Brakk Rafandra berlari dari luar rumah menaiki tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Tak ada salam atau basa-basi bertanya pada ayah ibunya yang sedang duduk santai di depan televisi. Alyssa yang melihat kelakuan aneh anak semata wayangnya hanya bisa mengelus dada. Kebiasaan yang tak pernah hilang itu terbawa hingga dewasa. Di dalam kamar, Rafandra segera membersihkan diri lalu membuka laptop dan menyambungkannya ke ponsel. "Kayana mau kirim apa ya? Kata dia harus didengar dengan audio yang jernih," gumam Rafandra. Tadi sepulang ia mengantarkan Kayana hingga ke rumahnya, pujaan hatinya itu sempat berpesan padanya untuk mendengarkan sesuatu yang akan dikirimkan olehnya. Kejutan katanya. "Mau kirim apa sih? Kayaknya rahasia," rayu Muklis alias Rafandra. Kayana menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. Buket bunga yang sejak tadi ia bawa, ia cium terus menerus seakan tak ingin terlewatkan wanginya. "Aku mau kirim jawaban atas pertanyaan kamu tadi. Tapi jangan diketa
Rona bahagia terpancar dari wajah Rafandra. Sejak menginjakkan kakinya di gedung kantor milik ayahnya, bibirnya tak berhenti tersenyum. Isi kepalanya hanya terekam bayangan kemesraan dirinya dan Kayana sepanjang perjalanan menuju kantor. Kayana mencium pipi Rafandra alias Muklis. "Bos, nanti siang meeting sama gedung sebelah." Rafandra hanya diam saja tak merespon. Ia masih tersenyum sambil tertawa cekikikan. Samsul mengernyitkan dahinya lalu bertanya lagi. "Bos, enggak lupa kan?" Rafandra masih diam. "Bos!" Lamunan Rafandra terbuyarkan. Sempat ingin marah, tapi akhirnya ia tersenyum lagi. "Ada apa, Samsul?" tanya Rafandra dengan suara halusnya. "Hari ini ada meeting sama gedung sebelah. Pak Wira juga datang. Bos harus siap-siap," ujar Samsul hati-hati. "Belikan saya makanan. Tadi sarapannya sedikit." "Memang bos belum sarapan?" tanya Samsul. Rafandra mengangguk. "Mau makan apa, Bos?" "Roti atau nasi uduk juga enggak masalah." "Ok, siap bos." Di sisi lain, Kayana yang awal
Kata-kata ketus Kayana terngiang jelas di telinga Rafandra sejak lima menit lalu meninggalkan ruangannya. Dirinya bingung harus berbuat apalagi demi meyakinkan Kayana agar mau bersamanya. Rafandra berjalan mondar-mandir sambil memegang dahinya. Isi kepalanya tiba-tiba kosong tidak bisa memutuskan sesuatu. Samsul datang dari luar dengan langkah terburu-buru. "Bos, neng Kayana kenapa nangis? Kasihan." Samsul masuk tanpa permisi tapi seketika terkejut karena ia melihat bosnya berjalan dengan keadaan bingung. "Nangis?" Samsul mengangguk. "Sama siapa dia pulang ke kantornya?" "Sama bapak-bapak yang tadi datang sama dia," jawab Samsul yang sedikit ketakutan. "Saya harus bagaimana ini?" "Bos Rafa kejar dia tapi dalam keadaan menyamar. Ayo bos, telepon dia bilang kalau ingin bertemu dengannya sekarang juga," usul Samsul yang sedikit memaksa. Ponsel yang biasa dipakai untuk bertukar pesan dengan Kayana saat menyamar jadi Muklis, diambil oleh Samsul. Ia berpura menjadi Muklis dan mengir
"Kamu kemana saja sih?" sapa Alyssa begitu mendengar suara mobil berhenti di halaman rumah. Rafandra baru saja tiba setelah hampir dua jam Alyssa menunggu putranya menghadiri acara makan malam di rumah. "Lembur," jawab Rafandra singkat. "Jangan bohong. Mama tadi ke kantor kamu, ternyata kamu pergi ke luar. Kemana tadi?" Alyssa terus menginterogasi Rafandra karena tak puas dengan jawabannya. "Mama penasaran banget. Rafa pergi kemana juga bukan urusan mama. Rafa sudah besar, Ma," protes Rafandra seperti tidak mau kalah dengan ibunya. "Semua nunggu kamu di dalam. Ganti baju terus susul ke ruang makan." Tanpa menghiraukan kalimat protes dari anaknya, Alyssa kembali lagi ke ruang makan dengan wajah berseri-seri. Sedangkan Rafandra, mendecih kesal sambil menghentakkan kakinya. Tak sampai setengah jam, Rafandra sudah menampakkan wajahnya di ruang makan. Ada orangtuanya yang sudah siap untuk menyantap makan malam dan ada juga orangtua Sonia yang duduk tepat di depannya. "Selamat malam,
"Kayana, kamu sudah punya pacar ya?" Uhukk Kayana tersedak. Ibunya tiba-tiba saja menanyakan tentang hubungannya dengan Muklis yang sering dilihatnya akhir-akhir ini. Muklis memang sempat bertegur sapa dengan ibunya, apalagi ia juga sering membelikan makanan saat mengantarnya pulang. Pasti ibunya sedikit banyak curiga dengan kedekatan mereka. "Uhmm..." "Sudahlah, Bu. Anaknya punya pacar kok dicurigai?" timpal pak Ruslan, ayah Kayana yang terkenal sabar. "Tuh, ayah saja tidak masalah." "Bukan begitu, kenapa kamu sembunyikan? Kenalin sama ibu." Kayana menghela napas. Ia mengangguk kemudian membenarkan ucapan ibunya. Ia juga sebenarnya ingin sekali memberitahu kedua orangtuanya kalau ia dan Muklis sudah berpacaran sejak satu minggu yang lalu. "Nanti juga—" Ting! Tong! Bel rumah berbunyi. Kayana dan kedua orangtuanya menoleh bersamaan. Kayana sedikit canggung, pamit sebentar ingin membukakan pintu. Di dalam hatinya, ia yakin itu adalah Muklis yang sudah ia tunggu-tunggu sejak ta
“Tidak, tidak mungkin.” Rafandra berjalan memutari ruangan kantornya dengan jari tergigit. Ia pun berlari ke arah jendela, memastikan entah sesuatu yang akan terjadi di sana. Samsul yang baru saja masuk ke dalam kantor merasa heran. Sejak kapan bosnya yang terkenal tenang jadi salah tingkah seperti ini. “Bos?” tidak ada sahutan. Samsul mencobanya sekali lagi. “Bos, ada tamu.” Mendengar suara Samsul membuat Rafandra berhenti merenung. Ia kembali ke mejanya masih dengan wajah pucatnya. “Siapa tamunya?” tanya Rafandra. “Mas Raka.” Samsul menunjuk ke arah pintu masuk. Tampak Rakabumi sedang tertawa mengejek sambil membawa tas tangan berisi oleh-oleh. “Biasanya juga langsung masuk,” ketus Rafandra. Dibalas seperti itu Rakabumi malah terkekeh. Ia langsung duduk di kursi kosong depan Rafandra masih dengan senyuman mengejeknya. “Mau apa lu kesini?” “Tadinya mau ketemu Kayana tapi enggak jadi deh, Sepertinya teman gue yang satu ini masih menggalau tentang si cantik,” sindir Rakabumi. “
Niat Alyssa menjodohkan Rafandra dan Sonia menjadi alasan tepat baginya untuk datang ke kantor hanya demi sebuah pekerjaan bagi wanita cantik itu. Sungguh mengherankan melihat mereka berdua tengah berada di ruangan kerja Rafandra di pagi hari yang cerah ini. Apalagi kalau bukan karena rengekan Sonia kemarin. "Mama enggak bilang kalau mau ke kantor hari ini. Aku kan bisa kasih tahu Samsul buat jemput sekalian," protes Rafandra. Tatapannya lalu tertuju pada Sonia yang berdiri dekat ibunya sambil tersenyum memamerkan lesung pipinya. "Dia mau apa kesini?" "Mama kesini mau menengok papamu dan juga mengantar Sonia untuk magang di sini." Rafandra membelalakkan matanya. Ia mengorek telinganya takut-takut ia salah mendengar tadi. "Apa? Magang? Sejak kapan dia magang di sini?" Rafandra terlihat acuh cenderung meremehkan keberadaan Sonia yang katanya sudah direstui ibunya. "Loh, belum tahu ya? Papamu tadi baru saja mengizinkan." Belum sampai Rafandra buka suara, tiba-tiba saja pintu dibuk
Sonia datang lebih awal. Niatnya hari ini ingin memberikan bekal buatannya untuk Rafandra, pria yang sedang dirinya incar sejak satu bulan lalu. Senyumnya mengembang melihat kotak bekal yang ia pegang erat di tangannya. Isinya, nasi dan lauk pauk kesukaan Rafandra. Sesampainya di depan ruangan, senyum Sonia memudar. Pasalnya, tak ada tanda-tanda sosok Rafandra di dalamnya. Ia melirik arloji dan seharusnya Rafandra sudah sampai di ruangannya. "Kemana dia?" gumam Sonia. Ia berjalan kembali keluar ruangan mencari Samsul, asisten pribadi Rafandra yang biasanya duduk di ruangan depan. "Rafa mana?" tanyanya tiba-tiba. Samsul berdiri memberi hormat pada Sonia. "Enggak usah senyum-senyum. Rafa mana?" "Bos Rafa hari ini ke kantor cabang. Ada sesuatu yang harus diurus di sana," jawab Samsul lantang. "Kamu tidak bohong kan?" tatapan Sonia penuh menyelidik. Samsul dengan tegas menggelengkan kepalanya. Sonia yang tidak percaya segera membuka ponsel dan mencari nomor Rafandra. "Rafa, kamu di