Anandita menelisik penampilan gadis yang baru saja di kenalkan oleh sang ayah sebagai asisten pribadinya itu. Dirinya sampai memicingkan matanya menatap gadis yang bernama Rara fitriani itu.
Rara yang di tatap jadi gerogi, dirinya salah tingkah sendiri. Di dalam hatinya sana tetap was-was , takut kalau dirinya sampai tidak di terima. Bibirnya berusaha agar tetap diam dan kalem, walaupun mulutnya sudah gatal ingin berbicara panjang lebar. Rara ini type orang yang tak bisa diam, mulutnya terus nyerocos. Entah apa saja di katakan olehnya, bahkan hal yang tak penting sekalipun. Tapi, jangan anggap enteng kepintaran Rara. Rara gadis yang sangat pintar, banyak yang telah memuji kinerjanya. Dirinya juga sebelumnua menjadi karyawan di perusahaan milik Arthur. Arthur yang sangat menyukai kinerja Rara menempatkan Rara menjadi seorang asisten pribadi sang anak. "Rara ini sangat pintar. Kamu tidak akan rugi memperkejakannya. Dia juga yang akan membantu kamu mengelola perusahaan itu." Ucap Arthur yang masih ada di sana, dirinya belum pergi sampai anak perempuannya itu pergi ke perusahaan yang di maksud olehnya Anandita menghela nafasnya kasar, lalu melengos. "Yaudah deh, aku mau. Tapi sesuai apa yang aku bilang tadi, ya ayah..." Kata Anandita. Arthur tersenyum senang, akhirnya anaknya mau terjun ke cabang perusahaan miliknya yang rahasia itu, dirinya sangat yakin, jika Anandita akan mengembangkan perusahaan itu dengan sebaik mungkin. "Ayah sudah katakan pada Rara sebelumnya." Lalu menoleh ke arah Rara. "Rara, kamu ingatkan apa yang saya katakan dengan kamu sebelumnya?" Tanya Arthur. Rara menganggukkan kepalanya. "Saya ingat, tuan." Sahut Rara yang mengerti arah pembicaraan Arthur. Sebelum sampai di rumah ini saja, Rara sudah mendapatkan pesan singkat dari Arthur agar dirinya tetap hati-hati dan pelan-pelan dalam bersikap pada Anandita. Sampai mereka akrab, dan Anandita suka dengan Rara. Anandita itu tipe orang yang tidak mudah dekat dengan orang asing, wanita itu bahkan tak suka berkomunikasi dengan orang asing. Anandita bahkan selalu memberi jarak, maka oleh itu dirinya tak mau terjun ke perusahaan karena pastinya akan selalu bertemu dengan orang-orang asing. Anandita terkadang tidak percaya dengan orang asing, dengan Nayaka saja sampai beberapa bulan lamanya, itu juga karena Nayaka teman dekat Daniel, dan Nayaka sering datang ke rumah Daniel. Arthur menganggukkan kepalanya. "Bagus. Karen anak saya sudah setuju, jadi mulai sekarang kamu bekerja pada anak saya. Semua yang dia perintahkan kamu ikutin. Dan jangan pernah membangkang sedikitpun. Dan ingat, poin-poin yang sudah saya katakan sebelumnya." Ucap Arthur, dan Arthur juga menambahkan poin dimana Rara harus menjauhkan Nayaka saat tiba-tiba keduanya tak sengaja saling bertemu. Arthur juga sudah mengirim foto Nayaka pada Rara. Rara menganggukkan kepalanya patuh, "baik, tuan." "Oke, kalian berangkat naik mobil yang sudah di sediakan. Boleh pakai supir, ataupun nyetir sendiri juga boleh. Dan Rara juga bisa bawa mobil." Kata Arthur. "Aku naik mobil sendiri aja, ayah. Nanti pulang dari kantor aku mau ke rumah Ziren." Sahut Anandita. Arthur mengangguk tidak mempermasalahkan anaknya bergaul dengan Ziren, toh Ziren juga baik selama ini. Setelah semuanya beres, Arthur segera melesat pergi bersama sang asisten pribadinya, dirinya juga sudah terlambat karena mengurus semua ini. Setelah kepergian sang ayah, Anandita menatap Rara yang masih diam saja. Anandita menarik satu sudut bibirnya ke atas. "Kamu yang bawa mobilnya. Jangan terlalu ngebut dan jangan terlalu santai, saya mau sampai tepat 15 menit." Ucap Anandita membuat Rara ternganga. Anandita tak memperdulikan wajah cengoh asisten pribadinya itu, dirinya langsung berjalan menuju mobil yang telah terpakir apik di depannya sana. Pak supir yang memang menunggu di depan pintu mobil langsung bergegas membuka pintu mobil saat sang nona muda ingin masuk. Dan Rara mendengus. "Ternyata mereka berjodoh, belum apa-apa udah sama-sama nyebelin. Dan Rara, sabar kamu harus sabar. Lumayan gajinya gede loh. Kamu bisa langsung bisa beli helikopter dapat gaji pertama. Hihihi." Ucap Rara sambil terkikik geli, dan yakinlah pekerjaannya yang ini mendapatkan gaji yang besar dari Arthur, lebih besar dari gaji sebelumnya. Apa lagi saat nanti Rara bisa mendapatkan pasangan yang pas untuk Anandita. Arthur akan memberikan bonus pada Rara. "Hei! Kamu cepetan! Kamu mau bengong di situ atau mau kerja!" Sentak Anandita saat Rara tak kunjung masuk juga ke mobil. Rara tergelak, "eh iya, Bu. Sebentar ya.." "Cepetan! Saya tidak suka orang lelet" Rara mencibir, walaupun langsung tersenyum saat melihat wajah kesal atasannya. "Maaf Bu Anandita." Kata Rara sambil menunduk sopan. Anandita tak menjawab dirinya sibuk dengan ponsel miliknya. Rara segera masuk ke dalam mobil itu, dan melajukannya keluar dari perumahan elit itu. Dan sampai di depan gerbang, sebuah mobil SUV hitam menunggu mereka keluar. Mobil yang di kendarai tak lain adalah Nayaka dan Lupus itu mengikuti mobil yang penumpangnya adalah Anandita dan juga Rara. "Pus beneran istri saya yang di bawa sama pacar kamu" seru Nayaka terlihat gembira. Lupus memutar bola matanya jengah. "Bos, mantan istri kalau lupa. Baru aja kemarin sidang" Nayaka mengetuk kepala Lupus dengan iPad yang ada di tangannya itu. "Sebentar lagi saya akan jadi suaminya lagi. Nggak ada itu di dalam kamus saya mantan istri. Dia tetap istri saya." Lupus menghela nafasnya kasar. Tak menjawab, karena dirinya jadi kasihan sendiri dengan bos-nya yang memang kelewat bucin dengan mantan istrinya itu. "Pus, saya punya job buat pacar kamu, nanti saya kasih bonus gede lah" tawar Nayaka. Lupus menoleh, "job apa bos?" Nayaka menipiskan bibirnya. "Saya suruh dia jadi pembawa informasi Dita. Kemanapun Dita pergi saya mau dia kasih tau ke saya. Kalau bisa ada kesempatan saya mau bertemu dengan Dita, ngobrol berdua." Kata Nayaka. Lupus tampak berpikir, sepertinya itu bukan ide yang buruk. Kasihan juga bos-nya yang gagal move on itu. Membantu sang bos juga mendapatkan pahala ya kan? Apa lagi di iming-imingi uang oleh Nayaka. "Boleh, nanti saya ngomong sama Rara." Mata Nayaka berbinar, rasa mood yang tadi berantakan kini menjadi kembali membaik. Nayaka sudah tidak sabar mengajak Anandita mengobrol berdua, kalau perlu Nayaka kurung Anandita ke suatu tempat, dan tidak akan Nayaka lepaskan lagi. Persetan dengan Arthur, dirinya tak peduli dengan pria tua bangka itu. "Yasudah, nanti kamu kasih tau Rara. Sekarang kita ke kantor dulu." "Siap bos." Seru Lupus, dan langsung melajukan mobil mewah itu pergi dari perumahan elit itu. Sedangkan di dalam mobil, mulut Rara sudah gatal ingin mengajak Anandita berbicara, namun Anandita tetap diam saja, tanpa mau mengajaknya berbicara. Rara menghela nafasnya kasar, kalau tak mengingat kata-kata Arthur mungkin dirinya sudah nyerocos. 'Sialan, intorvert banget ini mantan istrinya bos nayaka.' Batin Rara. Ya, Rara sudah tau, karena Nayaka tadi yang mengatakannya padanya... ...Anandita dengan langkah malas memasuki kantor cabang milik ayahnya itu. Dirinya terlalu malas berurusan dengan pekerjaan seperti ini. Bertahun-tahun setelah selesai kuliah, Anandita di suruh memegang salah satu perusahaan milik Arthur, namun Anandita sama sekali tidak mau. Dirinya malah memilih menikah dengan Nayaka pada waktu itu.Bukan tanpa sebab, dirinya memang terlalu malas berurusan dengan orang asing. Tapi kali ini, Anandita harus menerima kenyataan, dan dirinya harus bekerja."Pagi Bu Dita," seorang pria paruh baya yang di ketahui sebagai manajer di perusahaan itu menyapa Anandita. Dirinya sudah menunggu anak dari atasannya yang akan memimpin perusahaan itu di loby perusahaan itu. Sudah di hubungi sebelumnya oleh Arthur, dan dirinya bergegas menunggu sang atasan di sana.Anandita menurunkan kaca mata yang menempel pada hidungnya, matanya melirik pada seorang pria paruh baya yang tampak menunduk hormat padanya. "Pak Jasen?"Pria yang bernama Jasen itu mengangguk dengan senyum
“Aastaga, bos gue selama cerai jadi gila” batin Lupus mengeluh menyaksikan tingkah bos-nya yang di luar nalar itu. Bagaimana tidak, jika Nayaka bersikap seperti biasa saja saat menguntit sang mantan istri mungkin Lupus tak akan mengeluh seperti saat sekarang ini, bosnya malah mengenakan kostum tentara dengan wajah yang di coret- coret, padahal kalau berpenampilan seperti biasa saja, tak ada yang curiga juga. Ini penampilan bos-nya yang seperti ini malah menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung kafe itu. "Mama!! Ada pak tentara yang mau perang!!" Seru seorang bocah laki-laki sambil menunjuk ke arah Nayaka dan Lupus. Lupus sudah misu-misu sambil mengumpat. Sang wanita yang merupakan mamanya anak itu langsung menarik tangan anaknya. "Jauh-jauh Nikel, itu bukan tentara, tapi orang gila yang nyasar ke kafe ini" kata wanita itu. Nayaka tak peduli dengan perkataan perempuan itu, yang dirinya pedulikan hanyalah Anandita. Fokusnya pada Anandita saja. Sedangkan Lupus sudah menatap ke
Srett“Jauhkan tangan kamu dari tubuh istri saya!” Pekik Nayaka, matanya menyorot tajam ke arah pria yang tadi berani sekali menyentuh mantan istrinya itu..Pria itu mengangkat keua tangannya ke atas tana kalau dirinya tidak tau. "Maaf, saya hanya ingin menolong saja." Ucap pria itu.Nayaka berdecih sinis, lalu membuang pandangannya ke samping, dadanya masih berebar sangat kencang menahan rasa emosi yang menyelimuti dirinya. Lalu matanya menoleh ke arah Anandita yang masih berada di dalam dekapannya."Saayang...""Lepas!" Pekik Anandita, lalu menepis tangan Nayaka yang ingin meraih tangannya kembali."Jauh-jauh dari saya!"Nayaka mengusap wajahnya kasar, bahkan tangannya sudah penuh dengan tinta berwarna hijau yang ada di wajahnya tadi."Sayang, kita perlu berbicara, jangan seperti ini." Ucap Nayaka.Anandita tertawa miris. "Mau bicaa apa lagi ha?! Mau kasihbtau bagaimana kamu berhubungan dengan wanita itu, iya?!" Sentak Anandita matanya berkaca-kaca."Sayang, kamu harus mendengar p
"Sudah pulang? Bagaimana tadi ketemu kliennya? Tadi pak Jansen sudah menghubungi ayah, katanya kamu berhasil membuat klien yang dari Arab itu bekerja sama dengan perusahaan kita." Ucap Arthur saat melihat Anandita baru tiba di rumah. Arthur sengaja pulang cepat karena ingin bertanya pada anaknya itu.Anandita tersenyum tipis, dirinya hanya mengangguk singkat saja, Anandita juga lagi tidak mood setelah pertemuan tadi dengan Nayaka.Arthur mengangkat alisnya ke atas saat melihat wajah murung anaknya. "Kamu kenapa kok kayaknya tidak semangat gitu? Ada yang mengusik pikiran kamu? Ayah lihat tadi kamu baik-baik saja"Anandita mengerjapkan kedua bola matanya, dirinya tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada ayahnya jika dirinya habis bertemu dengan mantan suaminya."Eum nggak kenapa-kenapa kok, Yah, Dita cuman capek aja," sahut AnanditaArthur mengangguk. "Nanti ayah hubungi Jansen dan bilang sama dia biar dia ngurangi pekerjaan kamu, kasihan anak ayah jadi capek kayak begini."Anand
|Kabar buruk, bos. Hari ini kata Rara, Bu bos akan ketemu sama pria yang mau di jodohkan sama Bu bos. Mereka akan ketemu di kafe Permana, jam sepuluh|Mata Nayaka mendelik membaca pesan yang baru saja di kirim oleh Lupus. Ini Nayaka baru saja selesai mandi, dan dirinya sungguh tak menyangka jika Lupus akan membawa kabar yang tak mengenakan. Bukan tak mengenakan lagi, kabar ini bahkan membuat hati Nayaka benar-benar mendidih. Nayaka sungguh marah sekali.PrangPonsel mahal itu harus hancur lebur saat Nayaka tiba-tiba membantingnya, Nayaka sama sekali tidak peduli dengan ponselnya yang berharga puluhan juta itu. Amarahnya kai ini benar-benar tidak bisa di bendung lagi.Kalau saja ada seseorang di dekat Nayaka, mungkin Nayaka akan menghajar orang itu."Saya tidak akan membiarkan siapapun itu bisa memiliki kamu, Dita.." Seru Nayaka engan nafas yang memburu,Nayaka langsung meraih tas kerjanya, tidak peuli engan ponselnya yang sudah hancur, irinya langsung bergegas menuju ke kantor.Sampai
Nayaka menarik pisau yang sudah memang di belinya di toko tadi. Dirinya memang tak pernah membawa senjata tajam seperti itu, jadi dirinya tak punya. Ada sih, di apartemennya, itu juga untuk memotong sayuran. Tidak mungkin Nayaka kembali ke apartemennya lagi hanya untuk mengambil pisau, dirinya bisa membeli di toko ataupun tempat yang lainnya."Bos beneran?" Lupus jadi bergidik sendiri melihat sang bos yang sibuk dengan pisau tajam itu. Dirinya tak menyangka jika bos-nya bisa jadi se-psikopat seperti ini.Nayaka mengangkat kepalanya. Menoleh ke arah Lupus yang wajahnya memang benar-benar takut. "Kenapa? Kamu mau jadi bahan eksperimen?" Alis Nayaka di naik turunkan.Lupus dengan cepat menggelengkan kepalanya, gila saja kalau dirinya mau. Dirinya belum menikah, dirinya masih mau hidup lama."Tapi, beneran bos mau cincang itu orang?""Tergantung sih, kalau dia ngeyel,"Jawaban ambigu, tapi membuat Lupus bertambah ngeri. Dirinya tak mengatakan apapun lagi, karena takut salah bicara yang
“Astaghfirullah...” Anandita buru-buru masuk ke dalam mobil dan mengelus dadanya yang berdebar sangat kencang."Kenapa dia ada dimana-mana?" Gumam Anandita.Rara yang ada di samping duduk di kursi kemudi itu mengerutkan keningnya. "Bu bos kenapa?" Tanya Rara yang heran kenapa tiba-tiba atasannya seperti itu.Anandita menarik nafasnya, lalu membuangnya. "Nggak saya nggak apa-apa, cuman lihat setan aja tadi"Rara mendekik dengan alis yang bertaut. "Bu bos bisa lihat setan?" Tanya Rara heran.Anandita menganggukkan kepalanya. "Iya serem banget."Bulu kuduk Rara jadi meremang mendengar perkataan Bu bos-nya itu. "Yang bener bu bos? Setannya kayak mana?" Tanya Rara penasaran tapi dirinya takut juga.Annadita menghela nafasnya kasar, padahal dirinya hanya bercanda saja, tapi sepertinya sang asistennya itu menanggapinya dengan serius."Udah jangan banyak tanya lagi, yang penting serem, kalau kamu yang lihat pasti langsung pingsan" kata Anandita,"Pantes ya bu bos, tadi si pia yang mau di jodo
"Rama sudah mendatangi ayah, kenapa dia tiba-tiba menolak perjodohan ini? Padahal semalam dia yang paling semangat buat terima perjodohan ini, dia juga yang sibuk banget mau ketemu sama kamu?" Cerca Arthur, bahkan orang kepercayaannya yang memantau Anandita juga tidak tau sama sekali kenapa Rama membatalkan perjodohan itu. Dirinya hanya di beri tahu jika tadi memang keduanya bertemu.Anandita mengedikkan bahunya acuh, dirinya sibuk kembali pada buah apel yang sedang di kupasnya."Kamu nggak bilang aneh-aneh kan?" Tanya Arthur sambil memicingkan matanya menatap ke arah anak perempuannya itu. Sungguh dirinya sangat penasaran kenapa bisa tiba-tiba Rama membatalkan perjodohan yang sudah mereka buat. Padahal sebelumnya pria itu yang sangat semangat dengan perjodohan ini.Anandita menghela nafasnya kasar. Meletakkan pisau yang di pegangnya di atas meja, lalu menoleh menatap sang ayah. "Aku nggak ngomong apa-apa, ayah. Aku juga nggak ada bilang yang buat dia marah. Kita juga nggak ada ribut
Nayaka menatap tajam ke arah Anandita, sungguh perkataan wanita itu menyinggung perasaannya.Saat Anandita dengan gamblang menyatakan bahwa ia belum siap untuk memiliki anak, wajah Nayaka memerah, urat-urat di lehernya menegang.Tanpa bisa mengendalikan emosinya, ia melempar gelas yang berada di tangannya ke dinding, pecahan kaca berhamburan di lantai dengan suara yang mengejutkan Anandita.Prang"Nggak siap? Nyatanya selama menikah kamu selalu bilang seperti itu, Dita!" teriak Nayaka, suaranya bergetar karena amarah yang tak bisa dikendalikan.Anandita menggigit bibir, menahan air mata yang hendak jatuh. "Aku hanya... aku hanya butuh waktu. Dan apa yang kita lakukan ini salah. Semestinya kita nggak berbuat hubungan yang seperti ini. Kita sudah bercerai.," suaranya bergetar, hampir tidak terdengar.Nayaka menghela napas kasar, rasa frustrasi memuncak. "Waktu? Berapa lama lagi aku harus menunggu, hah? Sampai kamu benar-benar pergi dari hidup aku?! Kamu dengan gampang pergi itu karena
"Kalau sampai bos ketahuan dan Bu bos marah besar, bos harus lakuin ini...." Lupus membisikkan sesuatu, sampai membuat telinga Nayaka rasanya panas, serta wajahnya memerah. Nayaka mendorong sebal wajah asistennya itu. "Kamu ya... Pikirannya jor0k bener. Belum menikah sudah punya pikiran seperti itu."Lupus mengerucutkan ujung bibirnya, "tapi cara ini ampuh. Saya yakin Bu bos nggak bakalan ninggalin pak bos lagi, apalagi kalau benih pak bos tumbuh. Ya kali Bu bos mau hamil tanpa suami, si Arthur juga pasti nggak bakalan bisa berbuat apa-apa." Kata Lupus mengompori. Kening Nayaka berkerut, dirinya tampak berpikir, setelahnya sebuah senyuman miring terbit di bibirnya. "Kenapa saya nggak lakuin itu dari dulu," gumam Nayaka, bahkan dulu dirinya menahan untuk tidak punya anak dan melakukan hal itu dengan mantan istrinya itu pasti mereka menggunakan alat pengaman, dan berakhir keduanya belum memiliki keturunan, dan Nayaka tidak mempermasalahkannya, karena mereka menikah atas cinta, Nayaka
Di tengah hiruk-pikuk pulau Bali, sebuah proyek pembangunan besar sedang berlangsung. Kawasan yang tadinya adalah sawah dan ladang kini telah berubah menjadi lahan yang dipenuhi dengan mesin dan peralatan berat. Bumi telah digali dan diubah, meninggalkan gundukan tanah dan batu yang berserakan di mana-mana. Truk-truk besar berlalu lalang, membawa material bangunan seperti baja, yang bersinar di bawah terik matahari tropis.Udara di sekitar lokasi pembangunan terasa panas dan berdebu, aroma tanah yang baru digali bercampur dengan bau mesin diesel yang beroperasi. Suara bising dari mesin-mesin yang berkerja, seperti bor dan crane, mendominasi suasana, menenggelamkan suara-suara alami yang biasa terdengar di pedesaan Bali.Di kejauhan, siluet Gunung Agung berdiri megah, kontras dengan kekacauan dan keramaian di lokasi pembangunan.Anandita berdiri di sana, dengan Rara yang selalu setia menemaninya, sedangkan kepala proyek itu terus menjelaskan semuanya.Anandita berdiri di samping meja k
Tubuh Anandita menegang seiring dengan pesan masuk itu. Zerin yang ada di sampingnya sampai mengerutkan keningnya saat melihat tingkah temannya itu."Lo kenapa?"Anandita sampai melemparkan ponselnya itu di sana, membuat Zerin terkejut dengan tingkah temannya itu.Zerin mengambil ponsel milik temannya yang tergeletak di sana, lalu melihat apa yang membuat temannya itu sampai terkejut seperti tadi.Zerin membaca pesan dari nomor yang bernam Renaldi, kening sering berkerut samar. "Ini, pacar elo?"Anandita mencoba menetralkan perasaannya, sungguh dirinya merasa ketakutan sekali saat mendapatkan pesan dari pria yang bernama Renaldi itu. Berbagai macam praduga langsung muncul di dalam kepalanya, pikiran negatif juga lolos masuk ke dalam kepalanya. Apa tujuan pria itu mendekati dirinya dengan identitas palsu."Iya, dia pacar aku. Dan dia yang mau jadi suami aku"Mata Zerin terbelalak, dirinya terkejut pastinya. "Udah jauh hubungan elo sama dia?"Anandita menghela nafasnya kasar, tak di pun
Di tengah hamparan pasir yang halus dan lembut, Bali menyuguhkan keindahan alam yang luar biasa dengan pantainya yang memukau.Air laut yang jernih berwarna biru kehijauan, berpadu sempurna dengan langit biru cerah yang terbentang luas di atasnya. Pohon-pohon kelapa menjulang tinggi, menambahkan nuansa tropis yang khas pada pemandangan tersebut. Di sepanjang pantai, barisan kursi pantai dan payung berwarna-warni menawarkan tempat beristirahat bagi para wisatawan yang ingin menikmati sinar matahari.Sementara itu, pedagang lokal berkeliling menjajakan kerajinan tangan, minuman kelapa segar, dan aneka makanan khas Bali yang menggugah selera. Suasana di Bali tidak hanya dipenuhi dengan keindahan alam, tetapi juga kekayaan budaya yang terlihat dari banyaknya pura yang megah dan patung dewa yang tersebar di berbagai sudut. Keharuman dupa yang lembut tercium dari kejauhan, mengiringi alunan musik gamelan yang merdu, menciptakan suasana yang damai dan harmonis.Kota Bali, dengan segala peson
Hari demi hari berlalu, Renaldi terus membuktikan perasaannya pada Anandita, membuat hati Anandita luluh. Renaldi bahkan selalu datang ke kantor Anandita, menyempatkan diri untuk menemui wanita itu, sekadar mengajaknya makan bersama, terkadang mereka juga liburan bersama, tapi jelas tentu ada Rara yang selalu ikut.Dan Anandita mengiyakan ajakan Renaldi, entah mengapa dirinya suka bertemu dan pergi bersama pria itu. Pria itu punya karakter yang mampu membuat Anandita luluh.Pria tampan brewokan itu bahkan dengan terang-terangan menyatakan perasaannya, dan melamar Anandita beberapa hari yang lalu, tapi Anandita belum memberikan jawabannya.Matahari perlahan tenggelam di cakrawala, memberikan kilauan keemasan yang menerangi langit sore itu dengan warna oranye dan merah muda.Cahaya matahari yang redup dan lembut tersebut memantul lembut di permukaan air danau yang tenang, menciptakan tarian cahaya yang memukau di atas gelombang kecil yang berkilauan. Di tepian danau, beberapa burung ai
|Astaga! Pak bos harus lihat. Kalau bisa langsung datang aja sekarang, kejadiannya lagi live ini. LIVE.... Anda harus lihat, betapa romantisnya Bu bos sama pacar barunya...| Send pak bos Nayaka.Namun, centangnya hanya dua abu-abu dan sama sekali belum di baca oleh pak bosnya itu."Ya Tuhan, kalau pak bos tau, pasti langsung pingsan, langsung masuk ke rumah sakit" gumam Rara yang masih berdecak gemas saat melihat pemandangan yang ada di depan matanya sana, saat Bu bosnya malah makan siang romantis oleh Renaldi."Ini orang kemana sih?! Nggak butuh informasi gue lagi apa?!" Kembali Rara bergumam kesal sambil menatap ponselnya yang menampilkan beberapa pesan yang dirinya kirim untuk Nayaka, namun sama sekali belum di baca ataupun di lihat oleh pria itu."Gue kirim ini video, Bu bos sama cowok. Bakalan nangis bombay deh elo pak bos" seru Rara sambil meng-klik menu kamera dan langsung merekam video Anandita bersama dengan Renaldi.Beruntung keduanya tidak tau kalau pintu ruangan kerja Anan
"Bu bos"Anandita menoleh, matanya menatap Rara yang tengah menatap ke arahnya."Kamu mau ngomong apa?" Tanya Anandita sambil mengerutkan keningnya.Rara menghela nafasnya kasar. "Itu, tadi ada yang kirim makanan pagi-pagi ke rumah, itu pacar Bu bos yang baru?" Tanya Rara takut-takut.Anandita tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepalanya. "Saya belum punya pacar. Saya masih jadi janda.""His, bu bos. Tapi bener kan, yang ngirim calon suami Bu bos?""Eum, bukan calon suami sih, lebih tepatnya orang yang baru mau di jodohkan dengan saya. Saya belum jawab iya, jadi belum bisa di bilang kalau dia calon suami saya. Bisa jadi kan? Nanti saya jawab nggak, bukan calon suami saya deh." Jelas Anandita membuat Rara tersenyum lebar."Bagus deh Bu bos, jangan buru-buru cari pasangan, Bu bos harus tau dulu bagaimana sifatnya, ya kalau sehari dua hari sih, belum ketahuan ya, pasti masih kalem dan adem-adem aja." Celetuk Rara."Saya tau, Ra. Saya sudah pernah gagal sekali dalam berumah tangga, jadi
"Sayang... Jangan lari-lari, nanti kamu jatuh!" Teriak Nayaka saat melihat Anandita berlari sambil melemparkan senyuman manisnya ke arah Nayaka. "Coba kejar kalau bisa, wlee."Nayaka berdecak, bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman manis, sungguh rupanya wanitanya itu ingin bermain-main dengan dirinya. "Awas ya, kalau dapat mas tangkap, mas kurung kamu!" "Oke, kita lihat mas bisa tangkap aku apa nggak? Kalau nggak bisa, mas harus terima hukuman dari Dita." Teriak Dita sambil tersenyum cantik ke arah Nayaka.Nayaka mengayunkan kedua kakinya dan langsung mengejar istri tercintanya itu, dirinya tak akan membiarkan Anandita memenangkan ini. Namun, sudah beberapa menit kemudian, Nayaka sama sekali tidak berhasil mengejar Anandita. Bahkan, dirinya sudah terasa sangat lelah, keringat di dahinya mengucur deras. Nayaka menghentikan laju larinya, dan berjongkok di sana. Matanya menatap ke depan sana, dimana keberadaan Anandita yang saat itu juga berhenti, tetapi di jarak yang sangat jauh