Riki melirik wajah Mazaya, wajah sembab yang dari tadi memalingkan wajah enggan menatap wajahnya.Sesekali dia meringis menahan sakit saat Riki mengoleskan alkohol ke telapak tangannya, kakinya sudah dibalut perban, pecahan kaca menancap di mana-mana.Riki tak habis pikir, Mazaya bisa menyakiti dirinya sendiri, dia tak mengerti kenapa wanita itu sangat mudah tersinggung, padahal dia tak berniat mengusir Mazaya dari kamarnya, dia sendiri yang berinisiatif untuk kembali kekamarnya.Mazaya memalingkan wajah ke jendela dengan pandangan kosong, tak berkomentar apapun, hatinya sekarang sedang tidak baik.Riki meraih dagu itu untuk menatap ke arahnya, Mazaya tidak menolak, namun matanya masih menunduk, dia tak ingin terlihat lemah, berbulan- bulan dia membangun cintanya sendirian, cukup terakhir kali dia menangis beberapa saat yang lalu.Riki menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah Mazaya ke telinganya, simpati muncul di hatinya, bagaimanapun mereka pernah tumbuh bersama, tinggal satu at
Riki tidak bisa tidur, Mazaya sudah tenggelam dalam mimpinya. Bagaimana dia bisa tidur, ranjang kecil ini sangat membuat gerakannya terbatas, bergeser sedikit saja, tubuh mereka akan saling menempel. Riki menahan nafasnya, Mazaya kembali menendang selimut, gaun tidurnya tersibak. Riki dengan cepat menyelimutinya lagi, dan untuk yang kesekian kalinya Mazaya kembali menendang selimut sambil bergumam panas.Padahal dia harus bangun pagi untuk bekerja, tapi sudah jam empat pagi, matanya tidak bisa tidur, padahal masih bersisa satu jam untuk memejamkan mata, dia akan lembur menyelesaikan persiapan acara ulang tahun perusahaan, kurang tidur akan membuatnya tidak fokus.Dirinya sekarang sangat tersiksa, bayangkan saja, tubuh pasrah tergolek tak berdaya di sampingnya, dengan pakaian yang entahlah...halal untuk disentuh.Benar kata teman-temannya, bahwa jangan main-main dengan pesona istri yang sedang hamil, perut buncit itu bahkan membuatmu semakin membuatnya mempesona.Riki bangkit dari ran
Riki tak bisa mencerna keadaan, tiba- tiba saja Misya jatuh terjerembab ke rumput taman, bibir tipisnya mendesis menahan sakit, bersamaan dengan itu Riki mendengar sumpah serapah yang keluar dari seseorang yang suaranya sangat familiar di telinganya.Riki tak percaya, Mazaya... sedang apa dia di sini, jadi inikah acara penting yang dibilangnya kemaren? acara yang sama dengannya."Dasar wanita jalang, apa yang kau lakukan di sini dengan suamiku?"Misya bangkit dari tanah, memandang Mazaya dan Riki bergantian, dia berusaha mengendalikan diri, karena orang sekitar mulai memperhatikan mereka."Siapa kau? Aku tak mengenalmu? Kenapa wanita bar-bar bisa ada di sini." Misya berkata geram dan berusaha meredam suaranya."Kau, wanita kegatelan, kenapa kau berduaan dengan suamiku?" Mazaya mengepalkan tangannya, seperti bersiap melayangkan tinju ke wajah cantik Misya."Suami?" Misya tak percaya dengan pendengarannya, "dia? Suamimu?"Misya tertawa sinis, wanita ini benar- benar gila. "Wanita sepert
Riki memutuskan pulang jam satu dini hari, mencoba menenangkan hatinya, dia harus bersiap dengan apa yang terjadi dirumah nanti, dia yakin Mazaya akan mengamuk dan memukulinya habis habisan.Tak ada tempat lain untuk pulang, sahabat satu satunya hanya Celin dan dia pun sudah menikah. Hanya rumah Mazaya tempatnya kembali.Riki memasukkan motornya ke garasi, dia heran, garasi masih kosong, tak ada mobil Mazaya di sana, rumah pun dalam ke adaan gelap, belum ada tanda tanda Mazaya pulang kerumah.Riki mendadak cemas, kepergian wanita itu dari acara pesta sudah lima jam yang lalu. Ke mana dia? Dia tidak punya sahabat atau pun saudara, dan naasnya Riki tak memiliki nomor Hp Mazaya.Riki masuk ke dalam rumah, dia memastikan lagi, tapi kamar mereka kosong. Dia tak berhenti membuat keributan, apa yang dilakukan wanita hamil malam-malam begini, apakah dia ke diskotik seperti dulu kemudian pulang di pagi hari dalam keadaan mabuk.Riki kembali meraih kunci motornya, dia harus menemukan wanita it
Mazaya menghabiskan harinya dengan menyendiri di sebuah desa yang cukup terpencil, rumah sederhana dengan satu kamar, di kelilingi kebun bunga bewarna warni. Jauh dari hiruk pikuk kota, tak ada kendaraan berlalu lalang, sebuah tempat yang cocok untuk mengasingkan diri.Dia diberi izin untuk bercocok tanam sepuasnya di sana, menikmati kesendiriannya tanpa gangguan siapapun, ini lebih baik, kembali pulang hanya akan membuat hatinya sakit, Riki masih sama... tak kan berbalik mencintainya.Dalam hatinya, dia sangat merindukan Riki, merindukan sesuatu yang takkan pernah dia raih. Dia berjuang sendiri tanpa hasil yang pasti.Istana cinta yang dibangun susah payah diporak-porandakan Riki, menyisakan kepedihan mendalam.Dia sudah memutuskan untuk berhenti berjuang mendapatkan laki- laki itu. Dia seperti berjalan di lingkaran setan, akan kembali ke titik awal dia memulai. Mungkin ini adalah hukuman baginya atas semua kejahatan di masa lalu yang pernah di lakukannya, membenci Riki sebenci benci
Dua bulan sudah tak ada kabar dari Mazaya, Riki sudah mengerahkan seluruh tenaga dan fikirannya untuk mencarinya, tapi tetap saja tidak membuahkan hasil.Riki sering termenung sendiri, walaupun dia tidak mencintai wanita itu, dalam hatinya dia merasa sangat kehilangan, apa lagi tinggal beberapa bulan lagi anak mereka akan lahir ke dunia. Anak yang sangat di harapkan Riki.Sampai sekarang pun dia masih mengerahkan orang yang ahli untuk mencari, dan sampai detik ini belum ada kabar berita.Dimanakah wanita itu berada sekarang? Hati Riki mengatakan dia masih hidup dan bersembunyi di suatu tempat, tapi sampai kapan dia bersembunyi, seharusnya mereka bertemu menyelesaikan permasalahan dan kesalahpahaman di antara mereka.Riki tak bisa membayangkan, seandainya Mazaya bersembunyi selama bertahun tahun, sama seperti dulu.Sudah dua minggu Riki berada di Singapura, menjalani pengobatan sekaligus terapi. Dia mengikuti saran Celin untuk memastikan secara langsung penyakitnya ke dokter spesialis.
Kandungan Mazaya sudah memasuki usia delapan bulan, sang bayi mulai bergerak aktif. Satu yang di syukuri Mazaya, dia tidak seperti ibu hamil lainnya, tubuhnya tetap indah walaupun dengan perut yang semakin besar.Rian selalu menjenguknya sekali seminggu sambil membawa kebutuhan harian untuk Mazaya. Mazaya merasa memiliki saudara, hanya ucapan terimakasih yang bisa di ucapkannya saat sekarang ini.Riki, kerinduannya pada pria itu semakin menjadi, siang malam selalu memikirkannya. Apa yang dilakukan suaminya itu sekarang, apakah ada terbesit rindu sedikit saja untuknya, di satu sisi dia ingin melupakannya, tapi di sisi lain dia ingin menemuinya." Mazaya, apa kau tak berniat memeriksakan kandunganmu?""Seharusnya aku sudah menemui dokter kandungan... tapi, aku belum punya keberanian untuk keluar dari desa ini.""Aku mengerti, aku takkan memaksamu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, tapi kalau aku boleh memberi saran sebagai sahabatmu, jangan egois terhadap bayimu, dia butuh perhat
Beberapa menit mereka saling diam. Tak ada pembicaraan sepatah katapun. Mazaya dari tadi hanya membuang muka, menahan hatinya, meredam detak jantungnya. Dia harus kuat, menguasai dirinya supaya tidak berlari kepelukan laki-laki itu, menciumnya sampai kehabisan nafas.Riki tak bisa mendeskripsikan suasana hatinya, senang melihat Mazaya kembali dengan sehat, dan marah mendapati ada laki-laki lain di hidup istrinya itu. "Di mana dirimu selama ini?"Akhirnya Riki mengutarakan rasa penasarannya."Di suatu tempat yang tidak akan terjangkau oleh siapapun."Mazaya berkata dingin sambil membuang mukanya."Kenapa kamu pergi?""Apa aku harus menjawab pertanyaanmu?" Mazaya terpaksa memandang wajah Riki, dia bersumpah pria itu semakin tampan."Setidaknya kamu memberi alasan.""Untuk apa?""Aku masih suamimu," jawab Riki merendahkan suaranya."Suami yang berselingkuh?" Mazaya tersenyum sinis, melipat tangannya di atas perut besarnya."Ya Allah, kau salah paham, Mazaya, aku tidak berselingkuh." Rik