Riki berpacu dengan waktu, saat ini gilirannya yang berjuang, dengan bantuan Celin, Riki berhasil mendapatkan dua pendonor, darah golongan A+ cukup sulit. Riki tak berhenti berdoa, andai saja dari awal dia lebih peduli dengan Mazaya dan bayi mereka, tentu jadinya tidak seperti ini.Sekarang Riki menghadapi dokter yang menangani Mazaya dengan gusar, dari awal dokter wanita itu sudah menampakkan kekesalan dan tatapan sinis kepadanya. Dia memaklumi, suami mana yang sampai tidak tau apa apa berkaitan dengan istrinya.Namanya dr. Laila, begitu yang tertulis dipintu ruangannya."Bagaimana keadaan istri dan bayi saya dokter?"Riki harap cemas, sebab setelah Mazaya dioperasi belum sedikit pun dia diperbolehkan untuk melihat."Kami berhasil mengangkat kista di rahimnya, dia kehilangan banyak darah, untung saja semangat hidup dan doa kita bersama menyelamatkan hidupnya."Riki mengusap wajah lelahnya, keringat sudah membasahai wajah dan bajunya, dua jam dia bertarung dengan waktu untuk dua nyawa
Suster langsung menangani Mazaya, melepaskan alat bantu oksigen dari mulutnya, juga melakukan beberapa tindakan medis pasca operasi. Riki hanya mengamati, mereka belum sempat bicara banyak, setelah Mazaya sadar, suster dan dokter langsung masuk ke dalam ruangan."Apa yang Anda rasakan sekarang, Nyonya?" Suara suster sangat ramah."Saya masih pusing, penglihatan saya kabur.""Itu biasa, beberapa saat lagi kamu akan membaik," jawab dokter begitu serius."O ya, Pak, kabari saya jika Nyonya sudah buang angin, supaya dia bisa makan dan minum obat."Riki hanya mengangguk, suster dan dokter berlalu menutup pintu dengan pelan. Mazaya memalingkan wajahnya yang memerah, sebanyak ini yang mau dibicarakan, kenapa dia harus melapor jika dia sudah kentut kepada Riki, ini sangat memalukan.Riki faham dengan ekspresi itu, dia meraih tangan Mazaya, menggenggam pergelangan yang masih memakai infus."Apakah... hmmm... kau sudah kentut?"Riki bertanya ragu dan sangat malu, rasanya pertanyaan ini sangat k
Mazaya harus dirawat selama lima hari di rumah sakit, di samping pengobatan bekas operasi ceasar, dia juga melakukan pemulihan penyakitnya.Rian asik mengelus pipi bayi Mazaya, dia sangat menyukai anak-anak."Kalau kau butuh pengasuh, panggil saja aku, aku bersedia menjaganya dua puluh empat jam, mengurus bayi lebih menyenangkan daripada mengurus perusahaan," ucap Rian, Riki mendecih sebal dengan tawaran Rian, dari tadi pria bermata sipit menjadikannya seolah olah adalah makhluk tak kasat mata, dan sialnya Mazaya malah asik terlibat obrolan dengannya."Aku tak sanggup membayarmu." Mazaya tersenyum."Sweetheart, kau tak perlu membayarku dengan uang.." Rian melirik Riki yang dari tadi memangku tangan dan membuang muka, dia kelihatan tak sabar melihat Rian keluar dari ruangan ini.Rian tersenyum menang, Riki terpancing cemburu."Oh Baby boy, kau sangat manis.." Rian mengusap bibir mungil bayi itu. Mazaya tersenyum bahagia."Aku juga ingin punya bayi seperti ini, bisa buatkan aku satu lag
Rafael menunjukkan perkembangan yang sangat cepat, lima hari di inkubator dan mendapatkan ASI, badannya mulai agak berisi, walau pertambahan berat badannya cuma tujuh ons, akan tetapi hasil itu sangat membanggakan.Rafael sudah boleh dibawa pulang, dokter menyarankan agar dia disusui sesering mungkin, selalu menjaganya dalam keadaan hangat.Mazaya dan Riki sangat bahagia dengan hasil pemeriksaan Dokter, setidaknya di rumah mereka, perawatan lebih mudah dari pada bolak-balik rumah sakit.Bayi mungil Rafael sedang tidur nyenyak setelah meminum ASI sampai kenyang, dia bukan tipe bayi yang rewel, menangis dan bangun hanya ketika haus dan lapar, selebihnya dia menghabiskan harinya untuk tidur.Mazaya baru saja habis mandi, saat pintu kamarnya diketuk perlahan, mandi di rumah sakit tidak leluasa dan terasa tidak bersih. "Sebentar."Mazaya memakai pakaiannya dengan cepat. Lalu buru-buru membuka pintu kamarnya."Boleh aku masuk?" kata Riki agak ragu."Silahkan."Mazaya mempersilahkan, Mazaya
Riki tercenung, ada banyak kejutan dalam hidupnya, banyak misteri yang melingkupinya, tiba-tiba saja sepasang suami istri yang tidak dikenalnya ingin berjumpa secara khusus dengan Riki.Pagi-pagi sekali dia sudah ditunggu di kantor oleh pemilik CEO perusahaan, dia heran, tak biasanya bos besar itu menunggu santai di dalam ruangannya, bosnya tidak sendiri, tapi berdua dengan laki-laki kulit hitam yang dari fisiknya dia seperti angkatan militer.Riki tidak punya kenalan yang begitu berarti dalam hidupnya, kenalan selama ini hanya sebatas relasi bisnis yang akan menemuinya hanya di kantor jika ada hal yang perlu di bicarakan.Kali ini berbeda, seorang laki-laki yang mengaku di utus oleh sepasang suami istri ingin berjumpa di sebuah tempat yang sangat privasi, dia menjemput secara khusus, pria berkulit hitam itu langsung berurusan pada orang nomor satu di perusahaan ini.Riki tidak bisa menebak-nebak, apa tujuan mereka, untuk menjawab rasa penasarannya, Riki menyetujui pertemuan tersebut
Mazaya mondar-mandir di dekat pintu masuk, bahkan sekarang sudah jam dua belas malam, belum ada tanda-tanda kepulangan Riki.Nasi belum tersentuh sama sekali, Mazaya sengaja menunggu Riki pulang untuk makan malam bersama, apakah dia baik baik saja? sejak adanya Rafael Riki selalu pulang cepat, paling lambat jam tujuh malam. Mazaya gelisah, perasaannya tidak enak, tapi apa yang menyebabkan semua itu. Dia sendiri tidak berani menerka-nerka.Rafael sudah tenggelam ke dalam mimpinya, pertumbuhan berat badannya naik dengan drastis, semua itu sangat disyukuri oleh Mazaya.Hubungannya dengan Riki mulai membaik, mereka tak lagi bertengkar, setelah insiden ciuman beberapa hari yang lalu, mereka sekarang menjadi canggung, semua jadi serba salah, padahal di hati mereka masing- masing, ingin mengulangi kemesraan manis itu, tapi tak ada yang berinisiatif untuk memulai.Padahal dulu Mazaya sangat percaya diri menantangnya, sekarang nyalinya menjadi ciut, entah kenapa dia berubah menjadi seperti an
Mazaya memberikan bahunya sebagai sandaran untuk laki-laki itu, sungguh, dia tidak menyangka Riki akan semenderita ini, andaikan dulu dia membuka dirinya untuk lebih mengenal Riki, tentu dia tidak akan jahat kepadanya.Mazaya masih merekam dengan jelas, saat pertama kali dia bertemu Riki. Ayahnya membawa pulang seorang remaja berumur lima belas tahun, badannya penuh luka, bajunya kumal dan robek dimana mana, tatapan matanya memancarkan ketakutan dan rasa rendah diri.Malam itu dia mulai tak menyukai Riki remaja, karena ayahnya menampakkan perhatian yang terlalu berlebihan, seakan akan Riki adalah anak kandungnya.Perhatian ayahnya semakin bertambah setiap hari, dia selalu dibandingkan dengan Mazaya yang memiliki kemampuan belajar biasa saja, berbeda dengan Riki yang selalu berprestasi di berbagai bidang walaupun dia adalah lelaki cacat.Semakin hari rasa benci menumpuk di hati Mazaya, benci yang lama kelamaan menjadi dendam, dia gelap mata dan beberapa kali ingin melenyapkan nyawa lak
Untuk kali pertama, mereka berada dalam satu ranjang yang sama, berpelukan menghayati cinta yang membuncah tak terkendali. Sekarang mereka bahagia, tak lagi takut akan datangnya masa depan walaupun akan dihantui oleh masa lalu.Riki menatap wajah seindah cahaya bulan purnama itu sepuasnya, wanita yang sangat cantik yang berada dalam pelukannya ini adalah miliknya, bukan lagi majikan yang selalu dia benci selama ini.Sekarang sudah jam tiga pagi, tapi mereka belum juga tidur, sayang sekali jika mereka memejamkan mata setelah pengungkapan cinta dari keduannya."Kau sangat cantik." Riki mengelus pipi halus itu, Mazaya memejamkan matanya, meresapi debaran hangat yang selalu muncul saat tangan besar Riki hinggap di kulitnya."Sejak kapan kau mulai mencintaiku?" Mazaya menangkap tangan itu."Aku tidak tau," jawab Riki, meneruskan menelusuri apa yang di inginkannya walaupun sempat terhenti beberapa saat. Dia bersumpah, Mazaya begitu sempurna, sangat indah."Bagaimana perasaanmu setelah malam