"Apa Pak Tua masih rajin meminum obatnya, Bastian?" tanya Sierra dalam perjalanannya. Bastian yang masih menyetir pun melirik Sierra. "Haha, dia minum obatnya dengan rutin, Sierra.""Syukurlah kalau begitu!""Haha, apa yang kau pikirkan lagi, Sayang? Kau sudah bertanya begitu banyak kemarin." Bastian membelai ringan kepala Sierra. "Hmm, entahlah, semakin dekat sepertinya aku semakin tegang," aku Sierra jujur. "Tanganku sampai dingin!" Sierra membuka tangannya ke arah Bastian dan Bastian pun langsung menyambut tangan itu. "Haha, aku akan menghangatkannya, Sayang." Bastian menggenggam erat tangan itu lalu mulai menciuminya lagi. Bastian melirik Sierra beberapa kali sampai Sierra pun tersenyum tersipu. Di sisi lain, Stephanie yang sudah ditinggalkan oleh Gery masih terus berusaha membuka mata Laura tentang pria seperti apa Laura itu. Laura dan Stephanie ditinggalkan di sebuah rumah kecil sementara Gery pergi bersama temannya untuk melakukan rencananya. Gery sendiri meminta orang
Valdo begitu gelisah dengan kabar hilangnya Laura. Valdo pun terus mencari berita dari Reno, seorang temannya di kepolisian. "Maaf, Valdo! Belum ada perkembangan apa-apa, tapi kami curiga dengan seseorang bernama Gery." "Gery? Kurasa aku pernah mendengar namanya. Nanti akan kucoba tanya ke Pak Jacob, siapa tahu dia mengenal Gery," sahut Valdo. "Ya, kalau ada yang mengenal pria itu maka lebih baik lagi karena bahkan Stephanie pun ikut dengannya.""Stephanie? Bagaimana Stephanie bisa bersamanya?""Entahlah, kami mendapat kabar bahwa setelah bebas minggu lalu, Stephanie tinggal di rumah adik Laura yang bernama Betty, lalu baru saja kami mendapat informasi kalau tiga hari yang lalu, Gery sudah menjemput Stephanie. Dan saat kami bertanya apa hubungan Gery dan Laura, Betty menjawab hanya teman baik. Wanita tambun itu sama sekali tidak membantu.""Ck, aku akan mencoba bertanya pada Tante Betty nanti. Semoga dia mau jujur padaku. Tapi Reno, kali ini beritamu sangat terlambat, kau tahu itu?
"Grandpa!" sapa Lalita begitu gadis kecil itu dan Bik Mala masuk ke mobil. "Lalita, bagaimana sekolahnya?""Baik, Grandpa! Lalita sudah pintar bernyanyi.""Ah, baguslah! Nanti bernyanyilah untuk Grandpa setelah kita tiba di rumah ya." "Hehe, oke, Grandpa!" "Baiklah, kita pulang sekarang ya. Di rumah ada banyak makanan dan hari ini kau juga libur les, nanti Bik Mala akan membantu menelepon Miss.""Eh, mengapa Lalita libur les, Grandpa?""Karena Grandpa ingin bermain bersamamu. Haha!" dusta Jacob yang tidak mau membuat Lalita cemas. "Yeay, Lalita mau, Grandpa! Hari ini kan Uncle Bastian juga akan pulang ...."Jacob terdiam sejenak mendengarnya. Benar juga. Karena Jacob terlalu panik memikirkan masalah Laura, sampai ia melupakan Bastian yang seharusnya sedang ada dalam perjalanan pulang sekarang. "Kau benar, Lalita. Kau benar. Nanti kita sekalian bermain bersama Uncle Bastian ya.""Yeay!" Lalita bertepuk tangan dengan senang. Sementara Jacob sendiri langsung gelisah dan meraih pons
Gery sudah membawa satu mobil berisi preman hari itu untuk membantunya menangkap Jacob dan Lalita. Mereka pun berniat memaksa Jacob menyerahkan warisannya seperti rencana semula. Gery dan timnya yang sudah mengikuti mobil Jacob sejak pagi pun akhirnya bertindak cepat pada kesempatan yang tepat.Mobil Jacob sendiri yang awalnya masih melaju berbelok ke jalan yang lebih sepi menuju ke rumah Jacob mendadak disalip oleh mobil Gery dan mobil Gery pun langsung berhenti di depan menghadang mobil Jacob.Sedangkan di bagian belakang, mobil preman itu juga berhenti mengapit mobil Jacob. Cittt!!!Sontak sopir Jacob menghentikan mobilnya mendadak sampai bannya berdecit. "Astaga, mobilnya berhenti mendadak!" seru sang sopir. Jacob sendiri yang masih menelepon Bastian pun nampak kaget. "Apa itu, Pak? Mengapa kau berhenti mendadak?""Ada mobil di depan, Pak. Di belakang juga ada, tidak tahu apa maunya. Biar kulihat, Pak!"Dengan cepat, sang sopir keluar dari mobil dan langsung melihat apa mobil
Jantung Bastian sudah berdebar begitu kencang mendengar suara-suara di telepon. Jacob tidak mematikan teleponnya namun entah di mana ia meletakkan telepon itu, seperti di posisi yang jauh sampai Bastian bisa mendengarkan suara-suara di sana yang juga terdengar jauh dan memilukan."Lalita ... Lalita ... Pak Jacob ...."Lalu suara-suara berikutnya adalah suara rintihan yang membuat Bastian rasanya hampir gila. "Jacob! Jacob! Bik Mala! Lalita! Apa yang terjadi? Apa yang terjadi, Brengsek!" teriak Bastian yang rasanya sudah hampir menangis. "Sial! Siapa pun jawab aku! Jawab aku!" teriak Bastian frustasi. Sierra sendiri yang menatap Bastian sudah begitu ketakutan. Jantungnya sendiri juga berdebar begitu kencang dan tubuhnya mendadak gemetar. "Bastian! Bastian, tenang dulu! Apa yang terjadi di sana?" "Aku tidak tahu, Sierra! Aku tidak tahu!" jawab Bastian frustasi dan dengan nada yang sama sekali tidak lembut. Sierra pun memegangi tangan Bastian dan menenangkannya. "Tenang dulu, Ba
"Sial! Mereka bertindak lebih cepat dari bayanganku!" geram Reno saat Valdo memberitahunya di telepon tentang penculikan Jacob dan Lalita. Reno pun menutup teleponnya dengan geram dan langsung memerintahkan anak buahnya untuk bergerak. "Perhatian semuanya! Pria bernama Gery sekarang bukan lagi dicurigai, tapi dia sudah menjadi tersangka! Tersangka penculikan Pak Jacob dan cucunya! Kerahkan anak buah dan kita bergerak sekarang!" perintah Reno yang langsung meraih senjatanya dan memeriksa pelurunya. Sementara itu, Stephanie yang masih dikurung di rumah terus berusaha mencari sinyal, namun tidak berhasil. Sejak dikurung selama tiga hari di sini, Stephanie memang tidak pernah mendapatkan sinyal. Untungnya ia masih membawa chargernya di dalam tas jinjingnya. Untung juga Gery sialan itu tidak mengambil tas maupun ponselnya. "Ah, sialan! Pasti dia tahu di sini tidak ada sinyal karena itu dia masih membiarkan aku memegang ponselku sendiri! Sialan!"Stephanie pun terus berdecak sambil b
Bastian masih melajukan mobilnya begitu kencang dan ia hampir sampai. Selama di jalan pun Sierra terus berkirim pesan dan saling menelepon dengan Tory maupun Valdo untuk memberitahukan kabar terkini, namun belum ada kemajuan yang berarti. "Ternyata pria yang bernama Gery itu memang pria brengsek, Valdo! Tante Laura benar-benar sudah dibodohi selama ini!""Kurasa Tante Laura juga dimanfaatkan! Tapi itu tidak penting sekarang! Yang lebih penting adalah menemukan di mana dia berada!""Kau benar, Valdo! Tapi bagaimana kondisi Bik Mala, dia baik-baik saja kan, Valdo?""Kami membawanya ke rumah sakit. Dia aman di sana, hanya saja, kondisinya masih sangat syok sampai dia terus menangis dan belum bisa memberikan keterangan lainnya. Untung saja tadi aku sudah sempat bicara dengannya, sebelum dia mendadak mengalami trauma seperti ini."Hati Sierra mencelos mendengarnya. Selama ini Bik Mala begitu baik dan selalu tersenyum padanya. Wanita itu pun begitu sabar. Dan membayangkan Bik Mala dalam p
Di sisi lain, mobil Gery dan para preman akhirnya sampai ke sebuah gudang tua yang sudah usang yang terletak di kawasan pergudangan yang paling ujung, kawasan yang tergolong terbengkalai. Entah bagaimana Gery bisa menemukan tempat ini, namun saat ini gudang jelek itu akan menjadi markas mereka. Gery pun terus melirik Lalita yang masih duduk sambil menangis di jok belakang. "Jangan menangis, Sayang! Kalau kau patuh, kau tidak akan kenapa-kenapa! Aku tidak sejahat itu sampai bertindak jahat pada anak kecil! Apalagi cucuku sendiri! Haha!""Kau pasti terkejut kan? Jadi ibumu, Stephanie itu adalah anak kandungku. Bukan anak kandung Jacob. Dan kau juga sebenarnya bukan cucu Jacob. Kau itu cucuku! Jadi aku tidak mungkin menjahatimu! Toh kau juga tidak bisa apa-apa selain menangis kan?""Ck, aku lupa kalau kau adalah anak pembawa sial dalam hidup Stephanie kan? Kau itu seperti anak gila yang hanya bisa menangis, diam, dan ketakutan! Pantas saja ibu kandungmu sendiri menolakmu! Well, aku ti