Dinara melamun di depan meja kerjanya. Tangan kanannya masih memegang pulpen untuk menulis daftar menu harian bos barunya alias mas Bagas yang baru saja ia ketahui hari ini. Dinara merasa sangat bodoh sekali kenapa tidak mencari tahu terlebih dahulu semua informasi tentang perusahaan yang sekarang ia masuki. Jika tahu kalau pemilik perusahaan ini adalah keluarga Wijaya milik suaminya tentu ia tidak akan memasukkan lamaran kerja kesini. dan ini seperti takdir Tuhan yang sedang ia jalani. Sudah waktunya ia menghadapi dan kembali ke suaminya. Tadi ia sudah membaca semua daftar pertanyaan berhubungan dengan makanan kesukaan dan alergi apa saja yang di derita bos nya ini. 4 tahun lalu selama menjadi istrinya ia belum pernah memasakkan makanan apapun. semua yang memasak mbok Sum, Ia belum sempat menjadi istri yang baik. keputusannya untuk pergi memang salah, namun ia juga tak menyesal karena ketika keluar dari rumah pikirannya menjadi lebih dewasa, ia berusaha bertahan hidup sendirian, m
" Ma, Naya kangen" Gadis kecil itu merengek di pelukan Dinara. Malam sekali ia dijemput dari sekolahnya. Dinara sangat bahagia bisa melihat Naya yang sangat rindu padanya. Naya lah yang membuatnya bertahan selama ini. Dinara kuat bertahan sendirian berjuang mencari ilmu dan pengalaman baru selama ia pergi dari rumah. Sebenarnya ditengah perjalanan ia ingin sekali menyerah namun ada Naya yang membuatnya kuat. ada hati yang bergantung padanya setelah ditinggal kedua orang yang paling berharga. Dinara juga menghilang dari keluarganya. Ia hanya mengirim pesan kalau ia baik baik saja dan menyuruh mama papanya tidak khawatir dan mencarinya. Bahkan ia mengganti nomor teleponnya agar ia merasa tenang. Dinara sekarang bingung. Barusan mas Bagas mengirim pesan kalau anak anak mbak Diana Raja dan Ratu membutuhkan dirinya. Apakah ia harus kembali, ia bingung dan takut anak anak akan membenci dirinya yang selama ini menjauh dari mereka dan tidak bisa mengikuti tumbuh kembang mereka. " Naya sayan
Dinara masih menangis di lantai. Ia memang seperti ini jika mengingat kejadian malam itu. Hatinya sakit, saat ini agak lebih besar sakitnya karena pencetusnya adalah penyebab ia menjadi begini. suaminya sendiri mas Bagas. Ia mencurahkan semuanya sampai ia capek dan merasa lega. Masih ada Naya yang pasti besok dengan sangat cerewet bertanya kepadanya seperti kereta api ekspress kalau tidak dijawab dengan benar." Hah... sudah Ra, ayoo kuat. Daripada besok kamu akan menjadi capek menjawab investigasi detektif kecil si Naya" Dinara tersenyum kecil. Hatinya sudah merasa lega setelah menangis. Ia mengusap kasar air mata yang masih tersisa. Sekarang hidungnya sedikit buntu. Pasti besok agak terganggu. semoga saja tidak menjadi pilek. Bagas sudah pulang beberapa menit yang lalu. Walaupun ia gak tega membiarkan suaminya itu pulang dalam keadaan malam yang sedang hujan lebat namun ia masih belum bisa menerima kalo harus kembali ke sisinya begitu saja. sebelum ia mengingat semuanya. Dinara ba
Pagi yang cerah setelah semalam hujan deras membuat udara disekitar bersih dan sejuk. Seseorang di rumah mewahnya masih bergelung selimut di atas kasurnya yang besar. Ia malas sekali bangun kali ini. Badannya terasa sangat pegal, hati dan fisiknya terasa lelah. Hidungnya sekarang buntu karena semalam sempat menangis mengingat semua kejadian masa lalu. Si bucin Bagas sepertinya demam. Ia berusaha meraih HP yang diletakkan diatas nakas. menyalakan dan mengetikkan sesuatu pesan kepada seseorang. Tok...tok... tokk... Suara pintu kamarnya diketuk dari luar. " Siapa? " Bagas menyahuti suara ketukan " Assalamualaikum papa, ini Ratu yang paling cantik mau masuk yaa pa" Suara cempreng putri kecilnya terdengar. Bagas tersenyum. Ada aja tingkah lucu anak ini" Masuk nak" "Pagi pa, looooh... papa kenapa belum bangun? gak sholat subuh? papa sakit? semalam kehujanan ya pa? " Cerocos anak gadisnya ini" Iya bentar ini mau bangun sholat subuh nak, papa hari ini libur gak kerja" Bagas segera bang
Dinara bergegas mengambil tas di meja kerjanya dan berjalan keluar gedung menuju parkiran untuk mengendarai mobil pink nya. Sebelum menghidupkan mesin mobil ia sedikit tersentak. " Aduh, kenapa aku ceroboh sekali. Apakah alamat rumahnya masih sama? " Kalau sudah pindah bagaimana? Dan tadi aku langsung pergi tanpa bertanya alamat kepada lainnya tentu meraka akan curiga" Ia menepuk keningnya terlambat.Mengambil Hp nya di tas kemudian ia menghubungi nomer Boy. Hanya Boy yang dekat dan akrab dengannya sementara ini. Tuut tuuut tuut" Halo mbak Rara, ada apa? " Boy menyahut dari seberang" Boy maaf apa kamu punya alamat rumah bos, aku tadi lupa tanya" Dinara bertanya" Ya Allah mbak, tadi kami sudah curiga kalo mbak Rara tahu loo ternyata tidak yaa. Bentar mbak aku kirim alamatnya lewat WA"."Iya Boy makasih ya" Balas Dinara" Eh mbak, tunggu ini alamat rumahnya rahasia loo jangan diberitahukan ke sembarang orang nanti bos marah. aku saja dikasih pak Doni barusan". Boy mewanti wanti Din
Dinara berdiri tegang di depan pintu kamar utama. Kamar ini yang ia lihat terakhir kali memberikan kenangan buruk dan membuat ia nekat memutuskan pergi malam itu. Namun kali ini ia berusaha kuat. Kejadian itu harus ia lupakan. Ia sendiri yang tadi nekat kesini untuk melihat keadaan Bagas suaminya. " Mbok, apakah boleh masuk? sepertinya tuan masih tidur" Dinara berusaha berbicara dengan Mbok Sum yang masih berada di sampingnya. " Bentar nona, apa pintunya dikunci dari dalam? Assalamualaikum Tuan, ada tamu dari kantor mengantarkan makan siang, apakah boleh masuk?" Mbok Sum mengetuk pintu dan berusaha berkomunikasi dengan Bagas dengan suara yang lembut tidak berani terlalu kerasSekarang nyalinya ciut lebih baik ia kembali ke kantor. biar makanannya ia tinggal disini. " Maaf mbok, lebih baik saya balik ke kantor. Biar tuan bisa beristirahat dengan baik"Mbok Sum hampir saja menyetujui dengan usulan Dinara ketika tiba tiba terdengar suara dari dalam kamar. " Masuk mbok, tidak dikunci"
"Hai, mbak melamun saja dari tadi... Bagaimana keadaan bos, kami juga ingin tahu ceritanya" Boy menepuk pundak Dinara yang sedang duduk termenung di ruang kerjanya. Hari sudah sore dan ini waktunya ia berkemasTadi ia tiba dari rumah bagas pukul 4 sore setelah membuatkan masakan untuk makan malam. Bagas sangat manja kalau sedang sakit, Dinara juga baru tahu hari ini, dulu ia belum pernah merawat suaminya itu ketika sakit. Dinara ingat tadi ketika kedua bocah kembar itu hampir memergoki dirinya dan mencurigai kemiripan wajahnya dengan foto di dinding kamar. mereka memang anak anak yang cerdas. Dinara belum siap jika mereka mengetahui dirinya adalah memang istri papanya, Dinara takut mereka membencinya. Padahal kalau dari reaksi mereka tidak ada hal seperti itu, mereka anak yang polos dan ceria, mungkin hanya sedikit kecewa namun mereka pasti bisa memaafkan dan saling menyayangi dengan cepat. namun ketakutan Dinara masih saja membuatnya belum siap kembali secepat ini. Dan juga bagaiman
Pagi yang ditunggu pun tiba, hari ini cuaca sangat cerah, matahari bersinar dengan sangat terik tanpa ada awan mendung yang menghalangi. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Tadi Dinara mengantar Naya ke sekolahnya pukul 7 sekalian menitipkan Naya sampai 3 hari ke depan. Dinara bersyukur sekolah tempat Naya belajar ada sistem penitipan anak juga jadi ia tidak perlu khawatir. Kali ini Dinara akan mulai memikirkan ke depannya jika ia berencana kembali dengan Bagas, tentu Naya juga akan tinggal bersamanya. Naya akan mempunyai 2 orang kakak sekaligus. Membayangkannya saja Dinara sedikit pusing, Bagaimana kalau mereka tidak akur. Aduh sudahlah Dinara tidak mau mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi Dia akan berdoa saja semoga jalannya diberi kemudahan. Apa yang akan terjadi sedetik kemudian tidak bisa diprediksi manusia. Hanya doa dan harapan baik yang bisa membuat hati menjadi tenangDinara sekarang sudah berada di kantor HRD bersama Boy, mereka akan berangkat bersama ke bandara.