Riki tercenung, ada banyak kejutan dalam hidupnya, banyak misteri yang melingkupinya, tiba-tiba saja sepasang suami istri yang tidak dikenalnya ingin berjumpa secara khusus dengan Riki.Pagi-pagi sekali dia sudah ditunggu di kantor oleh pemilik CEO perusahaan, dia heran, tak biasanya bos besar itu menunggu santai di dalam ruangannya, bosnya tidak sendiri, tapi berdua dengan laki-laki kulit hitam yang dari fisiknya dia seperti angkatan militer.Riki tidak punya kenalan yang begitu berarti dalam hidupnya, kenalan selama ini hanya sebatas relasi bisnis yang akan menemuinya hanya di kantor jika ada hal yang perlu di bicarakan.Kali ini berbeda, seorang laki-laki yang mengaku di utus oleh sepasang suami istri ingin berjumpa di sebuah tempat yang sangat privasi, dia menjemput secara khusus, pria berkulit hitam itu langsung berurusan pada orang nomor satu di perusahaan ini.Riki tidak bisa menebak-nebak, apa tujuan mereka, untuk menjawab rasa penasarannya, Riki menyetujui pertemuan tersebut
Mazaya mondar-mandir di dekat pintu masuk, bahkan sekarang sudah jam dua belas malam, belum ada tanda-tanda kepulangan Riki.Nasi belum tersentuh sama sekali, Mazaya sengaja menunggu Riki pulang untuk makan malam bersama, apakah dia baik baik saja? sejak adanya Rafael Riki selalu pulang cepat, paling lambat jam tujuh malam. Mazaya gelisah, perasaannya tidak enak, tapi apa yang menyebabkan semua itu. Dia sendiri tidak berani menerka-nerka.Rafael sudah tenggelam ke dalam mimpinya, pertumbuhan berat badannya naik dengan drastis, semua itu sangat disyukuri oleh Mazaya.Hubungannya dengan Riki mulai membaik, mereka tak lagi bertengkar, setelah insiden ciuman beberapa hari yang lalu, mereka sekarang menjadi canggung, semua jadi serba salah, padahal di hati mereka masing- masing, ingin mengulangi kemesraan manis itu, tapi tak ada yang berinisiatif untuk memulai.Padahal dulu Mazaya sangat percaya diri menantangnya, sekarang nyalinya menjadi ciut, entah kenapa dia berubah menjadi seperti an
Mazaya memberikan bahunya sebagai sandaran untuk laki-laki itu, sungguh, dia tidak menyangka Riki akan semenderita ini, andaikan dulu dia membuka dirinya untuk lebih mengenal Riki, tentu dia tidak akan jahat kepadanya.Mazaya masih merekam dengan jelas, saat pertama kali dia bertemu Riki. Ayahnya membawa pulang seorang remaja berumur lima belas tahun, badannya penuh luka, bajunya kumal dan robek dimana mana, tatapan matanya memancarkan ketakutan dan rasa rendah diri.Malam itu dia mulai tak menyukai Riki remaja, karena ayahnya menampakkan perhatian yang terlalu berlebihan, seakan akan Riki adalah anak kandungnya.Perhatian ayahnya semakin bertambah setiap hari, dia selalu dibandingkan dengan Mazaya yang memiliki kemampuan belajar biasa saja, berbeda dengan Riki yang selalu berprestasi di berbagai bidang walaupun dia adalah lelaki cacat.Semakin hari rasa benci menumpuk di hati Mazaya, benci yang lama kelamaan menjadi dendam, dia gelap mata dan beberapa kali ingin melenyapkan nyawa lak
Untuk kali pertama, mereka berada dalam satu ranjang yang sama, berpelukan menghayati cinta yang membuncah tak terkendali. Sekarang mereka bahagia, tak lagi takut akan datangnya masa depan walaupun akan dihantui oleh masa lalu.Riki menatap wajah seindah cahaya bulan purnama itu sepuasnya, wanita yang sangat cantik yang berada dalam pelukannya ini adalah miliknya, bukan lagi majikan yang selalu dia benci selama ini.Sekarang sudah jam tiga pagi, tapi mereka belum juga tidur, sayang sekali jika mereka memejamkan mata setelah pengungkapan cinta dari keduannya."Kau sangat cantik." Riki mengelus pipi halus itu, Mazaya memejamkan matanya, meresapi debaran hangat yang selalu muncul saat tangan besar Riki hinggap di kulitnya."Sejak kapan kau mulai mencintaiku?" Mazaya menangkap tangan itu."Aku tidak tau," jawab Riki, meneruskan menelusuri apa yang di inginkannya walaupun sempat terhenti beberapa saat. Dia bersumpah, Mazaya begitu sempurna, sangat indah."Bagaimana perasaanmu setelah malam
Sepuluh tahun yang laluRiki meremas jari-jarinya, seperti perintah Mazaya, dia harus jaga jarak minimal dua puluh meter, Riki tidak berdaya dengan arogansi wanita itu. Setelah berhasil membohongi Pak Amin, dengan mengatakan bahwa Mazaya ingin ke rumah temannya untuk menyelesaikan tugas, tapi ternyata di sinilah dia sekarang, duduk di salah satu meja bar mengawasi sang Nona yang menggila di lantai dansa.Laki-laki hidung belang terkadang mencari kesempatan menyentuh gadis itu, tapi dibalas dengan cacian dan kekerasan olehnya, Mazaya bukan wanita lemah, dia bisa melindungi dirinya sendiri tanpa bantuan siapa pun.Riki merasa berdosa, tidak terhitung berapa kali mereka berbohong demi mengunjungi club malam, dia tidak punya keberanian melawan wanita itu, dia bagaikan singa betina yang sangat buas, akan menghabisi siapa saja yang mengganggunya.Beberapa laki-laki kurang ajar yang sempat ingin menyentuhnya langsung mundur, melihat betapa beringasnya perempuan itu, dia tidak boleh terusik,
Riki menggendong Mazaya dengan hati-hati, dia sedikit kerepotan, tubuh padat Mazaya cukup berat. Riki mengendap-endap masuk ke dalam rumah, dia lewat dari pintu belakang dan langsung mengantar Mazaya ke kamarnya, dia sempat membekap mulut Mazaya yang sempat bicara melantur."Ciuman, bagaimana rasanya, aku ... hmmmp." Riki membekap mulut Mazaya.Riki bernafas lega setelah dia berhasil merebahkan tubuh Mazaya ke tempat tidur. Ini sudah jam dua pagi dan Pak Amin sudah tidur. Pak Amin tidak akan pernah bertanya jika Mazaya pergi ditemani Riki, dia begitu mempercayakan anak gadisnya padanya. Untung saja dia bukan laki- laki di club, kalau tidak tentu saja Mazaya akan habis tak bersisa dengan keadaan seperti sekarang.Riki telah hafal dengan langkah apa yang akan dilakukannya menangani Mazaya. Dengan cepat, Riki mengambil handuk kecil beserta sebaskom kecil air, mencampurkan air itu dengan sedikit parfum.Berlahan, dia membuka helaian kain itu satu persatu, dimulai dari tanktop hitam, denga
Brak! Suara pintu dibuka dengan kasar, Mazaya yang asik dengan majalah di depannya sangat kaget. Kenapa laki-laki bisu ini bisa sampai secepat ini. Padahal kesepakatan dengan wanita itu, dia akan memakainya selama satu malam.Mazaya cepat mengusai diri, dia bangkit dari ranjangnya, melipat tangan di depan dada dan menatap Riki dengan sinis, wajah polos itu sekarang memerah sangat marah, nafasnya tersengal. Riki memandang Mazaya sangat muak dan benci."Kau pulang terlalu cepat, kenapa? Kau tak mampu melakukannya? Ck ck ck, sudah kuduga." Wajah sinis itu sangat memuakkan bagi Riki. Riki dengan kasar menarik pinggang Mazaya, memandang mata wanita itu dengan amarah yang sangat besar, mulutnya ingin memaki, tapi lidah sialannya tidak bisa digerakkan.Dengan tangan besarnya, Riki merobek gaun tidur Mazaya, melempar tubuh sintal itu ke tempat tidur. Hatinya sangat sakit, dia diperlakukan seperti sampah tidak berguna.Mazaya meringis ketika merasakan kepalanya membentur tepi ranjang. Dia ban
Riki kembali pulang jam satu dini hari, banyak pelajaran hidup yang didapatkannya dari Celin, dia tak menduga, wanita cantik yang menyerupai laki-laki itu begitu kuat, bahkan sedikit pun tidak menangisi hidupnya yang menyedihkan.Dia punya pandangan sendiri tentang hidup, bahwa manusia hanya perlu menjalaninya tanpa memikirkan, waktu tidak akan pernah menunggu, kesedihan akan berlalu seiring berjalannya waktu, andaikan Riki bisa mempraktekkan segampang itu, pasti semua akan lebih mudah.Satu hal yang selalu dijadikan mantra bagi Riki, saat Celin mengucapkan bahwa Tuhan maha adil, tidak akan membuat manusia menderita selamanya, hidup itu seperti menempuh ujian semester, jika gagal di ujian pertama maka akan di uji lagi, masih saja gagal maka akan di remedial sampai mendapat nilai KKM atau nilai terendah yang sudah ditetapkan, masing-masing manusia punya porsinya untuk bahagia.Dalam percakapan tadi, Riki hanya bertindak sebagai pendengar, walaupun Celin meminum alkohol cukup banyak, ta