Jantung Jacob masih berdebar tidak karuan mendengar berita dari Valdo sampai Jacob pun mematung untuk sesaat. "Apa, Valdo? Laura melarikan diri dari penjara? Kemarin subuh? Apa itu maksudnya kemarin? Jadi sudah satu hari berlalu? Apakah sekarang dia sudah ditemukan? Lalu bagaimana? Siapa yang membantunya? Bukankah penjara sangat ketat, Valdo?" Mendadak Jacob memberondong Valdo dengan begitu banyak pertanyaan. Untuk sesaat, rasa tegang membuat Jacob mendadak sesak napas.Selama setengah tahun ini, semua terasa begitu tenang dan Jacob merasa Laura sudah menerima semuanya, namun ternyata tidak. Laura sama sekali tidak menerima semuanya. "Lalu bagaimana ini, Valdo? Bagaimana? Mengapa kita baru diberitahu sekarang, hah?" Jacob nampak lemas dengan napas yang mendadak pendek-pendek. "Tenanglah dulu, Pak! Tenang!""Bagaimana aku bisa tenang, Valdo? Aku sama sekali tidak bisa tenang! Laura itu wanita yang licik dan kalau sampai dia berani kabur dari penjara, berarti dia bisa melakukan yan
Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi Stephanie dan yang melakukannya ada Gery, ayah kandungnya sendiri. Bukan hanya satu kali, tapi perlakuan kasar ini sudah Stephanie alami sejak tiga hari yang lalu, sejak Gery menculik Stephanie dari rumah Betty. Awalnya Gery hanya mengajak Stephanie bicara di luar karena ingin menyampaikan pesan dari Laura yang baru saja ditemui Gery di penjara. Tapi setelah naik ke mobil Gery, Stephanie tidak ingat lagi kejadiannya, yang jelas ia terbangun di sebuah kamar peyot yang jelek ini. "Di mana aku? Jangan mendekatiku!" pekik Stephanie waktu itu. "Sstt, aku kan ayahmu, mengapa tidak boleh mendekatimu? Walaupun jujur aku kecewa karena ternyata anak kandungku begitu hot. Sejak pertama kali melihatmu waktu kau sudah dewasa, rasanya aku ingin sekali mencicipimu, tapi apa daya aku hanya bisa mendapat yang tua dan kisut seperti ibumu!""Dasar pria brengsek! Ucapanmu benar-benar menjijikkan! Kau sama sekali bukan ayahku! Dan aku pasti akan melaporkan semua
"Apa Pak Tua masih rajin meminum obatnya, Bastian?" tanya Sierra dalam perjalanannya. Bastian yang masih menyetir pun melirik Sierra. "Haha, dia minum obatnya dengan rutin, Sierra.""Syukurlah kalau begitu!""Haha, apa yang kau pikirkan lagi, Sayang? Kau sudah bertanya begitu banyak kemarin." Bastian membelai ringan kepala Sierra. "Hmm, entahlah, semakin dekat sepertinya aku semakin tegang," aku Sierra jujur. "Tanganku sampai dingin!" Sierra membuka tangannya ke arah Bastian dan Bastian pun langsung menyambut tangan itu. "Haha, aku akan menghangatkannya, Sayang." Bastian menggenggam erat tangan itu lalu mulai menciuminya lagi. Bastian melirik Sierra beberapa kali sampai Sierra pun tersenyum tersipu. Di sisi lain, Stephanie yang sudah ditinggalkan oleh Gery masih terus berusaha membuka mata Laura tentang pria seperti apa Laura itu. Laura dan Stephanie ditinggalkan di sebuah rumah kecil sementara Gery pergi bersama temannya untuk melakukan rencananya. Gery sendiri meminta orang
Valdo begitu gelisah dengan kabar hilangnya Laura. Valdo pun terus mencari berita dari Reno, seorang temannya di kepolisian. "Maaf, Valdo! Belum ada perkembangan apa-apa, tapi kami curiga dengan seseorang bernama Gery." "Gery? Kurasa aku pernah mendengar namanya. Nanti akan kucoba tanya ke Pak Jacob, siapa tahu dia mengenal Gery," sahut Valdo. "Ya, kalau ada yang mengenal pria itu maka lebih baik lagi karena bahkan Stephanie pun ikut dengannya.""Stephanie? Bagaimana Stephanie bisa bersamanya?""Entahlah, kami mendapat kabar bahwa setelah bebas minggu lalu, Stephanie tinggal di rumah adik Laura yang bernama Betty, lalu baru saja kami mendapat informasi kalau tiga hari yang lalu, Gery sudah menjemput Stephanie. Dan saat kami bertanya apa hubungan Gery dan Laura, Betty menjawab hanya teman baik. Wanita tambun itu sama sekali tidak membantu.""Ck, aku akan mencoba bertanya pada Tante Betty nanti. Semoga dia mau jujur padaku. Tapi Reno, kali ini beritamu sangat terlambat, kau tahu itu?
"Grandpa!" sapa Lalita begitu gadis kecil itu dan Bik Mala masuk ke mobil. "Lalita, bagaimana sekolahnya?""Baik, Grandpa! Lalita sudah pintar bernyanyi.""Ah, baguslah! Nanti bernyanyilah untuk Grandpa setelah kita tiba di rumah ya." "Hehe, oke, Grandpa!" "Baiklah, kita pulang sekarang ya. Di rumah ada banyak makanan dan hari ini kau juga libur les, nanti Bik Mala akan membantu menelepon Miss.""Eh, mengapa Lalita libur les, Grandpa?""Karena Grandpa ingin bermain bersamamu. Haha!" dusta Jacob yang tidak mau membuat Lalita cemas. "Yeay, Lalita mau, Grandpa! Hari ini kan Uncle Bastian juga akan pulang ...."Jacob terdiam sejenak mendengarnya. Benar juga. Karena Jacob terlalu panik memikirkan masalah Laura, sampai ia melupakan Bastian yang seharusnya sedang ada dalam perjalanan pulang sekarang. "Kau benar, Lalita. Kau benar. Nanti kita sekalian bermain bersama Uncle Bastian ya.""Yeay!" Lalita bertepuk tangan dengan senang. Sementara Jacob sendiri langsung gelisah dan meraih pons
Gery sudah membawa satu mobil berisi preman hari itu untuk membantunya menangkap Jacob dan Lalita. Mereka pun berniat memaksa Jacob menyerahkan warisannya seperti rencana semula. Gery dan timnya yang sudah mengikuti mobil Jacob sejak pagi pun akhirnya bertindak cepat pada kesempatan yang tepat.Mobil Jacob sendiri yang awalnya masih melaju berbelok ke jalan yang lebih sepi menuju ke rumah Jacob mendadak disalip oleh mobil Gery dan mobil Gery pun langsung berhenti di depan menghadang mobil Jacob.Sedangkan di bagian belakang, mobil preman itu juga berhenti mengapit mobil Jacob. Cittt!!!Sontak sopir Jacob menghentikan mobilnya mendadak sampai bannya berdecit. "Astaga, mobilnya berhenti mendadak!" seru sang sopir. Jacob sendiri yang masih menelepon Bastian pun nampak kaget. "Apa itu, Pak? Mengapa kau berhenti mendadak?""Ada mobil di depan, Pak. Di belakang juga ada, tidak tahu apa maunya. Biar kulihat, Pak!"Dengan cepat, sang sopir keluar dari mobil dan langsung melihat apa mobil
Jantung Bastian sudah berdebar begitu kencang mendengar suara-suara di telepon. Jacob tidak mematikan teleponnya namun entah di mana ia meletakkan telepon itu, seperti di posisi yang jauh sampai Bastian bisa mendengarkan suara-suara di sana yang juga terdengar jauh dan memilukan."Lalita ... Lalita ... Pak Jacob ...."Lalu suara-suara berikutnya adalah suara rintihan yang membuat Bastian rasanya hampir gila. "Jacob! Jacob! Bik Mala! Lalita! Apa yang terjadi? Apa yang terjadi, Brengsek!" teriak Bastian yang rasanya sudah hampir menangis. "Sial! Siapa pun jawab aku! Jawab aku!" teriak Bastian frustasi. Sierra sendiri yang menatap Bastian sudah begitu ketakutan. Jantungnya sendiri juga berdebar begitu kencang dan tubuhnya mendadak gemetar. "Bastian! Bastian, tenang dulu! Apa yang terjadi di sana?" "Aku tidak tahu, Sierra! Aku tidak tahu!" jawab Bastian frustasi dan dengan nada yang sama sekali tidak lembut. Sierra pun memegangi tangan Bastian dan menenangkannya. "Tenang dulu, Ba
"Sial! Mereka bertindak lebih cepat dari bayanganku!" geram Reno saat Valdo memberitahunya di telepon tentang penculikan Jacob dan Lalita. Reno pun menutup teleponnya dengan geram dan langsung memerintahkan anak buahnya untuk bergerak. "Perhatian semuanya! Pria bernama Gery sekarang bukan lagi dicurigai, tapi dia sudah menjadi tersangka! Tersangka penculikan Pak Jacob dan cucunya! Kerahkan anak buah dan kita bergerak sekarang!" perintah Reno yang langsung meraih senjatanya dan memeriksa pelurunya. Sementara itu, Stephanie yang masih dikurung di rumah terus berusaha mencari sinyal, namun tidak berhasil. Sejak dikurung selama tiga hari di sini, Stephanie memang tidak pernah mendapatkan sinyal. Untungnya ia masih membawa chargernya di dalam tas jinjingnya. Untung juga Gery sialan itu tidak mengambil tas maupun ponselnya. "Ah, sialan! Pasti dia tahu di sini tidak ada sinyal karena itu dia masih membiarkan aku memegang ponselku sendiri! Sialan!"Stephanie pun terus berdecak sambil b
Jordan kembali masuk ke dalam rumah setelah mengusir lucu dan ia mendapati suasana di ruang keluarga masih mencekam. Adipura masih duduk dengan wajah penuh amarah, dengan Jessica yang duduk di sampingnya sambil memegangi lengan pria itu. Sedangkan Imelda terus menunduk sambil menangis dan Rosella sendiri hanya berdiri di posisinya tadi dengan air mata yang tetap mengalir namun ekspresi wajahnya sudah putus asa. Tidak ada yang bicara di sana, namun Jordan pun menelan salivanya dan mencoba mencairkan suasana. "Dia sudah pergi! Livy itu agak stres jadi kuharap jangan sampai ada yang terpengaruh pada ucapannya! Livy itu ...." Belum sempat Jordan menyelesaikan ucapannya, Rosella sudah menyelanya. "Cukup, Jordan! Cukup! Tidak usah membelaku lagi!" kata Rosella lemas. Imelda yang mendengar suara Rosella pun langsung mendongak dan menatap calon menantu kesayangannya itu dengan tatapan yang begitu sedih. "Aku ... tidak perlu dibela lagi, Jordan. Karena aku memang salah," ucap Rosella l
Jordan baru saja menghentikan mobilnya di depan rumah saat ia melihat mobil Livy di depan rumahnya. "Oh, sial, ini mobil Livy, Jessica!" Jessica pun menggeram kesal melihatnya. "Sial, apa maksudnya wanita itu!" Jessica langsung turun duluan sedangkan Jordan pun menemani Rosella turun. Mereka bersama-sama melangkah cepat ke arah sumber suara di rumah dan mereka langsung mengarah ke ruang keluarga. Mereka pun baru saja masuk ke ruang keluarga saat mereka mendengar ucapan Livy yang membuat semua orang syok bersamaan. "Dan aku tidak bohong kalau Rosella itu gila karena memang dia menjadi gila selama enam tahun karena kasus itu! Dia adalah pasiennya Jonathan! Kau tahu Jonathan adalah seorang psikiater kan? Jonathan mengobati orang gila dan Rosella adalah orang gilanya!" Deg!Untuk sesaat, semuanya terdiam mendengarnya. Suasananya begitu hening sampai semuanya mematung dengan ekspresi yang berbeda-beda. Rosella sendiri sudah menitikkan air matanya lagi tanpa ia bermaksud melakukanny
Cukup lama Rosella menenangkan dirinya bersama Tami, sebelum akhirnya ia mencari Jordan ke ruang kerjanya, tapi Jordan tidak ada. Rosella pun akhirnya memberanikan diri menghampiri ruang kerja Jessica dan ia mematung mendapati Jordan dan Jessica di sana. Jordan dan Jessica sendiri menatap Rosella dengan lega karena Rosella sudah terlihat lebih tenang, tapi raut wajah Rosella nampak begitu serius sampai mereka pun penasaran. "Jordan, Jessica ... aku ... aku minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." "Aku ... aku tidak akan menyalahkan siapa pun, aku yang salah, mungkin memang aku yang tidak teliti, aku yang teledor, dan aku yang harus bertanggung jawab." "Jangan sampai WHA menjadi omongan orang hanya karena aku. Maafkan aku sekali lagi!" "Tapi kalau tidak keberatan, maukah kalian menemaniku menemui Om dan Tante? Jujur aku masih takut menemui mereka sendirian karena itu, aku minta ditemani.""Aku ... aku mau meminta maaf dan mengakui semuanya, mengakui semua kebohonga
"Kita tidak boleh membiarkan Livy sampai buka mulut, Jordan! Dia itu ternyata pengacau yang mempunyai hati yang busuk!" Jessica terus menggeram kesal saat ia sudah ada di ruang kerjanya bersama Jordan. Jordan sendiri membawa Livy keluar dari perusahaan tadi dan setelah memastikan Livy pergi dengan mobilnya, Jordan pun menghampiri Rosella, namun Rosella sudah diurus oleh Tami dan Tami pun meminta Jordan menemui Jessica saja. Jordan sendiri begitu kaget mendengar ucapan Jessica karena ia belum tahu kalau Jessica sudah mengetahui semua kisah hidup Rosella. Walaupun malam itu Jordan mengantarkan Jessica yang mabuk pulang ke rumah, tapi ia sama sekali tidak tahu apa yang Rosella dan Jessica bicarakan sewaktu Jordan mengambil jasnya di bawah. "Kau ...." Jordan nampak ragu. "Kau ...," ulang Jordan yang begitu bingung dengan sikap Jessica. Namun, Jessica yang memahami maksud adiknya hanya memicingkan mata. "Aku apa? Aku sudah tahu apa yang menimpa Rosella. Aku sudah tahu kalau dia per
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po