"Terimakasih."
*Buk!*Edna menutup pintu tanpa menjawab pertanyaan Yuna.Dia menatapku dengan heran. "Apa kain itu sangat spesial sampai Bi Edna merahasiakannya?" tanyanya.Aku berbalik, lalu berjalan, Yuna mengikuti di sampingku. "Tidak usah dipikirkan. Kain itu tidak terlalu spesial, hanya kain sutra yang sangat nyaman, dan memang harganya lumayan mahal."Tampaknya dia masih belum paham. "Benarkah? Kok kamu bisa tahu, Firson?""Ya, itu kan barang jualan ayahku.""Ooh, benar juga," dia seperti tercerahkan. "Ayahmu seorang pedagang ya…""Iya," sahutku pendek.Jari telunjuk Yuna menyentuh bibirnya. "Apa ayahmu menjual gaun tuan putri?" tanyanya."Gaun tuan putri? Apa itu?""Itu gaun paling mewah yang pernah aku lihat, kamu tahu… nah… bentuknya… terus…."Entah kenapa, percakapan ini terasa familiar. Apakah dulu aku pernah membicarakan hal serupa dengan Yuna?Tidak… aku rasa bukan dengannya….———'Lihat Firson! Aku jadi semakin cantik, kan? Hehe… aku mencurinya dari ruang harta Kerajaan.'Gaun hitam mewah dipadukan dengan rambutnya yang berwarna emas, tidak ada kata yang lebih cocok selain 'sempurna'. Tiara silver di kepalanya sangat cocok dengan tanduk putihnya yang memanjang ke belakang.'Hey… kenapa kamu bengong? Apa aku memang secantik itu?'Ya, kamu memang cantik, sangat cantik. Tunggu aku, aku akan mencari cara untuk menjumpaimu. Entah berapa lama, tapi tolong… tunggulah aku Destia.———"......Firson, kamu melamun?""Hah?" celetukku sambil melihat Yuna yang tengah cemberut di sampingku."Dari tadi aku cerita panjang lebar tentang gaun Tuan Putri…" ujar Yuna sambil merengut."Oh, maaf…" tuturku sambil menggaruk kepala. "aku agak pusing.""Eeeh…! Berarti kamu ga bakal ikut main?" tanyanya dengan cemas.Main ya, apa aku benar-benar harus bermain dengan para bocah? Kurasa bermain hanya buang-buang waktu. Tapi aku mendapatkan permata Omithyst saat usiaku 19 tahun, itu berarti aku masih punya waktu sebelum Raja Iblis mendapatkannya dan terbebas dari segelnya. Ya, masalah berat lebih baik jangan terlalu dipikirkan."Aku ikut, lagipula aku sudah bilang akan ikut."Yuna malah terlihat lebih khawatir. "Sebaiknya jangan memaksakan diri, Firson…" ujarnya dengan lembut.Aku mengernyit mendengar hal itu. "Bukannya kamu tadi cemas jika aku tidak ikut bermain? Kenapa sekarang malah menasihatiku?"Dia menjalin jari-jemari di belakang tubuhnya, pipinya agak merah. "Emm… ga bakal seru kalau kamu ga ikut… tapi jangan maksain juga, nanti sakitnya tambah parah," katanya sambil terbata-bata.Hmm? Yuna… apa dia… tidak, tidak, aku bukan Om-om pedofil yang menyukai anak usia 12 tahun."Aku baik-baik saja, hanya sedikit mengantuk, kalau main pasti langsung segar."Yuna tersenyum manis. "Begitu ya…" katanya. "Yaudah, ayo kita pergi ke lapangan, temen-temen kayaknya udah nunggu.""Ya."Teman teman, berarti ada 3 orang ya. Aku hanya ingat Felisha, 2 lagi aku tidak tahu. Kalau dipikir-pikir, Yuna dan 2 orang itu tidak ada saat usiaku 19 tahun, mereka sepertinya pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Berbeda dengan aku yang malas mencari pekerjaan ataupun berdagang."Nah, itu mereka," ujar Yuna sambil melihat ke tiga orang di lapangan yang tidak begitu luas, kecil sebenarnya. Di belakang mereka ada Hutan yang dipenuhi pepohonan rindang, itu adalah Hutan bagian barat desa."Oooy…! Yuna, Firson, kalian lama sekali!" teriak seorang bocah lelaki berambut pirang.Di sisinya, ada Felisha yang cemberut saat melihatku. Sisi satu lagi ada seorang gadis bermuka datar yang sedang duduk dengan kedua lututnya disatukan di depan dadanya."Maaf Rey, tadi kita pergi ke rumah Bi Edna dulu…" sahut Yuna sambil mendekati mereka bertiga."Bi Edna? Ngapain?" tanya bocah bernama Rey itu."Firson harus mengantarkan barang dagangan ayahnya."Mulut Rey membentuk O besar. "Oooh…. Yaudah, kita langsung main aja," katanya sambil menggaruk kepalanya. "Tadinya kita mau main petak umpet, gimana sama kalian?""Boleh aja sih, tadinya aku sama Firson mau main kejar-kejaran, tapi petak umpet juga gapapa." Yuna menoleh padaku. "Gimana Firson?" tanyanya."Iya, boleh," sahutku singkat."Oke deh." Rey menoleh ke gadis yang sedang duduk di sampingnya. "Seren, ayo berdiri, kita mau mulai nih," desaknya.Seren menatap Rey sebentar, lalu berdiri tanpa mengatakan apa pun. Gadis itu memiliki rambut hitam sebahu, ekspresinya sangat datar, sepertinya tidak tertarik pada permainan yang akan kita mainkan."Jadi, siapa yang pertama jaga?" tanya Yuna."Firson," celetuk Felisha sambil menunjukku.Yah, aku tidak keberatan sih, tapi Felisha sepertinya masih menaruh dendam karena kejadian kemarin."Baiklah, aku yang jaga," ucapku sambil tersenyum tipisRey mengacungkan jempolnya. "Oke, hitungannya sampai 50 ya." Rey melihat sekelilingnya. "Tempat sembunyinya di daerah Hutan, tapi jangan terlalu jauh.""Ya." Felisha dan Yuna menjawab bersamaan."Hmm," gumam Seren.Aku memutar badan, lalu menutup mata menggunakan kedua lenganku. "Satu, dua, tiga…"Jejak kaki yang terburu-buru berlarian ke sana kemari, aku terus menghitung dengan jujur sampai 50. Setelah selesai, aku menurunkan lengan dan melihat di sekitar sudah tak ada orang.Aku tahu tempat mereka berempat bersembunyi, aku bisa melihat semak-semak yang bergoyang, mendengar cekikikan mereka, merasakan keberadaan mereka. Tapi tentu saja, aku akan memberi mereka kesempatan untuk berpuas diri. Untuk sekarang aku ingin mengecek sesuatu di Hutan.Aku berjalan memasuki hutan lebat, hutan ini adalah tempat dimana aku menemukan permata Omithyst. Ada satu pohon yang lebih besar dari pohon lainnya, diameternya 3 kali lebih lebar dari pohon biasa, dan tingginya sekitar 180 meter. Aku tidak tahu nama pohon ini, jadi aku hanya menyebutnya pohon jangkung.Saat itu aku sedang tertidur di pohon jangkung, tiba-tiba sebuah permata ungu jatuh ke kakiku, entah dari langit atau ranting besar yang berada tepat di atas kepalaku. Saat aku pegang, permata itu langsung bersinar terang dan menghilang begitu saja, aku belum menyadari kekuatannya sampai aku melihat seorang penduduk desa.Sangat tidak mungkin permata itu jatuh lagi ke Bumi, apalagi sekarang belum waktunya. Tapi aku agak berharap ada sesuatu yang terjadi. Bagaimanapun, tidak ada cara untuk mengalahkan Naesvil tanpa permata itu. Karena selain melihat masa depan, Omithyst memiliki kekuatan lain, yaitu menghancurkan keabadian.Seluruh iblis diberkati keabadian, apalagi Raja Iblis sendiri, dia sering mengoceh sebelum kubunuh, katanya dia adalah wujud keabadian itu sendiri.Itu dia, pohon jangkung. Dan sepertinya ada seseorang yang sedang bersembunyi di sini. Felisha, apakah kau bodoh? Pohon ini sangat besar, tapi daster merahmu dapat terlihat dengan jelas di balik pohon. Sebaiknya aku biar–"AAAHHH!"Aku langsung berlari menuju Felisha yang berteriak cukup kencang. Tapi anehnya teriakan itu tiba-tiba hilang seolah diserap oleh sesuatu, dan… Felisha tidak ada di balik pohon."Firson, ada apa?" Yuna keluar dari tempat persembunyiannya dengan wajah khawatir, dia berjalan mendekatiku. "Apa… itu?" tanyanya, mulutnya menganga tidak percaya.Sebuah portal hitam seukuran manusia dewasa. Aku tahu kemana tujuan portal ini.Aku menatap Yuna dengan wajah serius. "Yuna, ajak semua temanmu untuk pulang, dan jangan bermain di hutan ini lagi," tegasku.Yuna terlihat sangat gelisah. "Apa tadi suara Felisha?" tanyanya dengan cepat."Ya, sepertinya Felisha masuk ke dalam portal ini."Matanya terbuka lebar, tangannya menutupi mulutnya yang menganga. "Kalau begitu, kita harus menolongnya," ujarnya serius.Aku menggelengkan kepala. "Aku akan masuk ke portal ini, kamu pulang–""Tidak mau!" sergah Yuna. "Kita akan menolongnya bersama."Aku melembutkan ekspresiku, lalu menggenggam tangannya. "Dengar Yuna, aku akan masuk ke portal ini untuk menyelamatkan Felisha, aku tahu ke mana tujuan portal ini, jadi aku akan baik-baik saja," tuturku sambil tersenyum percaya diri."...kamu yakin?" Kekhawatiran nampak jelas di wajahnya."Iya… sekarang kamu pulang ya…."Butuh waktu sebelum akhirnya dia mengangguk. "Janji, kamu harus pulang…" ucapnya lirih.Aku mengecup tangannya. "Iya, aku janji."Yuna tampak tersipu, dia langsung melepaskan pegangan tanganku, lalu berbalik dan jalan dengan perlahan. Aku pun ikut berbalik dan langsung masuk ke dalam portal, namun baru satu kakiku masuk, aku mendengar langkah cepat dari belakang.Aku menengok, terkejut melihat Yuna sedang berlari ke arahku. "Tunggu Yuna–" sebelum aku menyelesaikan kalimat, Yuna melompat dan menabrak tubuh kecilku. Akhirnya kami berdua masuk ke dalam portal itu.Langit yang gelap gulita tanpa adanya bulan dan bintang, tidak ada yang namanya siang ataupun malam di tempat ini, yang ada hanya kegelapan. Di bawah langit itu, berjajar banyak bukit yang mengelilingi sebuah gerbang besar. Gerbang berwarna abu yang ditutupi oleh rantai-rantai yang sangat kokoh.Ada sesosok makhluk yang menyeramkan di depan gerbang itu. Tinggi dia mencapai 18 meter, tubuhnya berwarna hitam legam dipenuhi oleh otot yang gagah, di kepalanya ada tanduk besar mirip seperti domba jantan, mata merah tuanya melambangkan darah para musuh yang telah dihabisi olehnya.Moraka adalah namanya, Neraka menciptakan dia untuk menjaga Gerbang Neraka. Seringkali Moraka merenung dengan tugas yang diberikan kepadanya, 'menjaga dari siapa?' Tidak ada Malaikat yang cukup gila untuk masuk ke kawasan Gerbang Neraka. Hanya Iblis pencari informasi yang keluar masuk melalui gerbang ini, dan memang seharusnya selalu seperti itu.Tapi saat ini dia sangat waspada, sebuah portal hitam tiba-tiba munc
Di tengah gurun pasir yang luas terpancarlah pemandangan yang tak berujung. Langit cerah membiru tanpa awan, menyinari padang pasir yang membakar di bawahnya. Angin gurun berhembus dengan keras, mengangkat butiran pasir halus ke udara dan membentuk gumpalan-gumpalan yang berputar-putar. Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari gundukan pasir, seperti mayat hidup yang baru saja keluar dari kuburnya. Tangan itu mendorong tanah di bawahnya supaya tubuhnya yang terjebak dalam pasir bisa segera keluar. Beberapa saat kemudian, seorang pria yang telanjang bulat keluar dari sana dengan wajah penuh keringat dan napas yang berat. Dia kemudian memasukkan kedua tangannya pada pasir yang dia injak, dia menarik keluar dua sosok wanita dengan mata kedua wanita itu tertutup rapat, sepertinya mereka berdua telah pingsan.Yang satu adalah wanita dewasa berambut hitam panjang, wajahnya masih terlihat cantik meski terkotori oleh debu pasir. Satunya lagi seorang gadis kecil dengan rambut krem dan mata emas.
Kadal-kadal besar itu panjangnya mencapai 2 meter— 3 meter jika dihitung dengan ekor mereka. Tingginya tiga per empat manusia dewasa. Sisiknya yang kasar berwarna merah jingga. Masing-masing kakinya memiliki 4 jari dengan kuku yang sudah dipotong rapi oleh pemiliknya. Sepertinya kadal ini dikhususkan untuk menarik kereta, bukan untuk bertarung."Kami butuh tumpangan untuk sampai ke kota Lenad, dan beberapa pakaian," ujar Firson."Ya, itu bisa diatur asalkan bayarannya cukup." Tatapan kusir itu menelusuri tubuh Firson dari atas sampai bawah. "Tapi… sepertinya kau tidak memiliki bayaran yang cukup."Firson melipat lengan di dadanya. "Aku bisa menjadi pengawalmu, cukup berikan aku pedang dan kau tidak perlu takut pada Aesr.""Hoo…?" Kusir itu menaikkan satu alisnya meragukan. "Kau sendiri bisa membunuhnya?""Ya," tegasnya."Yah… itu kebohongan yang cukup meyakinkan kawan, sayangnya aku sudah memiliki pengawal di sana," ucapnya sambil mengarahkan jempol ke belakang.Di kursi penumpang ter
*Waaahhh*Kemunculan Aesr yang jauh lebih besar membuat semua orang panik. Ukurannya mencapai dua kali lipat dari yang tadi telah dibunuh oleh Manusia Kapak dan Malaikat Pemalas."Bos!" Manusia Kapak berteriak sambil berlari menuju Pak Tua yang terlempar ke arah mereka berdua, Malaikat Pemalas terbang menggunakan kedua sayapnya dan berhasil menangkap Pak Tua itu di udara. Sungguh keberuntungan bahwa dia tidak terluka sedikit pun.Di sisi lain, Firson melepaskan lengannya yang tengah memegang Felisha sehingga dia jatuh ke atas pasir. "Aduh…! Kenapa kau tiba-tiba melepaskan aku?!" Firson tidak menjawabnya, dia menoleh pada Yuna. "Yuna, kamu bisa berdiri sendiri?""I-iya, aku bisa…" sahutnya agak gugup."Hey! Jawab—""Baiklah." Firson menurunkan gadis itu dengan hati-hati.Melihat senjata-senjata rusak yang bertebaran di atas pasir, Firson mengambil satu pedang baja berwarna abu. Pedang hiasan yang kondisinya cukup baik, dengan ketajamannya tidak lebih dari pisau dapur, tapi ini sudah c
Di sebuah tanah tandus yang membentang luas sejauh puluhan ribu kilometer, jutaan manusia sedang berperang. Suara gerincing pedang serta tombak diringi oleh teriakan semangat, rintihan rasa sakit, dan kematian. Armor mereka terlihat sangat kokoh, namun dengan setiap goresan dan tusukan, armor-armor itu rusak. Kulit yang tergores mengeluarkan darah, perut yang tertusuk mengeluarkan organ dalam, leher yang tertebas membuat kepala melayang.Sekelompok manusia berkomat-kamit merapalkan mantra, terciptalah bola-bola api di udara hampa. Bola api itu turun seperti meteor dan berhasil meluluhlantakkan ribuan prajurit. Jika mereka tidak mati, maka hanya keputusasaan yang tersisa dalam diri mereka."Perang akan segera berakhir! Kemenangan adalah milik kita!" teriak seorang Pria dengan aura kepemimpinan yang tak tergoyahkan. Tubuh bagian atasnya telanjang, tanpa memakai armor mewah ataupun baju prajurit, menunjukkan kepercayaan dirinya yang begitu luar biasa. Tangan kanannya diangkat, mengacung
"FIRSON! Apa artinya semua ini?!" Clasius membentaknya dengan amarah yang menggebu-gebu.Firson masih tetap dengan wajah datarnya. "Artinya kau akan mati, bodoh.""Ap-apa?! Jangan panggil aku bodoh!""Malah itu yang kau permasalahkan? Lihat prajuritmu yang kesulitan itu, dan itu juga, sepertinya dia ingin memakanmu." Firson menunjuk ke salah satu monster di medan perang.Clasius melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Firson dengan ekspresi kengerian. "Itu…""Cerberus," tukas Firson. "Yah… akhirnya kau akan mati juga, sungguh melelahkan menjadi tangan kanan seorang Raja yang sangat tolol."Clasius jelas sangat marah mendengar perkataan Firson, tapi dia tidak punya waktu untuk mengurus hal itu sekarang. Monster besar setinggi 12 meter dengan tiga kepala anjing yang memiliki tanduk, sedang berlari cepat menuju tempat Clasius dan Firson berada. Kuda yang ditumpangi Clasius mengeluarkan suara yang memekikkan telinga, bergerak tak karuan hingga membuat Clasius terjatuh.Kuda itu ingin berlari
Saat berusia 20 tahun, aku pernah mencintai seorang gadis. Rambut hitamnya diikat, wajahnya seolah dipahat dipadukan dengan senyumnya yang memikat. Belum lagi sifatnya yang periang dan suka membantu orang, aku sangat menyukai segala hal tentangnya. Tapi, sepertinya dia tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku. Yah, aku tidak terlalu memikirkannya, lagipula cinta memang perlu perjuangan.Saat itu aku sudah mendapatkan kekuatan untuk melihat masa depan, kekuatan ini aktif saat aku melihat seseorang, tapi tidak ada yang benar-benar penting tentang masa depan warga desa, hanya ada satu orang yang masa depannya bisa dianggap genting… si gadis.Aku melihat bagaimana dua orang bandit memperkosa dia bersama-sama dengan cara brutal. Untungnya itu hanya mimpi buruk yang diperlihatkan mata ini, jadi aku bisa mencegahnya, ya… aku sangat yakin bisa mencegah itu dengan satu dan dua cara. Aku memperingatkan si gadis untuk berhati-hati, tapi sepertinya itu tidak mengubah apapun. Aku mengajaknya u
Danau… ya, sebuah danau. Aku melihat pantulan seorang pria dari air danau. Dia terlihat sangat berantakan, tak ada ekspresi apapun di wajahnya, mata ungunya sangat redup, sepertinya dia tidak memiliki motivasi apapun untuk hidup. Tapi… selain pria, aku melihat hal lainnya, sebuah harapan yang berawal dari keputusasaan.—————Seorang Kakek duduk di sebuah tahta cahaya, dia sedang melihat telapak tangan kanannya. "Umur 19 menemukan permata 'Omithyst' sekaligus mendapatkan kekuatannya, umur 20 mati dan masuk ke dalam Neraka." Kakek itu menaikkan alisnya. "Setelah mendapat kekuatan, kau malah mati. Kau pasti orang paling tolol sedunia.""..." aku tidak menanggapi ejekannya."Umur 21 terbunuh sebanyak 3 kali oleh iblis, air sungai, dan buah mangga…" dia berhenti berbicara lalu menatapku dengan jijik. "Air sungai? Dan juga mangga? Kau mati oleh buah mangga? Bagaimana mungkin?""Yah, kau tahu… Hutan Siksaan. Aku memakan buah mangga karena merasa lapar. Tapi setelah itu, isi perutku mala
*Waaahhh*Kemunculan Aesr yang jauh lebih besar membuat semua orang panik. Ukurannya mencapai dua kali lipat dari yang tadi telah dibunuh oleh Manusia Kapak dan Malaikat Pemalas."Bos!" Manusia Kapak berteriak sambil berlari menuju Pak Tua yang terlempar ke arah mereka berdua, Malaikat Pemalas terbang menggunakan kedua sayapnya dan berhasil menangkap Pak Tua itu di udara. Sungguh keberuntungan bahwa dia tidak terluka sedikit pun.Di sisi lain, Firson melepaskan lengannya yang tengah memegang Felisha sehingga dia jatuh ke atas pasir. "Aduh…! Kenapa kau tiba-tiba melepaskan aku?!" Firson tidak menjawabnya, dia menoleh pada Yuna. "Yuna, kamu bisa berdiri sendiri?""I-iya, aku bisa…" sahutnya agak gugup."Hey! Jawab—""Baiklah." Firson menurunkan gadis itu dengan hati-hati.Melihat senjata-senjata rusak yang bertebaran di atas pasir, Firson mengambil satu pedang baja berwarna abu. Pedang hiasan yang kondisinya cukup baik, dengan ketajamannya tidak lebih dari pisau dapur, tapi ini sudah c
Kadal-kadal besar itu panjangnya mencapai 2 meter— 3 meter jika dihitung dengan ekor mereka. Tingginya tiga per empat manusia dewasa. Sisiknya yang kasar berwarna merah jingga. Masing-masing kakinya memiliki 4 jari dengan kuku yang sudah dipotong rapi oleh pemiliknya. Sepertinya kadal ini dikhususkan untuk menarik kereta, bukan untuk bertarung."Kami butuh tumpangan untuk sampai ke kota Lenad, dan beberapa pakaian," ujar Firson."Ya, itu bisa diatur asalkan bayarannya cukup." Tatapan kusir itu menelusuri tubuh Firson dari atas sampai bawah. "Tapi… sepertinya kau tidak memiliki bayaran yang cukup."Firson melipat lengan di dadanya. "Aku bisa menjadi pengawalmu, cukup berikan aku pedang dan kau tidak perlu takut pada Aesr.""Hoo…?" Kusir itu menaikkan satu alisnya meragukan. "Kau sendiri bisa membunuhnya?""Ya," tegasnya."Yah… itu kebohongan yang cukup meyakinkan kawan, sayangnya aku sudah memiliki pengawal di sana," ucapnya sambil mengarahkan jempol ke belakang.Di kursi penumpang ter
Di tengah gurun pasir yang luas terpancarlah pemandangan yang tak berujung. Langit cerah membiru tanpa awan, menyinari padang pasir yang membakar di bawahnya. Angin gurun berhembus dengan keras, mengangkat butiran pasir halus ke udara dan membentuk gumpalan-gumpalan yang berputar-putar. Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari gundukan pasir, seperti mayat hidup yang baru saja keluar dari kuburnya. Tangan itu mendorong tanah di bawahnya supaya tubuhnya yang terjebak dalam pasir bisa segera keluar. Beberapa saat kemudian, seorang pria yang telanjang bulat keluar dari sana dengan wajah penuh keringat dan napas yang berat. Dia kemudian memasukkan kedua tangannya pada pasir yang dia injak, dia menarik keluar dua sosok wanita dengan mata kedua wanita itu tertutup rapat, sepertinya mereka berdua telah pingsan.Yang satu adalah wanita dewasa berambut hitam panjang, wajahnya masih terlihat cantik meski terkotori oleh debu pasir. Satunya lagi seorang gadis kecil dengan rambut krem dan mata emas.
Langit yang gelap gulita tanpa adanya bulan dan bintang, tidak ada yang namanya siang ataupun malam di tempat ini, yang ada hanya kegelapan. Di bawah langit itu, berjajar banyak bukit yang mengelilingi sebuah gerbang besar. Gerbang berwarna abu yang ditutupi oleh rantai-rantai yang sangat kokoh.Ada sesosok makhluk yang menyeramkan di depan gerbang itu. Tinggi dia mencapai 18 meter, tubuhnya berwarna hitam legam dipenuhi oleh otot yang gagah, di kepalanya ada tanduk besar mirip seperti domba jantan, mata merah tuanya melambangkan darah para musuh yang telah dihabisi olehnya.Moraka adalah namanya, Neraka menciptakan dia untuk menjaga Gerbang Neraka. Seringkali Moraka merenung dengan tugas yang diberikan kepadanya, 'menjaga dari siapa?' Tidak ada Malaikat yang cukup gila untuk masuk ke kawasan Gerbang Neraka. Hanya Iblis pencari informasi yang keluar masuk melalui gerbang ini, dan memang seharusnya selalu seperti itu.Tapi saat ini dia sangat waspada, sebuah portal hitam tiba-tiba munc
"Terimakasih."*Buk!*Edna menutup pintu tanpa menjawab pertanyaan Yuna. Dia menatapku dengan heran. "Apa kain itu sangat spesial sampai Bi Edna merahasiakannya?" tanyanya.Aku berbalik, lalu berjalan, Yuna mengikuti di sampingku. "Tidak usah dipikirkan. Kain itu tidak terlalu spesial, hanya kain sutra yang sangat nyaman, dan memang harganya lumayan mahal."Tampaknya dia masih belum paham. "Benarkah? Kok kamu bisa tahu, Firson?""Ya, itu kan barang jualan ayahku.""Ooh, benar juga," dia seperti tercerahkan. "Ayahmu seorang pedagang ya…""Iya," sahutku pendek.Jari telunjuk Yuna menyentuh bibirnya. "Apa ayahmu menjual gaun tuan putri?" tanyanya."Gaun tuan putri? Apa itu?""Itu gaun paling mewah yang pernah aku lihat, kamu tahu… nah… bentuknya… terus…."Entah kenapa, percakapan ini terasa familiar. Apakah dulu aku pernah membicarakan hal serupa dengan Yuna?Tidak… aku rasa bukan dengannya….———'Lihat Firson! Aku jadi semakin cantik, kan? Hehe… aku mencurinya dari ruang harta Keraja
'Firson, maukah kamu tinggal di sini bersamaku selamanya…?'Suaranya sangat jernih dan memikat.'Benarkah?! Yeeey!'Dia sangat bersemangat, ekornya bergerak ke sana kemari, dan… pelukannya terasa begitu hangat.'Aku akan mengajakmu berkeliling, Neraka sebenarnya punya banyak tempat bagus yang bisa kita kunjungi.'Dia mengacungkan jari telunjuknya sambil memasang wajah sok tahu.'Lihat! Itu adalah Pohon Iblis, pohon itu tidak bisa ditebang, dan tidak mungkin mati.'Tapi aku berhasil menebangnya. Itu adalah sebuah pohon yang sangat besar, tingginya melebihi 3000 meter, dengan diameter mencapai 1200 meter.'Pohon itu menghasilkan buah berwarna warni, seorang iblis akan lahir saat buah itu jatuh ke tanah.'Ya, aku telah memutus rantai kehidupan di Neraka.'Eh?! Iblis melahirkan?! T-tentu saja bisa, t-t-tapi… kurasa i-itu masih terlalu dini…'Wajah tersipunya sangat imut, sayang aku tidak menyadarinya waktu itu."B-baiklah! Kita lanjut berkeliling ya.'Sebenarnya tidak perlu, karena aku ju
Danau… ya, sebuah danau. Aku melihat pantulan seorang pria dari air danau. Dia terlihat sangat berantakan, tak ada ekspresi apapun di wajahnya, mata ungunya sangat redup, sepertinya dia tidak memiliki motivasi apapun untuk hidup. Tapi… selain pria, aku melihat hal lainnya, sebuah harapan yang berawal dari keputusasaan.—————Seorang Kakek duduk di sebuah tahta cahaya, dia sedang melihat telapak tangan kanannya. "Umur 19 menemukan permata 'Omithyst' sekaligus mendapatkan kekuatannya, umur 20 mati dan masuk ke dalam Neraka." Kakek itu menaikkan alisnya. "Setelah mendapat kekuatan, kau malah mati. Kau pasti orang paling tolol sedunia.""..." aku tidak menanggapi ejekannya."Umur 21 terbunuh sebanyak 3 kali oleh iblis, air sungai, dan buah mangga…" dia berhenti berbicara lalu menatapku dengan jijik. "Air sungai? Dan juga mangga? Kau mati oleh buah mangga? Bagaimana mungkin?""Yah, kau tahu… Hutan Siksaan. Aku memakan buah mangga karena merasa lapar. Tapi setelah itu, isi perutku mala
Saat berusia 20 tahun, aku pernah mencintai seorang gadis. Rambut hitamnya diikat, wajahnya seolah dipahat dipadukan dengan senyumnya yang memikat. Belum lagi sifatnya yang periang dan suka membantu orang, aku sangat menyukai segala hal tentangnya. Tapi, sepertinya dia tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku. Yah, aku tidak terlalu memikirkannya, lagipula cinta memang perlu perjuangan.Saat itu aku sudah mendapatkan kekuatan untuk melihat masa depan, kekuatan ini aktif saat aku melihat seseorang, tapi tidak ada yang benar-benar penting tentang masa depan warga desa, hanya ada satu orang yang masa depannya bisa dianggap genting… si gadis.Aku melihat bagaimana dua orang bandit memperkosa dia bersama-sama dengan cara brutal. Untungnya itu hanya mimpi buruk yang diperlihatkan mata ini, jadi aku bisa mencegahnya, ya… aku sangat yakin bisa mencegah itu dengan satu dan dua cara. Aku memperingatkan si gadis untuk berhati-hati, tapi sepertinya itu tidak mengubah apapun. Aku mengajaknya u
"FIRSON! Apa artinya semua ini?!" Clasius membentaknya dengan amarah yang menggebu-gebu.Firson masih tetap dengan wajah datarnya. "Artinya kau akan mati, bodoh.""Ap-apa?! Jangan panggil aku bodoh!""Malah itu yang kau permasalahkan? Lihat prajuritmu yang kesulitan itu, dan itu juga, sepertinya dia ingin memakanmu." Firson menunjuk ke salah satu monster di medan perang.Clasius melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Firson dengan ekspresi kengerian. "Itu…""Cerberus," tukas Firson. "Yah… akhirnya kau akan mati juga, sungguh melelahkan menjadi tangan kanan seorang Raja yang sangat tolol."Clasius jelas sangat marah mendengar perkataan Firson, tapi dia tidak punya waktu untuk mengurus hal itu sekarang. Monster besar setinggi 12 meter dengan tiga kepala anjing yang memiliki tanduk, sedang berlari cepat menuju tempat Clasius dan Firson berada. Kuda yang ditumpangi Clasius mengeluarkan suara yang memekikkan telinga, bergerak tak karuan hingga membuat Clasius terjatuh.Kuda itu ingin berlari