meledak" Ia bergumam. Tak lama beberapa pegawai lainnya mulai melihat gawainya masing masing. Mereka tampak terkejut, ada yang senang, ada yang menunjukkan raut benci dan ke tidak suka an.Ting, suara pintu lift di lantai bagian personalia terbuka, Dinara yang tidak mengetahui apa apa tampak santai melangkah menghampiri kepala bagian personalia.Semua mata tertuju padanya." Permisi, selamat siang? Bisa saya bertemu bagian personalia? Ada yang ingin saya sampaikan" Ia berbicara dengan satu orang di depannya. Ia mengira mungkin ia kepala bagian personalia atau bawahannya. Ia hanya ingin mengajukan ijin cuti sehari dimana ia sudah berjanji akan menemani Raja dan Ratu bersama dengan Bagas untuk kegiatan bersama keluarga di sekolahan mereka. Pegawai itu menanggapi dengan sedikit cuek.
Braak. Suara pintu mobil ditutup, Dinara turun dari mobil pink yang ia kendarai sendiri. Hari ini genap seminggu Bagas berangkat dinas dan sampai saat ini pun masih belum ada kejelasan kabar. Bahkan Doni pun tidak mengetahui keberadaan Bosnya tersebut. Mereka kehilangan kontak. Bunda sampai harus pulang ke Indonesia dan menetap sementara di rumah guna mengawasi cucu dan juga ikut membantu mengurus kerajaan bisnis yang dipegang Bagas di Indonesia. Dinara ingat kala itu ia pulang dengan wajah yang cemas namun ia paksa bahagia di depan anak anak. Dengan memasang air muka yang ceria ia memasuki halaman rumahnya. Berharap anak anak tidak melihat kecemasan yang sampai kini masih menyelimuti hatinya'Assalamualaikum saya pulang". Dengan semangat ia masuk dan memberi salam. Namun tak ada yang menyahut. Dinara melihat Ratu, Raja dan Naya di ruang keluarga dia masih diam membatu memperhatikan ketiganya dengan perasaan yang campur aduk. " Kak, besok pokoknya yang sama mama cuma Ratu, kalo kaka
Setitik cahaya menyergap masuk kornea matanya. Perlahan kelopak mata terbuka, terasa berat. Sepertinya sudah lama mata itu tertutup, ia berusaha mengerjap perlahan, sungguh berat namun ia berusahaTulang belulang di tubuhnya terasa kaku, sangat berat dan tubuhnya nyeri, ia menyeringai karena merasakan perih di bagian paha dan kakinya.Kruucuuk... Suara perutnya berbunyi. Ia merasa lapar. Ia tak ingat sudah berapa lama ia belum makan. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi pada tubuhnya sehingga terasa remuk redam. Semakin berusaha mengingat kepalanya semakin pusing. Ia menyerah. Matanya memperhatikan ruangan yang kini ia tempati. Suasananya terasa hangat, ia berada di sebuah kamar, bukan rumah sakit. Sepertinya rumah hunian biasa, rumah warga sekitar.Tangan kirinya terasa nyeri ternyata ada selang infus yang menancap di punggung telapak tangannya.Plak... Plak.. Plak.. Terdengar suara sepatu mendekat, seseorang memasuki kamar yang ia tempati. "Selamat siang tuan, anda sudah siuman?
Satu minggu yang lalu" Baik Tuan Frans, Tuan Philip, Tuan Hedy terima kasih atas jamuan makan malamnya, saya sangat tersanjung. Semoga ke depan kerja sama kita berjalan dengan lancar". " Tuan Bagas Terima kasih anda sudah jauh jauh datang dari Indonesia, semoga jamuan kami tidak mengecewakan anda"" ngomong ngomong kenapa anda tidak sekalian menginap di Hotel kami? Apakah fasilitas yang kami sediakan kurang baik? "" Bukan begitu Tuan Philip, semua akomodasi sudah diurus dari perusahaan dan kebetulan ini lumayan mendadak, tau gini saya akan memilih disini, namun agar tidak mengecewakan hasil kerja keras pegawai kami, kami menuruti saja. Mohon maaf lo, lain kali saya akan kesini lagi bersama keluarga kecil saya dan akan memperkenalkan istri saya Tuan." Ha ha ah santai saja Tuan Bagas, saya akan menyambut kalian dengan sangat meriah" " Terimakasih, permisi semuanya" Bagus bersama sekretaris dan kedua pengawal meninggalkan Hotel tempat pertemuan diadakan.ke empat orang itu berjalan
Tap tap tap... Langkah kecil manusia paling menggemaskan si dalam rumah itu terdengar perlahan. Ia membuka pintu sebuah kamar yang sengaja tidak dikunci pemiliknya. Mengendap endap melanjutkan langkah mungilnya menghampiri seseorang di dalam ruangan tersebut. Lengan kanannya mengayun hendak menepuk pundak kecil di depannya namun suara dingin mengejutkannya. " Sudah kaka bilang kalau masuk kamar kakak ketuk pintu dulu dek, jangan seenaknya dong" Raja yang duduk di kurai meja belajarnya berucap dengan dingin tanpa memalingkan wajahnya. " Heeh" Ia melengos kesal. Lalau melanjutkan aksinya menepuk pundak kakaknya. Plaaak... Suara tepukannya lumayan keras terdengar diruangan yang lumayan hening itu. " Apaan sih dek, sakit tau" raja mengusap usap kasar punggungnya yang kena tabok Ratu. " Biarin, kaka gak tau kalau Ratu kesal haa" Si cewek mungil itu tiba tiba memposisikan diri tiduran di atas kasur milik Raja. " awas iih.. Nanti bau dek. Kamu terlalu girly gak suka aku. Jangan tidura
Ting.. Sebuah notifikasi pesan masuk terdengar dari HPnya. Dinara mengambilnya dari saku rok yang ia kenakan saat ini. Sedang berada di kantin perusahaan, semua tugasnya baru saja ia selesaikan. Ia melihat beberapa koki dan asisten sudah mulai membereskan makanan yang tersisa. Kali ini tidak banyak tersisa. Mereka senang kerja keras dari pagi terbayar dengan baik." Bagas akan pulang" Pesan yang singkat namun bisa membuat hati Dinara bergemuruh hebat.. Dadanya terasa panas. Merambat ke kedua bola mata indah warisan dari Diana yang kini melekat bersatu dengan tubuhnya. Setitik air mata menggumpal jatuh melewati pipinya.Tak bisa berkata kata ia segera berlari menuju toilet untuk menenangkan diri. Dan sembunyi dari rekan kerjanya. " Hah hah hah, Tenang Ra tarik nafas dan hembuskan perlahan" Ia bergumam sendiri di depan kaca wastafel. Menoleh kanan kiri memastikan bahwa ia hanya sendiri tak ada orang lain di dalam toilet yang bisa mendengar ia menangis. " Benar kan, Bagas pasti baik b