Jacob terus mengurung diri di kamarnya sejak Bastian dan Lalita pergi, bahkan ia hanya terus duduk di sana sampai siang menjelang. Sesekali Jacob akan memeriksa laporan yang disiapkan untuknya, namun sebagian besar waktunya ia gunakan untuk melamun. "Ah, mengapa mendadak aku merasa sudah begitu tua. Berpikir sedikit saja membuatku sangat lelah dan lemas. Entah ini karena penyakitku atau memang hanya karena pikiranku.""Ck, saat Sierra masih menjadi perawat, dia akan membuatkan minuman hangat dan memijatiku ...."Tanpa bisa dicegah, Jacob selalu memutar ingatan saat Sierra masih ada. Padahal Sierra baru saja pergi tadi pagi, tapi rasanya seperti sudah lama.Sampai Jacob menggelengkan kepalanya untuk mengusir perasaan yang tidak disukainya itu. "Ck, Sierra lagi! Sierra lagi! Ah, dia sudah pergi kan? Bukankah itu yang kau mau, Jacob? Semuanya sudah berakhir." Jacob mengembuskan napas panjang dan hati Jacob pun mendadak berlubang tanpa sebab. Bahkan ia mulai mengalami kebingungan har
"Berani sekali kau melakukan ini padaku, Sierra! Berani sekali kau pergi dariku seperti ini! Aku sudah bilang jangan pernah pergi dariku, Brengsek!" Suara Bastian yang menggeram begitu marah membuat Sierra tersentak dari tidur lelapnya. Sontak Sierra membuka matanya dan tertegun sejenak mendapati dirinya yang sedang tertidur di mobil dengan Valdo yang sedang menyetir di sampingnya. "Ada apa, Sierra? Kau bermimpi? Mengapa kau terlihat begitu terkejut?" Valdo nampak menatap Sierra cemas. Sierra yang belum sepenuhnya sadar hanya bisa mengerjapkan matanya dan mengatur napasnya. "Ah, itu... tidak... berapa lama aku tertidur?" "Hmm, mungkin satu jam!" sahut Valdo sambil melirik Sierra singkat sebelum ia kembali menatap jalanan. Valdo sendiri juga hampir tidak tidur semalam namun ia tidak memberitahu Sierra dan tetap menjaga kesadarannya agar ia bisa mengantar Sierra dengan selamat. Sedangkan Sierra yang juga tidak tidur semalaman benar-benar tidak bisa menahan kantuknya
Jacob masih duduk diam di ruang kerjanya dan membaca ulang surat kontraknya dengan Sierra waktu itu. Terlihat jelas semua point perjanjian dan tanda tangan keduanya. Terlihat juga nilai kompensasi yang tertera dan kedua belah pihak sudah menyelesaikan semua kesepakatan di sana. Cukup lama Jacob menatap surat itu dengan perasaan yang tidak jelas sampai akhirnya ia menghembuskan napas panjang. "Ah, baiklah, cukup! Cukup, Jacob! Berhenti meratapinya! Tidak! Bukan meratapinya, tapi berhenti melihatnya terus. Kontrak itu sama seperti kontrak kerja yang lain yang setelah selesai sudah seharusnya masuk ke arsip dan tidak dibahas lagi!""Ya, semua sudah berakhir! Ini sama seperti kontrak di perusahaan! Aku bosnya, Sierra pekerjanya dan sekarang kontraknya sudah selesai!""Sekarang bukan saatnya mengingat kontrak itu lagi tapi saatnya menyatukan Bastian dan Vella, bukankah seharusnya seperti itu? Vella adalah masa depan Bastian! Aku melakukan semuanya untuk Bastian dan aku harus memastikan
Semua orang masih tersentak kaget saat tiba-tiba Bastian menyambar kerah kemeja Jacob dan menariknya mendekat.Posisi Bastian dan Jacob yang masih dibatasi oleh meja itu sama sekali tidak menghalangi Bastian untuk memanjangkan tubuhnya dan menyergap Jacob. "Akhh, jangan Bastian!!!""Jangan, Boss!!"Jacob sendiri tersentak kaget saat tubuhnya terpaksa berdiri dan terhuyung ke depan. "Bastian, hentikan!" Bik Mala sudah berteriak ketakutan kalau Bastian akan memukul Jacob. "Bos, tolong cukup, Bos, cukup!" Tory pun sudah kembali mendekat dan memegangi Bastian namun menghempas tangan Tory lagi. "Bastian, apa... apa yang kau lakukan?" seru Jacob yang sudah gemetar. Bahkan kaki Jacob hampir tidak menapak tanah dan jantungnya berdenyut makin hebat. Jacob mulai kesulitan menelan salivanya dan berbicara karena suaranya tercekat di tenggorokan, padahal Bastian sama sekali tidak mencekiknya atau melakukan hal lain selain menarik kerah kemejanya dan sedikit mengangkatnya. "Bahkan kemarin ma
SURAT PERJANJIAN KERJASAMANama: Jacob SagalaSelanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA. Nama: Sierra NevadaSelanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA. Kedua mata Bastian langsung membelalak begitu lebar dan ia pun menegang saat membaca nama itu, terlebih saat ia sampai pada point tentang menjadi "ISTRI PURA-PURA."Tidak dituliskan secara gamblang tentang kata "istri pura-pura" namun bahasanya adalah bersedia menyandang status sebagai istri tanpa melakukan pernikahan yang sesungguhnya. Semua hak pihak kedua hanya sebatas yang diberikan oleh pihak pertama, selebihnya pihak kedua tidak punya hak apa pun karena status aslinya hanya sebagai pekerja. Jantung Bastian berdebar tidak karuan saat ini, seolah ia baru saja menemukan sebuah fakta yang luar biasa besar. Bahkan Bastian sempat mematung saat membaca isi perjanjian itu. "Apa ini? Tidak sungguh-sungguh menjadi istri? Bos dan pekerja?" lirih Bastian sambil mulai menatap Jacob. "Berikan yang lain, Jacob! Be
Bastian baru saja melangkah turun saat teriakan Tory mendadak terdengar. "Bos! Bos! Bos!" Sontak Bastian menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah pintu ruang kerja Jacob, namun ia menggeleng dengan cepat dan membuang napas kesal lalu melangkah turun. Tapi suara Tory kembali terdengar. "Pak Jacob tidak bernapas, Bos!!!!"Bastian pun kembali menghentikan langkahnya, sesaat tidak yakin dengan pendangarannya sendiri, namun hatinya yang kesal juga merasa tidak peduli lagi dengan Jacob. Sampai sedetik kemudian, pintu ruang kerja Jacob dibuka dengan kasar dan Tory muncul dengan wajahnya yang pucat pasi. "Bos Bos Bos, Pak Jacob tidak bernapas, Bos! Dia tidak bernapas!" teriak Tory yang sudah menangis sambil berlari begitu heboh menghampiri Bastian. Bastian pun mengernyit mendengarnya. "Apa? Apa maksudmu? Bicara yang jelas!""Dia kolaps, Bos! Dia tidak bernapas!" Tory menjawab dengan napasnya yang ngos-ngosan namun Bastian makin mengernyit mendengarnya. "Tory, bahkan pernikahan pun b
"Wow, rumah barunya bagus sekali, Uncle!" pekik Julio senang. "Haha, benar, Jagoan! Di tengah kompleks juga ada taman jadi kau bisa bermain setiap sore bersama anak-anak lain yang tinggal di kompleks ini," seru Valdo antusias. "Wow, asik!" pekik Julio lagi dengan tawa sumringahnya. Sierra pun mengedarkan pandangan ke kompleks itu dan sungguh ia menyukainya, suasananya di malam hari, udaranya, model rumahnya yang begitu hangat, walaupun dalam hati Sierra sudah berdebar memikirkan betapa mahal sewa rumahnya. Sierra masih menatap sekelilingnya saat tiba-tiba ia melihat sebuah mobil di sana dan memekik kaget. "Astaga, Valdo! Bukankah itu mobilku? Mengapa bisa ada di sini?""Ah, Pak Tua mengantar mobilnya ke kantorku jadi sopirku langsung mengantarnya ke sini.""Astaga, Valdo! Dia benar-benar memberikan mobil itu untukku?" Sierra masih begitu terharu. "Hmm, katanya itu memang milikmu jadi kau bisa tetap memakainya."Sierra terdiam sejenak merasakan hatinya yang mendadak merindukan Ja
"Apa, Valdo? Kau pulang duluan? Ada apa? Aku ... aku sungkan di sini bersama kakakmu," Sierra berbisik di teleponnya.Valdo yang sudah begitu panik karena mendapat kabar tentang kolapsnya Jacob pun berusaha bersikap tenang. "Ah, ada masalah mendadak yang harus kuurus besok pagi. Maaf, aku tidak sempat berpamitan jadi aku meneleponmu saja.""Tidak apa, Valdo. Tapi ... tidak ada hal yang serius kan, Valdo?" Sierra meyakinkan sekali lagi. Valdo terdiam sejenak, sebelum kembali menenangkan Sierra. "Tidak ada, Sierra. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan!" tegas Valdo. Sierra pun bernapas lega dan mengangguk lalu mereka berpamitan dan menutup teleponnya. Valdo sendiri tetap terdiam selama beberapa saat setelah menutup teleponnya. Valdo tahu Sierra pasti masih peduli dan mencemaskan Jacob karena itu Valdo tidak mengatakan apa pun tentang kondisi Jacob. Setelah Sierra lepas dari Jacob, seharusnya semua tentang keluarga Sagala sudah tidak ada kaitannya lagi dengan Sierra. Dan kalau Sier