Sierra masih tidak bisa menghentikan tangisannya saat ia sudah menemani Julio dan Rosella tidur. Walaupun Sierra berusaha tetap terlihat tegar di depan Julio karena Sierra selalu mengajarkan Julio untuk tidak cengeng, tapi nyatanya air mata Sierra terus mengalir lagi dan lagi. Hati Sierra begitu sakit. Entah bagaimana menjelaskannya, namun memiliki seorang kakak yang mengalami gangguan kejiwaan sama sekali bukan hal yang membanggakan dan Sierra pun selalu bersedih setiap ada satu orang baru yang mengetahuinya. Rasanya seolah bertambah orang yang akan berpikiran buruk tentang Rosella. Sierra pun makin merasa bersalah karena secara tidak langsung dirinyalah yang membuat Rosella menjadi seperti ini. Seketika ingatannya pun melayang pada malam tragis itu saat Sierra dan Rosella sedang melarikan diri dari kejaran para pria yang menangkapnya. Waktu itu Sierra tidak tahu pasti siapa para pria itu, rentenir atau penagih hutang lain, namun mereka menarik paksa Sierra dan Rosella dari rum
Sierra seketika mematung mendengar ucapan Bastian. Untuk sesaat, suasana hening dan Sierra pun menoleh ke arah Bastian. Bastian sendiri sudah melangkah mendekati Sierra sambil menatapnya dengan begitu hangat. "Aku sudah salah sangka padamu dan bersikap seperti orang bodoh. Maafkan aku!" kata Bastian lagi saat ia sudah tiba di hadapan Sierra. Mereka pun berdiri berhadapan dipisahkan oleh pintu mobil Sierra yang masih terbuka. Dan Sierra pun salah tingkah. Pertama, Sierra sama sekali tidak menyangka kalau Bastian akan menunggunya. Dan kedua, Sierra juga tidak menyangka bahwa pria itu bisa meminta maaf seperti ini. Sierra masih terdiam dan tidak bicara lagi, sampai akhirnya Bastian yang kenmbali berbicara. "Aku tidak tahu kalau Rosella itu benar ada dan dia adalah kakakmu."Sierra menelan saliva mendengarnya dan ia pun berusaha untuk bersikap seperti Sierra biasanya. Tentu saja rasanya akan aneh kalau mendadak ia dan Bastian bersikap lembut seperti barusan. "Ehem ... itu ... kau .
Jantung Sierra sudah berdebar tidak karuan melihat para pria itu mendekatinya, tapi ia tidak boleh terlihat ketakutan. "Tidak, terima kasih! Aku sedang menunggu temanku, silakan jalan dulu!" sahut Sierra cepat sambil langsung berkutat dengan ponselnya seolah acuh. Kali ini Sierra pun tidak berpikir panjang untuk mencari nomor Bastian dan meneleponnya. Dengan cepat Sierra meletakkan ponsel itu, di telinganya dan tetap bersikap tenang, padahal jantungnya sudah berdebar tidak karuan dan tubuhnya sudah gemetar. 'Ayo Bastian, angkat! Angkat!' seru Sierra dalam hatinya, namun sayangnya telepon Bastian sedang sibuk, hingga Sierra pun tidak berhenti mengumpat dalam hatinya. Sial! Siapa lagi yang harus Sierra telepon saat ini? Apa pengurus yayasan? Posisi Sierra belum terlalu jauh dari yayasan, namun terbilang tidak dekat juga dan apa tidak apa meminta bantuan mereka di saat seperti ini?Sierra pun begitu galau dengan tangan yang sudah ikut gemetar, tapi ia masih berusaha bersikap biasa s
Sierra sudah berpikir bahwa malam naas itu mungkin akan terulang lagi. Sierra sudah mengerahkan seluruh tenaganya untuk memberontak, tapi tenaganya tetap kalah. Namun, saat Sierra mulai merasa tidak ada harapan lagi, mendadak harapan itu datang untuknya. Mendadak tubuh preman yang mendekati Sierra ditarik ke belakang dan sebuah tinju kuat langsung mendarat di pipinya sampai membuat pria itu jatuh tersungkur. Buk! "Akhh!" "Berani sekali kau menyentuhnya, Brengsek!" seru seorang pria dengan nada yang sangat mengancam. Tepat saat itu, Sierra melihat Bastian di sana, berdiri menjulang tidak jauh di hadapannya dan jiwa Sierra yang tadinya sudah melayang entah ke mana mendadak kembali lagi memenuhi tubuhnya. "Bastian ...," lirih Sierra dengan tangisannya yang mendadak meledak. "Kau tidak apa, Sierra?" Bastian menatap Sierra yang penampilannya sudah berantakan dengan dress yang sudah tersingkap dan amarah Bastian pun langsung bangkit. "Brengsek kalian!" seru Bastian sambil lang
"Ibu tiri? Kau tidak perlu mengatakannya secara gamblang, Bastian!"Sierra terus mengomel kesal saat menyetir mobil Bastian pulang ke rumah. "Apanya yang salah, Sierra? Aku hanya berusaha untuk jujur karena memang kau adalah ibu tiriku.""Tapi posisi kita sangat sulit dimengerti oleh orang lain! Apa kau tidak bisa melihat bagaimana ekspresi dokter itu tadi saat kau bilang kalau aku ibu tirimu? Dia menganggapmu membual! Aku bahkan lebih muda daripada kau, bagaimana aku bisa menjadi ibu tirimu?""Soal itu, tanyakan sendiri pada dirimu!" sahut Bastian singkat. Dan Sierra pun mengembuskan napas kesal. "Baiklah, tidak usah dibahas lagi! Tapi aku tetap saja kesal, apa kau mau memberitahu pada seluruh dunia kalau aku ini ibu tirimu, hah?"Bastian yang mendengar omelan Sierra pun akhirnya memicingkan matanya. "Kalau kau memang tidak suka dengan kenyataan itu, seharusnya kau berbohong saja dan membenarkan bahwa kau adalah istriku, beres kan?" sahut Bastian santai. Namun, Sierra malah membe
Sierra tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya sampai ia membiarkan dirinya begitu dekat dengan Bastian saat ini. Seharusnya Sierra menghindar. Ya, seharusnya, tapi Sierra malah bertahan di sana dan tatapannya sudah terpaku pada dada bidang pria itu. Bastian sendiri yang melihat Sierra begitu berminat padanya pun langsung tersenyum kecil. "Apa yang kau lihat, Sierra?" goda Bastian. "Lukanya di bawah, di perut, bukan di dadaku." Sierra yang tersentak pun langsung salah tingkah dan Sierra pun langsung menatap bagian perut Bastian yang masih diperban. "Ah, kau benar. Itu ... itu ... tapi perbannya bersih dan tidak berdarah, Bastian." Sierra terdiam sesaat, sebelum ia menyadari sesuatu. "Jangan bilang kau menipuku, Bastian!" Bastian menaikkan alisnya. "Benarkah tidak berdarah? Aku sungguh merasa sakit dan basah di sana tadi." "Wajahmu sama sekali tidak terlihat seperti orang sakit, Bastian." "Apakah aku harus meringis setiap saat agar kau percaya kalau ini sakit, Sierra
Sierra memeluk tubuhnya sendiri saat ia sudah duduk di ranjangnya malam itu. Baru saja ia menghabiskan waktu bersama Bastian dan untuk pertama kalinya, Sierra tidak merasa kesal pada pria itu. Padahal selama ini setiap bertemu saja dengan Bastian, emosi Sierra pasti langsung meletup-letup. "Baiklah, ternyata Bastian tidak seburuk yang aku sangka. Di balik sikap menyebalkannya, ada sisi lembut dan hangat yang seperti tadi ...." "Sungguh, aku terkejut saat dia membahas tentang ibunya ...." Tanpa sadar Sierra tersenyum. Hatinya begitu lega karena bahkan setelah Bastian mengetahui tentang Rosella, responnya sama sekali tidak buruk. "Ya, semua orang punya masalahnya sendiri-sendiri. Bastian benar. Dan tidak semua orang bisa disamakan. Seperti Bastian yang tidak mau disamakan dengan Jacob ...." Mendadak ingatan Sierra pun memutar perbedaan antara Bastian dan Jacob. Saat Jacob tidak pernah menolong Sierra bahkan saat Sierra tersandung, Bastian malah menerima goresan pisau untuk Sie
Sierra membelalak begitu lebar mendengar pertanyaan Stephanie. Apa Stephanie melihatnya semalam? Mengapa wanita itu bisa tahu kalau Sierra pergi ke kamar Bastian? Sierra pun terdiam memikirkan harus menjawab apa sampai Stephanie kembali mendesaknya. "Mengapa kau diam saja, hah? Kau tidak bisa menjawabnya? Kau mau mengelak, hah? Atau kau mau bilang kalau aku salah lihat?" sembur Stephanie lagi. Laura yang duduk di samping Stephanie pun langsung tersenyum sinis. "Ya ampun, jadi benar kau ke kamar Bastian tengah malam? Apa yang kau lakukan, Sierra? Kau mengintipnya saat sedang tidur? Jacob, sepertinya kau mulai harus mengatur istri mudamu dengan benar agar tidak mengganggu anakmu!" Laura mencoba memprovokasi. "Benar, Ayah! Lihat saja, Bastian begitu tampan! Pasti Sierra yang murahan ini tertarik pada Bastian sampai malam-malam menyelinap ke kamar Bastian!" timpal Stephanie menambah panas suasana. Jacob pun langsung melirik tajam pada Sierra. "Apa itu benar, Sierra? Apa yang