Bastian terus berdecak kesal saat akhirnya ia harus masuk ke kamar mandi lagi. Samar-samar aroma sabun mandi dan parfum milik Sierra pun menyeruak di sana dan Bastian menikmatinya. Ini aroma khas kamar mandi wanita yang selalu wangi dan bersih. Kamar mandinya pun kering dan ada pakaian dalam yang tergantung di sudut, tempat seharusnya menggantung handuk di sana. Tanpa sadar sudut bibir Bastian sedikit terangkat dan ia tersenyum singkat, sebelum akhirnya ia mematikan lampu kamar mandi agar tidak ada yang mengetahui kalau ada orang di dalam. Bastian pun tetap menunggu dalam diam sambil terus mengumpat karena ini sama sekali bukan dirinya. Baiklah, satu lagi hal baru yang ia rasakan sejak bersama Sierra, menjadi pengecut dan terus bersembunyi. Waktu itu bersembunyi dari Tere dan sekarang bersembunyi dari Jacob. Bastian benci melakukan ini, namun tidak dapat dipungkiri ucapan Sierra tadi membuatnya goyah. Walaupun Bastian belum mengerti apa maksud Sierra sebenarnya, tapi Bastian t
Sementara itu, Bastian yang masih berada di kamar mandi Sierra pun bernapas lega saat semuanya sudah aman. "Sial! Sampai kapan aku harus melakukan ini? Apa susahnya Sierra meninggalkan pria tua itu? Apa dia benar-benar mengincar harta Jacob?"Bastian mulai bertanya-tanya. Sikap Sierra tidak terlihat seperti pengejar harta, namun apa lagi yang menjadi penyebab wanita muda bertahan menjadi istri pria tua yang selalu bersikap kasar padanya kalau bukan karena uang. "Sial! Kalau hanya uang, aku bisa memberikannya! Aku benar-benar tidak menyangka aku kalah dari si tua brengsek itu!""Aku masih muda dan kaya tapi Sierra memilih yang tua! Brengsek!"Bastian masih terus mengumpat saat ia keluar dari kamar mandi dan merasakan perih di tangannya. Ia pun melirik tangannya yang sudah berdarah saat ini. Tadi ia memang menghantam saklar lampu dengan begitu keras tapi tadi rasanya tidak sesakit ini. Namun saat ini, kulitnya sudah terkelupas dan darah sudah merembes dari sana. "Sial!"Bastian ke
Bastian duduk di ranjang Sierra sambil menatapnya tajam, seolah pria itu memang sudah menunggunya sejak tadi."Mengapa kau masih di sini, Bastian?" tanya Sierra yang sudah lemas memikirkan begitu banyak yang harus ia hadapi secara terang-terangan saat ini. Jacob, Bastian, Laura. "Apa yang kau lakukan di kamar Jacob, Sierra?" Alih-alih menjawab pertanyaan Sierra, Bastian malah menanyakan hal lainnya.Sierra mengernyit mendengarnya, namun ia sudah memutuskan tidak akan mempersulit hidupnya dengan menanggapi Bastian lagi. "Itu bukan urusanmu, Bastian!""Apa kau melayaninya? Servis cepat?" tuduh Bastian begitu saja. Sierra langsung menganga mendengarnya dan amarahnya pun bangkit. "Bastian, apa di otakmu itu hanya ada hal seperti itu? Apa suami istri hanya boleh melakukan itu saja? Aku juga punya urusan lain dengan Jacob!""Sialan, Sierra! Kau yang membuatku seperti ini! Kau menolak saat kusentuh tapi selalu berakhir pasrah! Sebentar kau bersikap terhormat, sebentar murahan! Kau yang m
"Apa katamu, Sierra? Dia mengancammu?""Ya, begitulah, Valdo. Mendadak aku ketakutan apa yang akan dilakukan Tante Laura padaku."Valdo sudah kembali bekerja keesokan harinya dan seperti biasa, Sierra menceritakan semua yang terjadi pada Valdo. "Tenanglah, Sierra! Jangan takut, ada aku. Yang perlu kita lakukan saat ini adalah bergerak lebih cepat. Karena dia sudah mengetahui apa yang kau lakukan, berarti ada kemungkinan dia akan melakukan sesuatu yang membuat kita tidak bisa menemukan kelemahannya."Valdo terdiam sejenak dan nampak berpikir keras. Bagi Valdo, ia akan melakukan apa saja agar Sierra bisa lebih cepat menyelesaikan tugasnya dan keluar dari keluarga Sagala. Karena itu berarti Sierra bebas dan Valdo juga bebas mendekati Sierra, melindungi wanita itu, dan berhubungan secara wajar. Tidak dapat dipungkiri semua orang mempunyai maksudnya sendiri-sendiri. Namun di atas semua itu, maksud Valdo tulus demi kebebasan dan kebahagiaan Sierra. Sementara di rumah, Laura yang sudah
Bastian masih terus berusaha mencari kesempatan untuk mendekati Sierra di kantor hari itu. Suasana bekerja tidak pernah sama lagi sejak ia mempunyai affair dengan Sierra. Bastian menjadi makin bersemangat bekerja karena ia tahu di kantor ia bisa lebih bebas bersama Sierra daripada di rumah. Namun sialnya, kehadiran Valdo membuatnya tidak bebas lagi. "Tidak usah menemui Sierra lagi, Bastian!" seru Valdo saat mereka sudah berhadapan di depan pintu ruang kerja Sierra. "Aku dan Sierra bekerja bersama jadi mustahil aku tidak menemuinya, Valdo.""Oh, benarkah hanya itu maksudmu? Aku tahu kau sedang mendekati Sierra kan, Bastian? Tapi Sierra tidak suka didekati olehmu." Bastian hanya menyeringai mendengar ucapan Valdo. "Oh, kau hanya belum tahu bagaimana Sierra menanggapiku, Valdo. Bahkan dia sama berhasratnya denganku," bisik Bastian memprovokasi. Rahang Valdo pun mengeras mendengarnya. "Jangan mencoba memprovokasiku, Bastian! Kau tidak mau kita berkelahi lagi di sini kan?" "Huh,
Jacob Sagala bukanlah pria tua yang benar-benar bisa diprovokasi begitu saja, apalagi oleh Laura yang Jacob sudah tahu dengan jelas bahwa wanita itu adalah ular berbisa. Alasan Jacob mempercayai semua bukti yang Laura tunjukkan tentu saja karena Jacob sudah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kedekatan Bastian dan Sierra. Walaupun jujur saja Jacob sempat sangat marah saat mengetahui hubungan ini sudah lama terjalin dan sudah begitu dekat, namun amarah ini lebih ditujukan pada Sierra yang berani sekali membohonginya sekaligus mengabaikan peringatannya. Karena itu, akhirnya Jacob pun memutuskan untuk mempercepat rencananya. Sejak mengetahui kedekatan Bastian dan Sierra waktu itu, Jacob sudah memutar otak bagaimana cara menjauhkan mereka dan Jacob pun mendapat ide untuk menjodohkan Bastian saja. Bahkan beberapa kandidat sudah Jacob survey bibit, bebet, dan bobotnya, hingga akhirnya pilihan jatuh pada seorang wanita yang sudah lama tergila-gila pada Bastian yaitu Vella
Suasana masih begitu hening saat Jacob dan Bastian masih saling menatap tajam.Terlihat tidak ada yang mau mengalah di sana dan Bastian benar-benar keras kepala sama seperti Jacob. Hanya saja, Jacob yang saat ini sudah menyadari kesalahannya berharap bisa berdamai dengan anak semata wayangnya itu sebelum ia meninggal. Namun, tidak begitu dengan Bastian yang sama sekali tidak berniat berdamai dengan ayahnya itu. "Kau benar-benar keras kepala, Bastian! Semua yang Ayah lakukan ini untukmu! Agar kau tidak jatuh ke pelukan wanita yang salah!" bentak Jacob lagi. "Apa bedanya denganmu? Seperti kau tidak pernah jatuh ke pelukan wanita yang salah saja! Bahkan kau sampai menelantarkan anak istrimu karena pelakor murahan itu!" sahut Bastian sarkastik. Seketika Laura pun dibakar amarahnya karena sudah jelas yang Bastian maksud adalah dirinya. "Berani sekali kau menghinaku, Bastian?"Bastian yang mendengar kemarahan Laura hanya melirik singkat dan tertawa sinis. "Oh, kau merasa ternyata ya?
Bastian tidak pernah menginginkan wanita sebesar ia menginginkan Sierra. Bahkan setelah ia membela Sierra di depan semua orang, hasrat ingin memiliki Sierra bukannya meredup malah menjadi semakin besar. Itulah yang membuat Bastian tidak bisa menahan dirinya saat akhirnya Sierra memilih keluar dari ruang keluarga. Ada sebuah desakan di hati Bastian untuk memberitahu Sierra kalau perjodohan ini tidak ada artinya untuknya dan Bastian akan menentukan sendiri apa yang ia mau. Bastian pun langsung mengejar Sierra, menahannya, bahkan menciumnya untuk menunjukkan kesungguhannya. Bastian tidak pernah berpikir untuk menikah atau memiliki satu wanita saja dalam hidupnya. Pemikiran itu terlalu jauh.Bastian hanya tahu saat ini ia menginginkan Sierra. Sudah sejak beberapa waktu yang lalu dan Bastian pun yakin ia akan terus menginginkan Sierra untuk waktu yang sangat lama. Sedangkan Sierra yang mendapat perlakuan lembut dari Bastian malah hanya bisa mematung kaget. Ia tidak bisa bicara, tapi
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan