Setelah mendapat ancaman dari Alyssa, Sonia tak lagi menampakkan batang hidungnya. Terlebih saat Sonia berniat menyebarkan berita bohong tentang Rafandra yang menginap di rumahnya. Sonia kira, Alyssa akan takut ternyata ibu Rafandra itu malah menantang dirinya. Keesokan harinya, secara mengejutkan seluruh berita tentang Kayana dan Rafandra menghilang dari meja redaksi dan media sosial berganti dengan berita yang tak kalah menghebohkan. Berita ini pula yang membuat Kayana kesal. Kayana berkacak pinggang di depan Rafandra. Sejak tadi pagi, ia tak hentinya mengoceh perihal berita tentang rencana pernikahan dirinya dan Rafandra, kekasihnya. "Aku tuh bukan artis. Kenapa nama aku muncul di media sosial akun gosip?" ocehnya. Rafandra menggedikkan bahunya. "Bikin kesal saja. Hapus beritanya." "Kamu memang bukan artis, tapi aku kan anak pengusaha terkenal. Makanya disorot sama media," jawab Rafandra dengan angkuhnya. "Cih, aku yang risih." "Nanti juga lama-lama terbiasa." Tring!! Tring
"Aku jahat?" Rafandra menoleh. Dua kata yang meluncur dari bibir Kayana membuat matanya berkedip dua kali. Ingin memastikan apakah indera pendengarannya tak salah menangkap kata. "Aku jahat tidak?" sekali lagi Kayana bertanya dan itu membuat Rafandra menggelengkan kepalanya. "Aku hanya—" "Tidak, kamu tidak jahat. Itu kan balasan yang setimpal buat mereka. Jangan merasa kamu bersalah karena membuat mereka menerima ganjaran apa yang telah dikerjakannya," ujar Rafandra penuh kata bijak. "Tapi aku seperti penjahat yang kejam." "Kata siapa?" "Kata a—" Tring!! Tring!! "Eh, sebentar. Ada telpon masuk." Rafandra memberi kode pada Kayana untuk diam. "Ada apa, Sam?" Rafandra sengaja meninggikan suaranya. Samsul : bos, ini si mbak Sonia nangis-nangis pas mau saya jemput buat bikin kesaksian. Katanya mau jalan damai saja. Suara Samsul sayup-sayup terdengar di ujung telpon. Kayana melirik sekilas, Rafandra pun sama. Mereka saling memberi kode dalam lirikan mata itu. "Terus?" Samsul :
"Kayana!" teriak Rafandra dari kejauhan. Kekasih Kayana itu berlari-lari mengejar wanita pujaan hatinya yang entah mengapa jalannya menjadi sangat cepat. Kayana menoleh sekilas, namun tetap berjalan cepat menghindari kejaran kekasihnya. Tak membutuhkannya waktu lama, Kayana berhasil ditangkap oleh Rafandra. "Dengarkan aku dulu. Tadi itu—" "Apa?" Kayana menyela pembicaraan. "Enak, ciuman sama Sonia?" sindir Kayana. "Aku tidak pernah mencium Sonia. Kamu bisa lihat kan di foto tadi? Sonia sengaja memotret aku saat tertidur. Sumpah demi tuhan aku tidak menyentuhnya," ujar Rafandra sambil mengangkat tangannya ke atas. Kayana sedikit percaya akan ucapannya. Karena selama ini Rafandra terbukti tidak pernah berbohong, kecuali menyamar jadi supir. "Aku mau pulang." Kayana menunduk memainkan jarinya. Sungguh, hari ini kepalanya seperti akan meledak. Bertemu dengan orang-orang jahat membuat tubuhnya sakit. "Aku antar." Kayana melepas tangan Rafandra yang bertengger di lengannya. "Kita bica
Sesuai permintaan Kayana, acara lamaran dirinya dan Rafandra yang semula akan berlangsung secara terbuka dan meriah akhirnya berlangsung tertutup. Tak ada gedung yang mewah, apalagi kamera wartawan seperti yang biasa keluarga Wirautama lakukan bila ada acara. Kayana ingin acara lamarannya berlangsung sakral tanpa ada orang lain yang tahu. Pada hari acara berlangsung, keluarga Rafandra datang sebelum waktu yang ditentukan. Ini semua karena keinginan Alyssa yang katanya ingin bertemu dengan Kayana sebelum acara. Rafandra menurutinya. Secara mengejutkan, Alyssa masuk ke kamar Kayana tanpa izin terlebih dulu. Kayana terkejut. Ia pun berdiri menyambut Alyssa dan mempersilakannya duduk di sampingnya. “Mama?” Kayana canggung. Matanya melirik ke arah kanan beberapa kali. Tangannya juga mencolek lengan Aruna yang masih sibuk meriasnya. “Datang sama Rafa?” “Iya, Rafa ada di bawah. Rafandra yang suruh datang cepat, katanya mau bicara sama ayah kamu,” ujar Alyssa yang berbohong pada Kayana. C
"Mau kemana?" tanya Naura yang baru saja menuangkan sayur ke dalam mangkuk. Hari masih pagi tapi Kayana sudah siap dengan kemeja kerjanya. "Mau ke kantor Rafa," jawab Kayana santai. Ia mengambil duduk dekat ayahnya yang lebih dulu menikmati santap paginya. "Mau jalan-jalan?" Kayana menggelengkan kepalanya. "Kok pakai baju kemeja?" Naura terlihat penasaran. "Kayana jadi karyawan magang di kantornya Rafa," jawab Kayana sambil mengunyah makanannya. Sang ayah yang sejak tadi hanya mendengarkan obrolan Keduanya akhirnya angkat bicara. "Dibayar sama dia?" Kayana menoleh lalu mengangguk. "Calon menantu ayah memang luar biasa." Kayana mencebikkan bibirnya. Sejak Rafandra dan dirinya bertunangan minggu lalu, ayahnya semakin sering membicarakan kehebatan Rafandra. Katanya, Rafandra contoh sosok pria yang bertanggung jawab dengan ucapannya. Kalau hal ini terdengar oleh Rafandra, bisa saja ia semakin besar kepala. Pasti dia akan menyombongkannya di depan semua orang. "Jangan puji dia terus,
Kayana tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi Linda. Wanita yang menyukai Rafandra itu pergi dengan wajah masam dan kesal. Pasalnya, sepanjang ia mengoceh tak satu pun ditanggapi oleh Rafandra atau mungkin, karena niatnya makan siang bersamanya gagal karena ada Kayana di sana. "Rafa, si Linda lucu deh. Dia sepertinya kesal," kekeh Kayana. "Bukan salah aku dong. Dia yang memaksakan diri." "Dia itu benar teman kamu?" tanya Kayana penasaran. Rafandra mengangguk. "Bagaimana ceritanya bisa suka sama kamu?" "Ceritanya panjang. Dulu, dia satu projek sama aku waktu masih kuliah. Terus, lama kelamaan dia suka. Katanya, aku tuh cowok yang lembut dan paling pengertian," ujar Rafandra menyombongkan dirinya di depan Kayana. "Kenapa kamu tidak balas cintanya?" Rafandra menoleh lalu terdiam sejenak. "Dia kan cantik," sindir Kayana. "Dia itu kan selalu kejar-kejar aku." Rafandra menggedikkan bahunya. "Oh, karena kamu paling alergi kalau dikejar-kejar sama cewek?" Rafandra mengangguk lagi. "
Setelah selesai membelikan aneka bibit bunga untuk ayah Kayana, Rafandra mengajak calon istrinya itu untuk menemui seseorang di sebuah hotel berbintang lima yang terkenal di Jakarta. Kayana tak banyak bertanya, ia hanya menuruti keinginan Rafandra dan memilih diam sepanjang perjalanan menuju kesana. Setibanya di hotel itu, mereka berdua disambut hangat oleh petugas yang bersiap di lobby, karena Rafandra adalah tamu istimewa mereka. Kayana membolakan matanya saat masuk ke dalam ruangan besar di dekat lobby lantai satu. Bibirnya tak berhenti menggumam kagum pada interior mewah yang tersaji apik di hotel itu. Ia heran mengapa Rafandra mau saja melaksanakan pesta di hotel tersebut. Tentu saja, ini semua karena keinginan keluarga Rafandra yang merupakan pengusaha terkenal. “Hotelnya besar” gumam Kayana. Rafandra yang berjalan di sampingnya hanya mengangguk. “Kenapa tidak sewa gedung biasa?” “Mama yang maksa, sayang. Dia sudah booking hotel ini jauh hari sebelum kita lamaran. Katanya,
Setelah kembali dari villa, Aruna yang biasanya ceria berubah murung dalam beberapa hari kemudian. Wajahnya terlihat gelisah, bibirnya juga pucat seperti sedang mengidap suatu penyakit. Di depan sebuah apotek, ia berdiri mematung. Tangannya dimasukkan ke dalam kantung jaket yang ia pakai. Tak lupa penutup wajah dan juga kepala. Ia berjalan masuk ke dalam apotek dengan jantung berdebar-debar. Matanya terlihat kosong, kebingungan telah membuat pikirannya melayang entah kemana. "Mbak, saya mau beli testpack." suara Aruna dibuat sepelan mungkin. Takut terdengar oleh pengunjung yang lain. "Yang biasa atau yang premium?" tanya si apoteker. Aruna tak paham, ia pikir semua alat test kehamilan sama saja. "Kalau yang tepat, pakai merk ini." Aruna mengambil merk yang diberikan apoteker itu. Tangan kanannya merogoh saku jaket dan mengambil selembar uang seratus ribu dan memberikannya pada si apoteker. "Saya ambil ini." Di kamar kostnya yang sepi, Aruna perlahan membuka alat test kehamilan i