|Kabar buruk, bos. Hari ini kata Rara, Bu bos akan ketemu sama pria yang mau di jodohkan sama Bu bos. Mereka akan ketemu di kafe Permana, jam sepuluh|Mata Nayaka mendelik membaca pesan yang baru saja di kirim oleh Lupus. Ini Nayaka baru saja selesai mandi, dan dirinya sungguh tak menyangka jika Lupus akan membawa kabar yang tak mengenakan. Bukan tak mengenakan lagi, kabar ini bahkan membuat hati Nayaka benar-benar mendidih. Nayaka sungguh marah sekali.PrangPonsel mahal itu harus hancur lebur saat Nayaka tiba-tiba membantingnya, Nayaka sama sekali tidak peduli dengan ponselnya yang berharga puluhan juta itu. Amarahnya kai ini benar-benar tidak bisa di bendung lagi.Kalau saja ada seseorang di dekat Nayaka, mungkin Nayaka akan menghajar orang itu."Saya tidak akan membiarkan siapapun itu bisa memiliki kamu, Dita.." Seru Nayaka engan nafas yang memburu,Nayaka langsung meraih tas kerjanya, tidak peuli engan ponselnya yang sudah hancur, irinya langsung bergegas menuju ke kantor.Sampai
Nayaka menarik pisau yang sudah memang di belinya di toko tadi. Dirinya memang tak pernah membawa senjata tajam seperti itu, jadi dirinya tak punya. Ada sih, di apartemennya, itu juga untuk memotong sayuran. Tidak mungkin Nayaka kembali ke apartemennya lagi hanya untuk mengambil pisau, dirinya bisa membeli di toko ataupun tempat yang lainnya."Bos beneran?" Lupus jadi bergidik sendiri melihat sang bos yang sibuk dengan pisau tajam itu. Dirinya tak menyangka jika bos-nya bisa jadi se-psikopat seperti ini.Nayaka mengangkat kepalanya. Menoleh ke arah Lupus yang wajahnya memang benar-benar takut. "Kenapa? Kamu mau jadi bahan eksperimen?" Alis Nayaka di naik turunkan.Lupus dengan cepat menggelengkan kepalanya, gila saja kalau dirinya mau. Dirinya belum menikah, dirinya masih mau hidup lama."Tapi, beneran bos mau cincang itu orang?""Tergantung sih, kalau dia ngeyel,"Jawaban ambigu, tapi membuat Lupus bertambah ngeri. Dirinya tak mengatakan apapun lagi, karena takut salah bicara yang
“Astaghfirullah...” Anandita buru-buru masuk ke dalam mobil dan mengelus dadanya yang berdebar sangat kencang."Kenapa dia ada dimana-mana?" Gumam Anandita.Rara yang ada di samping duduk di kursi kemudi itu mengerutkan keningnya. "Bu bos kenapa?" Tanya Rara yang heran kenapa tiba-tiba atasannya seperti itu.Anandita menarik nafasnya, lalu membuangnya. "Nggak saya nggak apa-apa, cuman lihat setan aja tadi"Rara mendekik dengan alis yang bertaut. "Bu bos bisa lihat setan?" Tanya Rara heran.Anandita menganggukkan kepalanya. "Iya serem banget."Bulu kuduk Rara jadi meremang mendengar perkataan Bu bos-nya itu. "Yang bener bu bos? Setannya kayak mana?" Tanya Rara penasaran tapi dirinya takut juga.Annadita menghela nafasnya kasar, padahal dirinya hanya bercanda saja, tapi sepertinya sang asistennya itu menanggapinya dengan serius."Udah jangan banyak tanya lagi, yang penting serem, kalau kamu yang lihat pasti langsung pingsan" kata Anandita,"Pantes ya bu bos, tadi si pia yang mau di jodo
"Rama sudah mendatangi ayah, kenapa dia tiba-tiba menolak perjodohan ini? Padahal semalam dia yang paling semangat buat terima perjodohan ini, dia juga yang sibuk banget mau ketemu sama kamu?" Cerca Arthur, bahkan orang kepercayaannya yang memantau Anandita juga tidak tau sama sekali kenapa Rama membatalkan perjodohan itu. Dirinya hanya di beri tahu jika tadi memang keduanya bertemu.Anandita mengedikkan bahunya acuh, dirinya sibuk kembali pada buah apel yang sedang di kupasnya."Kamu nggak bilang aneh-aneh kan?" Tanya Arthur sambil memicingkan matanya menatap ke arah anak perempuannya itu. Sungguh dirinya sangat penasaran kenapa bisa tiba-tiba Rama membatalkan perjodohan yang sudah mereka buat. Padahal sebelumnya pria itu yang sangat semangat dengan perjodohan ini.Anandita menghela nafasnya kasar. Meletakkan pisau yang di pegangnya di atas meja, lalu menoleh menatap sang ayah. "Aku nggak ngomong apa-apa, ayah. Aku juga nggak ada bilang yang buat dia marah. Kita juga nggak ada ribut
"Memang sialan si Arthur. Belum ada dua hari, udah mau jodohin Dita lagi." Nayaka mengambil ponselnya lalu membanting ponsel barunya itu di atas meja saat Rara mengirimkan voice note pada dirinya. Nayaka memang sudah membeli ponsel baru, namun siapa sangka hatinya kembali memanas saat mendapatkan pesan di pagi hari.Dirinya pikir kabar bahagia, namun sialnya dirinya salah menduga."Bos, bubur kacangnya keburu dingin. Di makan dulu." Kata Lupus sambil memanyunkan bibirnya meniup sendok yang berisi bubur kacang yang tadi mereka beli di pinggir jalanan.Nayaka mendelik. Sempat-sempatnya Lupus mengingat bubur kacang, dirinya saja langsung tak berselera makan.Tangan Nayaka terangkat menggebrak meja.BrakLupus langsung terlonjak kaget, sendok yang hampir masuk ke dalam mulutnya itu langsung terhempas begitu saja, begitupun dengan anak-anak kacang dan kuahnya yang memikat itu berserakan di lantai sana. Jantung Lupus bahkan berdebar tak karuan."Bos–""Saya lagi tidak baik-baik saja, kenap
"Galang masuk rumah sakit"Baru saja Anandita meletakkan tasnya di sofa, Anandita tersentak saat mendengar suara ayahnya berbicara.Anandita menoleh, menatap Arthur yang berjalan mendekati dirinya."Kamu habis ketemu sama dia?"Anandita mengangguk. "Sakit apa?" Sebab, dirinya melihat keadaan Galang tadi baik-baik saja. Pria itu bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda sakit, tapi bisa jadi kan? Semua orang bisa sakit tiba-tiba.Arthur menghela nafasnya kasar. "Dia di gebukin sama orang tak di kenal di jalanan Y, jalanan itu memang sepi, dan jarang sekali di lewati, beruntung dia bisa menghubungi sekertarisnya, kalau tidak mungkin sudah tak tertolong." Kata Arthur.Anandita sungguh terkejut mendengarnya. "Kok bisa? Kenapa Galang mesti melewati jalanan sepi itu?"Arthur mengedikkan bahunya. "Ayah juga tidak tau. Eum ayah mau jenguk dia nanti malam, bagaimana kamu mau ikut dengan ayah tidak?" Tanya Arthur.Anandita tampak berpikir sejenak, lalu setelahnya menganggukkan kepalanya.Arthur ter
"Apa?! Dita nggak salah denger, yah? Ayah masih mau meneruskan perjodohan antara Dita dan Galang?" Tanya Anandita menatap tak percaya Arthur yang baru saja mengatakan hal yang membuatnya sungguh tak habis pikir dengan pikiran ayahnya itu."Dita, Galang itu dari keluarga yang baik-baik, bahkan dia juga punya perusahaan, dia mandiri dan pekerja keras sekali, masalah status, bagi ayah itu tidak masalah sama sekali, karena kamu juga seorang janda. Bedanya dia sudah punya anak, tapi tidak masalah bukan? Anaknya juga ada suster yang mengurus, kamu tidak akan repot-repot mengurus anaknya, kamu hanya perlu memanjakan suami kamu nantinya." Kata Arthur dengan nada lembut, berharap Anandita mau menikah dengan Galang.Anandita tersenyum sinis. Apa ayahnya lupa dengan perkataan pedas yang di lontarkan oleh ibunya Galang tadi."Aku nggak pernah permasalahin mau dia duda udah punya anak pun aku nggak apa-apa. Tapi ini bukan soal status ayah, ini juga bukan soal dia yang pekerja keras ataupun punya p
BrakNayaka tersentak saat dengan tiba-tiba seseorang menggebrak meja kerjanya, dirinya yang sedang sibuk memeriksa beberapa berkas itu langsung menggeram marah. Bibirnya terbuka siap mengomeli siapa pelaku itu."Jangan kurang ajar kamu ya! Kamu berani –" bibir Nayaka terkatup rapat saat melihat sosok yang berdiri di seberang meja sana sambil bersidekap dada.Ekspresi yang semula marah itu kini terganti dengan ekspresi wajah berbinar. Nayaka tersenyum ke arah wanita yang menatapnya tajam itu."Sayang? Kamu datang ke kantor aku? Ini serius? Aku nggak lagi mimpi kan? Kamu pasti datang mau balikan sama aku? Kamu pasti kangen kan sama aku?" Cerca Nayaka penuh harap. Nayaka bahkan sampai berdiri menghampiri Anandita.Anandita berdecih, "jangan ngimpi kamu. Sekalipun di alam mimpi saya tidak akan mau balikan sama kamu!"Nayaka melemaskan bahunya, bibirnya mengerucut mendengar perkataan mantan istrinya itu.Sedangkan Rara dan Lupus yang ada di ambang pintu sana mengulum bibir mereka, rasanya
Nayaka menatap tajam ke arah Anandita, sungguh perkataan wanita itu menyinggung perasaannya.Saat Anandita dengan gamblang menyatakan bahwa ia belum siap untuk memiliki anak, wajah Nayaka memerah, urat-urat di lehernya menegang.Tanpa bisa mengendalikan emosinya, ia melempar gelas yang berada di tangannya ke dinding, pecahan kaca berhamburan di lantai dengan suara yang mengejutkan Anandita.Prang"Nggak siap? Nyatanya selama menikah kamu selalu bilang seperti itu, Dita!" teriak Nayaka, suaranya bergetar karena amarah yang tak bisa dikendalikan.Anandita menggigit bibir, menahan air mata yang hendak jatuh. "Aku hanya... aku hanya butuh waktu. Dan apa yang kita lakukan ini salah. Semestinya kita nggak berbuat hubungan yang seperti ini. Kita sudah bercerai.," suaranya bergetar, hampir tidak terdengar.Nayaka menghela napas kasar, rasa frustrasi memuncak. "Waktu? Berapa lama lagi aku harus menunggu, hah? Sampai kamu benar-benar pergi dari hidup aku?! Kamu dengan gampang pergi itu karena
"Kalau sampai bos ketahuan dan Bu bos marah besar, bos harus lakuin ini...." Lupus membisikkan sesuatu, sampai membuat telinga Nayaka rasanya panas, serta wajahnya memerah. Nayaka mendorong sebal wajah asistennya itu. "Kamu ya... Pikirannya jor0k bener. Belum menikah sudah punya pikiran seperti itu."Lupus mengerucutkan ujung bibirnya, "tapi cara ini ampuh. Saya yakin Bu bos nggak bakalan ninggalin pak bos lagi, apalagi kalau benih pak bos tumbuh. Ya kali Bu bos mau hamil tanpa suami, si Arthur juga pasti nggak bakalan bisa berbuat apa-apa." Kata Lupus mengompori. Kening Nayaka berkerut, dirinya tampak berpikir, setelahnya sebuah senyuman miring terbit di bibirnya. "Kenapa saya nggak lakuin itu dari dulu," gumam Nayaka, bahkan dulu dirinya menahan untuk tidak punya anak dan melakukan hal itu dengan mantan istrinya itu pasti mereka menggunakan alat pengaman, dan berakhir keduanya belum memiliki keturunan, dan Nayaka tidak mempermasalahkannya, karena mereka menikah atas cinta, Nayaka
Di tengah hiruk-pikuk pulau Bali, sebuah proyek pembangunan besar sedang berlangsung. Kawasan yang tadinya adalah sawah dan ladang kini telah berubah menjadi lahan yang dipenuhi dengan mesin dan peralatan berat. Bumi telah digali dan diubah, meninggalkan gundukan tanah dan batu yang berserakan di mana-mana. Truk-truk besar berlalu lalang, membawa material bangunan seperti baja, yang bersinar di bawah terik matahari tropis.Udara di sekitar lokasi pembangunan terasa panas dan berdebu, aroma tanah yang baru digali bercampur dengan bau mesin diesel yang beroperasi. Suara bising dari mesin-mesin yang berkerja, seperti bor dan crane, mendominasi suasana, menenggelamkan suara-suara alami yang biasa terdengar di pedesaan Bali.Di kejauhan, siluet Gunung Agung berdiri megah, kontras dengan kekacauan dan keramaian di lokasi pembangunan.Anandita berdiri di sana, dengan Rara yang selalu setia menemaninya, sedangkan kepala proyek itu terus menjelaskan semuanya.Anandita berdiri di samping meja k
Tubuh Anandita menegang seiring dengan pesan masuk itu. Zerin yang ada di sampingnya sampai mengerutkan keningnya saat melihat tingkah temannya itu."Lo kenapa?"Anandita sampai melemparkan ponselnya itu di sana, membuat Zerin terkejut dengan tingkah temannya itu.Zerin mengambil ponsel milik temannya yang tergeletak di sana, lalu melihat apa yang membuat temannya itu sampai terkejut seperti tadi.Zerin membaca pesan dari nomor yang bernam Renaldi, kening sering berkerut samar. "Ini, pacar elo?"Anandita mencoba menetralkan perasaannya, sungguh dirinya merasa ketakutan sekali saat mendapatkan pesan dari pria yang bernama Renaldi itu. Berbagai macam praduga langsung muncul di dalam kepalanya, pikiran negatif juga lolos masuk ke dalam kepalanya. Apa tujuan pria itu mendekati dirinya dengan identitas palsu."Iya, dia pacar aku. Dan dia yang mau jadi suami aku"Mata Zerin terbelalak, dirinya terkejut pastinya. "Udah jauh hubungan elo sama dia?"Anandita menghela nafasnya kasar, tak di pun
Di tengah hamparan pasir yang halus dan lembut, Bali menyuguhkan keindahan alam yang luar biasa dengan pantainya yang memukau.Air laut yang jernih berwarna biru kehijauan, berpadu sempurna dengan langit biru cerah yang terbentang luas di atasnya. Pohon-pohon kelapa menjulang tinggi, menambahkan nuansa tropis yang khas pada pemandangan tersebut. Di sepanjang pantai, barisan kursi pantai dan payung berwarna-warni menawarkan tempat beristirahat bagi para wisatawan yang ingin menikmati sinar matahari.Sementara itu, pedagang lokal berkeliling menjajakan kerajinan tangan, minuman kelapa segar, dan aneka makanan khas Bali yang menggugah selera. Suasana di Bali tidak hanya dipenuhi dengan keindahan alam, tetapi juga kekayaan budaya yang terlihat dari banyaknya pura yang megah dan patung dewa yang tersebar di berbagai sudut. Keharuman dupa yang lembut tercium dari kejauhan, mengiringi alunan musik gamelan yang merdu, menciptakan suasana yang damai dan harmonis.Kota Bali, dengan segala peson
Hari demi hari berlalu, Renaldi terus membuktikan perasaannya pada Anandita, membuat hati Anandita luluh. Renaldi bahkan selalu datang ke kantor Anandita, menyempatkan diri untuk menemui wanita itu, sekadar mengajaknya makan bersama, terkadang mereka juga liburan bersama, tapi jelas tentu ada Rara yang selalu ikut.Dan Anandita mengiyakan ajakan Renaldi, entah mengapa dirinya suka bertemu dan pergi bersama pria itu. Pria itu punya karakter yang mampu membuat Anandita luluh.Pria tampan brewokan itu bahkan dengan terang-terangan menyatakan perasaannya, dan melamar Anandita beberapa hari yang lalu, tapi Anandita belum memberikan jawabannya.Matahari perlahan tenggelam di cakrawala, memberikan kilauan keemasan yang menerangi langit sore itu dengan warna oranye dan merah muda.Cahaya matahari yang redup dan lembut tersebut memantul lembut di permukaan air danau yang tenang, menciptakan tarian cahaya yang memukau di atas gelombang kecil yang berkilauan. Di tepian danau, beberapa burung ai
|Astaga! Pak bos harus lihat. Kalau bisa langsung datang aja sekarang, kejadiannya lagi live ini. LIVE.... Anda harus lihat, betapa romantisnya Bu bos sama pacar barunya...| Send pak bos Nayaka.Namun, centangnya hanya dua abu-abu dan sama sekali belum di baca oleh pak bosnya itu."Ya Tuhan, kalau pak bos tau, pasti langsung pingsan, langsung masuk ke rumah sakit" gumam Rara yang masih berdecak gemas saat melihat pemandangan yang ada di depan matanya sana, saat Bu bosnya malah makan siang romantis oleh Renaldi."Ini orang kemana sih?! Nggak butuh informasi gue lagi apa?!" Kembali Rara bergumam kesal sambil menatap ponselnya yang menampilkan beberapa pesan yang dirinya kirim untuk Nayaka, namun sama sekali belum di baca ataupun di lihat oleh pria itu."Gue kirim ini video, Bu bos sama cowok. Bakalan nangis bombay deh elo pak bos" seru Rara sambil meng-klik menu kamera dan langsung merekam video Anandita bersama dengan Renaldi.Beruntung keduanya tidak tau kalau pintu ruangan kerja Anan
"Bu bos"Anandita menoleh, matanya menatap Rara yang tengah menatap ke arahnya."Kamu mau ngomong apa?" Tanya Anandita sambil mengerutkan keningnya.Rara menghela nafasnya kasar. "Itu, tadi ada yang kirim makanan pagi-pagi ke rumah, itu pacar Bu bos yang baru?" Tanya Rara takut-takut.Anandita tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepalanya. "Saya belum punya pacar. Saya masih jadi janda.""His, bu bos. Tapi bener kan, yang ngirim calon suami Bu bos?""Eum, bukan calon suami sih, lebih tepatnya orang yang baru mau di jodohkan dengan saya. Saya belum jawab iya, jadi belum bisa di bilang kalau dia calon suami saya. Bisa jadi kan? Nanti saya jawab nggak, bukan calon suami saya deh." Jelas Anandita membuat Rara tersenyum lebar."Bagus deh Bu bos, jangan buru-buru cari pasangan, Bu bos harus tau dulu bagaimana sifatnya, ya kalau sehari dua hari sih, belum ketahuan ya, pasti masih kalem dan adem-adem aja." Celetuk Rara."Saya tau, Ra. Saya sudah pernah gagal sekali dalam berumah tangga, jadi
"Sayang... Jangan lari-lari, nanti kamu jatuh!" Teriak Nayaka saat melihat Anandita berlari sambil melemparkan senyuman manisnya ke arah Nayaka. "Coba kejar kalau bisa, wlee."Nayaka berdecak, bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman manis, sungguh rupanya wanitanya itu ingin bermain-main dengan dirinya. "Awas ya, kalau dapat mas tangkap, mas kurung kamu!" "Oke, kita lihat mas bisa tangkap aku apa nggak? Kalau nggak bisa, mas harus terima hukuman dari Dita." Teriak Dita sambil tersenyum cantik ke arah Nayaka.Nayaka mengayunkan kedua kakinya dan langsung mengejar istri tercintanya itu, dirinya tak akan membiarkan Anandita memenangkan ini. Namun, sudah beberapa menit kemudian, Nayaka sama sekali tidak berhasil mengejar Anandita. Bahkan, dirinya sudah terasa sangat lelah, keringat di dahinya mengucur deras. Nayaka menghentikan laju larinya, dan berjongkok di sana. Matanya menatap ke depan sana, dimana keberadaan Anandita yang saat itu juga berhenti, tetapi di jarak yang sangat jauh