Home / Fantasi / Menghancurkan Dunia Demi Dia / Chapter 5: Yuna dan Edna

Share

Chapter 5: Yuna dan Edna

Author: Zefreud
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

'Firson, maukah kamu tinggal di sini bersamaku selamanya…?'

Suaranya sangat jernih dan memikat.

'Benarkah?! Yeeey!'

Dia sangat bersemangat, ekornya bergerak ke sana kemari, dan… pelukannya terasa begitu hangat.

'Aku akan mengajakmu berkeliling, Neraka sebenarnya punya banyak tempat bagus yang bisa kita kunjungi.'

Dia mengacungkan jari telunjuknya sambil memasang wajah sok tahu.

'Lihat! Itu adalah Pohon Iblis, pohon itu tidak bisa ditebang, dan tidak mungkin mati.'

Tapi aku berhasil menebangnya. Itu adalah sebuah pohon yang sangat besar, tingginya melebihi 3000 meter, dengan diameter mencapai 1200 meter.

'Pohon itu menghasilkan buah berwarna warni, seorang iblis akan lahir saat buah itu jatuh ke tanah.'

Ya, aku telah memutus rantai kehidupan di Neraka.

'Eh?! Iblis melahirkan?! T-tentu saja bisa, t-t-tapi… kurasa i-itu masih terlalu dini…'

Wajah tersipunya sangat imut, sayang aku tidak menyadarinya waktu itu.

"B-baiklah! Kita lanjut berkeliling ya.'

Sebenarnya tidak perlu, karena aku juga sudah tahu apa yang 'kan kau tunjukkan. Tapi baiklah, ayo jelajahi Neraka dan tunjukkan padaku lebih banyak lagi. Lagipula aku ingin terus mendengar suaramu, melihat tingkah lakumu, menghirup udara di sekitarmu, menyentuh setiap inci tubuhmu, dan selamanya bersamamu.

'Firson, maafkan aku….'

Tidak, akulah yang harus meminta maaf.

'Tolong jangan lupakan aku….'

Tentu saja.

Geli… tunggu, berhenti… ah, ternyata Ibu .

"Glitik glitik glitik, ayo bangun Nak," Ibu menggelitiki aku sambil tersenyum, sepertinya dia sangat menikmatinya.

"Udah bu… aku udah bangun, aduh…"

"Hehe, ayolah Nak, sarapan sudah siap. Ayahmu udah nunggu dari tadi," ujarnya dengan suara lembut.

"Iya bu…" sahutku sambil turun dari kasur.

"Eh?! Kamu turun sendiri dari kasur?!" Yah, dulu aku adalah anak yang sangat manja, tapi aku baru tahu se-tidak percaya itu Ibu padaku.

"...cuman turun dari kasur, tentu saja aku bisa," tuturku sambil tersenyum masam.

Ibu berjongkok, menyentuh kepalaku sambil memanyunkan bibirnya. "Tapi kan, biasanya juga kamu minta tolong sama Ibu … lagian umur kamu masih 8 tahun, kamu juga masih pendek." Ibu berusaha menggodaku supaya aku merajuk.

Ingin sekali aku membuatnya puas, tapi aku terlalu malu untuk merajuk di usiaku yang sekarang ini. Jadi aku memeluknya.

"Aah, ada apa nih? Kamu tiba-tiba jadi mandiri dan manja disaat yang bersamaan," ujarnya sambil mengusap rambutku.

"Aku kangen Ibu …" kataku manja. Ini perasaanku yang sebenarnya, sudah lama sekali aku mendambakan kehangatan Ibu .

"Aaaah… ada apa sayang? Kamu mimpi apa? Sini cerita sama Ibu …" tutur Ibu sambil menggosokkan pipinya ke pipiku.

Aku menikmatinya sebentar, setelah cukup puas, aku melepaskan pelukan dan berjalan ke pintu. "Waktunya sarapan," ujarku datar.

"Eeeh… tidak mau cerita dulu?" Wajah kecewa Ibu sangat lucu.

"Kan Ayah lagi nunggu."

"Haaah… yaudah, ayo kita sarapan." Ibu berdiri lalu mengikutiku.

Di ruang makan, Ayah sedang duduk sambil minum teh, dia tersenyum tipis saat melihat aku dan Ibu . Rambut merah dan kumis tipisnya terlihat sangat gagah seperti seorang ksatria, padahal dia hanya pedagang. Usiaku saat ini adalah 8 tahun, itu berarti Ayahku sudah 30 tahun.

"Selamat pagi Nak, tidurmu nyenyak?" Tanyanya dengan ramah.

"Selamat pagi Yah, iya aku tidur nyenyak," sapaku sambil berusaha duduk ke kursi.

Ruang makan ini hanya memiliki satu meja kecil dan empat kursi. Ayah duduk di depanku, sedangkan Ibu duduk di sampingku. Masakan yang Ibu buat sudah berjajar di meja, aku selalu ingat rasanya, biar kucicipi.

Ya. Hambar, kurang matang, kurang garam, tidak terlalu enak.

Masakan Ibu tidak pernah berubah, dulu aku selalu mengomel setiap kali makan, tapi sekarang aku sangat senang bisa memakan ini semua.

Ayah berhenti makan sejenak lalu menatapku. "Nak, Ayah mau minta tolong, nanti sebelum main, kamu antarkan barang ke rumah Bibi Edna ya… Ayah harus segera berangkat ke Kota Tumin."

"Baik Ayah…"

Edna, dia satu-satunya penyihir di desa ini. Aku tidak tahu seberapa hebat dia, Edna tidak pernah menunjukkan kekuatannya.

"Jangan lupa bawa air minum juga Nak," ucap Ibu sambil tersenyum.

"...iya bu…"

***

Sebuah wadah air yang terbuat dari kulit hewan digantungkan di pinggangku. Kemudian aku keluar dari rumah sambil membawa barang yang dibungkus oleh kain biru, entah apa yang ada di dalamnya.

Rumah Edna… benar juga, dimana itu? Aku lupa…

Haruskah aku kembali ke rumah dan bertanya…? Tidak, aku langsung jalan saja, lagipula desa ini kecil, nanti juga pasti ketemu.

"Firson!" Seseorang memanggil ketika aku sedang berjalan.

Gadis yang memiliki rambut krem dan mata emas…. Siapa…? Aku ingat samar-samar wajahnya, tapi aku tidak ingat sama sekali namanya. Dia mendekat, ayolah Firson… mengingat nama seseorang bukan masalah besar, kau pasti bisa.

"Hey Firson, kamu mau kemana?"

Baiklah, dia sudah berada di depanku, dia lebih tinggi dariku, tapi harusnya usia kami tidak beda jauh.

"Firson? Halooo?" Dia melambai-lambaikan tangannya di depan mataku. Untuk sekarang lebih baik aku jawab dulu pertanyaannya sambil tersenyum.

"Aku mau pergi ke rumah Bibi Edna…"

"Bibi Edna? Bukannya rumah Bi Edna ada di sebelah sana?" Dia menunjuk ke arah yang berlawanan dari arahku berjalan saat ini.

"...aku mau mengelilingi desa dulu sebelum ke rumah Bi Edna…" berbohong kepada anak kecil untuk menyembunyikan kesalahan ternyata sangat memalukan.

"Oooh… oke deh, kalau gitu ayo kita berangkat!"

Hah? Apa-apaan bocah ini, memangnya aku mengajakmu? Tapi biarlah, dengan begini aku tidak akan tersesat.

*****

Kami mulai berjalan melewati rumah-rumah petani yang terbuat dari kayu dan batu, dengan atap jerami yang melengkung. Jalan setapak tanah yang kasar membelah desa, ada juga toko-toko kecil yang menjual berbagai barang dagangan.

Nyanyian burung di pepohonan, dan desisan angin yang menerpa ladang-ladang hijau. Orang-orang desa bekerja keras, mereka menggembalakan ternak, serta bercocok tanam. Tercium aroma kayu bakar yang dibakar di perapian, dan juga wangi bunga-bunga liar yang mekar di tepi jalan.

Dia sepertinya sangat menikmati perjalanan ini, caranya berjalan sambil melompat terkesan sangat kekanak-kanakan.

Dia menoleh ke arahku. "Ngomong-ngomong, ada perlu apa ke rumah Bi Edna?" tanyanya.

"Aku mau memberikan barang titipan Ayah buat Bibi Edna," ujarku sambil menjulurkan bungkusan kain

"Oooh… barang apa?"

"Aku tidak tahu."

"Buka dong…"

Hmm… aku rasa tidak apa-apa dibuka, tapi aku tidak terlalu penasaran.

"Tidak usah."

"Ehh… ayolah… plissss…. Ya? Ya?" Bujuknya sambil menusuk-nusukkan telunjuknya ke pipiku.

"Haaah, ya, ya, ini dia."

Aku membuka bungkusan itu sedikit, sepertinya isinya adalah kain….

Tidak, ini… tumpukan celana dalam.

Gadis itu mendekatkan wajahnya. "Apa ini?"

"Ini kain," kataku sembari menutup bungkusan itu kembali.

"Oooh…"

Sepertinya dia sudah kehilangan minat.

"Firson, nanti kita mau main apa?"

Tiba-tiba ganti topik pembicaraan?

"Entahlah."

Memangnya aku punya waktu untuk bermain bersama bocah? Aku harus mencari cara untuk mengalahkan Raja Iblis….

"Gimana kalau main kejar-kejaran? Aku lagi semangat banget nih!"

"...ya, ayo main itu…"

Sesekali kurasa tidak masalah, lagipula aku ingin menikmati kehidupan ini.

"Hehe, kalau kalah jangan nangis yaa…"

Apa dulu aku se-cengeng itu?

"...ya."

Selama 15 menit dia terus berbicara tanpa pernah berhenti, semua yang keluar dari mulutnya adalah hal-hal tidak berguna.

"Ah, akhirnya kita sampai, ayo Firson."

Dia menuntunku ke suatu rumah kecil yang terbuat dari kayu. Gadis itu mengetuk pintu tiga kali, tuk tuk tuk.

"Bibi Edna…" panggilnya dengan sebuah nada.

Karena tidak ada jawaban, gadis itu mengetuk lagi, tuk tuk tuk

"Bi Edna… Fir–"

*kreeek*

Pintu terbuka memperlihatkan sosok wanita dewasa yang memakai gaun tidur hitam, rambut coklatnya acak-acakan, matanya juga masih setengah menutup. Dia menguap sambil menggaruk kepalanya.

"Hmmm? Yuna… Firson… ada apa?

Oh… jadi nama dia Yuna.

"Ini barang dari Ayah, Bi," ujarku sambil menjulurkan barang itu.

"Oohh! Jadi barang itu ya…" wajah lesunya sudah hilang entah kemana. Dengan semangat dia mengambil bungkusan itu dari tanganku.

Yuna terlihat agak kebingungan. "Memangnya kain itu spesial, Bi?"

Ya, memangnya apa yang spesial dari celana dalam itu?

Related chapters

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 6: Portal

    "Terimakasih."*Buk!*Edna menutup pintu tanpa menjawab pertanyaan Yuna. Dia menatapku dengan heran. "Apa kain itu sangat spesial sampai Bi Edna merahasiakannya?" tanyanya.Aku berbalik, lalu berjalan, Yuna mengikuti di sampingku. "Tidak usah dipikirkan. Kain itu tidak terlalu spesial, hanya kain sutra yang sangat nyaman, dan memang harganya lumayan mahal."Tampaknya dia masih belum paham. "Benarkah? Kok kamu bisa tahu, Firson?""Ya, itu kan barang jualan ayahku.""Ooh, benar juga," dia seperti tercerahkan. "Ayahmu seorang pedagang ya…""Iya," sahutku pendek.Jari telunjuk Yuna menyentuh bibirnya. "Apa ayahmu menjual gaun tuan putri?" tanyanya."Gaun tuan putri? Apa itu?""Itu gaun paling mewah yang pernah aku lihat, kamu tahu… nah… bentuknya… terus…."Entah kenapa, percakapan ini terasa familiar. Apakah dulu aku pernah membicarakan hal serupa dengan Yuna?Tidak… aku rasa bukan dengannya….———'Lihat Firson! Aku jadi semakin cantik, kan? Hehe… aku mencurinya dari ruang harta Keraja

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 7: Moraka dan Gerbang Neraka

    Langit yang gelap gulita tanpa adanya bulan dan bintang, tidak ada yang namanya siang ataupun malam di tempat ini, yang ada hanya kegelapan. Di bawah langit itu, berjajar banyak bukit yang mengelilingi sebuah gerbang besar. Gerbang berwarna abu yang ditutupi oleh rantai-rantai yang sangat kokoh.Ada sesosok makhluk yang menyeramkan di depan gerbang itu. Tinggi dia mencapai 18 meter, tubuhnya berwarna hitam legam dipenuhi oleh otot yang gagah, di kepalanya ada tanduk besar mirip seperti domba jantan, mata merah tuanya melambangkan darah para musuh yang telah dihabisi olehnya.Moraka adalah namanya, Neraka menciptakan dia untuk menjaga Gerbang Neraka. Seringkali Moraka merenung dengan tugas yang diberikan kepadanya, 'menjaga dari siapa?' Tidak ada Malaikat yang cukup gila untuk masuk ke kawasan Gerbang Neraka. Hanya Iblis pencari informasi yang keluar masuk melalui gerbang ini, dan memang seharusnya selalu seperti itu.Tapi saat ini dia sangat waspada, sebuah portal hitam tiba-tiba munc

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 8: Gurun Pasir

    Di tengah gurun pasir yang luas terpancarlah pemandangan yang tak berujung. Langit cerah membiru tanpa awan, menyinari padang pasir yang membakar di bawahnya. Angin gurun berhembus dengan keras, mengangkat butiran pasir halus ke udara dan membentuk gumpalan-gumpalan yang berputar-putar. Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari gundukan pasir, seperti mayat hidup yang baru saja keluar dari kuburnya. Tangan itu mendorong tanah di bawahnya supaya tubuhnya yang terjebak dalam pasir bisa segera keluar. Beberapa saat kemudian, seorang pria yang telanjang bulat keluar dari sana dengan wajah penuh keringat dan napas yang berat. Dia kemudian memasukkan kedua tangannya pada pasir yang dia injak, dia menarik keluar dua sosok wanita dengan mata kedua wanita itu tertutup rapat, sepertinya mereka berdua telah pingsan.Yang satu adalah wanita dewasa berambut hitam panjang, wajahnya masih terlihat cantik meski terkotori oleh debu pasir. Satunya lagi seorang gadis kecil dengan rambut krem dan mata emas.

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 9: Aesr

    Kadal-kadal besar itu panjangnya mencapai 2 meter— 3 meter jika dihitung dengan ekor mereka. Tingginya tiga per empat manusia dewasa. Sisiknya yang kasar berwarna merah jingga. Masing-masing kakinya memiliki 4 jari dengan kuku yang sudah dipotong rapi oleh pemiliknya. Sepertinya kadal ini dikhususkan untuk menarik kereta, bukan untuk bertarung."Kami butuh tumpangan untuk sampai ke kota Lenad, dan beberapa pakaian," ujar Firson."Ya, itu bisa diatur asalkan bayarannya cukup." Tatapan kusir itu menelusuri tubuh Firson dari atas sampai bawah. "Tapi… sepertinya kau tidak memiliki bayaran yang cukup."Firson melipat lengan di dadanya. "Aku bisa menjadi pengawalmu, cukup berikan aku pedang dan kau tidak perlu takut pada Aesr.""Hoo…?" Kusir itu menaikkan satu alisnya meragukan. "Kau sendiri bisa membunuhnya?""Ya," tegasnya."Yah… itu kebohongan yang cukup meyakinkan kawan, sayangnya aku sudah memiliki pengawal di sana," ucapnya sambil mengarahkan jempol ke belakang.Di kursi penumpang ter

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 10: Clerk, Renos, Zahen

    *Waaahhh*Kemunculan Aesr yang jauh lebih besar membuat semua orang panik. Ukurannya mencapai dua kali lipat dari yang tadi telah dibunuh oleh Manusia Kapak dan Malaikat Pemalas."Bos!" Manusia Kapak berteriak sambil berlari menuju Pak Tua yang terlempar ke arah mereka berdua, Malaikat Pemalas terbang menggunakan kedua sayapnya dan berhasil menangkap Pak Tua itu di udara. Sungguh keberuntungan bahwa dia tidak terluka sedikit pun.Di sisi lain, Firson melepaskan lengannya yang tengah memegang Felisha sehingga dia jatuh ke atas pasir. "Aduh…! Kenapa kau tiba-tiba melepaskan aku?!" Firson tidak menjawabnya, dia menoleh pada Yuna. "Yuna, kamu bisa berdiri sendiri?""I-iya, aku bisa…" sahutnya agak gugup."Hey! Jawab—""Baiklah." Firson menurunkan gadis itu dengan hati-hati.Melihat senjata-senjata rusak yang bertebaran di atas pasir, Firson mengambil satu pedang baja berwarna abu. Pedang hiasan yang kondisinya cukup baik, dengan ketajamannya tidak lebih dari pisau dapur, tapi ini sudah c

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 1: Menguasai Dunia

    Di sebuah tanah tandus yang membentang luas sejauh puluhan ribu kilometer, jutaan manusia sedang berperang. Suara gerincing pedang serta tombak diringi oleh teriakan semangat, rintihan rasa sakit, dan kematian. Armor mereka terlihat sangat kokoh, namun dengan setiap goresan dan tusukan, armor-armor itu rusak. Kulit yang tergores mengeluarkan darah, perut yang tertusuk mengeluarkan organ dalam, leher yang tertebas membuat kepala melayang.Sekelompok manusia berkomat-kamit merapalkan mantra, terciptalah bola-bola api di udara hampa. Bola api itu turun seperti meteor dan berhasil meluluhlantakkan ribuan prajurit. Jika mereka tidak mati, maka hanya keputusasaan yang tersisa dalam diri mereka."Perang akan segera berakhir! Kemenangan adalah milik kita!" teriak seorang Pria dengan aura kepemimpinan yang tak tergoyahkan. Tubuh bagian atasnya telanjang, tanpa memakai armor mewah ataupun baju prajurit, menunjukkan kepercayaan dirinya yang begitu luar biasa. Tangan kanannya diangkat, mengacung

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 2: Pengkhianatan

    "FIRSON! Apa artinya semua ini?!" Clasius membentaknya dengan amarah yang menggebu-gebu.Firson masih tetap dengan wajah datarnya. "Artinya kau akan mati, bodoh.""Ap-apa?! Jangan panggil aku bodoh!""Malah itu yang kau permasalahkan? Lihat prajuritmu yang kesulitan itu, dan itu juga, sepertinya dia ingin memakanmu." Firson menunjuk ke salah satu monster di medan perang.Clasius melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Firson dengan ekspresi kengerian. "Itu…""Cerberus," tukas Firson. "Yah… akhirnya kau akan mati juga, sungguh melelahkan menjadi tangan kanan seorang Raja yang sangat tolol."Clasius jelas sangat marah mendengar perkataan Firson, tapi dia tidak punya waktu untuk mengurus hal itu sekarang. Monster besar setinggi 12 meter dengan tiga kepala anjing yang memiliki tanduk, sedang berlari cepat menuju tempat Clasius dan Firson berada. Kuda yang ditumpangi Clasius mengeluarkan suara yang memekikkan telinga, bergerak tak karuan hingga membuat Clasius terjatuh.Kuda itu ingin berlari

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 3: Menghancurkan Dunia

    Saat berusia 20 tahun, aku pernah mencintai seorang gadis. Rambut hitamnya diikat, wajahnya seolah dipahat dipadukan dengan senyumnya yang memikat. Belum lagi sifatnya yang periang dan suka membantu orang, aku sangat menyukai segala hal tentangnya. Tapi, sepertinya dia tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku. Yah, aku tidak terlalu memikirkannya, lagipula cinta memang perlu perjuangan.Saat itu aku sudah mendapatkan kekuatan untuk melihat masa depan, kekuatan ini aktif saat aku melihat seseorang, tapi tidak ada yang benar-benar penting tentang masa depan warga desa, hanya ada satu orang yang masa depannya bisa dianggap genting… si gadis.Aku melihat bagaimana dua orang bandit memperkosa dia bersama-sama dengan cara brutal. Untungnya itu hanya mimpi buruk yang diperlihatkan mata ini, jadi aku bisa mencegahnya, ya… aku sangat yakin bisa mencegah itu dengan satu dan dua cara. Aku memperingatkan si gadis untuk berhati-hati, tapi sepertinya itu tidak mengubah apapun. Aku mengajaknya u

Latest chapter

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 10: Clerk, Renos, Zahen

    *Waaahhh*Kemunculan Aesr yang jauh lebih besar membuat semua orang panik. Ukurannya mencapai dua kali lipat dari yang tadi telah dibunuh oleh Manusia Kapak dan Malaikat Pemalas."Bos!" Manusia Kapak berteriak sambil berlari menuju Pak Tua yang terlempar ke arah mereka berdua, Malaikat Pemalas terbang menggunakan kedua sayapnya dan berhasil menangkap Pak Tua itu di udara. Sungguh keberuntungan bahwa dia tidak terluka sedikit pun.Di sisi lain, Firson melepaskan lengannya yang tengah memegang Felisha sehingga dia jatuh ke atas pasir. "Aduh…! Kenapa kau tiba-tiba melepaskan aku?!" Firson tidak menjawabnya, dia menoleh pada Yuna. "Yuna, kamu bisa berdiri sendiri?""I-iya, aku bisa…" sahutnya agak gugup."Hey! Jawab—""Baiklah." Firson menurunkan gadis itu dengan hati-hati.Melihat senjata-senjata rusak yang bertebaran di atas pasir, Firson mengambil satu pedang baja berwarna abu. Pedang hiasan yang kondisinya cukup baik, dengan ketajamannya tidak lebih dari pisau dapur, tapi ini sudah c

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 9: Aesr

    Kadal-kadal besar itu panjangnya mencapai 2 meter— 3 meter jika dihitung dengan ekor mereka. Tingginya tiga per empat manusia dewasa. Sisiknya yang kasar berwarna merah jingga. Masing-masing kakinya memiliki 4 jari dengan kuku yang sudah dipotong rapi oleh pemiliknya. Sepertinya kadal ini dikhususkan untuk menarik kereta, bukan untuk bertarung."Kami butuh tumpangan untuk sampai ke kota Lenad, dan beberapa pakaian," ujar Firson."Ya, itu bisa diatur asalkan bayarannya cukup." Tatapan kusir itu menelusuri tubuh Firson dari atas sampai bawah. "Tapi… sepertinya kau tidak memiliki bayaran yang cukup."Firson melipat lengan di dadanya. "Aku bisa menjadi pengawalmu, cukup berikan aku pedang dan kau tidak perlu takut pada Aesr.""Hoo…?" Kusir itu menaikkan satu alisnya meragukan. "Kau sendiri bisa membunuhnya?""Ya," tegasnya."Yah… itu kebohongan yang cukup meyakinkan kawan, sayangnya aku sudah memiliki pengawal di sana," ucapnya sambil mengarahkan jempol ke belakang.Di kursi penumpang ter

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 8: Gurun Pasir

    Di tengah gurun pasir yang luas terpancarlah pemandangan yang tak berujung. Langit cerah membiru tanpa awan, menyinari padang pasir yang membakar di bawahnya. Angin gurun berhembus dengan keras, mengangkat butiran pasir halus ke udara dan membentuk gumpalan-gumpalan yang berputar-putar. Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari gundukan pasir, seperti mayat hidup yang baru saja keluar dari kuburnya. Tangan itu mendorong tanah di bawahnya supaya tubuhnya yang terjebak dalam pasir bisa segera keluar. Beberapa saat kemudian, seorang pria yang telanjang bulat keluar dari sana dengan wajah penuh keringat dan napas yang berat. Dia kemudian memasukkan kedua tangannya pada pasir yang dia injak, dia menarik keluar dua sosok wanita dengan mata kedua wanita itu tertutup rapat, sepertinya mereka berdua telah pingsan.Yang satu adalah wanita dewasa berambut hitam panjang, wajahnya masih terlihat cantik meski terkotori oleh debu pasir. Satunya lagi seorang gadis kecil dengan rambut krem dan mata emas.

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 7: Moraka dan Gerbang Neraka

    Langit yang gelap gulita tanpa adanya bulan dan bintang, tidak ada yang namanya siang ataupun malam di tempat ini, yang ada hanya kegelapan. Di bawah langit itu, berjajar banyak bukit yang mengelilingi sebuah gerbang besar. Gerbang berwarna abu yang ditutupi oleh rantai-rantai yang sangat kokoh.Ada sesosok makhluk yang menyeramkan di depan gerbang itu. Tinggi dia mencapai 18 meter, tubuhnya berwarna hitam legam dipenuhi oleh otot yang gagah, di kepalanya ada tanduk besar mirip seperti domba jantan, mata merah tuanya melambangkan darah para musuh yang telah dihabisi olehnya.Moraka adalah namanya, Neraka menciptakan dia untuk menjaga Gerbang Neraka. Seringkali Moraka merenung dengan tugas yang diberikan kepadanya, 'menjaga dari siapa?' Tidak ada Malaikat yang cukup gila untuk masuk ke kawasan Gerbang Neraka. Hanya Iblis pencari informasi yang keluar masuk melalui gerbang ini, dan memang seharusnya selalu seperti itu.Tapi saat ini dia sangat waspada, sebuah portal hitam tiba-tiba munc

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 6: Portal

    "Terimakasih."*Buk!*Edna menutup pintu tanpa menjawab pertanyaan Yuna. Dia menatapku dengan heran. "Apa kain itu sangat spesial sampai Bi Edna merahasiakannya?" tanyanya.Aku berbalik, lalu berjalan, Yuna mengikuti di sampingku. "Tidak usah dipikirkan. Kain itu tidak terlalu spesial, hanya kain sutra yang sangat nyaman, dan memang harganya lumayan mahal."Tampaknya dia masih belum paham. "Benarkah? Kok kamu bisa tahu, Firson?""Ya, itu kan barang jualan ayahku.""Ooh, benar juga," dia seperti tercerahkan. "Ayahmu seorang pedagang ya…""Iya," sahutku pendek.Jari telunjuk Yuna menyentuh bibirnya. "Apa ayahmu menjual gaun tuan putri?" tanyanya."Gaun tuan putri? Apa itu?""Itu gaun paling mewah yang pernah aku lihat, kamu tahu… nah… bentuknya… terus…."Entah kenapa, percakapan ini terasa familiar. Apakah dulu aku pernah membicarakan hal serupa dengan Yuna?Tidak… aku rasa bukan dengannya….———'Lihat Firson! Aku jadi semakin cantik, kan? Hehe… aku mencurinya dari ruang harta Keraja

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 5: Yuna dan Edna

    'Firson, maukah kamu tinggal di sini bersamaku selamanya…?'Suaranya sangat jernih dan memikat.'Benarkah?! Yeeey!'Dia sangat bersemangat, ekornya bergerak ke sana kemari, dan… pelukannya terasa begitu hangat.'Aku akan mengajakmu berkeliling, Neraka sebenarnya punya banyak tempat bagus yang bisa kita kunjungi.'Dia mengacungkan jari telunjuknya sambil memasang wajah sok tahu.'Lihat! Itu adalah Pohon Iblis, pohon itu tidak bisa ditebang, dan tidak mungkin mati.'Tapi aku berhasil menebangnya. Itu adalah sebuah pohon yang sangat besar, tingginya melebihi 3000 meter, dengan diameter mencapai 1200 meter.'Pohon itu menghasilkan buah berwarna warni, seorang iblis akan lahir saat buah itu jatuh ke tanah.'Ya, aku telah memutus rantai kehidupan di Neraka.'Eh?! Iblis melahirkan?! T-tentu saja bisa, t-t-tapi… kurasa i-itu masih terlalu dini…'Wajah tersipunya sangat imut, sayang aku tidak menyadarinya waktu itu."B-baiklah! Kita lanjut berkeliling ya.'Sebenarnya tidak perlu, karena aku ju

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 4: Kembali

    Danau… ya, sebuah danau. Aku melihat pantulan seorang pria dari air danau. Dia terlihat sangat berantakan, tak ada ekspresi apapun di wajahnya, mata ungunya sangat redup, sepertinya dia tidak memiliki motivasi apapun untuk hidup. Tapi… selain pria, aku melihat hal lainnya, sebuah harapan yang berawal dari keputusasaan.—————Seorang Kakek duduk di sebuah tahta cahaya, dia sedang melihat telapak tangan kanannya. "Umur 19 menemukan permata 'Omithyst' sekaligus mendapatkan kekuatannya, umur 20 mati dan masuk ke dalam Neraka." Kakek itu menaikkan alisnya. "Setelah mendapat kekuatan, kau malah mati. Kau pasti orang paling tolol sedunia.""..." aku tidak menanggapi ejekannya."Umur 21 terbunuh sebanyak 3 kali oleh iblis, air sungai, dan buah mangga…" dia berhenti berbicara lalu menatapku dengan jijik. "Air sungai? Dan juga mangga? Kau mati oleh buah mangga? Bagaimana mungkin?""Yah, kau tahu… Hutan Siksaan. Aku memakan buah mangga karena merasa lapar. Tapi setelah itu, isi perutku mala

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 3: Menghancurkan Dunia

    Saat berusia 20 tahun, aku pernah mencintai seorang gadis. Rambut hitamnya diikat, wajahnya seolah dipahat dipadukan dengan senyumnya yang memikat. Belum lagi sifatnya yang periang dan suka membantu orang, aku sangat menyukai segala hal tentangnya. Tapi, sepertinya dia tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku. Yah, aku tidak terlalu memikirkannya, lagipula cinta memang perlu perjuangan.Saat itu aku sudah mendapatkan kekuatan untuk melihat masa depan, kekuatan ini aktif saat aku melihat seseorang, tapi tidak ada yang benar-benar penting tentang masa depan warga desa, hanya ada satu orang yang masa depannya bisa dianggap genting… si gadis.Aku melihat bagaimana dua orang bandit memperkosa dia bersama-sama dengan cara brutal. Untungnya itu hanya mimpi buruk yang diperlihatkan mata ini, jadi aku bisa mencegahnya, ya… aku sangat yakin bisa mencegah itu dengan satu dan dua cara. Aku memperingatkan si gadis untuk berhati-hati, tapi sepertinya itu tidak mengubah apapun. Aku mengajaknya u

  • Menghancurkan Dunia Demi Dia   Chapter 2: Pengkhianatan

    "FIRSON! Apa artinya semua ini?!" Clasius membentaknya dengan amarah yang menggebu-gebu.Firson masih tetap dengan wajah datarnya. "Artinya kau akan mati, bodoh.""Ap-apa?! Jangan panggil aku bodoh!""Malah itu yang kau permasalahkan? Lihat prajuritmu yang kesulitan itu, dan itu juga, sepertinya dia ingin memakanmu." Firson menunjuk ke salah satu monster di medan perang.Clasius melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Firson dengan ekspresi kengerian. "Itu…""Cerberus," tukas Firson. "Yah… akhirnya kau akan mati juga, sungguh melelahkan menjadi tangan kanan seorang Raja yang sangat tolol."Clasius jelas sangat marah mendengar perkataan Firson, tapi dia tidak punya waktu untuk mengurus hal itu sekarang. Monster besar setinggi 12 meter dengan tiga kepala anjing yang memiliki tanduk, sedang berlari cepat menuju tempat Clasius dan Firson berada. Kuda yang ditumpangi Clasius mengeluarkan suara yang memekikkan telinga, bergerak tak karuan hingga membuat Clasius terjatuh.Kuda itu ingin berlari

DMCA.com Protection Status