Riki masih kesusahan menata nafasnya, dia tersengal, sensasi kali ini sangat luar biasa. Wanita itu melambungkannya ke atas awan kemudian menjatuhkannya kembali ke dasar jurang.Riki memejamkan matanya, bahkan bibirnya masih kebas, ciuman kasar itu sangat memabukka.Riki berperang dengan dirinya sendiri, ingin rasanya mendobrak pintu itu, menarik Mazaya keluar dan melanjutkan ketahap berikutnya di sofa ini. Tapi dia sudah berusaha menahan diri selama ini, tidak mungkin dia menjilat ludahnya sendiri. Hubungan tempat tidur harus dilakukan dengan cinta... sekarang dia menyesal... dia tak lagi butuh cinta sekarang, dia butuh Mazaya.Mazaya mengamati wajah frustasi dan menegang milik Riki, dia tersenyum menang. Dia yang akan mengendalikan laki-laki itu mulai sekarang, dia yang akan membuat Riki mengemis kepadanya.Mazaya tersenyum licik, tidak sabar menunggu saat itu.Mazaya melihat Riki bangkit dari duduknya, menuju kamar mandi, dia yakin suaminya itu butuh air dingin.
Rian dan Mazaya sudah sampai di tempat yang dituju. Sebenarnya mereka bukan pergi untuk berkencan, Mazaya hanya pergi menolong Rian untuk memilihkan mobil baru yang akan dihadiahkan untuk ibunya sebagai hadiah ulang tahun."Jadi aku ini dijadikan alat?" Rian melirik Mazaya, tapi tak ada kesan marah di wajahnya, dia malah tersenyum hangat. Rian bisa mengelola emosinya dengan sangat baik."Maafkan aku, aku tak bermaksud begitu, hanya saja, laki-laki keras kepala itu perlu dikasih pelajaran," jawab Mazaya."Kau benar, seseorang akan menyadari perasaannya sendiri saat mereka kehilangan." Terdengar rasa sedih dari ucapan Rian.Mazaya menyipitkan matanya."Jadi cintamu tak berhasil?"Mazaya sungguh tidak peka."Sepertinya tidak, wanita bodoh itu tetap memilih suaminya." Rian melirik Mazaya sekilas ketika asik mengamati interior mobil di showroom tersebut."Aku sudah bilang padamu, jangan mencintai sesuatu yang tak bisa kau raih, kau akan sangat kesakitan.""Kau benar." Rian mengempaskan naf
Mazaya menyandarkan tubuhnya ke sisi tempat tidur. Sebenarnya dia lelah dengan permainan ini, bagaimana jika bayi ini sudah lahir dan Riki belum juga jatuh cinta padanya, pasti akan sangat sakit melepas suaminya itu.Dia sangat mencintai Riki, itu sudah pasti, dia ingin pernikahan yang sebenarnya, saling mencintai dan memiliki banyak anak, tua bersama sampai memiliki anak cucu.Mazaya bangkit dari duduknya menuju ruang tamu, Riki berada disitu, pandangan mereka bertemu sekilas, menghadirkan debaran indah di jantung Mazaya, Riki memalingkan wajah lebih dulu, dia kembali fokus dengan televisi yang sedang menayangkan pertandingan sepak bola.Mazaya duduk di samping Riki, menyandarkan tubuhnya ke sisi sofa, dia mengelus perutnya ketika merasakan tendangan bayinya cukup kuat. Mereka saling diam hanyut dengan pikiran masing masing.Andaikan ini adalah pernikahan normal, dengan manja dia akan bersandar ke bahu lebar itu, menceritakan padanya betapa perut ini semakin berat, belum lagi pegal
Riki melarikan diri dari Mazaya karena tak ingin wanita itu mengorek lebih dalam tentang dirinya, apakah dia pernah menyentuhnya dulu? Tentu saja, cuma sentuhan penasaran seorang remaja laki-laki yang sedang dilanda masa puber.Dulu awalnya dia dipekerjakan untuk bantu-bantu membersihkan perkarangan, ketika usianya cukup, Pak Amin menjadikannya supir pribadi gadis itu, mengekor ke mana dia pergi, di samping kenangan yang menyakitkan, juga ada kenangan konyol yang dialami Riki remaja.Mazaya dulu suka ke club, Riki hapal kebiasaannya, jika dia sudah bertengkar dengan ayahnya, maka pelariannya adalah minuman keras. Kebiasaan lainnya adalah setelah minum sepuasnya dia akan muntah sangat banyak, mengotori bajunya dan baju Riki, terkadang Riki merasa dia merangkap menjadi baby sitter.Pak Amin sering pergi, dia memiliki banyak perkebunan di berbagai daerah. Siapa lagi yang akan mengurus gadis nakal itu kalau bukan Riki, Riki pernah melongo melihat pemandangan yang baru baginya saat pertama
Riki berpacu dengan waktu, saat ini gilirannya yang berjuang, dengan bantuan Celin, Riki berhasil mendapatkan dua pendonor, darah golongan A+ cukup sulit. Riki tak berhenti berdoa, andai saja dari awal dia lebih peduli dengan Mazaya dan bayi mereka, tentu jadinya tidak seperti ini.Sekarang Riki menghadapi dokter yang menangani Mazaya dengan gusar, dari awal dokter wanita itu sudah menampakkan kekesalan dan tatapan sinis kepadanya. Dia memaklumi, suami mana yang sampai tidak tau apa apa berkaitan dengan istrinya.Namanya dr. Laila, begitu yang tertulis dipintu ruangannya."Bagaimana keadaan istri dan bayi saya dokter?"Riki harap cemas, sebab setelah Mazaya dioperasi belum sedikit pun dia diperbolehkan untuk melihat."Kami berhasil mengangkat kista di rahimnya, dia kehilangan banyak darah, untung saja semangat hidup dan doa kita bersama menyelamatkan hidupnya."Riki mengusap wajah lelahnya, keringat sudah membasahai wajah dan bajunya, dua jam dia bertarung dengan waktu untuk dua nyawa
Suster langsung menangani Mazaya, melepaskan alat bantu oksigen dari mulutnya, juga melakukan beberapa tindakan medis pasca operasi. Riki hanya mengamati, mereka belum sempat bicara banyak, setelah Mazaya sadar, suster dan dokter langsung masuk ke dalam ruangan."Apa yang Anda rasakan sekarang, Nyonya?" Suara suster sangat ramah."Saya masih pusing, penglihatan saya kabur.""Itu biasa, beberapa saat lagi kamu akan membaik," jawab dokter begitu serius."O ya, Pak, kabari saya jika Nyonya sudah buang angin, supaya dia bisa makan dan minum obat."Riki hanya mengangguk, suster dan dokter berlalu menutup pintu dengan pelan. Mazaya memalingkan wajahnya yang memerah, sebanyak ini yang mau dibicarakan, kenapa dia harus melapor jika dia sudah kentut kepada Riki, ini sangat memalukan.Riki faham dengan ekspresi itu, dia meraih tangan Mazaya, menggenggam pergelangan yang masih memakai infus."Apakah... hmmm... kau sudah kentut?"Riki bertanya ragu dan sangat malu, rasanya pertanyaan ini sangat k
Mazaya harus dirawat selama lima hari di rumah sakit, di samping pengobatan bekas operasi ceasar, dia juga melakukan pemulihan penyakitnya.Rian asik mengelus pipi bayi Mazaya, dia sangat menyukai anak-anak."Kalau kau butuh pengasuh, panggil saja aku, aku bersedia menjaganya dua puluh empat jam, mengurus bayi lebih menyenangkan daripada mengurus perusahaan," ucap Rian, Riki mendecih sebal dengan tawaran Rian, dari tadi pria bermata sipit menjadikannya seolah olah adalah makhluk tak kasat mata, dan sialnya Mazaya malah asik terlibat obrolan dengannya."Aku tak sanggup membayarmu." Mazaya tersenyum."Sweetheart, kau tak perlu membayarku dengan uang.." Rian melirik Riki yang dari tadi memangku tangan dan membuang muka, dia kelihatan tak sabar melihat Rian keluar dari ruangan ini.Rian tersenyum menang, Riki terpancing cemburu."Oh Baby boy, kau sangat manis.." Rian mengusap bibir mungil bayi itu. Mazaya tersenyum bahagia."Aku juga ingin punya bayi seperti ini, bisa buatkan aku satu lag
Rafael menunjukkan perkembangan yang sangat cepat, lima hari di inkubator dan mendapatkan ASI, badannya mulai agak berisi, walau pertambahan berat badannya cuma tujuh ons, akan tetapi hasil itu sangat membanggakan.Rafael sudah boleh dibawa pulang, dokter menyarankan agar dia disusui sesering mungkin, selalu menjaganya dalam keadaan hangat.Mazaya dan Riki sangat bahagia dengan hasil pemeriksaan Dokter, setidaknya di rumah mereka, perawatan lebih mudah dari pada bolak-balik rumah sakit.Bayi mungil Rafael sedang tidur nyenyak setelah meminum ASI sampai kenyang, dia bukan tipe bayi yang rewel, menangis dan bangun hanya ketika haus dan lapar, selebihnya dia menghabiskan harinya untuk tidur.Mazaya baru saja habis mandi, saat pintu kamarnya diketuk perlahan, mandi di rumah sakit tidak leluasa dan terasa tidak bersih. "Sebentar."Mazaya memakai pakaiannya dengan cepat. Lalu buru-buru membuka pintu kamarnya."Boleh aku masuk?" kata Riki agak ragu."Silahkan."Mazaya mempersilahkan, Mazaya
Riki mencium kening Mazaya berkali kali, setelah ' beribadah ' sepanjang malam, istrinya itu terkapar kelelahan dan tak berdaya. Mazaya meminta dia yang memimpin permainan itu untuk malam ini, bahkan Riki tidak menyangka istri malu malunya bisa se agresif itu.Riki mengusap sisa peluh di leher Mazaya, layaknya penganten baru lainnya, mereka menghabiskan waktu memadu kasih di tempat tidur. Riki sekarang dihadapkan dengan pilihan yang cukup membingungkan, dulu dia menyangka adalah anak terbuang yang tidak diinginkan, tapi kenyataannya dia adalah anak seorang pengusaha yang memiliki kerajaan bisnis diberbagai negara. Ayahnya begitu berharap dia memboyong istrinya ke Singapura, mencoba mengurus salah satu perusahaan di sana.Riki hanya pria sederhana, yang tidak menyukai sesuatu yang berlebihan, dia menikmati tinggal di sini, rumah sederhana yang cukup luas, rumah pak Amin bukan rumah mewah, tidak ada kolam renang atau fasilitas mewah lainnya, lokasinya pun jauh dari hiruk pikuk kota, ru
Mazaya memuaskan hatinya memandang wajah tampan yang terlelap di sampingnya. Dia sungguh tidak percaya, perjuangannya untuk mendapatkan Riki membuahkan hasil.Mazaya tak pernah sebahagia ini, dengan pelan Mazaya menyentuh wajah Riki dengan jarinya, kenapa ada manusia setampan ini, dan manusia tampan itu adalah suaminya sendiri.Mazaya meletakkan kepalanya di dada Riki, menghitung detak jantung yang berbunyi teratur, mengecup pipi yang mulai ditumbuhi bakal jenggot."Hai." Riki membuka matanya, menatap wajah cantik Mazaya, mengelus pipi halus yang merona merah."Hai," jawab Mazaya, mereka saling tatap, Mazaya lebih dulu menundukkan wajahnya, dia merasa malu. "Ini masih pukul empat pagi." Riki melirik jam di atas meja, suaranya serak."Iya, kita baru tidur satu jam," jawab Mazaya.Riki tersenyum, tadi Mazaya bangun karena Rafael merengek haus."Masih ada waktu tidur sebelum subuh." Mazaya menarik selimut menutupi tubuh Riki."Enak saja disuruh tidur."Riki membalikkan posisi, Mazaya ha
Kenapa manusia diperintahkan menikah? Karena pernikahan menjadikan yang haram menjadi halal, menikah mengubah dosa menjadi pahala. Manusia akan mendapat dosa jika berhubungan badan sebelum menikah, tapi akan mendapatkan pahala seperti melaksanakan Qurban jika melakukannya setelah menikah.Tidak ada yang lebih indah dari pahala menikah, setiap bulu yang tumbuh dari ujung rambut sampai ujung kaki, pahalanya dihitung seperti beribadah selama satu tahun.Shalat berjamaah berjalan dengan khusuk, Riki melafazkan ayat dengan sepenuh hati, menghayati setiap kalimat kalimat yang merupakan doa dan ucapan syukur.Riki melafaskan doa yang dia amini oleh Mazaya, air matanya berurai, rasanya selama ini dia sangat lalai. Wajah ayahnya terbayang dimata, andaikan dulu dia sempat meminta maaf, tentu dia tidak akan semenyesal ini.Menikah dengan Riki adalah sebuah anugrah yang paling besar dalam hidupnya, jatuh bangun mengejar cintanya, menghinakan diri dihadapannya, berjuang dan hampir mati untuk melah
Riki hanya mendengar dengan tenang, saat semua keterangan yang diucapkan oleh ayahnya serasa hanya seperti mimpi."Rumah kita ada di Singapura, aku dan ibumu ke sini sesekali untuk memastikan keadaan perusahaan berjalan stabil.""Reynold, kau memiliki satu adik perempuan yang sekarang ayah percayakan memimpin perusahaan yang berada di Jepang, sedangkan dua perusahaan yang ada di Singapura di awasi olehku dan dibantu oleh bibimu."Riki diam saja, dia merasa biasa saja dengan semua cerita itu. Yang di inginkannya sekarang cepat pulang, bertemu Mazaya dan melakukan anatomi tubuh lagi. Riki sangat tidak konsentrasi."Rey ...." "Ya?""Kau anak laki-laki satu-satunya yang kami harapkan memimpin bisnis besar keluarga kita, kita memiliki perusahaan dibidang properti dan perhotelan yang tersebar di beberapa negara di Asia, aku sudah semakin tua ... kau harus mempersiapkan dirimu."Riki mengangguk, setelah percakapan selesai dia bergegas pergi, sekarang sudah lebih dari pukul tujuh malam, Maza
Riki mengelus pipi mulus yang sedang tidur nyenyak di sampingnya,mengusap bibir merekah seperti kuncup mawar yang sedang tumbuh, mengecupnya sekilas, dia tak percaya bahwa yang ada dipelukannya ini adalah Mazaya, selama ini yang paling dibencinya.Mata cantik itu terbuka perlahan."He, pencuri." Mazaya tersenyum manis."Aku ketahuan." Riki tersenyum."Kau harus buat pengakuan.""Oh ya? Apa yang harus kuakui." Jari Riki membelai pangkal leher Mazaya."Bahwa kau sangat mencintaiku." Mazaya menenggelamkan jari lentiknya di rambut hitam Riki."Apa imbalannya untukku." Mata Riki mengedip nakal."Imbalannya?" Mazaya berfikir, dengan sigap dia membalikkan posisi, Riki terkurung di bawahnya. "Apa yang kau inginkan?" Riki kembali membalikkan posisi, Mazaya yang terperangkap di bawahnya, terkikik."Maaf Tuan pemaksa, kau harus bersabar beberapa hari lagi."Riki langsung terkulai lesu, dia menjatuhkan wajahnya di lekukan leher Mazaya sambil berkata frustasi, "aku hampir mati karena menahannya.
Riki kembali pulang jam satu dini hari, banyak pelajaran hidup yang didapatkannya dari Celin, dia tak menduga, wanita cantik yang menyerupai laki-laki itu begitu kuat, bahkan sedikit pun tidak menangisi hidupnya yang menyedihkan.Dia punya pandangan sendiri tentang hidup, bahwa manusia hanya perlu menjalaninya tanpa memikirkan, waktu tidak akan pernah menunggu, kesedihan akan berlalu seiring berjalannya waktu, andaikan Riki bisa mempraktekkan segampang itu, pasti semua akan lebih mudah.Satu hal yang selalu dijadikan mantra bagi Riki, saat Celin mengucapkan bahwa Tuhan maha adil, tidak akan membuat manusia menderita selamanya, hidup itu seperti menempuh ujian semester, jika gagal di ujian pertama maka akan di uji lagi, masih saja gagal maka akan di remedial sampai mendapat nilai KKM atau nilai terendah yang sudah ditetapkan, masing-masing manusia punya porsinya untuk bahagia.Dalam percakapan tadi, Riki hanya bertindak sebagai pendengar, walaupun Celin meminum alkohol cukup banyak, ta
Brak! Suara pintu dibuka dengan kasar, Mazaya yang asik dengan majalah di depannya sangat kaget. Kenapa laki-laki bisu ini bisa sampai secepat ini. Padahal kesepakatan dengan wanita itu, dia akan memakainya selama satu malam.Mazaya cepat mengusai diri, dia bangkit dari ranjangnya, melipat tangan di depan dada dan menatap Riki dengan sinis, wajah polos itu sekarang memerah sangat marah, nafasnya tersengal. Riki memandang Mazaya sangat muak dan benci."Kau pulang terlalu cepat, kenapa? Kau tak mampu melakukannya? Ck ck ck, sudah kuduga." Wajah sinis itu sangat memuakkan bagi Riki. Riki dengan kasar menarik pinggang Mazaya, memandang mata wanita itu dengan amarah yang sangat besar, mulutnya ingin memaki, tapi lidah sialannya tidak bisa digerakkan.Dengan tangan besarnya, Riki merobek gaun tidur Mazaya, melempar tubuh sintal itu ke tempat tidur. Hatinya sangat sakit, dia diperlakukan seperti sampah tidak berguna.Mazaya meringis ketika merasakan kepalanya membentur tepi ranjang. Dia ban
Riki menggendong Mazaya dengan hati-hati, dia sedikit kerepotan, tubuh padat Mazaya cukup berat. Riki mengendap-endap masuk ke dalam rumah, dia lewat dari pintu belakang dan langsung mengantar Mazaya ke kamarnya, dia sempat membekap mulut Mazaya yang sempat bicara melantur."Ciuman, bagaimana rasanya, aku ... hmmmp." Riki membekap mulut Mazaya.Riki bernafas lega setelah dia berhasil merebahkan tubuh Mazaya ke tempat tidur. Ini sudah jam dua pagi dan Pak Amin sudah tidur. Pak Amin tidak akan pernah bertanya jika Mazaya pergi ditemani Riki, dia begitu mempercayakan anak gadisnya padanya. Untung saja dia bukan laki- laki di club, kalau tidak tentu saja Mazaya akan habis tak bersisa dengan keadaan seperti sekarang.Riki telah hafal dengan langkah apa yang akan dilakukannya menangani Mazaya. Dengan cepat, Riki mengambil handuk kecil beserta sebaskom kecil air, mencampurkan air itu dengan sedikit parfum.Berlahan, dia membuka helaian kain itu satu persatu, dimulai dari tanktop hitam, denga
Sepuluh tahun yang laluRiki meremas jari-jarinya, seperti perintah Mazaya, dia harus jaga jarak minimal dua puluh meter, Riki tidak berdaya dengan arogansi wanita itu. Setelah berhasil membohongi Pak Amin, dengan mengatakan bahwa Mazaya ingin ke rumah temannya untuk menyelesaikan tugas, tapi ternyata di sinilah dia sekarang, duduk di salah satu meja bar mengawasi sang Nona yang menggila di lantai dansa.Laki-laki hidung belang terkadang mencari kesempatan menyentuh gadis itu, tapi dibalas dengan cacian dan kekerasan olehnya, Mazaya bukan wanita lemah, dia bisa melindungi dirinya sendiri tanpa bantuan siapa pun.Riki merasa berdosa, tidak terhitung berapa kali mereka berbohong demi mengunjungi club malam, dia tidak punya keberanian melawan wanita itu, dia bagaikan singa betina yang sangat buas, akan menghabisi siapa saja yang mengganggunya.Beberapa laki-laki kurang ajar yang sempat ingin menyentuhnya langsung mundur, melihat betapa beringasnya perempuan itu, dia tidak boleh terusik,