"Memang sialan si Arthur. Belum ada dua hari, udah mau jodohin Dita lagi." Nayaka mengambil ponselnya lalu membanting ponsel barunya itu di atas meja saat Rara mengirimkan voice note pada dirinya. Nayaka memang sudah membeli ponsel baru, namun siapa sangka hatinya kembali memanas saat mendapatkan pesan di pagi hari.Dirinya pikir kabar bahagia, namun sialnya dirinya salah menduga."Bos, bubur kacangnya keburu dingin. Di makan dulu." Kata Lupus sambil memanyunkan bibirnya meniup sendok yang berisi bubur kacang yang tadi mereka beli di pinggir jalanan.Nayaka mendelik. Sempat-sempatnya Lupus mengingat bubur kacang, dirinya saja langsung tak berselera makan.Tangan Nayaka terangkat menggebrak meja.BrakLupus langsung terlonjak kaget, sendok yang hampir masuk ke dalam mulutnya itu langsung terhempas begitu saja, begitupun dengan anak-anak kacang dan kuahnya yang memikat itu berserakan di lantai sana. Jantung Lupus bahkan berdebar tak karuan."Bos–""Saya lagi tidak baik-baik saja, kenap
"Galang masuk rumah sakit"Baru saja Anandita meletakkan tasnya di sofa, Anandita tersentak saat mendengar suara ayahnya berbicara.Anandita menoleh, menatap Arthur yang berjalan mendekati dirinya."Kamu habis ketemu sama dia?"Anandita mengangguk. "Sakit apa?" Sebab, dirinya melihat keadaan Galang tadi baik-baik saja. Pria itu bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda sakit, tapi bisa jadi kan? Semua orang bisa sakit tiba-tiba.Arthur menghela nafasnya kasar. "Dia di gebukin sama orang tak di kenal di jalanan Y, jalanan itu memang sepi, dan jarang sekali di lewati, beruntung dia bisa menghubungi sekertarisnya, kalau tidak mungkin sudah tak tertolong." Kata Arthur.Anandita sungguh terkejut mendengarnya. "Kok bisa? Kenapa Galang mesti melewati jalanan sepi itu?"Arthur mengedikkan bahunya. "Ayah juga tidak tau. Eum ayah mau jenguk dia nanti malam, bagaimana kamu mau ikut dengan ayah tidak?" Tanya Arthur.Anandita tampak berpikir sejenak, lalu setelahnya menganggukkan kepalanya.Arthur ter
"Apa?! Dita nggak salah denger, yah? Ayah masih mau meneruskan perjodohan antara Dita dan Galang?" Tanya Anandita menatap tak percaya Arthur yang baru saja mengatakan hal yang membuatnya sungguh tak habis pikir dengan pikiran ayahnya itu."Dita, Galang itu dari keluarga yang baik-baik, bahkan dia juga punya perusahaan, dia mandiri dan pekerja keras sekali, masalah status, bagi ayah itu tidak masalah sama sekali, karena kamu juga seorang janda. Bedanya dia sudah punya anak, tapi tidak masalah bukan? Anaknya juga ada suster yang mengurus, kamu tidak akan repot-repot mengurus anaknya, kamu hanya perlu memanjakan suami kamu nantinya." Kata Arthur dengan nada lembut, berharap Anandita mau menikah dengan Galang.Anandita tersenyum sinis. Apa ayahnya lupa dengan perkataan pedas yang di lontarkan oleh ibunya Galang tadi."Aku nggak pernah permasalahin mau dia duda udah punya anak pun aku nggak apa-apa. Tapi ini bukan soal status ayah, ini juga bukan soal dia yang pekerja keras ataupun punya p
BrakNayaka tersentak saat dengan tiba-tiba seseorang menggebrak meja kerjanya, dirinya yang sedang sibuk memeriksa beberapa berkas itu langsung menggeram marah. Bibirnya terbuka siap mengomeli siapa pelaku itu."Jangan kurang ajar kamu ya! Kamu berani –" bibir Nayaka terkatup rapat saat melihat sosok yang berdiri di seberang meja sana sambil bersidekap dada.Ekspresi yang semula marah itu kini terganti dengan ekspresi wajah berbinar. Nayaka tersenyum ke arah wanita yang menatapnya tajam itu."Sayang? Kamu datang ke kantor aku? Ini serius? Aku nggak lagi mimpi kan? Kamu pasti datang mau balikan sama aku? Kamu pasti kangen kan sama aku?" Cerca Nayaka penuh harap. Nayaka bahkan sampai berdiri menghampiri Anandita.Anandita berdecih, "jangan ngimpi kamu. Sekalipun di alam mimpi saya tidak akan mau balikan sama kamu!"Nayaka melemaskan bahunya, bibirnya mengerucut mendengar perkataan mantan istrinya itu.Sedangkan Rara dan Lupus yang ada di ambang pintu sana mengulum bibir mereka, rasanya
Sesampainya di rumah, Anandita langsung mengurung dirinya di dalam kamar. Dirinya bahkan tidak peduli dengan bik Inah yang tadi memanggil Anandita. Dirinya langsung berlari ke dalam kamar.Anandita berusaha mengatur nafasnya, tangannya yang kanan memegangi jantungnya yang berdegup dengan kencang. Sungguh, dirinya tak menampik jika apa yang di lakukan oleh Nayaka tadi membuatnya nyaris hampir pingsan."Astaga, Nayaka!!" Gumam Anandita, tak di pungkiri berdekatan dengan pria tadi membuat jantungnya berdebar sangat kencang."Gila! Kalau ketemu sama dia lagi, bisa jadi luluh gue. Matanya itu. CK, apalagi bibirnya, aduhhh, Dita!!!!!" Anandita menepuk sisi kepalanya, mencoba menghilangkan bayangan wajah Nayaka yang malah menari-nari di dalam kepalanya itu. Sungguh sialan sekali, kenapa tadi dirinya datang ke kantor pria itu? Bukankah itu akan membuat pria itu senang dan pede? Andai dirinya tidak datang, mungkin kejadian tadi tidak akan pernah terjadi."Nayaka sialan! Tuh cowok punya pelet a
"Astaga!!! Dia kirim buket bunga buat saya?" Pekik Anandita dengan mata yang melotot ke arah buket bunga berukuran besar yang di bawa oleh Rara.Rara mengangguk, agak kesusahan melihat Bu bosnya karena buket besar ini menghalanginya.Anandita mendengus. "Kamu kasih balik aja. Saya nggak mau terima." Ucap Anandita ketus, padahal di dalam hati sana sudah kesenangan mendapatkan bunga dari Nayaka. Ck, pipi Anandita bahkan memerah merona, dirinya tau seperti apa romantisnya mantan suaminya itu.CK, tapi kenapa Nayaka menyebalkan sekali?"Yahh. Saya susah-susah bawa ini dari lantai bawah sampai lantai atas sini, masa' Bu bos mau balikin aja sih sama orangnya?" Keluh Rara, sambil memasang ekspresi sedih.Anandita mencebikkan ujung bibirnya, dirinya pura-pura sibuk dengan dokumen yang ada di atas meja kerjanya itu, padahal ekor matanya melirik buket berukuran besar di depannya itu,"Saya tidak terima barang dari mantan, nanti takutnya jadi baper!" Sahut Anandita."Kalau baper juga nggak apa-
"Kamu mau apa?!" Sentak Anandita saat melihat sosok pria itu masuk di kantornya. Padahal semalam pesan pria itu di abaikan oleh Anandita. Pesan pria itu sama sekali tidak penting.Galang tersenyum dengan ekspresi tenangnya. "Sesuai apa yang saya katakan tadi malam, saya ingin kamu bertanggung jawab apa yang sudah di lakukan oleh pria itu."Anandita berdecih. "Saya tidak mengenal siapa yang sudah membuat kamu babak belur itu. Dan bukan urusan saya juga. Kamu cari sendiri sana pelakunya, nggak usah bawa-bawa saya. Karena saya tidak tau apa-apa!" Pekik Anandita."Gimana saya nggak bawa-bawa kamu? Dia saja sebut-sebut nama kamu" sahut Galang.Anandita memutar bola matanya jengah. "Terus? Kalau dia bawa-bawa nama saya? Kamu pikir dia ada hubungan sama saya?" Anandita berdecih, sambil mengibaskan tangannya. "Sana pergi. Saya tidak mau berurusan lagi sama kamu!" Usir Anandita.Galang terkekeh kecil. "Gimana saya nggak sangkut pautin semuanya sama kamu, orang di sini jelas-jelas saya terluka
|Apa aja yang di sentuh?| Send Rara.Wajah Nayaka sudah memerah, matanya sudah menggelap, Nayaka mengepalkan kedua telapak tangannya dengan kencang, sudah bersiap menghajar seseorang, saat dirinya mendapatkan pesan dari Rara, jika Anandita hampir di lecehkan oleh Galang, beruntung Rara datang dan menggagalkan rencana sih Galang sialan itu.Awas saja Nayaka akan memberikan perhitungan pada pria itu. Tampaknya, apa yang telah di berikan oleh Nayaka kemarin tidak membuat jerah pria itu, bahkan pria itu lebih parah lagi."Sialan bajingan itu, lihat saja nanti apa yang akan aku berikan padanya." Ucap Nayaka engan tatapan dinginnya,Lupus yang ada di dekat bosnya itu sampai bergidik ngeri melihat aura mencekam di sekitarnya."Bos, kalem, jangan sampai kejadian kemarin terulang lagi, bos nggak mau kan kalau sampai ketahuan dan masuk penjara. Mungkin aja kemarin hari beruntung bos, coba kalau hari keepannya hari sial bos, gimana?" Celetuk LupusNayaka berdecak. "Saya tidak akan di penjara."
Saat Anandita kembali ke penginapannya, dirinya langsung menjadi bahan olok-olok bagi Ziren dan Rara. Kalau Rara masih tau batasan meledek Bu bosnya itu. Dirinya tidak akan berani berlebihan. Tapi, berbeda dengan Ziren yang blak-blakan langsung saat meledek Anandita. Zerin mencibir. "Halah, kambing, kemarin aja sibuk mau move on. Eh, kena it-u-nya Nayaka lagi langsung luluh. Halah dasar." Ucap Zerin meledek Anandita. Anandita melotot, menabok lengan wanita itu, dengan bibir yang mengerucut sebal. "Kamu ini ya, ngomongnya mesum banget." "Padahal iya kan? Ngaku aja deh elo? Tadi malam kemana? Ke hotel kan? Ck, belum sah juga udah main begituan." Kata Ziren. Anandita menatap temannya itu dengan kesal. Wajahnya sudah merah merona mendengar perkataan Ziren. "His nggak ya, mana ada. Kami cuman jalan-jalan bareng, kecapean habis itu takut bangunin kamu sama Rara karena udah malam banget, jadinya aku nginap deh di penginapannya Nayaka. Lagian kami nggak ngapa-ngapain kok. Penginapan Naya
"Kamu masih pengen di Bali?" Tanya Nayaka pada mantan istrinya, saat ini keduanya tengah duduk bersandar di headboard tempat tidur, dengan Anandita memeluk tubuh mantan suaminya itu. Bahkan, Anandita saat ini menginap di penginapan pria itu. Dirinya tidak mungkin menginap di penginapannya dengan Nayaka yang terus mendempelinya. Karena di sana ada Rara dan juga Zerin.Keduanya bahkan tak segan-segan lagi pelukan seperti itu, mereka sudah seperti rujuk kembali, padahal hubungan mereka benar-benar di resmikan lagi.Anandita menganggukkan kepalanya. "Aku masih ada kerjaan di sini. Kamu sendiri bagaimana? Kamu mau balik ke Jakarta terus? Kamu juga kan sibuk kan?" Ucap Anandita, walaupun dirinya masih belum puas liburan bersama mantan suaminya itu, Anandita tidak boleh egois, dirinya tidak mungkin menahan Nayaka. Anandita tau sesibuk apa mantan suaminya itu.Nayaka tersenyum, kepalanya menggeleng. "Aku masih mau di sini, mungkin sekitar semingguan lagi." Sahut Nayaka santai."Lah, kamu ada
Nayaka menatap tajam ke arah Anandita, sungguh perkataan wanita itu menyinggung perasaannya.Saat Anandita dengan gamblang menyatakan bahwa ia belum siap untuk memiliki anak, wajah Nayaka memerah, urat-urat di lehernya menegang.Tanpa bisa mengendalikan emosinya, ia melempar gelas yang berada di tangannya ke dinding, pecahan kaca berhamburan di lantai dengan suara yang mengejutkan Anandita.Prang"Nggak siap? Nyatanya selama menikah kamu selalu bilang seperti itu, Dita!" teriak Nayaka, suaranya bergetar karena amarah yang tak bisa dikendalikan.Anandita menggigit bibir, menahan air mata yang hendak jatuh. "Aku hanya... aku hanya butuh waktu. Dan apa yang kita lakukan ini salah. Semestinya kita nggak berbuat hubungan yang seperti ini. Kita sudah bercerai.," suaranya bergetar, hampir tidak terdengar.Nayaka menghela napas kasar, rasa frustrasi memuncak. "Waktu? Berapa lama lagi aku harus menunggu, hah? Sampai kamu benar-benar pergi dari hidup aku?! Kamu dengan gampang pergi itu karena
"Kalau sampai bos ketahuan dan Bu bos marah besar, bos harus lakuin ini...." Lupus membisikkan sesuatu, sampai membuat telinga Nayaka rasanya panas, serta wajahnya memerah. Nayaka mendorong sebal wajah asistennya itu. "Kamu ya... Pikirannya jor0k bener. Belum menikah sudah punya pikiran seperti itu."Lupus mengerucutkan ujung bibirnya, "tapi cara ini ampuh. Saya yakin Bu bos nggak bakalan ninggalin pak bos lagi, apalagi kalau benih pak bos tumbuh. Ya kali Bu bos mau hamil tanpa suami, si Arthur juga pasti nggak bakalan bisa berbuat apa-apa." Kata Lupus mengompori. Kening Nayaka berkerut, dirinya tampak berpikir, setelahnya sebuah senyuman miring terbit di bibirnya. "Kenapa saya nggak lakuin itu dari dulu," gumam Nayaka, bahkan dulu dirinya menahan untuk tidak punya anak dan melakukan hal itu dengan mantan istrinya itu pasti mereka menggunakan alat pengaman, dan berakhir keduanya belum memiliki keturunan, dan Nayaka tidak mempermasalahkannya, karena mereka menikah atas cinta, Nayaka
Di tengah hiruk-pikuk pulau Bali, sebuah proyek pembangunan besar sedang berlangsung. Kawasan yang tadinya adalah sawah dan ladang kini telah berubah menjadi lahan yang dipenuhi dengan mesin dan peralatan berat. Bumi telah digali dan diubah, meninggalkan gundukan tanah dan batu yang berserakan di mana-mana. Truk-truk besar berlalu lalang, membawa material bangunan seperti baja, yang bersinar di bawah terik matahari tropis.Udara di sekitar lokasi pembangunan terasa panas dan berdebu, aroma tanah yang baru digali bercampur dengan bau mesin diesel yang beroperasi. Suara bising dari mesin-mesin yang berkerja, seperti bor dan crane, mendominasi suasana, menenggelamkan suara-suara alami yang biasa terdengar di pedesaan Bali.Di kejauhan, siluet Gunung Agung berdiri megah, kontras dengan kekacauan dan keramaian di lokasi pembangunan.Anandita berdiri di sana, dengan Rara yang selalu setia menemaninya, sedangkan kepala proyek itu terus menjelaskan semuanya.Anandita berdiri di samping meja k
Tubuh Anandita menegang seiring dengan pesan masuk itu. Zerin yang ada di sampingnya sampai mengerutkan keningnya saat melihat tingkah temannya itu."Lo kenapa?"Anandita sampai melemparkan ponselnya itu di sana, membuat Zerin terkejut dengan tingkah temannya itu.Zerin mengambil ponsel milik temannya yang tergeletak di sana, lalu melihat apa yang membuat temannya itu sampai terkejut seperti tadi.Zerin membaca pesan dari nomor yang bernam Renaldi, kening sering berkerut samar. "Ini, pacar elo?"Anandita mencoba menetralkan perasaannya, sungguh dirinya merasa ketakutan sekali saat mendapatkan pesan dari pria yang bernama Renaldi itu. Berbagai macam praduga langsung muncul di dalam kepalanya, pikiran negatif juga lolos masuk ke dalam kepalanya. Apa tujuan pria itu mendekati dirinya dengan identitas palsu."Iya, dia pacar aku. Dan dia yang mau jadi suami aku"Mata Zerin terbelalak, dirinya terkejut pastinya. "Udah jauh hubungan elo sama dia?"Anandita menghela nafasnya kasar, tak di pun
Di tengah hamparan pasir yang halus dan lembut, Bali menyuguhkan keindahan alam yang luar biasa dengan pantainya yang memukau.Air laut yang jernih berwarna biru kehijauan, berpadu sempurna dengan langit biru cerah yang terbentang luas di atasnya. Pohon-pohon kelapa menjulang tinggi, menambahkan nuansa tropis yang khas pada pemandangan tersebut. Di sepanjang pantai, barisan kursi pantai dan payung berwarna-warni menawarkan tempat beristirahat bagi para wisatawan yang ingin menikmati sinar matahari.Sementara itu, pedagang lokal berkeliling menjajakan kerajinan tangan, minuman kelapa segar, dan aneka makanan khas Bali yang menggugah selera. Suasana di Bali tidak hanya dipenuhi dengan keindahan alam, tetapi juga kekayaan budaya yang terlihat dari banyaknya pura yang megah dan patung dewa yang tersebar di berbagai sudut. Keharuman dupa yang lembut tercium dari kejauhan, mengiringi alunan musik gamelan yang merdu, menciptakan suasana yang damai dan harmonis.Kota Bali, dengan segala peson
Hari demi hari berlalu, Renaldi terus membuktikan perasaannya pada Anandita, membuat hati Anandita luluh. Renaldi bahkan selalu datang ke kantor Anandita, menyempatkan diri untuk menemui wanita itu, sekadar mengajaknya makan bersama, terkadang mereka juga liburan bersama, tapi jelas tentu ada Rara yang selalu ikut.Dan Anandita mengiyakan ajakan Renaldi, entah mengapa dirinya suka bertemu dan pergi bersama pria itu. Pria itu punya karakter yang mampu membuat Anandita luluh.Pria tampan brewokan itu bahkan dengan terang-terangan menyatakan perasaannya, dan melamar Anandita beberapa hari yang lalu, tapi Anandita belum memberikan jawabannya.Matahari perlahan tenggelam di cakrawala, memberikan kilauan keemasan yang menerangi langit sore itu dengan warna oranye dan merah muda.Cahaya matahari yang redup dan lembut tersebut memantul lembut di permukaan air danau yang tenang, menciptakan tarian cahaya yang memukau di atas gelombang kecil yang berkilauan. Di tepian danau, beberapa burung ai
|Astaga! Pak bos harus lihat. Kalau bisa langsung datang aja sekarang, kejadiannya lagi live ini. LIVE.... Anda harus lihat, betapa romantisnya Bu bos sama pacar barunya...| Send pak bos Nayaka.Namun, centangnya hanya dua abu-abu dan sama sekali belum di baca oleh pak bosnya itu."Ya Tuhan, kalau pak bos tau, pasti langsung pingsan, langsung masuk ke rumah sakit" gumam Rara yang masih berdecak gemas saat melihat pemandangan yang ada di depan matanya sana, saat Bu bosnya malah makan siang romantis oleh Renaldi."Ini orang kemana sih?! Nggak butuh informasi gue lagi apa?!" Kembali Rara bergumam kesal sambil menatap ponselnya yang menampilkan beberapa pesan yang dirinya kirim untuk Nayaka, namun sama sekali belum di baca ataupun di lihat oleh pria itu."Gue kirim ini video, Bu bos sama cowok. Bakalan nangis bombay deh elo pak bos" seru Rara sambil meng-klik menu kamera dan langsung merekam video Anandita bersama dengan Renaldi.Beruntung keduanya tidak tau kalau pintu ruangan kerja Anan