Bastian tidak pernah menginginkan wanita sebesar ia menginginkan Sierra. Bahkan setelah ia membela Sierra di depan semua orang, hasrat ingin memiliki Sierra bukannya meredup malah menjadi semakin besar. Itulah yang membuat Bastian tidak bisa menahan dirinya saat akhirnya Sierra memilih keluar dari ruang keluarga. Ada sebuah desakan di hati Bastian untuk memberitahu Sierra kalau perjodohan ini tidak ada artinya untuknya dan Bastian akan menentukan sendiri apa yang ia mau. Bastian pun langsung mengejar Sierra, menahannya, bahkan menciumnya untuk menunjukkan kesungguhannya. Bastian tidak pernah berpikir untuk menikah atau memiliki satu wanita saja dalam hidupnya. Pemikiran itu terlalu jauh.Bastian hanya tahu saat ini ia menginginkan Sierra. Sudah sejak beberapa waktu yang lalu dan Bastian pun yakin ia akan terus menginginkan Sierra untuk waktu yang sangat lama. Sedangkan Sierra yang mendapat perlakuan lembut dari Bastian malah hanya bisa mematung kaget. Ia tidak bisa bicara, tapi
Di rumah, Jacob sudah begitu geram dan ingin naik menyusul Sierra, namun Valdo menghentikannya.Valdo pun akhirnya berhasil menenangkan Jacob dan membawanya kembali ke ruang keluarga, sementara Valdo sendirilah yang menyusul Sierra ke atas, melindungi wanita itu dari amukan siapa pun.Valdo pun bertekad selama ia ada di sana, Valdo tidak akan membiarkan Sierra disalahkan atas kejadian tadi, sekalipun tindakan tadi memang merupakan suatu kesalahan. Sedangkan kesempatan itu digunakan oleh tiga wanita ular untuk menjelekkan Sierra di depan Jacob. "Aku tahu di sini Bastian juga salah, tapi yang namanya pria itu hanya mementingkan nafsu, apalagi Bastian belum menjalin hubungan denganku. Kalau dia bersamaku, aku yakin aku bisa merubahnya menjadi lebih baik, Om. Bastian menjadi seperti ini pasti karena Sierra yang terus menggodanya dan menyodorkan dirinya dengan murahan!" tuduh Vella. "Benar, Ayah! Sierra pasti terus menggodanya sampai Bastian menggila. Dasar wanita hina!" timpal Stephani
"Ini bukan salah Sierra. Suatu hubungan bisa terjadi karena persetujuan kedua belah pihak, bukan hanya Sierra saja. Aku tahu Anda menyayangi Bastian, tapi Anda juga tidak boleh melemparkan kesalahan begitu saja pada Sierra." Setelah mengobrol cukup lama dengan Sierra, Valdo akhirnya keluar dari kamar Sierra dan menghadap ke kamar Jacob lagi. Jacob masih kukuh menyalahkan Sierra, sedangkan Valdo juga kukuh membela Sierra."Berhenti membela Sierra, Valdo! Aku tahu kau juga menyukai wanita itu kan? Kau bahkan boleh membawanya dan memilikinya tapi jangan Bastian! Mengapa dari sekian banyak pria, yang dia pilih malah Bastian, hah?""Bukan begitu, Pak. Ini bukan salah Sierra. Tolong jangan menekannya lagi!""Diam kau, Valdo! Kau sudah mulai berani berbicara dengan nada tinggi padaku, hah?"Jacob makin marah malam itu sampai kepalanya berdenyut hebat dan Valdo pun akhirnya meminta Jacob untuk beristirahat saja. Setelah memastikan Jacob tertidur, Valdo pun akhirnya berpamitan pulang. Semen
Saat Bastian memilih untuk pergi ke kamarnya dan tidak jadi menemui Sierra, Jacob malah sudah mengambil kunci cadangan pintu kamar Sierra karena pria tua itu sudah lebih dulu membuka kamar itu, namun terkunci. Dengan perlahan, Jacob melangkah menuju kamar Sierra setelah Bastian pergi dari sana dan ia pun membuka kunci pintu kamar Sierra. KlikSuara kunci pintu itu terbuka. Pintu kamar Sierra di bagian dalam hanya dikunci dengan cara memutar knob, sehingga dari luar, kunci cadangan pun bisa langsung masuk dan membukanya. Sierra sendiri yang mendengar suara kunci dibuka langsung berdebar kencang. Apalagi saat pintu terbuka dan ia melihat Jacob di sana. Sierra menahan napasnya dan duduk di ranjangnya sambil mencengkeram selimutnya ketakutan. "Mengapa kau mengunci kamarmu, Sierra?" seru Jacob sambil melangkah masuk ke dalam. Jantung Sierra sudah bertalu-talu saat Jacob melangkah ke arahnya, seolah Jacob adalah pembunuh yang akan menghabisi nyawanya begitu saja. Tubuh Sierra pun ge
Sierra sama sekali tidak bisa tidur setelah Jacob keluar dari kamarnya. Jantungnya terus berdebar kencang dan air matanya pun masih terus meleleh. Sampai entah berapa lama ia mencoba, akhirnya ia tertidur juga. Namun tidak lama kemudian, ia kembali terbangun dan melirik jamnya. "Astaga, aku harus ke kamar Pak Tua itu," gumam Sierra yang langsung saja berlari ke kamar mandinya dan bersiap. Suasana rumah masih sepi karena memang ini masih subuh, tapi Sierra tahu kalau Jacob selalu bangun subuh. Perlahan Sierra pun melangkah ke kamar Jacob dan membuka pintu yang tidak terkunci itu. Sierra mengintip perlahan dan ia tidak menemukan Jacob di ranjangnya. Itu berarti Jacob sedang ada di kamar mandi. Sierra pun memberanikan diri masuk ke dalam kamar dan ia melihat sebuah buku kecil yang tergeletak di atas ranjang beserta kacamata. Sambil terus menoleh ke kamar mandi katena takut Jacob akan keluar, Sierra pun melangkah perlahan lalu meraih buku kecil itu. Sierra membukanya dan mengerny
Lagi-lagi Jacob mengembuskan napas panjang dengan kesal, seolah ia juga kesal karena pada akhirnya Sierra mengetahui apa yang ia sembunyikan. "Karena ini, Sierra! Karena aku takut suatu hari nanti kau juga akan mengkhianati aku!" geram Jacob. "Tidak ada orang lain yang bisa kupercayai karena aku tahu sejak muda aku tidak pernah menjadi orang baik!""Menawarkan ini padamu dan menyicil hutang ayahmu yang setinggi langit itu mungkin adalah kebaikan pertama yang aku lakukan untuk orang lain!""Dan memberitahu tentang penyakitku yang makin parah akan membuatmu meremehkan aku lalu memandangku lemah!" seru Jacob dengan nada yang tetap angkuh. Tapi Sierra menggeleng. "Kau salah, Pak Tua! Aku tidak pernah meremehkanmu!""Nyatanya kau menusukku dari belakang dan berhubungan dengan anakku, Sierra! Kau tahu sendiri kan kalau anakku itu satu-satunya alasan mengapa aku melakukan ini, Sierra?" Jacob kembali membentak Sierra. Jacob pun menatap Sierra penuh amarah. "Aku mau bersamanya di sisa hidu
"Akhir bulan. Aku setuju untuk menyelesaikan semuanya dan pergi di akhir bulan nanti.""Apa, Sierra? Akhir bulan?" ulang Valdo tidak percaya. Sierra sengaja berangkat ke kantor pagi-pagi sekali agar ia tidak perlu bertemu dengan semua orang di sana dan sekarang ia pun mengurung diri di ruang kerjanya bersama Valdo. "Benar. Ini jauh lebih cepat daripada perkiraanku, Valdo. Kuakui dulu aku berpikir untuk menyelesaikan semuanya dan pergi dari sana, tapi sekarang hatiku cukup sedih, Valdo," aku Sierra jujur. Valdo yang mendengarnya hanya mengembuskan napas panjang. Di satu sisi, ia ikut sedih dengan kondisi Jacob yang mengalami kemunduran. Di satu sisi lainnya, ia bersyukur Jacob bisa bicara baik-baik pada Sierra dan tidak bertindak kasar pada wanita itu. Dan di sisi lain lagi, Valdo merasa lega karena Sierra sudah memutuskan kapan akan pergi dari keluarga Sagala. Valdo tidak ingin bersikap munafik. Ia memang sedih karena ada bagian yang tidak sesuai dengan rencana mereka semula, n
Bastian sengaja bangun lebih pagi dan mencari Sierra ke kamarnya pagi itu, namun sialnya Sierra bangun lebih pagi lagi, menemui Jacob di kamarnya begitu lama sampai pergi ke kantor juga lebih pagi.Bastian mendapat info itu dari pelayan dan Bastian pun langsung mencari Jacob. "Apa yang sudah kau lakukan pada Sierra?" sembur Bastian begitu ia masuk ke kamar Jacob. Jacob yang baru saja menyimpan semua barangnya pun menatap Bastian dengan ekspresi yang biasa saja. Jujur Jacob sempat melow saat berpikir tentang hidupnya yang mungkin tidak akan lama. Apalagi melihat Sierra yang terus menangis tadi. Semakin tua, Jacob merasa sedikit mempunyai hati sampai hatinya bisa bergetar mendengar tangisan Sierra. Namun, tetap saja Sierra bukan siapa-siapa. Sungguh, hidup Jacob sendiri sudah begitu rumit dengan banyak orang jahat yang mengincar hartanya dan menambahkan satu Sierra dalam keluarganya sama sekali bukan hal yang bijak. Ya, terserah orang mau menganggap Jacob seperti apa saat mereka s
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan