Home / Fantasi / Menghancurkan Dunia Demi Dia / Chapter 8: Gurun Pasir

Share

Chapter 8: Gurun Pasir

Author: Zefreud
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Di tengah gurun pasir yang luas terpancarlah pemandangan yang tak berujung. Langit cerah membiru tanpa awan, menyinari padang pasir yang membakar di bawahnya. Angin gurun berhembus dengan keras, mengangkat butiran pasir halus ke udara dan membentuk gumpalan-gumpalan yang berputar-putar.

Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari gundukan pasir, seperti mayat hidup yang baru saja keluar dari kuburnya. Tangan itu mendorong tanah di bawahnya supaya tubuhnya yang terjebak dalam pasir bisa segera keluar.

Beberapa saat kemudian, seorang pria yang telanjang bulat keluar dari sana dengan wajah penuh keringat dan napas yang berat. Dia kemudian memasukkan kedua tangannya pada pasir yang dia injak, dia menarik keluar dua sosok wanita dengan mata kedua wanita itu tertutup rapat, sepertinya mereka berdua telah pingsan.

Yang satu adalah wanita dewasa berambut hitam panjang, wajahnya masih terlihat cantik meski terkotori oleh debu pasir. Satunya lagi seorang gadis kecil dengan rambut krem dan mata emas.

Tubuhnya sudah sangat kelelahan karena berenang di dalam lautan pasir, tidak terlalu dalam, tapi cukup untuk menguras semua tenaganya. Meski begitu, Firson tetap menggendong mereka berdua di atas pundaknya, tidak mungkin dia membaringkan mereka di atas pasir yang sangat panas dan gersang. Tapi tidak mungkin juga dia berjalan sambil membawa dua wanita ini.

Firson menengok ke depan, samping, dan belakang mencari seseorang yang bisa memberinya tumpangan. Dia tidak boleh berdiam diri di sini terus, cuaca ekstrem dan monster misterius selalu mengawasi mereka dari kedalaman pasir. Tidak ada tempat yang aman di padang pasir ini, karena ini adalah salah satu dataran perang di Warplace— dataran perang 3 ras di dunia. Keabadian yang dimiliki oleh Iblis dan Malaikat bisa musnah di tempat ini

Wanita dewasa itu membuka matanya perlahan. "Uhuk uhuk…" butiran pasir keluar setiap dia batuk. Di pandangannya hanya ada pasir yang bergerak sedikit karena angin, hal itu membuatnya merenung.

"Apa aku sudah mati?"

"Belum," sahut Firson datar.

"Eh? Ahh!" Dia baru sadar perutnya menyentuh sesuatu dan pantatnya seperti dipegang oleh tangan. Dia menolehkan kepalanya ke samping, ada rambut hitam panjang dan punggung yang berotot, di pundaknya yang lain ada seorang gadis kecil yang dia kenal. Dia kemudian melihat ke bawah perlahan, akhirnya sadar bahwa pria ini telanjang. Mau tidak mau pikirannya melayang ke arah yang negatif, penculikan mungkin, atau lebih buruk lagi pemerkosaan.

"Turunkan aku!" pekiknya sambil memukul-mukul punggung berotot itu.

"Baiklah." Firson langsung menurunkannya dengan kasar.

"Aahhh!" Pantat dan punggung wanita itu terkena pasir, dia tidak menyangka panasnya begitu menyengat sehingga dia harus langsung berdiri. "Sshhh!" Kakinya naik turun berharap panas akan segera mereda, tapi ternyata tidak, panasnya malah terasa lebih menyakitkan.

Firson menatap dengan agak kesal pada wanita yang kesulitan itu. Dia berjongkok lalu meraih tubuh wanita itu, menggendongnya lagi di pundak. Wanita itu meronta-ronta menggerakkan kaki dan tangannya supaya bisa lepas. "Lepaskan aku!" teriaknya. Firson menampar pantatnya cukup keras.

"Aaahhh!" jeritannya diikuti satu tetes air mata. "Apa yang kau lakukan?!"

Firson menampar pantatnya lagi.

"Aaaww!"

"Diamlah," perintahnya dengan nada dingin, "Aku tidak akan melakukan apa pun padamu."

"Tapi kau sudah menampar pantatku!"

Firson menamparnya sekali lagi.

"Aaahh!" Air mata lainnya keluar.

"Kau ingin lagi?" tanyanya sambil meremas pantat itu.

"Tidak..." ujarnya dengan suara lirih.

Wanita itu akhirnya diam, bukan berarti pasrah, dia sedang memikirkan rencana untuk melarikan diri. Tapi melihat punggung yang berotot itu membuat tekadnya hilang seperti butiran pasir yang tersapu oleh angin.

"Hey," panggil Firson. "Siapa namamu?"

"....." dia tidak menjawab.

Firson mengusap pantat itu dan bersiap untuk menamparnya. "Felisha...!" ucapnya dengan terburu-buru.

"Felisha, apa kau kenal dengan gadis ini?" tanya Firson sambil mengangkat sedikit pundak yang satunya.

Felisha melihat gadis kecil berambut krem yang matanya masih terpejam. "Iya, dia... temanku," sahutnya.

"Siapa namanya?"

"Yuna."

Firson diam sejenak, lalu kembali bertanya. "Apa kau kenal seorang bocah laki-laki dengan rambut hitam?"

Mata Felisha melebar. "Dimana dia?"

"Mati, dia diinjak oleh iblis besar itu," ucapnya tanpa perasaan.

"...Apa...?" Felisha membelalak, dia menoleh ke belakang, melirik wajah pria ini yang hanya menunjukkan ekspresi datar. "Kenapa...?" bisiknya lirih.

"Kenapa aku tidak bersedih? Kenapa aku tidak menolongnya? Atau kenapa aku tidak membawa mayatnya?"

"Semuanya!" jeritnya sambil mencakar punggung Firson.

Firson mengabaikan rasa sakit itu dan menjawab. "Yah, dia sudah kehilangan setengah tubuhnya saat aku datang. Karena pundakku juga sudah penuh, jadi aku membiarkan mayatnya untuk dimakan iblis itu. Aku tidak punya alasan untuk bersedih atas kematian seorang bocah lemah yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri."

Felisha melepaskan cakarannya dengan lemas, air mata merebak membasahi pipinya, dia menangis seolah tak ada hari esok untuknya. Tangisan itu membuat Firson merasa bersalah sekaligus bingung.

Saat ini tubuh Firson berubah menjadi dewasa, karena dunia ini—Warplace, Neraka, dan Surga—menilai 'jiwa', bukan tubuh fisik. Firson telah hidup 20 tahun di bumi dan 2000 tahun di Neraka pada kehidupan pertamanya, maka tentu saja jiwanya sudah dewasa, lagipula jiwanya tidak pernah mati atau pun hancur.

Hal yang sangat aneh saat ini adalah Felisha berubah menjadi dewasa. Ada satu kemungkinan yang Firson pikirkan tentangnya, yaitu Felisha telah kembali ke masa lalu sama seperti dirinya. Bagaimana caranya? Dia tidak tahu. Namun ada hal yang menurut Firson lebih penting, yaitu alasan mengapa dia menangis. Jika Felisha kembali ke masa lalu, maka seharusnya dia tidak memiliki alasan untuk menangisi bocah yang dulunya telah dia fitnah sampai membuatnya terbunuh.

'Apakah dia merasa menyesal karena telah berbuat keji padaku? Atau dia tahu lelaki yang menggendongnya adalah 'Firson'? Apa dia berakting sedemikian rupa supaya aku tidak membalas dendam dan membunuhnya? Apa yang harus kulakukan padanya sekarang?' batin Firson dipenuhi oleh prasangka dan kebingungan.

Yuna terbangun disaat Firson memikirkan banyak hal. "Hmm...? Dimana ini?" gumamnya. Tidak ada yang menjawab pertanyaan lirihnya, dia menengok ke samping dan melihat seorang wanita dewasa sedang menangis tersedu-sedu. "Kakak kenapa?" tanyanya dengan lembut.

Felisha meliriknya, dia ingin menjawab tapi tidak bisa, air matanya tidak mau berhenti dan mulutnya terkatup rapat tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Karena tidak menjawab, Yuna beralih pada orang yang menggendongnya, dia tahu nama orang ini. "Kak Artega, apa yang terjadi?"

Ini adalah masalah lainnya bagi Firson, jika dia berbohong hal yang sama pada Yuna, apa dia akan percaya? Jika dia percaya pun pastinya dia akan sangat terpukul mendengar kematian palsu itu, karena dialah yang telah mendorong Firson ke dalam portal. Dan jika dia tidak percaya... dia mungkin akan mencarinya sampai dia mati. Firson tidak ingin gadis kecil ini menderita karena kebohongannya.

"...Namaku bukan Artega," jelasnya. "Aku Firson."

"Eh?" Yuna memiringkan kepalanya dengan bingung sedangkan Felisha mengerutkan wajahnya.

Saat Felisha akan mengatakan sesuatu, Firson tiba-tiba berteriak. "Oooyy! Di sini!" Dia melambai-lambaikan tangannya ke udara. Dalam pandangan terlihat sebuah kereta yang dikendarai oleh 2 kadal besar. Kereta itu sedang melaju ke arah barat, mungkin karena teriakan Firson yang membuat kereta itu berbelok arah menuju ke tempatnya.

"Kalian berdua bersembunyilah di belakang punggungku," katanya sambil berbalik dan menurunkan mereka berdua.

"Aw aw, panas!" Yuna berjingkrak-jingkrak kepanasan. Felisha tidak bergerak, dia hanya menatap lekat pada Firson.

Kereta kadal itu sudah sampai di depan mereka. Seorang kusir yang memakai kaos putih diselubungi rompi coklat dan topi koboi sedang duduk di kursi depan. Wajahnya memasang ekspresi tegas dengan kulit yang berwarna coklat gelap. Dia terdiam sebentar saat melihat Firson dan 2 orang wanita di belakangnya, kemudian dia berbicara dengan suara serak.

"Perlu bantuan kawan?"

Related chapters

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 9: Aesr

    Kadal-kadal besar itu panjangnya mencapai 2 meter— 3 meter jika dihitung dengan ekor mereka. Tingginya tiga per empat manusia dewasa. Sisiknya yang kasar berwarna merah jingga. Masing-masing kakinya memiliki 4 jari dengan kuku yang sudah dipotong rapi oleh pemiliknya. Sepertinya kadal ini dikhususkan untuk menarik kereta, bukan untuk bertarung."Kami butuh tumpangan untuk sampai ke kota Lenad, dan beberapa pakaian," ujar Firson."Ya, itu bisa diatur asalkan bayarannya cukup." Tatapan kusir itu menelusuri tubuh Firson dari atas sampai bawah. "Tapi… sepertinya kau tidak memiliki bayaran yang cukup."Firson melipat lengan di dadanya. "Aku bisa menjadi pengawalmu, cukup berikan aku pedang dan kau tidak perlu takut pada Aesr.""Hoo…?" Kusir itu menaikkan satu alisnya meragukan. "Kau sendiri bisa membunuhnya?""Ya," tegasnya."Yah… itu kebohongan yang cukup meyakinkan kawan, sayangnya aku sudah memiliki pengawal di sana," ucapnya sambil mengarahkan jempol ke belakang.Di kursi penumpang ter

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 10: Clerk, Renos, Zahen

    *Waaahhh*Kemunculan Aesr yang jauh lebih besar membuat semua orang panik. Ukurannya mencapai dua kali lipat dari yang tadi telah dibunuh oleh Manusia Kapak dan Malaikat Pemalas."Bos!" Manusia Kapak berteriak sambil berlari menuju Pak Tua yang terlempar ke arah mereka berdua, Malaikat Pemalas terbang menggunakan kedua sayapnya dan berhasil menangkap Pak Tua itu di udara. Sungguh keberuntungan bahwa dia tidak terluka sedikit pun.Di sisi lain, Firson melepaskan lengannya yang tengah memegang Felisha sehingga dia jatuh ke atas pasir. "Aduh…! Kenapa kau tiba-tiba melepaskan aku?!" Firson tidak menjawabnya, dia menoleh pada Yuna. "Yuna, kamu bisa berdiri sendiri?""I-iya, aku bisa…" sahutnya agak gugup."Hey! Jawab—""Baiklah." Firson menurunkan gadis itu dengan hati-hati.Melihat senjata-senjata rusak yang bertebaran di atas pasir, Firson mengambil satu pedang baja berwarna abu. Pedang hiasan yang kondisinya cukup baik, dengan ketajamannya tidak lebih dari pisau dapur, tapi ini sudah c

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 1: Menguasai Dunia

    Di sebuah tanah tandus yang membentang luas sejauh puluhan ribu kilometer, jutaan manusia sedang berperang. Suara gerincing pedang serta tombak diringi oleh teriakan semangat, rintihan rasa sakit, dan kematian. Armor mereka terlihat sangat kokoh, namun dengan setiap goresan dan tusukan, armor-armor itu rusak. Kulit yang tergores mengeluarkan darah, perut yang tertusuk mengeluarkan organ dalam, leher yang tertebas membuat kepala melayang.Sekelompok manusia berkomat-kamit merapalkan mantra, terciptalah bola-bola api di udara hampa. Bola api itu turun seperti meteor dan berhasil meluluhlantakkan ribuan prajurit. Jika mereka tidak mati, maka hanya keputusasaan yang tersisa dalam diri mereka."Perang akan segera berakhir! Kemenangan adalah milik kita!" teriak seorang Pria dengan aura kepemimpinan yang tak tergoyahkan. Tubuh bagian atasnya telanjang, tanpa memakai armor mewah ataupun baju prajurit, menunjukkan kepercayaan dirinya yang begitu luar biasa. Tangan kanannya diangkat, mengacung

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 2: Pengkhianatan

    "FIRSON! Apa artinya semua ini?!" Clasius membentaknya dengan amarah yang menggebu-gebu.Firson masih tetap dengan wajah datarnya. "Artinya kau akan mati, bodoh.""Ap-apa?! Jangan panggil aku bodoh!""Malah itu yang kau permasalahkan? Lihat prajuritmu yang kesulitan itu, dan itu juga, sepertinya dia ingin memakanmu." Firson menunjuk ke salah satu monster di medan perang.Clasius melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Firson dengan ekspresi kengerian. "Itu…""Cerberus," tukas Firson. "Yah… akhirnya kau akan mati juga, sungguh melelahkan menjadi tangan kanan seorang Raja yang sangat tolol."Clasius jelas sangat marah mendengar perkataan Firson, tapi dia tidak punya waktu untuk mengurus hal itu sekarang. Monster besar setinggi 12 meter dengan tiga kepala anjing yang memiliki tanduk, sedang berlari cepat menuju tempat Clasius dan Firson berada. Kuda yang ditumpangi Clasius mengeluarkan suara yang memekikkan telinga, bergerak tak karuan hingga membuat Clasius terjatuh.Kuda itu ingin berlari

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 3: Menghancurkan Dunia

    Saat berusia 20 tahun, aku pernah mencintai seorang gadis. Rambut hitamnya diikat, wajahnya seolah dipahat dipadukan dengan senyumnya yang memikat. Belum lagi sifatnya yang periang dan suka membantu orang, aku sangat menyukai segala hal tentangnya. Tapi, sepertinya dia tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku. Yah, aku tidak terlalu memikirkannya, lagipula cinta memang perlu perjuangan.Saat itu aku sudah mendapatkan kekuatan untuk melihat masa depan, kekuatan ini aktif saat aku melihat seseorang, tapi tidak ada yang benar-benar penting tentang masa depan warga desa, hanya ada satu orang yang masa depannya bisa dianggap genting… si gadis.Aku melihat bagaimana dua orang bandit memperkosa dia bersama-sama dengan cara brutal. Untungnya itu hanya mimpi buruk yang diperlihatkan mata ini, jadi aku bisa mencegahnya, ya… aku sangat yakin bisa mencegah itu dengan satu dan dua cara. Aku memperingatkan si gadis untuk berhati-hati, tapi sepertinya itu tidak mengubah apapun. Aku mengajaknya u

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 4: Kembali

    Danau… ya, sebuah danau. Aku melihat pantulan seorang pria dari air danau. Dia terlihat sangat berantakan, tak ada ekspresi apapun di wajahnya, mata ungunya sangat redup, sepertinya dia tidak memiliki motivasi apapun untuk hidup. Tapi… selain pria, aku melihat hal lainnya, sebuah harapan yang berawal dari keputusasaan.—————Seorang Kakek duduk di sebuah tahta cahaya, dia sedang melihat telapak tangan kanannya. "Umur 19 menemukan permata 'Omithyst' sekaligus mendapatkan kekuatannya, umur 20 mati dan masuk ke dalam Neraka." Kakek itu menaikkan alisnya. "Setelah mendapat kekuatan, kau malah mati. Kau pasti orang paling tolol sedunia.""..." aku tidak menanggapi ejekannya."Umur 21 terbunuh sebanyak 3 kali oleh iblis, air sungai, dan buah mangga…" dia berhenti berbicara lalu menatapku dengan jijik. "Air sungai? Dan juga mangga? Kau mati oleh buah mangga? Bagaimana mungkin?""Yah, kau tahu… Hutan Siksaan. Aku memakan buah mangga karena merasa lapar. Tapi setelah itu, isi perutku mala

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 5: Yuna dan Edna

    'Firson, maukah kamu tinggal di sini bersamaku selamanya…?'Suaranya sangat jernih dan memikat.'Benarkah?! Yeeey!'Dia sangat bersemangat, ekornya bergerak ke sana kemari, dan… pelukannya terasa begitu hangat.'Aku akan mengajakmu berkeliling, Neraka sebenarnya punya banyak tempat bagus yang bisa kita kunjungi.'Dia mengacungkan jari telunjuknya sambil memasang wajah sok tahu.'Lihat! Itu adalah Pohon Iblis, pohon itu tidak bisa ditebang, dan tidak mungkin mati.'Tapi aku berhasil menebangnya. Itu adalah sebuah pohon yang sangat besar, tingginya melebihi 3000 meter, dengan diameter mencapai 1200 meter.'Pohon itu menghasilkan buah berwarna warni, seorang iblis akan lahir saat buah itu jatuh ke tanah.'Ya, aku telah memutus rantai kehidupan di Neraka.'Eh?! Iblis melahirkan?! T-tentu saja bisa, t-t-tapi… kurasa i-itu masih terlalu dini…'Wajah tersipunya sangat imut, sayang aku tidak menyadarinya waktu itu."B-baiklah! Kita lanjut berkeliling ya.'Sebenarnya tidak perlu, karena aku ju

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 6: Portal

    "Terimakasih."*Buk!*Edna menutup pintu tanpa menjawab pertanyaan Yuna. Dia menatapku dengan heran. "Apa kain itu sangat spesial sampai Bi Edna merahasiakannya?" tanyanya.Aku berbalik, lalu berjalan, Yuna mengikuti di sampingku. "Tidak usah dipikirkan. Kain itu tidak terlalu spesial, hanya kain sutra yang sangat nyaman, dan memang harganya lumayan mahal."Tampaknya dia masih belum paham. "Benarkah? Kok kamu bisa tahu, Firson?""Ya, itu kan barang jualan ayahku.""Ooh, benar juga," dia seperti tercerahkan. "Ayahmu seorang pedagang ya…""Iya," sahutku pendek.Jari telunjuk Yuna menyentuh bibirnya. "Apa ayahmu menjual gaun tuan putri?" tanyanya."Gaun tuan putri? Apa itu?""Itu gaun paling mewah yang pernah aku lihat, kamu tahu… nah… bentuknya… terus…."Entah kenapa, percakapan ini terasa familiar. Apakah dulu aku pernah membicarakan hal serupa dengan Yuna?Tidak… aku rasa bukan dengannya….———'Lihat Firson! Aku jadi semakin cantik, kan? Hehe… aku mencurinya dari ruang harta Keraja

Latest chapter

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 10: Clerk, Renos, Zahen

    *Waaahhh*Kemunculan Aesr yang jauh lebih besar membuat semua orang panik. Ukurannya mencapai dua kali lipat dari yang tadi telah dibunuh oleh Manusia Kapak dan Malaikat Pemalas."Bos!" Manusia Kapak berteriak sambil berlari menuju Pak Tua yang terlempar ke arah mereka berdua, Malaikat Pemalas terbang menggunakan kedua sayapnya dan berhasil menangkap Pak Tua itu di udara. Sungguh keberuntungan bahwa dia tidak terluka sedikit pun.Di sisi lain, Firson melepaskan lengannya yang tengah memegang Felisha sehingga dia jatuh ke atas pasir. "Aduh…! Kenapa kau tiba-tiba melepaskan aku?!" Firson tidak menjawabnya, dia menoleh pada Yuna. "Yuna, kamu bisa berdiri sendiri?""I-iya, aku bisa…" sahutnya agak gugup."Hey! Jawab—""Baiklah." Firson menurunkan gadis itu dengan hati-hati.Melihat senjata-senjata rusak yang bertebaran di atas pasir, Firson mengambil satu pedang baja berwarna abu. Pedang hiasan yang kondisinya cukup baik, dengan ketajamannya tidak lebih dari pisau dapur, tapi ini sudah c

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 9: Aesr

    Kadal-kadal besar itu panjangnya mencapai 2 meter— 3 meter jika dihitung dengan ekor mereka. Tingginya tiga per empat manusia dewasa. Sisiknya yang kasar berwarna merah jingga. Masing-masing kakinya memiliki 4 jari dengan kuku yang sudah dipotong rapi oleh pemiliknya. Sepertinya kadal ini dikhususkan untuk menarik kereta, bukan untuk bertarung."Kami butuh tumpangan untuk sampai ke kota Lenad, dan beberapa pakaian," ujar Firson."Ya, itu bisa diatur asalkan bayarannya cukup." Tatapan kusir itu menelusuri tubuh Firson dari atas sampai bawah. "Tapi… sepertinya kau tidak memiliki bayaran yang cukup."Firson melipat lengan di dadanya. "Aku bisa menjadi pengawalmu, cukup berikan aku pedang dan kau tidak perlu takut pada Aesr.""Hoo…?" Kusir itu menaikkan satu alisnya meragukan. "Kau sendiri bisa membunuhnya?""Ya," tegasnya."Yah… itu kebohongan yang cukup meyakinkan kawan, sayangnya aku sudah memiliki pengawal di sana," ucapnya sambil mengarahkan jempol ke belakang.Di kursi penumpang ter

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 8: Gurun Pasir

    Di tengah gurun pasir yang luas terpancarlah pemandangan yang tak berujung. Langit cerah membiru tanpa awan, menyinari padang pasir yang membakar di bawahnya. Angin gurun berhembus dengan keras, mengangkat butiran pasir halus ke udara dan membentuk gumpalan-gumpalan yang berputar-putar. Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari gundukan pasir, seperti mayat hidup yang baru saja keluar dari kuburnya. Tangan itu mendorong tanah di bawahnya supaya tubuhnya yang terjebak dalam pasir bisa segera keluar. Beberapa saat kemudian, seorang pria yang telanjang bulat keluar dari sana dengan wajah penuh keringat dan napas yang berat. Dia kemudian memasukkan kedua tangannya pada pasir yang dia injak, dia menarik keluar dua sosok wanita dengan mata kedua wanita itu tertutup rapat, sepertinya mereka berdua telah pingsan.Yang satu adalah wanita dewasa berambut hitam panjang, wajahnya masih terlihat cantik meski terkotori oleh debu pasir. Satunya lagi seorang gadis kecil dengan rambut krem dan mata emas.

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 7: Moraka dan Gerbang Neraka

    Langit yang gelap gulita tanpa adanya bulan dan bintang, tidak ada yang namanya siang ataupun malam di tempat ini, yang ada hanya kegelapan. Di bawah langit itu, berjajar banyak bukit yang mengelilingi sebuah gerbang besar. Gerbang berwarna abu yang ditutupi oleh rantai-rantai yang sangat kokoh.Ada sesosok makhluk yang menyeramkan di depan gerbang itu. Tinggi dia mencapai 18 meter, tubuhnya berwarna hitam legam dipenuhi oleh otot yang gagah, di kepalanya ada tanduk besar mirip seperti domba jantan, mata merah tuanya melambangkan darah para musuh yang telah dihabisi olehnya.Moraka adalah namanya, Neraka menciptakan dia untuk menjaga Gerbang Neraka. Seringkali Moraka merenung dengan tugas yang diberikan kepadanya, 'menjaga dari siapa?' Tidak ada Malaikat yang cukup gila untuk masuk ke kawasan Gerbang Neraka. Hanya Iblis pencari informasi yang keluar masuk melalui gerbang ini, dan memang seharusnya selalu seperti itu.Tapi saat ini dia sangat waspada, sebuah portal hitam tiba-tiba munc

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 6: Portal

    "Terimakasih."*Buk!*Edna menutup pintu tanpa menjawab pertanyaan Yuna. Dia menatapku dengan heran. "Apa kain itu sangat spesial sampai Bi Edna merahasiakannya?" tanyanya.Aku berbalik, lalu berjalan, Yuna mengikuti di sampingku. "Tidak usah dipikirkan. Kain itu tidak terlalu spesial, hanya kain sutra yang sangat nyaman, dan memang harganya lumayan mahal."Tampaknya dia masih belum paham. "Benarkah? Kok kamu bisa tahu, Firson?""Ya, itu kan barang jualan ayahku.""Ooh, benar juga," dia seperti tercerahkan. "Ayahmu seorang pedagang ya…""Iya," sahutku pendek.Jari telunjuk Yuna menyentuh bibirnya. "Apa ayahmu menjual gaun tuan putri?" tanyanya."Gaun tuan putri? Apa itu?""Itu gaun paling mewah yang pernah aku lihat, kamu tahu… nah… bentuknya… terus…."Entah kenapa, percakapan ini terasa familiar. Apakah dulu aku pernah membicarakan hal serupa dengan Yuna?Tidak… aku rasa bukan dengannya….———'Lihat Firson! Aku jadi semakin cantik, kan? Hehe… aku mencurinya dari ruang harta Keraja

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 5: Yuna dan Edna

    'Firson, maukah kamu tinggal di sini bersamaku selamanya…?'Suaranya sangat jernih dan memikat.'Benarkah?! Yeeey!'Dia sangat bersemangat, ekornya bergerak ke sana kemari, dan… pelukannya terasa begitu hangat.'Aku akan mengajakmu berkeliling, Neraka sebenarnya punya banyak tempat bagus yang bisa kita kunjungi.'Dia mengacungkan jari telunjuknya sambil memasang wajah sok tahu.'Lihat! Itu adalah Pohon Iblis, pohon itu tidak bisa ditebang, dan tidak mungkin mati.'Tapi aku berhasil menebangnya. Itu adalah sebuah pohon yang sangat besar, tingginya melebihi 3000 meter, dengan diameter mencapai 1200 meter.'Pohon itu menghasilkan buah berwarna warni, seorang iblis akan lahir saat buah itu jatuh ke tanah.'Ya, aku telah memutus rantai kehidupan di Neraka.'Eh?! Iblis melahirkan?! T-tentu saja bisa, t-t-tapi… kurasa i-itu masih terlalu dini…'Wajah tersipunya sangat imut, sayang aku tidak menyadarinya waktu itu."B-baiklah! Kita lanjut berkeliling ya.'Sebenarnya tidak perlu, karena aku ju

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 4: Kembali

    Danau… ya, sebuah danau. Aku melihat pantulan seorang pria dari air danau. Dia terlihat sangat berantakan, tak ada ekspresi apapun di wajahnya, mata ungunya sangat redup, sepertinya dia tidak memiliki motivasi apapun untuk hidup. Tapi… selain pria, aku melihat hal lainnya, sebuah harapan yang berawal dari keputusasaan.—————Seorang Kakek duduk di sebuah tahta cahaya, dia sedang melihat telapak tangan kanannya. "Umur 19 menemukan permata 'Omithyst' sekaligus mendapatkan kekuatannya, umur 20 mati dan masuk ke dalam Neraka." Kakek itu menaikkan alisnya. "Setelah mendapat kekuatan, kau malah mati. Kau pasti orang paling tolol sedunia.""..." aku tidak menanggapi ejekannya."Umur 21 terbunuh sebanyak 3 kali oleh iblis, air sungai, dan buah mangga…" dia berhenti berbicara lalu menatapku dengan jijik. "Air sungai? Dan juga mangga? Kau mati oleh buah mangga? Bagaimana mungkin?""Yah, kau tahu… Hutan Siksaan. Aku memakan buah mangga karena merasa lapar. Tapi setelah itu, isi perutku mala

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 3: Menghancurkan Dunia

    Saat berusia 20 tahun, aku pernah mencintai seorang gadis. Rambut hitamnya diikat, wajahnya seolah dipahat dipadukan dengan senyumnya yang memikat. Belum lagi sifatnya yang periang dan suka membantu orang, aku sangat menyukai segala hal tentangnya. Tapi, sepertinya dia tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku. Yah, aku tidak terlalu memikirkannya, lagipula cinta memang perlu perjuangan.Saat itu aku sudah mendapatkan kekuatan untuk melihat masa depan, kekuatan ini aktif saat aku melihat seseorang, tapi tidak ada yang benar-benar penting tentang masa depan warga desa, hanya ada satu orang yang masa depannya bisa dianggap genting… si gadis.Aku melihat bagaimana dua orang bandit memperkosa dia bersama-sama dengan cara brutal. Untungnya itu hanya mimpi buruk yang diperlihatkan mata ini, jadi aku bisa mencegahnya, ya… aku sangat yakin bisa mencegah itu dengan satu dan dua cara. Aku memperingatkan si gadis untuk berhati-hati, tapi sepertinya itu tidak mengubah apapun. Aku mengajaknya u

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 2: Pengkhianatan

    "FIRSON! Apa artinya semua ini?!" Clasius membentaknya dengan amarah yang menggebu-gebu.Firson masih tetap dengan wajah datarnya. "Artinya kau akan mati, bodoh.""Ap-apa?! Jangan panggil aku bodoh!""Malah itu yang kau permasalahkan? Lihat prajuritmu yang kesulitan itu, dan itu juga, sepertinya dia ingin memakanmu." Firson menunjuk ke salah satu monster di medan perang.Clasius melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Firson dengan ekspresi kengerian. "Itu…""Cerberus," tukas Firson. "Yah… akhirnya kau akan mati juga, sungguh melelahkan menjadi tangan kanan seorang Raja yang sangat tolol."Clasius jelas sangat marah mendengar perkataan Firson, tapi dia tidak punya waktu untuk mengurus hal itu sekarang. Monster besar setinggi 12 meter dengan tiga kepala anjing yang memiliki tanduk, sedang berlari cepat menuju tempat Clasius dan Firson berada. Kuda yang ditumpangi Clasius mengeluarkan suara yang memekikkan telinga, bergerak tak karuan hingga membuat Clasius terjatuh.Kuda itu ingin berlari

DMCA.com Protection Status