"Sial! Mereka bertindak lebih cepat dari bayanganku!" geram Reno saat Valdo memberitahunya di telepon tentang penculikan Jacob dan Lalita. Reno pun menutup teleponnya dengan geram dan langsung memerintahkan anak buahnya untuk bergerak. "Perhatian semuanya! Pria bernama Gery sekarang bukan lagi dicurigai, tapi dia sudah menjadi tersangka! Tersangka penculikan Pak Jacob dan cucunya! Kerahkan anak buah dan kita bergerak sekarang!" perintah Reno yang langsung meraih senjatanya dan memeriksa pelurunya. Sementara itu, Stephanie yang masih dikurung di rumah terus berusaha mencari sinyal, namun tidak berhasil. Sejak dikurung selama tiga hari di sini, Stephanie memang tidak pernah mendapatkan sinyal. Untungnya ia masih membawa chargernya di dalam tas jinjingnya. Untung juga Gery sialan itu tidak mengambil tas maupun ponselnya. "Ah, sialan! Pasti dia tahu di sini tidak ada sinyal karena itu dia masih membiarkan aku memegang ponselku sendiri! Sialan!"Stephanie pun terus berdecak sambil b
Bastian masih melajukan mobilnya begitu kencang dan ia hampir sampai. Selama di jalan pun Sierra terus berkirim pesan dan saling menelepon dengan Tory maupun Valdo untuk memberitahukan kabar terkini, namun belum ada kemajuan yang berarti. "Ternyata pria yang bernama Gery itu memang pria brengsek, Valdo! Tante Laura benar-benar sudah dibodohi selama ini!""Kurasa Tante Laura juga dimanfaatkan! Tapi itu tidak penting sekarang! Yang lebih penting adalah menemukan di mana dia berada!""Kau benar, Valdo! Tapi bagaimana kondisi Bik Mala, dia baik-baik saja kan, Valdo?""Kami membawanya ke rumah sakit. Dia aman di sana, hanya saja, kondisinya masih sangat syok sampai dia terus menangis dan belum bisa memberikan keterangan lainnya. Untung saja tadi aku sudah sempat bicara dengannya, sebelum dia mendadak mengalami trauma seperti ini."Hati Sierra mencelos mendengarnya. Selama ini Bik Mala begitu baik dan selalu tersenyum padanya. Wanita itu pun begitu sabar. Dan membayangkan Bik Mala dalam p
Di sisi lain, mobil Gery dan para preman akhirnya sampai ke sebuah gudang tua yang sudah usang yang terletak di kawasan pergudangan yang paling ujung, kawasan yang tergolong terbengkalai. Entah bagaimana Gery bisa menemukan tempat ini, namun saat ini gudang jelek itu akan menjadi markas mereka. Gery pun terus melirik Lalita yang masih duduk sambil menangis di jok belakang. "Jangan menangis, Sayang! Kalau kau patuh, kau tidak akan kenapa-kenapa! Aku tidak sejahat itu sampai bertindak jahat pada anak kecil! Apalagi cucuku sendiri! Haha!""Kau pasti terkejut kan? Jadi ibumu, Stephanie itu adalah anak kandungku. Bukan anak kandung Jacob. Dan kau juga sebenarnya bukan cucu Jacob. Kau itu cucuku! Jadi aku tidak mungkin menjahatimu! Toh kau juga tidak bisa apa-apa selain menangis kan?""Ck, aku lupa kalau kau adalah anak pembawa sial dalam hidup Stephanie kan? Kau itu seperti anak gila yang hanya bisa menangis, diam, dan ketakutan! Pantas saja ibu kandungmu sendiri menolakmu! Well, aku ti
Stephanie masih tetap diam sepanjang perjalanan namun ia mengernyit melihat sekelilingnya.Di mana ini? Sejak tadi Stephanie belum melihat perumahan, hanya ada rumah kecil seperti di pedesaan. Tempatnya pun masih banyak sawah-sawah. Stephanie pun mencoba melongokkan kepalanya dan ia melihat seperti sebuah kawasan pergudangan yang sepi dengan rumput-rumput liat yang sudah tinggi, menandakan bahwa kawasan ini pasti adalah kawasan yang sudah lama terbengkalai. Jantung Stephanie pun berdebar kencang sekarang. Mengapa Gery membawa mereka ke tempat yang begitu jauh dari pemukiman penduduk? Apa tujuannya? Sambil melirik Laura di sampingnya dan Surya yang masih menyetir, Stephanie pun mengeluarkan ponselnya lagi dengan samar dan mengirimkan lokasinya pada Bastian. "Gudang terbengkalai, jauh dari kota."Hanya itu yang bisa Stephanie ketik dengan satu tangannya, sebelum akhirnya Stephanie harus menyimpan ponselnya karena ia takut ketahuan. Sementara itu, pesan yang dikirim oleh Stephanie a
Di saat yang sama, mobil yang ditumpangi oleh Stephanie pun akhirnya masuk ke sebuah gapura selamat datang di kawasan pergudangan. Tepat seperti dugaan Stephanie tadi kalau kawasan ini sudah terbengkalai. Tulisan selamat datangnya sudah pudar dengan cat yang sudah berubah warna. Memasuki kawasan pergudangan, rumput liarnya makin tinggi dan suasananya makin mencekam. Untung saja sekarang masih siang hari sehingga Stephanie tidak merasa takut. "Di mana lokasinya, Surya? Mengapa kalian membawanya sampai ke tempat seperti ini?" tanya Laura tiba-tiba. "Tempat ini terbengkalai dan warga mengetahui tempat ini sebagai tempat angker. Tidak ada yang berani mendekat karena itu tingkat keamanannya lebih tinggi, Laura!""Oh baiklah! Aku tidak peduli! Yang penting segera paksa Jacob tanda tangan lalu tinggalkan saja di sini sendirian! Aku tidak peduli lagi! Aku hanya mau semuanya segera selesai!""Kau tenang saja soal itu, Laura! Dokumen sudah siap dan Jacob hanya perlu menandatanganinya lalu
Suara pesan masuk terdengar di ponsel Bastian saat ia dan yang lain sudah hampir sampai ke lokasi yang dituju. Sierra segera membuka pesannya dan pesan itu berisi titik lokasi beserta sedikit keterangan dari Stephanie tentang lokasi tersebut. Sierra pun langsung mengirimkannya pada Valdo dan Valdo segera menelepon balik. "Kami sudah tahu, Sierra! Kita akan bertemu di sana!" "Baik, Valdo!" sahut Sierra sebelum ia menutup teleponnya. Jantungnya makin berdebar kencang sekarang dan ia melirik Bastian yang sudah menggenggam erat setirnya sampai buku-buku jarinya memutih, seolah menahan amarah yang amat sangat. Sierra sendiri berharap Stephanie masih tetap aman di sana dan mereka semua bisa kembali dengan selamat. Tanpa Sierra ketahui, saat ini Stephanie sudah berteriak melengking saat melihat Surya yang sudah berdiri menjulang tepat di belakangnya. "Kau wanita brengsek! Untung saja aku mengikutimu tadi! Aku sudah mencurigaimu, Stephanie!" seru Surya yang langsung menjambak rambut S
Jacob pun membelalak. "Jangan sentuh Lalita, Laura!""Oh, sekarang kau sudah menyayanginya ya? Baguslah, tanda tangan dan Lalita akan hidup! Tapi kalau kau menolak, Lalita akan mati!" ancam Laura dengan entengnya. Jacob pun makin membelalak mendengarnya. "Wanita macam apa kau itu, Laura? Lalita itu cucumu, cucu kandungmu! Dia anak kandung Stephanie! Bisa-bisanya kau mau membunuh cucumu sendiri!""Aku dan Stephanie tidak menginginkannya! Dan kurasa hidup Lalita akhirnya akan berguna sekarang, menjadi alatku untuk memaksamu, Jacob! Jadi pilihlah tanda tangan atau dia mati!""Tidak! Jangan, Grandma! Jangan!" Lalita yang sedang dipeluk oleh Laura pun ketakutan dan terus menangis, namun Laura tidak peduli dan ia malah mencekik leher Lalita. "Lepaskan dia, Laura! Jangan gila! Lalita! Lalita!" Jacob mengulurkan tangannya untuk membantu Lalita, namun ia sudah tidak bisa menggerakkan tubuh bawahnya sekarang. "Akhh, Grandma ...," pekik Lalita dengan suara yang tercekik karena cekikan Laura m
Bastian menghentikan mobilnya begitu saja saat ia tiba di gudang yang dimaksud oleh Stephanie. "Tunggu di sini, Sierra!" seru Bastian sambil langsung keluar dari mobilnya dengan penuh emosi. Beberapa pria yang melihat Bastian langsung maju untuk menyerang, namun Bastian dengan mudah mematahkan serangan itu. "Bos, masuklah dan selamatkan ayahmu!" seru Tory yang juga sudah tiba di sana dan langsung menghajar para preman. Bastian mengangguk dan langsung berlari ke arah gudang sementara Sierra yang masih di mobil sudah begitu gelisah. Sierra mendapat tugas untuk tetap berada di mobil sambil menunggu Valdo yang mungkin butuh bantuan untuk sampai ke gudang. Bastian sendiri kembali dihadang di depan pintu. Namun, Bastian berhasil mendobrak kasar pintu gudang itu sambil menendang dua anak buah Gery. Brak!Bastian pun menatap penuh amarah pada semua orang di sana sampai mereka begitu kaget melihat Bastian di sana. Gery bahkan sampai mematung melihat Bastian yang tiba lebih cepat daripa
Jordan kembali masuk ke dalam rumah setelah mengusir lucu dan ia mendapati suasana di ruang keluarga masih mencekam. Adipura masih duduk dengan wajah penuh amarah, dengan Jessica yang duduk di sampingnya sambil memegangi lengan pria itu. Sedangkan Imelda terus menunduk sambil menangis dan Rosella sendiri hanya berdiri di posisinya tadi dengan air mata yang tetap mengalir namun ekspresi wajahnya sudah putus asa. Tidak ada yang bicara di sana, namun Jordan pun menelan salivanya dan mencoba mencairkan suasana. "Dia sudah pergi! Livy itu agak stres jadi kuharap jangan sampai ada yang terpengaruh pada ucapannya! Livy itu ...." Belum sempat Jordan menyelesaikan ucapannya, Rosella sudah menyelanya. "Cukup, Jordan! Cukup! Tidak usah membelaku lagi!" kata Rosella lemas. Imelda yang mendengar suara Rosella pun langsung mendongak dan menatap calon menantu kesayangannya itu dengan tatapan yang begitu sedih. "Aku ... tidak perlu dibela lagi, Jordan. Karena aku memang salah," ucap Rosella l
Jordan baru saja menghentikan mobilnya di depan rumah saat ia melihat mobil Livy di depan rumahnya. "Oh, sial, ini mobil Livy, Jessica!" Jessica pun menggeram kesal melihatnya. "Sial, apa maksudnya wanita itu!" Jessica langsung turun duluan sedangkan Jordan pun menemani Rosella turun. Mereka bersama-sama melangkah cepat ke arah sumber suara di rumah dan mereka langsung mengarah ke ruang keluarga. Mereka pun baru saja masuk ke ruang keluarga saat mereka mendengar ucapan Livy yang membuat semua orang syok bersamaan. "Dan aku tidak bohong kalau Rosella itu gila karena memang dia menjadi gila selama enam tahun karena kasus itu! Dia adalah pasiennya Jonathan! Kau tahu Jonathan adalah seorang psikiater kan? Jonathan mengobati orang gila dan Rosella adalah orang gilanya!" Deg!Untuk sesaat, semuanya terdiam mendengarnya. Suasananya begitu hening sampai semuanya mematung dengan ekspresi yang berbeda-beda. Rosella sendiri sudah menitikkan air matanya lagi tanpa ia bermaksud melakukanny
Cukup lama Rosella menenangkan dirinya bersama Tami, sebelum akhirnya ia mencari Jordan ke ruang kerjanya, tapi Jordan tidak ada. Rosella pun akhirnya memberanikan diri menghampiri ruang kerja Jessica dan ia mematung mendapati Jordan dan Jessica di sana. Jordan dan Jessica sendiri menatap Rosella dengan lega karena Rosella sudah terlihat lebih tenang, tapi raut wajah Rosella nampak begitu serius sampai mereka pun penasaran. "Jordan, Jessica ... aku ... aku minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." "Aku ... aku tidak akan menyalahkan siapa pun, aku yang salah, mungkin memang aku yang tidak teliti, aku yang teledor, dan aku yang harus bertanggung jawab." "Jangan sampai WHA menjadi omongan orang hanya karena aku. Maafkan aku sekali lagi!" "Tapi kalau tidak keberatan, maukah kalian menemaniku menemui Om dan Tante? Jujur aku masih takut menemui mereka sendirian karena itu, aku minta ditemani.""Aku ... aku mau meminta maaf dan mengakui semuanya, mengakui semua kebohonga
"Kita tidak boleh membiarkan Livy sampai buka mulut, Jordan! Dia itu ternyata pengacau yang mempunyai hati yang busuk!" Jessica terus menggeram kesal saat ia sudah ada di ruang kerjanya bersama Jordan. Jordan sendiri membawa Livy keluar dari perusahaan tadi dan setelah memastikan Livy pergi dengan mobilnya, Jordan pun menghampiri Rosella, namun Rosella sudah diurus oleh Tami dan Tami pun meminta Jordan menemui Jessica saja. Jordan sendiri begitu kaget mendengar ucapan Jessica karena ia belum tahu kalau Jessica sudah mengetahui semua kisah hidup Rosella. Walaupun malam itu Jordan mengantarkan Jessica yang mabuk pulang ke rumah, tapi ia sama sekali tidak tahu apa yang Rosella dan Jessica bicarakan sewaktu Jordan mengambil jasnya di bawah. "Kau ...." Jordan nampak ragu. "Kau ...," ulang Jordan yang begitu bingung dengan sikap Jessica. Namun, Jessica yang memahami maksud adiknya hanya memicingkan mata. "Aku apa? Aku sudah tahu apa yang menimpa Rosella. Aku sudah tahu kalau dia per
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po