Share

Chapter 4: Kembali

Penulis: Zefreud
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Danau… ya, sebuah danau. Aku melihat pantulan seorang pria dari air danau. Dia terlihat sangat berantakan, tak ada ekspresi apapun di wajahnya, mata ungunya sangat redup, sepertinya dia tidak memiliki motivasi apapun untuk hidup. Tapi… selain pria, aku melihat hal lainnya, sebuah harapan yang berawal dari keputusasaan.

Seorang Kakek duduk di sebuah tahta cahaya, dia sedang melihat telapak tangan kanannya. 

"Umur 19 menemukan permata 'Omithyst' sekaligus mendapatkan kekuatannya, umur 20 mati dan masuk ke dalam Neraka." Kakek itu menaikkan alisnya. "Setelah mendapat kekuatan, kau malah mati. Kau pasti orang paling tolol sedunia."

"..." aku tidak menanggapi ejekannya.

"Umur 21 terbunuh sebanyak 3 kali oleh iblis, air sungai, dan buah mangga…" dia berhenti berbicara lalu menatapku dengan jijik. "Air sungai? Dan juga mangga? Kau mati oleh buah mangga? Bagaimana mungkin?"

"Yah, kau tahu… Hutan Siksaan. Aku memakan buah mangga karena merasa lapar. Tapi setelah itu, isi perutku malah menjadi panas, hingga organ dalamku meleleh semua. Setelah aku bangkit, aku merasa sangat haus, jadi aku pergi ke sungai dan meminum airnya. Waktu kencing, yang keluar malah darah, dan itu terus keluar sampai darah dalam tubuhku habis semua," ujarku dengan wajah datar.

Si Kakek sepertinya merasa bersalah karena telah bertanya. "Ehem…! Umur 22 sampai 2000 sepertinya tidak ada yang menarik–"

"Apa maksudmu? Umur 654 aku menjadi master pedang, 766 membunuh Panglima dan Raja Iblis, 972 membantai seluruh iblis Neraka, 1180 keluar dari Nera–"

"Ya, cukup! Aku tahu semua perbuatan licikmu itu." Kakek itu menyergah dengan tidak senang. "Aku tahu bagaimana kau menjadikan raja terkuat dan terbodoh sebagai sekutumu, lalu kau manfaatkan dia untuk membunuh orang-orang kuat yang bisa menjadi penghalang bagimu, kemudian kau mengkhianatinya tanpa ada keraguan di dalam hatimu," tuturnya dengan nada menyindir.

Aku melipat tangan di dadaku. "Kusebut itu sebagai kejeniusan, lagipula tetap akulah yang harus membunuh orang-orang itu, aku hanya butuh informasi tentang keberadaan orang-orang kuat dari Clasius."

Kakek itu tersenyum sinis. "Heh, kejeniusan, itu namanya buang-buang waktu. Kenapa kau tidak langsung mengeluarkan Gerbang Neraka saja?" tanyanya.

"Kukira Pencipta itu pintar, ternyata tidak lebih pintar dari seekor kuda," ujarku sambil tersenyum menyindir.

Dia langsung naik pitam. "KAU BAJ–"

"Dengar," tukasku. "Jika aku langsung mengeluarkan mantra ilahi, maka orang-orang itu pasti menemukan sebuah cara untuk bertahan." Wajahku menjadi serius. "Dan jika mereka berhasil bertahan, ada kemungkinan mereka membalikkan keadaan. Kau setidaknya harus tahu sifat ciptaanmu bukan?"

Kakek itu sepertinya masih marah. "Tch, aku hanya mengujimu saja," katanya.

Aku mengangguk, mengiyakan perkataannya. "Baiklah, kalau begitu langsung saja kembalikan aku ke masa lalu."

Si Kakek melemaskan tubuhnya sambil bersandar pada tahta cahaya. "Firson Elgad, kau sudah menghancurkan duniaku, kenapa kau malah meminta hadiah?" tanyanya.

"Karena kau tidak punya pilihan lain."

Si Kakek menaikkan satu alisnya. "Tidak punya pilihan lain? Aku masih bisa membuat dunia baru."

"Terlalu lama untuk terciptanya peradaban, kekuatanmu juga sudah sangat menurun drastis. Cukup dengan argumennya, ambil kekuatan Omithyst di mataku, lalu kembalikan dunia ke masa lalu dengan aku sebagai pusatnya."

Kakek itu memegang dahinya, menghela napas, lalu menatapku. "Apa kau tidak merasa bersalah sedikit pun? Kau telah membunuh ratusan juta makhluk hidup."

"Aku memiliki satu alasan. Dan aku siap melakukan segalanya demi satu alasan itu."

"Hanya balas dendam yang tidak–"

"Bukan!" sergahku dipenuhi amarah. "Bukan dendam… aku ingin bertemu lagi dengannya…."

Si Kakek menggaruk kepalanya lalu berkata dengan nada serius. "Dengarkan aku… waktu memang akan diputar ulang, tapi ada sebuah konsekuensi yang akan menimpa dunia."

"Konsekuensi apa?"

"Permata Omithyst tidak akan jatuh ke Bumi, itu akan tetap berada di Gerbang Destiny. Dan kau pasti tahu siapa yang akan menjadi pemiliknya," ucap Kakek itu sambil menyipitkan matanya.

"...Naesvil?"

"Ya, Raja Iblis itu pasti mendapatkan Omithyst. Ketika permata itu berada di tangannya, maka Surga akan ditaklukkan dengan sangat mudah. Dan aku yakin dia tidak akan berhenti sampai disitu."

Baiklah, aku tidak memikirkannya sejauh itu, tapi…

"Aku akan membunuhnya lagi."

"Firson… kau terlalu meremehkan Raja Iblis. Ingatlah, saat itu 13 senjata Dewa menancap di tubuhnya. Kau mengalahkan seorang iblis cacat yang hanya bisa duduk di tahtanya…"

"Ya, akan kupikirkan caranya nanti, untuk sekarang kembalikan saja aku," ucapku sambil berjalan mendekat ke tahtanya. 

Kakek itu menghela napas berat. "...Baiklah, lagipula aku tidak peduli pada bajingan sepertimu," katanya dengan nada lelah.

Saat jarak kami sudah sangat dekat, Kakek itu menutup mataku menggunakan telapak tangan kanannya.

"Kupastikan kau mengalami kehidupan yang jauh lebih mengerikan dibanding hidup di Neraka."

"Aku tak keberatan, selama aku bisa menikmatinya."

"...Dasar gila."

Cahaya putih menyelimuti seluruh tubuhku, lama kelamaan… cahaya putih itu semakin bersinar terang. Memaksaku untuk menutup mata.

***

"...son"

Siapa?

"Fi…n"

Dimana? Kenapa sangat gelap…

"Firson!"

Aku membuka mata, terkesiap mendengar teriakan nyaring dari jarak yang sangat dekat.

"Kenapa kamu malah tidur?! Kamu, kan ceritanya jadi pengawal aku?" Seorang gadis kecil membentakku sambil berwajah cemberut.

Rambut hitamnya yang panjang dikepang satu kuncir kuda, terlihat benih kecantikan di wajahnya yang masih belia. Tapi aku tahu bagaimana rupanya saat sudah dewasa, ekspresi jijik tak bisa kutahan, itu keluar dengan alami ketika melihatnya.

Gadis itu terlihat khawatir. "Firson…? Kamu kenapa?" Tangan gadis itu akan menyentuh pundakku, tapi langsung aku tepis dengan kasar.

"Jangan menyentuhku jalang," ujarku dengan nada dingin.

Wajahnya mengernyit, bibirnya manyun, air mata merebak, dia lari sambil menutup matanya lalu berteriak. "Firson jahaaaaaat!!"

***

Aku duduk di kursi bersama orangtuaku, mereka ada di samping kiri dan kananku. Di seberang meja, ada gadis itu bersama kedua orangtuanya, dia masih menangis tersedu-sedu, Ibunya terus mengelap air mata itu menggunakan saputangan. 

"Firson, cepat minta maaf ke Felisha." Ibu menatapku sambil pura-pura marah, wajahnya masih terlihat sangat cantik di usianya yang ke-27, aku bersyukur rambut hitam dan mata ungunya yang indah diwariskan kepadaku.

"Maaf," ucapku datar.

"Nak, minta maaf yang benar, kamu sudah membuat seorang gadis menangis, harusnya kamu malu." Ayahku cukup tegas tentang masalah ini. "Ayo, tundukkan kepalamu dan minta maaflah dengan tulus."

Aku menundukkan kepala menuruti perkataan Ayahku. "Maaf," ujarku pelan.

Ayah ikut menundukkan kepalanya. "Aku minta maaf, anakku akan kudidik lebih baik lagi," katanya.

Ayah Felisha tersenyum kecut sambil mengangkat tangannya. "Sepertinya anakku juga ikut bersalah–"

"Tidak!" sergah Felisha. "A-aku cuman nge-ngebangunin Firson, tapi d-dia tiba-tiba membentakku, te-terus ngomong a-apa gitu… aku lupa…" tuturnya dengan tersedu-sedu, ingus keluar dari hidungnya.

Ayah menatapku dengan tajam. "Benarkah itu, Firson?"

"...iya," sahutku pelan.

"Kamu bicara apa ke Felisha?"

"Aku tidak sengaja membentaknya, lalu berkata jalang…"

Ayah memegang dahinya, dan Ibu menutup mulutnya.

"Dari mana kamu tahu kata kasar seperti itu?" Ayah bertanya dengan lelah.

"Dari Ayah," sahutku.

Ayah mengernyit. "Hah? Apa maksudmu? Ayah tidak pernah mengajarimu kata-kata kasar semacam itu." 

"Waktu di kamar tidur, Ayah sering bicara seperti itu pada Ibu." Itu sebuah kebenaran, bisa kujadikan sebagai alasan supaya masalah ini tidak berlarut-larut.

Mulut Ayah menganga diikuti cekikikan Ibu.

"Emm… kurasa ini hanya kesalahpahaman, lebih baik kalian segera pulang, sebentar lagi matahari terbenam," ujar Ayah Felisha sambil tersenyum kaku.

"...baiklah… Firson jabat tangan Felisha," tegas Ayahku.

Aku turun dari kursi, mendekati Felisha, lalu menjulurkan tanganku. Jika dipikir lagi, sepertinya aku terlalu berlebihan, saat ini Felisha masih kecil, dia belum melakukan kesalahan apa pun.

"Nak, jabat tangan Firson, kalian maaf-maafan ya…" bujuk Ibu Felisha sambil mengelap ingus anaknya.

"Hmmp!" Felisha berpaling ke kanan sambil menutup mata, dia menjulurkan tangannya dengan enggan. 

Aku menggenggamnya lalu kugerakkan ke atas dan ke bawah terus menerus. Awalnya Felisha merasa kesal, tapi saat dia membuka mata dan melihat senyum ejekan dariku, gadis itu merasa tertantang, dia mempercepat gerakan tangannya. 

Lihatlah betapa imutnya dirimu saat ini, hal yang merubahmu menjadi seekor binatang… aku tidak tahu. Namun jika itu bukan disebabkan olehmu, melainkan oleh orang lain, aku mungkin, mungkin saja bisa memaafkanmu. Dan orang yang sudah merubahmu, kupastikan mati tanpa alat kelamin.

***

Bunyi gerisik dedaunan diikuti udara sejuk sore hari membuat hatiku tentram. Aku pulang bersama Ayah dan Ibu, tanganku dipegang oleh mereka berdua. Kami hanya perlu melewati beberapa rumah saja untuk sampai ke rumahku.

Desa ini cukup kecil, hanya memiliki sekitar 45 orang penduduk. Setengahnya adalah orang tua, seperempatnya orang dewasa yang sudah berkeluarga, dan sisanya adalah remaja serta anak kecil. Sedikit sekali anak-anak di bawah usia 15 tahun, hanya ada 5 kalau tidak salah. 

Hampir semua warga desa adalah orang-orang yang melempariku dengan batu sampai aku mati. Pada tahun pertamaku di Neraka, aku selalu memikirkan dendam pada orang-orang tolol ini. Tapi setelah beberapa tahun, itu semua tidak penting, Neraka sudah membuatku sadar.

"Nak, kamu jangan pernah membentak seorang gadis, apalagi berkata kasar seperti itu… nanti ga ada yang mau temenan sama kamu loh…" Ayah tiba-tiba menasihatiku.

"Iya Ayah…" sahutku pelan.

"Itu benar Nak, jangan tiru perilaku buruk Ayahmu," Ibu menimpali sambil tertawa.

Ayah sepertinya merasa malu dan menyesal karena telah berbicara, suasana harmonis inilah yang sangat aku rindukan.

Bab terkait

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 5: Yuna dan Edna

    'Firson, maukah kamu tinggal di sini bersamaku selamanya…?'Suaranya sangat jernih dan memikat.'Benarkah?! Yeeey!'Dia sangat bersemangat, ekornya bergerak ke sana kemari, dan… pelukannya terasa begitu hangat.'Aku akan mengajakmu berkeliling, Neraka sebenarnya punya banyak tempat bagus yang bisa kita kunjungi.'Dia mengacungkan jari telunjuknya sambil memasang wajah sok tahu.'Lihat! Itu adalah Pohon Iblis, pohon itu tidak bisa ditebang, dan tidak mungkin mati.'Tapi aku berhasil menebangnya. Itu adalah sebuah pohon yang sangat besar, tingginya melebihi 3000 meter, dengan diameter mencapai 1200 meter.'Pohon itu menghasilkan buah berwarna warni, seorang iblis akan lahir saat buah itu jatuh ke tanah.'Ya, aku telah memutus rantai kehidupan di Neraka.'Eh?! Iblis melahirkan?! T-tentu saja bisa, t-t-tapi… kurasa i-itu masih terlalu dini…'Wajah tersipunya sangat imut, sayang aku tidak menyadarinya waktu itu."B-baiklah! Kita lanjut berkeliling ya.'Sebenarnya tidak perlu, karena aku ju

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 6: Portal

    "Terimakasih."*Buk!*Edna menutup pintu tanpa menjawab pertanyaan Yuna. Dia menatapku dengan heran. "Apa kain itu sangat spesial sampai Bi Edna merahasiakannya?" tanyanya.Aku berbalik, lalu berjalan, Yuna mengikuti di sampingku. "Tidak usah dipikirkan. Kain itu tidak terlalu spesial, hanya kain sutra yang sangat nyaman, dan memang harganya lumayan mahal."Tampaknya dia masih belum paham. "Benarkah? Kok kamu bisa tahu, Firson?""Ya, itu kan barang jualan ayahku.""Ooh, benar juga," dia seperti tercerahkan. "Ayahmu seorang pedagang ya…""Iya," sahutku pendek.Jari telunjuk Yuna menyentuh bibirnya. "Apa ayahmu menjual gaun tuan putri?" tanyanya."Gaun tuan putri? Apa itu?""Itu gaun paling mewah yang pernah aku lihat, kamu tahu… nah… bentuknya… terus…."Entah kenapa, percakapan ini terasa familiar. Apakah dulu aku pernah membicarakan hal serupa dengan Yuna?Tidak… aku rasa bukan dengannya….———'Lihat Firson! Aku jadi semakin cantik, kan? Hehe… aku mencurinya dari ruang harta Keraja

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 7: Moraka dan Gerbang Neraka

    Langit yang gelap gulita tanpa adanya bulan dan bintang, tidak ada yang namanya siang ataupun malam di tempat ini, yang ada hanya kegelapan. Di bawah langit itu, berjajar banyak bukit yang mengelilingi sebuah gerbang besar. Gerbang berwarna abu yang ditutupi oleh rantai-rantai yang sangat kokoh.Ada sesosok makhluk yang menyeramkan di depan gerbang itu. Tinggi dia mencapai 18 meter, tubuhnya berwarna hitam legam dipenuhi oleh otot yang gagah, di kepalanya ada tanduk besar mirip seperti domba jantan, mata merah tuanya melambangkan darah para musuh yang telah dihabisi olehnya.Moraka adalah namanya, Neraka menciptakan dia untuk menjaga Gerbang Neraka. Seringkali Moraka merenung dengan tugas yang diberikan kepadanya, 'menjaga dari siapa?' Tidak ada Malaikat yang cukup gila untuk masuk ke kawasan Gerbang Neraka. Hanya Iblis pencari informasi yang keluar masuk melalui gerbang ini, dan memang seharusnya selalu seperti itu.Tapi saat ini dia sangat waspada, sebuah portal hitam tiba-tiba munc

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 8: Gurun Pasir

    Di tengah gurun pasir yang luas terpancarlah pemandangan yang tak berujung. Langit cerah membiru tanpa awan, menyinari padang pasir yang membakar di bawahnya. Angin gurun berhembus dengan keras, mengangkat butiran pasir halus ke udara dan membentuk gumpalan-gumpalan yang berputar-putar. Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari gundukan pasir, seperti mayat hidup yang baru saja keluar dari kuburnya. Tangan itu mendorong tanah di bawahnya supaya tubuhnya yang terjebak dalam pasir bisa segera keluar. Beberapa saat kemudian, seorang pria yang telanjang bulat keluar dari sana dengan wajah penuh keringat dan napas yang berat. Dia kemudian memasukkan kedua tangannya pada pasir yang dia injak, dia menarik keluar dua sosok wanita dengan mata kedua wanita itu tertutup rapat, sepertinya mereka berdua telah pingsan.Yang satu adalah wanita dewasa berambut hitam panjang, wajahnya masih terlihat cantik meski terkotori oleh debu pasir. Satunya lagi seorang gadis kecil dengan rambut krem dan mata emas.

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 9: Aesr

    Kadal-kadal besar itu panjangnya mencapai 2 meter— 3 meter jika dihitung dengan ekor mereka. Tingginya tiga per empat manusia dewasa. Sisiknya yang kasar berwarna merah jingga. Masing-masing kakinya memiliki 4 jari dengan kuku yang sudah dipotong rapi oleh pemiliknya. Sepertinya kadal ini dikhususkan untuk menarik kereta, bukan untuk bertarung."Kami butuh tumpangan untuk sampai ke kota Lenad, dan beberapa pakaian," ujar Firson."Ya, itu bisa diatur asalkan bayarannya cukup." Tatapan kusir itu menelusuri tubuh Firson dari atas sampai bawah. "Tapi… sepertinya kau tidak memiliki bayaran yang cukup."Firson melipat lengan di dadanya. "Aku bisa menjadi pengawalmu, cukup berikan aku pedang dan kau tidak perlu takut pada Aesr.""Hoo…?" Kusir itu menaikkan satu alisnya meragukan. "Kau sendiri bisa membunuhnya?""Ya," tegasnya."Yah… itu kebohongan yang cukup meyakinkan kawan, sayangnya aku sudah memiliki pengawal di sana," ucapnya sambil mengarahkan jempol ke belakang.Di kursi penumpang ter

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 10: Clerk, Renos, Zahen

    *Waaahhh*Kemunculan Aesr yang jauh lebih besar membuat semua orang panik. Ukurannya mencapai dua kali lipat dari yang tadi telah dibunuh oleh Manusia Kapak dan Malaikat Pemalas."Bos!" Manusia Kapak berteriak sambil berlari menuju Pak Tua yang terlempar ke arah mereka berdua, Malaikat Pemalas terbang menggunakan kedua sayapnya dan berhasil menangkap Pak Tua itu di udara. Sungguh keberuntungan bahwa dia tidak terluka sedikit pun.Di sisi lain, Firson melepaskan lengannya yang tengah memegang Felisha sehingga dia jatuh ke atas pasir. "Aduh…! Kenapa kau tiba-tiba melepaskan aku?!" Firson tidak menjawabnya, dia menoleh pada Yuna. "Yuna, kamu bisa berdiri sendiri?""I-iya, aku bisa…" sahutnya agak gugup."Hey! Jawab—""Baiklah." Firson menurunkan gadis itu dengan hati-hati.Melihat senjata-senjata rusak yang bertebaran di atas pasir, Firson mengambil satu pedang baja berwarna abu. Pedang hiasan yang kondisinya cukup baik, dengan ketajamannya tidak lebih dari pisau dapur, tapi ini sudah c

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 1: Menguasai Dunia

    Di sebuah tanah tandus yang membentang luas sejauh puluhan ribu kilometer, jutaan manusia sedang berperang. Suara gerincing pedang serta tombak diringi oleh teriakan semangat, rintihan rasa sakit, dan kematian. Armor mereka terlihat sangat kokoh, namun dengan setiap goresan dan tusukan, armor-armor itu rusak. Kulit yang tergores mengeluarkan darah, perut yang tertusuk mengeluarkan organ dalam, leher yang tertebas membuat kepala melayang.Sekelompok manusia berkomat-kamit merapalkan mantra, terciptalah bola-bola api di udara hampa. Bola api itu turun seperti meteor dan berhasil meluluhlantakkan ribuan prajurit. Jika mereka tidak mati, maka hanya keputusasaan yang tersisa dalam diri mereka."Perang akan segera berakhir! Kemenangan adalah milik kita!" teriak seorang Pria dengan aura kepemimpinan yang tak tergoyahkan. Tubuh bagian atasnya telanjang, tanpa memakai armor mewah ataupun baju prajurit, menunjukkan kepercayaan dirinya yang begitu luar biasa. Tangan kanannya diangkat, mengacung

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 2: Pengkhianatan

    "FIRSON! Apa artinya semua ini?!" Clasius membentaknya dengan amarah yang menggebu-gebu.Firson masih tetap dengan wajah datarnya. "Artinya kau akan mati, bodoh.""Ap-apa?! Jangan panggil aku bodoh!""Malah itu yang kau permasalahkan? Lihat prajuritmu yang kesulitan itu, dan itu juga, sepertinya dia ingin memakanmu." Firson menunjuk ke salah satu monster di medan perang.Clasius melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Firson dengan ekspresi kengerian. "Itu…""Cerberus," tukas Firson. "Yah… akhirnya kau akan mati juga, sungguh melelahkan menjadi tangan kanan seorang Raja yang sangat tolol."Clasius jelas sangat marah mendengar perkataan Firson, tapi dia tidak punya waktu untuk mengurus hal itu sekarang. Monster besar setinggi 12 meter dengan tiga kepala anjing yang memiliki tanduk, sedang berlari cepat menuju tempat Clasius dan Firson berada. Kuda yang ditumpangi Clasius mengeluarkan suara yang memekikkan telinga, bergerak tak karuan hingga membuat Clasius terjatuh.Kuda itu ingin berlari

Bab terbaru

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 10: Clerk, Renos, Zahen

    *Waaahhh*Kemunculan Aesr yang jauh lebih besar membuat semua orang panik. Ukurannya mencapai dua kali lipat dari yang tadi telah dibunuh oleh Manusia Kapak dan Malaikat Pemalas."Bos!" Manusia Kapak berteriak sambil berlari menuju Pak Tua yang terlempar ke arah mereka berdua, Malaikat Pemalas terbang menggunakan kedua sayapnya dan berhasil menangkap Pak Tua itu di udara. Sungguh keberuntungan bahwa dia tidak terluka sedikit pun.Di sisi lain, Firson melepaskan lengannya yang tengah memegang Felisha sehingga dia jatuh ke atas pasir. "Aduh…! Kenapa kau tiba-tiba melepaskan aku?!" Firson tidak menjawabnya, dia menoleh pada Yuna. "Yuna, kamu bisa berdiri sendiri?""I-iya, aku bisa…" sahutnya agak gugup."Hey! Jawab—""Baiklah." Firson menurunkan gadis itu dengan hati-hati.Melihat senjata-senjata rusak yang bertebaran di atas pasir, Firson mengambil satu pedang baja berwarna abu. Pedang hiasan yang kondisinya cukup baik, dengan ketajamannya tidak lebih dari pisau dapur, tapi ini sudah c

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 9: Aesr

    Kadal-kadal besar itu panjangnya mencapai 2 meter— 3 meter jika dihitung dengan ekor mereka. Tingginya tiga per empat manusia dewasa. Sisiknya yang kasar berwarna merah jingga. Masing-masing kakinya memiliki 4 jari dengan kuku yang sudah dipotong rapi oleh pemiliknya. Sepertinya kadal ini dikhususkan untuk menarik kereta, bukan untuk bertarung."Kami butuh tumpangan untuk sampai ke kota Lenad, dan beberapa pakaian," ujar Firson."Ya, itu bisa diatur asalkan bayarannya cukup." Tatapan kusir itu menelusuri tubuh Firson dari atas sampai bawah. "Tapi… sepertinya kau tidak memiliki bayaran yang cukup."Firson melipat lengan di dadanya. "Aku bisa menjadi pengawalmu, cukup berikan aku pedang dan kau tidak perlu takut pada Aesr.""Hoo…?" Kusir itu menaikkan satu alisnya meragukan. "Kau sendiri bisa membunuhnya?""Ya," tegasnya."Yah… itu kebohongan yang cukup meyakinkan kawan, sayangnya aku sudah memiliki pengawal di sana," ucapnya sambil mengarahkan jempol ke belakang.Di kursi penumpang ter

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 8: Gurun Pasir

    Di tengah gurun pasir yang luas terpancarlah pemandangan yang tak berujung. Langit cerah membiru tanpa awan, menyinari padang pasir yang membakar di bawahnya. Angin gurun berhembus dengan keras, mengangkat butiran pasir halus ke udara dan membentuk gumpalan-gumpalan yang berputar-putar. Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari gundukan pasir, seperti mayat hidup yang baru saja keluar dari kuburnya. Tangan itu mendorong tanah di bawahnya supaya tubuhnya yang terjebak dalam pasir bisa segera keluar. Beberapa saat kemudian, seorang pria yang telanjang bulat keluar dari sana dengan wajah penuh keringat dan napas yang berat. Dia kemudian memasukkan kedua tangannya pada pasir yang dia injak, dia menarik keluar dua sosok wanita dengan mata kedua wanita itu tertutup rapat, sepertinya mereka berdua telah pingsan.Yang satu adalah wanita dewasa berambut hitam panjang, wajahnya masih terlihat cantik meski terkotori oleh debu pasir. Satunya lagi seorang gadis kecil dengan rambut krem dan mata emas.

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 7: Moraka dan Gerbang Neraka

    Langit yang gelap gulita tanpa adanya bulan dan bintang, tidak ada yang namanya siang ataupun malam di tempat ini, yang ada hanya kegelapan. Di bawah langit itu, berjajar banyak bukit yang mengelilingi sebuah gerbang besar. Gerbang berwarna abu yang ditutupi oleh rantai-rantai yang sangat kokoh.Ada sesosok makhluk yang menyeramkan di depan gerbang itu. Tinggi dia mencapai 18 meter, tubuhnya berwarna hitam legam dipenuhi oleh otot yang gagah, di kepalanya ada tanduk besar mirip seperti domba jantan, mata merah tuanya melambangkan darah para musuh yang telah dihabisi olehnya.Moraka adalah namanya, Neraka menciptakan dia untuk menjaga Gerbang Neraka. Seringkali Moraka merenung dengan tugas yang diberikan kepadanya, 'menjaga dari siapa?' Tidak ada Malaikat yang cukup gila untuk masuk ke kawasan Gerbang Neraka. Hanya Iblis pencari informasi yang keluar masuk melalui gerbang ini, dan memang seharusnya selalu seperti itu.Tapi saat ini dia sangat waspada, sebuah portal hitam tiba-tiba munc

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 6: Portal

    "Terimakasih."*Buk!*Edna menutup pintu tanpa menjawab pertanyaan Yuna. Dia menatapku dengan heran. "Apa kain itu sangat spesial sampai Bi Edna merahasiakannya?" tanyanya.Aku berbalik, lalu berjalan, Yuna mengikuti di sampingku. "Tidak usah dipikirkan. Kain itu tidak terlalu spesial, hanya kain sutra yang sangat nyaman, dan memang harganya lumayan mahal."Tampaknya dia masih belum paham. "Benarkah? Kok kamu bisa tahu, Firson?""Ya, itu kan barang jualan ayahku.""Ooh, benar juga," dia seperti tercerahkan. "Ayahmu seorang pedagang ya…""Iya," sahutku pendek.Jari telunjuk Yuna menyentuh bibirnya. "Apa ayahmu menjual gaun tuan putri?" tanyanya."Gaun tuan putri? Apa itu?""Itu gaun paling mewah yang pernah aku lihat, kamu tahu… nah… bentuknya… terus…."Entah kenapa, percakapan ini terasa familiar. Apakah dulu aku pernah membicarakan hal serupa dengan Yuna?Tidak… aku rasa bukan dengannya….———'Lihat Firson! Aku jadi semakin cantik, kan? Hehe… aku mencurinya dari ruang harta Keraja

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 5: Yuna dan Edna

    'Firson, maukah kamu tinggal di sini bersamaku selamanya…?'Suaranya sangat jernih dan memikat.'Benarkah?! Yeeey!'Dia sangat bersemangat, ekornya bergerak ke sana kemari, dan… pelukannya terasa begitu hangat.'Aku akan mengajakmu berkeliling, Neraka sebenarnya punya banyak tempat bagus yang bisa kita kunjungi.'Dia mengacungkan jari telunjuknya sambil memasang wajah sok tahu.'Lihat! Itu adalah Pohon Iblis, pohon itu tidak bisa ditebang, dan tidak mungkin mati.'Tapi aku berhasil menebangnya. Itu adalah sebuah pohon yang sangat besar, tingginya melebihi 3000 meter, dengan diameter mencapai 1200 meter.'Pohon itu menghasilkan buah berwarna warni, seorang iblis akan lahir saat buah itu jatuh ke tanah.'Ya, aku telah memutus rantai kehidupan di Neraka.'Eh?! Iblis melahirkan?! T-tentu saja bisa, t-t-tapi… kurasa i-itu masih terlalu dini…'Wajah tersipunya sangat imut, sayang aku tidak menyadarinya waktu itu."B-baiklah! Kita lanjut berkeliling ya.'Sebenarnya tidak perlu, karena aku ju

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 4: Kembali

    Danau… ya, sebuah danau. Aku melihat pantulan seorang pria dari air danau. Dia terlihat sangat berantakan, tak ada ekspresi apapun di wajahnya, mata ungunya sangat redup, sepertinya dia tidak memiliki motivasi apapun untuk hidup. Tapi… selain pria, aku melihat hal lainnya, sebuah harapan yang berawal dari keputusasaan.—————Seorang Kakek duduk di sebuah tahta cahaya, dia sedang melihat telapak tangan kanannya. "Umur 19 menemukan permata 'Omithyst' sekaligus mendapatkan kekuatannya, umur 20 mati dan masuk ke dalam Neraka." Kakek itu menaikkan alisnya. "Setelah mendapat kekuatan, kau malah mati. Kau pasti orang paling tolol sedunia.""..." aku tidak menanggapi ejekannya."Umur 21 terbunuh sebanyak 3 kali oleh iblis, air sungai, dan buah mangga…" dia berhenti berbicara lalu menatapku dengan jijik. "Air sungai? Dan juga mangga? Kau mati oleh buah mangga? Bagaimana mungkin?""Yah, kau tahu… Hutan Siksaan. Aku memakan buah mangga karena merasa lapar. Tapi setelah itu, isi perutku mala

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 3: Menghancurkan Dunia

    Saat berusia 20 tahun, aku pernah mencintai seorang gadis. Rambut hitamnya diikat, wajahnya seolah dipahat dipadukan dengan senyumnya yang memikat. Belum lagi sifatnya yang periang dan suka membantu orang, aku sangat menyukai segala hal tentangnya. Tapi, sepertinya dia tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku. Yah, aku tidak terlalu memikirkannya, lagipula cinta memang perlu perjuangan.Saat itu aku sudah mendapatkan kekuatan untuk melihat masa depan, kekuatan ini aktif saat aku melihat seseorang, tapi tidak ada yang benar-benar penting tentang masa depan warga desa, hanya ada satu orang yang masa depannya bisa dianggap genting… si gadis.Aku melihat bagaimana dua orang bandit memperkosa dia bersama-sama dengan cara brutal. Untungnya itu hanya mimpi buruk yang diperlihatkan mata ini, jadi aku bisa mencegahnya, ya… aku sangat yakin bisa mencegah itu dengan satu dan dua cara. Aku memperingatkan si gadis untuk berhati-hati, tapi sepertinya itu tidak mengubah apapun. Aku mengajaknya u

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 2: Pengkhianatan

    "FIRSON! Apa artinya semua ini?!" Clasius membentaknya dengan amarah yang menggebu-gebu.Firson masih tetap dengan wajah datarnya. "Artinya kau akan mati, bodoh.""Ap-apa?! Jangan panggil aku bodoh!""Malah itu yang kau permasalahkan? Lihat prajuritmu yang kesulitan itu, dan itu juga, sepertinya dia ingin memakanmu." Firson menunjuk ke salah satu monster di medan perang.Clasius melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Firson dengan ekspresi kengerian. "Itu…""Cerberus," tukas Firson. "Yah… akhirnya kau akan mati juga, sungguh melelahkan menjadi tangan kanan seorang Raja yang sangat tolol."Clasius jelas sangat marah mendengar perkataan Firson, tapi dia tidak punya waktu untuk mengurus hal itu sekarang. Monster besar setinggi 12 meter dengan tiga kepala anjing yang memiliki tanduk, sedang berlari cepat menuju tempat Clasius dan Firson berada. Kuda yang ditumpangi Clasius mengeluarkan suara yang memekikkan telinga, bergerak tak karuan hingga membuat Clasius terjatuh.Kuda itu ingin berlari

DMCA.com Protection Status