Tubuh tegap, tinggi, juga tampan penuh semangat menghiasi wajah tampan sang CEO. Di depan lobi, semangat itu musnah begitu saja. Pemandangan yang tak mengenakan itu terpampang jelas di depan mata. Betapa hancur dan malu yang ia rasakan. Reputasinya bisa hancur karena dua orang wanita tengah beradu mulut, di dalam ruang tunggu lobi.
'Belum juga aku memasuki kantor, sudah harus melihat pertunjukan dua wanita itu. Sungguh memalukan sekali. Dasar wanita murahan,' batin Modi
"Modi milikku dan kekasihku!" Sasha menunjuk jari ke tubuh dengan keangkuhan. Merasa sebagai wanita yang memiliki hubungan spesial dengan CEO itu, juga merasa paling cantik. Tatapan tajam diperlihatkan, bagai elang yang ingin menerkam mangsa.
Tatapan mata wanita di depannya pun tak kalah sinis dengan Sasha. "Dasar wanita tak tau diri! Sudah jelas, jika Modi memilihku dan telah putus dari kamu! Masih saja mengaku sebagai kekasih Modi. Memang dasar Kau adalah wanita murahan!" sahut Selvi menghina membalas ucapan Sasha, sambil tangannya mendorong tubuh Sasha hingga terjungkal.
Sasha yang tak terima, akhirnya menjambak rambut Selvi. Pertikaian itu terjadi dihadapan Modi.
'Apa yang mereka perbuat? Apa belum cukup membuatku malu di cafe kemarin?' Hati Modi semakin panas mendengar perdebatan kedua wanita itu.
Modi benar-benar sudah sangat jengah. Modi sangat tak ingin melihat kedua wanita itu. Modi hanya bisa mengabaikan dan menatap lurus ke depan, tanpa ada keinginan melihat pertikaian kedua wanita itu. Melanjutkan langkah tanpa memedulikan.
Sasha yang melihat Modi melintas dengan santai dan tak menolongnya pun geram. Hal itu pun, membuatnya langsung memanggil dengan teriakan yang cukup memecahkan telinga.
"Modi sayang, tolong aku! Kamu itukan, calon suamiku!" Sasha meminta tolong pada lelaki itu yang beberapa detik lalu tak menganggap wanita itu ada di sana. Berharap Modi mau mengakui Sasha, sebagai calon istri.
Tindakan nekad Sasha, atas dasar janji palsu yang diucap Modi. Sasha memang memiliki hubungan dengan Modi, tapi Modi hanya menganggap hubungan itu angin lalu. Tanpa memperdulikan perasaan wanita. Semua hanya mainan untuknya. Terlebih Modi sangat paham, jika wanita itu hanya mengincar hartanya saja.
"Jangan mimpi dan halu kamu, Modi itu milikku!" Selvi yang turut tak terima akan tindakan Sasha langsung berseru. Selvi kembali menarik rambut Sasha.
Sebenarnya, Selvi mengejar Modi bukan karena cinta. Melainkan karena butuh biaya untuk pria yang dicintainya, karena sedang koma.
Modi yang melihat hal itu, pun hanya geleng kepala. 'Mereka bener-bener ingin membuat aku malu terus! Sampai kapan mereka terus menggangguku demi harta? Bukankah jasa memakai serabi mereka telah Ku bayar?' gumam Modi dalam hati.
"Wira, tolong kamu urus dua wanita sinting itu!" Modi langsung dengan tegas menitahkan asisten pribadinya. Dia memilih mengabaikan wanita-wanita yang datang ke kantor. Tubuh tegap, wajah tampan dan memiliki rahang tegas juga sejuta pesona itu berlalu begitu saja.
Hati Modi sungguh lelah, hampir setiap hari melihat wanita-wanita itu bertengkar. Modi pun memilih diam dan tak menanggapi siapapun wanita yang datang ke kantornya.
Modi menemui resepsionis dan memberikan sebuah perintah. "Blokade, semua wanita yang ingin bertemu saya! Bila perlu usir, jangan sampai berkelahi di lobi! Bisa hancur reputasi perusahaan kita nanti. Kecuali orang yang memang benar-benar ada janji dengan saya juga masalah urusan bisnis. Urus itu, segera beritahu seluruh security!" Setelah Modi berbicara pada resepsionis tamu, kemudian berlalu menuju lift pribadinya.
Hati Modi sungguh sangat tak karuan. Hampa, kosong, hilang arah juga tak terkendali. Sangat lelah menghadapi semua wanita yang datang ke kantornya itu. 'Dasar wanita sinting, tidak tahu malu. Demi harta jadi seperti itu. Membuat repot saja. Aku baru sadar, jika yang dikatakan Alisa itu benar. Jangan memandang orang dari tampang, melainkan hatinya dan jangan pula mempermainkan wanita. Walaupun mereka hanya menginginkan uang kita. Hindari wanita yang seperti itu dan kejarlah yang memiliki hati yang tulus dan ikhlas,' tutur Modi dalam hatinya.
Alisa hanya wanita itu yang membuat Modi uringan.
Modi termenung, dalam lift itu seorang diri. Modi selalu memikirkan Alisa yang sejak dulu selalu ada sebagai sahabatnya. Apa yang harus dia lakukan, untuk membuat Alisa kembali. Segala cara mencari Alisa sudah dilakukan namun nihil. Entah, harus apalagi yang cara Modi untuk mencari Alisa. Wanita yang telah merebut separuh hati.
Setelah pintu lift terbuka, Modi melangkah menuju ruangannya. Mencoba untuk fokus dalam pekerjaan yang ada di depan mata. Namun, pikirannya malah kembali pada masa SMA, saat Alisa menolongnya.
"Dasar culun! Ngapain kamu-- so kasih bunga dan coklat sama aku segala? Ga level model culun macam kamu itu, gak pantas sama cewek modis macam aku ini!" Renata sengaja menghina Modi di depan umum. Mempermalukan Modi dan menganggap remeh lelaki dengan rambut yang sangat licin juga belah tengah.
Modi terdiam, akan hinaan Renata. Modi masih berharap jika semua yang dikatakan Renata itu bukanlah serius. Mencoba memejamkan mata dan berharap saat membukanya itu hanyalah mimpi. Namun, harapan Modi hanyalah khayalan semata. Wanita yang ia idamkan sengaja mempermalukannya di depan seluruh temannya.
"Cantik boleh, tubuh mulus ok. Tapi sayang akhlaknya minus. Mandang orang kok dari fisik atau harta." Seorang wanita yang tomboy, datang langsung mengatakan hal itu, hingga membuat Renata terperangah. Tatapan wanita tomboy itu seolah meremehkan perilaku Renata yang dicap paling cantik di sekolah itu.
Renata sangat kesal, terhadap wanita yang sangat berani menghinanya. Namun, Renata tak memiliki keberanian melawan seorang Alisa, yang terkenal jago akan bela diri. Renata tak ingin lebih jauh berurusan dengan Alisa. Bisa repot nanti bila berurusan dengan wanita tomboy itu. Renata akhirnya memilih pergi tanpa mengucapkan apapun.
Alisa langsung mendekati Modi. "Kamu baik-baik sajakan? Renata, bukanlah orang yang baik untukmu. Carilah wanita yang tak memandang orang dari fisik tapi dari hati," ucap Alisa dengan sangat bijak sambil menunjukan jari telunjuk ke dadanya.
"Bagaimana aku bisa mendapatkan cinta yang tulus, sedangkan aku hanyalah seorang pria culun?" Perkataan minder ditunjukan oleh seorang pria. Hanya menundukan kepala tanpa berani mengangkat untuk lebih tegak.
Alisa yang merasa kasihan langsung mendekati Modi. Alisa melihat jelas raut wajah Modi yang terlihat sendu.
"Jadi pria itu gak boleh, menyerah!" ucap Alisa dengan menekan kata menyerah. "Semangat dong! Aku akan bantu kamu berubah total, sampai yang melihat pun langsung pangling. Aku akan merubah sedikit penampilanmu, juga aku akan mengajarkan beladiri padamu." Pancaran sorot mata Alisa terlihat sangat jelas sebuah ketulusan.
"Kita akan jadi sahabat, ya!" tutur Modi memberikan jari kelingkingnya untuk ditautkan.
Modi hanya bisa terngiang masa pada masa itu. Masa-masa manis yang tak akan kembali. Sangat sulit bagi Modi menemukan Alisa saat ini. Modi sekarang terjebak, dalam permainannya sendiri bergonta-ganti wanita.
'Maafkan aku, Lisa! Aku terlalu terbuai dengan dendamku, sehingga aku tak mempercayai ucapanmu,' gumam Modi dalam hatinya.
Frustasi dalam keadaan terlemah yang Modi rasakan. Hanya bayangan Alisa yang terlintas dalam pikiran. Rasa rindu mengalahkan semua logika yang ada. Tersadar jika dulu Modi sendiri yang meminta Alisa pergi menjauh.
Modi segera memanggil Wira sang asisten pribadi itu ke dalam ruangannya.
"Aku ingin Kau segera mencari tahu tentang Alisa lagi! Segera berikan kabar dimana dia tinggal! Ini data diri Alisa dulu. Segera kau lacak!"
Wira yang baru masuk pun langsung terbelalak. 'Aih ini si bos ngamuk ape gimana sih? Aye baru masuk udah kalap aje. Lagian cari cewek masa lalu ya susah lah. Sableng beneran ini mah. Aye juga ikut dibawa-bawa,' gerutu Wira dalam hati yang sangat kesal.
Raut wajah Wira terlihat masam, karena sangat tak menyukai apa perintah bosnya itu. Modi yang melihat perubahan wajah asistennya itu pun langsung peka.
"Kamu jangan menggerutu dalam hatimu, ya! Aku sudah sangat paham dengan bentuk wajahmu bila sedang menggerutu dalam hati," tutur Modi dengan santai.
"Saya tidak sedang menggerutu apapun kok, Pak Bos." Senyum menyeringai menghiasi jawaban Wira agar tak dicurigai sang bos.
"Bagus!" Raut wajah Modi mengeluarkan aura keangkuhan dan kesombongan. "Kau urus itu! Aku mau tenang terlebih dahulu. Satu jam lagi aku ada meeting. Siapkan seluruh berkas yang aku butuhkan! Kau juga tolong katakan, pada security di depan-- jangan sampai ada para wanita itu menggangguku!"
Wira segera pergi dari ruangan Modi. 'Si Modi tau aja kalau aye lagi menggerutu. Punya indra keenam apa tuh anak, ya?" gumam Wira dalam hatinya.
Wira segera menghubungi beberapa anak buahnya, untuk mencari tahu tentang Alisa. Kemudian, ia pun segera mengerjakan tugas untuk meeting, yang akan dilakukan oleh Modi.
Modi segera beranjak keluar ruangannya menuju ruangan Wira. Belum sampai di ruangan Wira, ada seorang wanita yang tak sengaja menabraknya.
'Bugh'
Wanita itu menabrak Modi dengan membawa kopi hangat di gelasnya.
"Awh," seru Modi yang merasa kepanasan akibat tersiram kopi.
Wajah Modi merah padam, urat-urat dan rahangnya pun mengeras. Tatapan mata Modi sangat tajam bagai kucing yang ingin menerkam mangsanya.
"Kamu punya mata tidak, sih? Main tabrak aja!" seru Modi merasa tidak suka jika ada wanita yang menabraknya.
"Maaf, Pak!" ucap Wanita itu menunduk merasa bersalah, namun dalam keadaan tenang.
"Kamu tidak tau apa siapa saya? Kurang ajar sekali kamu! Asal kamu tau ya harga jaz ini lebih mahal dari pada gajimu selama setahun!" Modi semakin berteriak. Seluruh karyawan berdatangan melihat kegaduhan apa yang terjadi.
Semakin naik darah, memuncakan seluruh amarah yang sejak tadi masih tersimpan. Pelarian dari kemarahan, untuk melepaskan unek-unek yang tersimpan. Apalagi, jaz yang dipakai Modi adalah pemberian dari wanita, yang sekarang memenuhi isi kepalanya.
'Wanita ini harus mendapat balasan yang setimpal,' batin Modi.
'Mana ada jaz gitu lebih mahal, daripada gajiku satu tahun. Jaz itu saja aku yang membuatnya dulu,' ucap Alisa menggerutu dalam hati.
Alisa memang mengetahui, jika Modi yang menjadi bosnya itu adalah Modi sahabat lamanya. Namun, Alisa tidak tahu jika Modi yang sekarang berbanding terbalik, dengan Modi yang ia kenal dulu. Modi yang dulu sangat ramah dan baik.
Alisa sangat kecewa, dengan sikap Modi yang sangat arogan. Alisa juga tidak habis pikir, ternyata sahabatnya sudah tidak mengenalnya lagi.
Alisa hanya diam dan tetap menunduk saat Modi membuncahkan amarah. Hanya perkataan maaf yang lolos dari bibirnya, tanpa ada niat membongkar jati dirinya. "Sekali lagi, saya mohon maaf, Pak! Saya benar-benar tak sengaja!"
Bersambung…
Perasaan bersalah hinggap di hati Alisa, harusnya ia tidak pernah mengajari Modi agar bisa mandiri dahulu. Jika hal itu malah membuat Modi menjadi lupa diri."Iyalah tidak sengaja, kalau memang disengaja berarti Kau cari mati!" Modi semakin berteriak.Hanya tatapan kebencian yang dilayangkan Modi pada Alisa. Menatap tajam bagai memiliki dendam kesumat. "Siapa namamu dan kamu itu bagian apa? Nanti biar pihak HRD memotong gajimu." Perkataan Modi terlihat jelas sangat tak mementingkan kata maaf."Panggil saja saya Ica, Pak!" tutur Alisa karena semenjak ia kuliah mengganti nama panggilannya. Alisa sengaja tidak memberitahu identitas aslinya pada Modi. Alisa ingin jika ia bekerja di perusahaan milik Modi karena pre
Tatapan Modi semakin menjadi, bagai ingin memakan wanita itu. Berani sekali wanita itu menamparnya, di saat semua wanita lain mengantri ingin menjadi kekasihnya. Ingin sekali membalas menampar atau sekadar memberikan pelajaran, tetapi ia urungkan mengingat ia adalah lelaki yang harus melindungi wanita bukan melukai wanita dengan kekerasan."Kau telah membangunkan singa tidur, berarti Kau, harus siap menerima akibatnya!" Ancaman yang lolos begitu saja dari mulut Modi. Kemudian ia pergi begitu saja, meninggalkan wanita itu.Alisa kembali ke ruangan tempat ia bekerja. Alisa sangat paham, jika siapa pun yang berurusan dengan Modi akan siap untuk dipecat. Alisa segera membenahi barang untuk pergi.Modi semakin kesal, dengan wanita yang biasa disebut Ica itu. Modi segera memanggil Pak Yan
Wira akhirnya menemukan kabar tentang Alisa. Sedikit info itu, membawa Wira pada titik terang dimana Alisa berada. Mata Wira dengan teliti, membaca e-mail yang dikirimkan oleh anak buahnya. Wira masih berkutat dalam laptop, hanya sekadar membaca info tentang Alisa. "Jadi Alisa, sebenarnya ada di Kota ini. Tapi kenapa, aku dan Modi sangat sulit melacaknya, ya?" ucap Wira bermonolog. Bertanya pada diri sendiri yang tentu saja kebingungan. Tak ingin berlarut dalam kebingungan, Wira meminta foto terbaru milik Alisa. Mungkin saja, jika Alisa merubah dandanannya. Wira memperhatikan foto itu. Sepertinya, ia mengenali siapa Alisa, yang berada dalam foto itu. Netra Wira semakin terbelalak, saat
Alisa sengaja meminta maaf terlebih dahulu, karena tak ingin mendapat masalah lagi dengan Modi. Sudah cukup lelah hari ini ia menghadapi berkas-berkas yang Modi berikan. Alisa segera berlalu setelah tubuhnya berdiri tegak.Modi mengernyit kemudian tersenyum smirk. 'Ternyata cepat juga dia akan takluk padaku. Sungguh aku sangat penasaran bagaimana jika wanita galak itu bergelut di atas ranjang,' batin Modi. Pikiran Modi jika sedang kacau pasti mengarah pada selangkangan wanita.Alisa mulai mengotak-atik ponselnya untuk memesan ojek online. Baru saja ingin memesan malah ponsel itu habis batery. Sungguh sial hari ini yang dialami Ica. Sudah lembur sampai hampir tengah malam, belum makan, dan lagi harus mengalami batery ponsel habis saat urgent.Han
Wira langsung tancap gas setelah mengantar Modi pulang. Wira pun menuruti segala titah Modi. Di tengah perjalanan Wira berpikir bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk bertanya pada Alisa."Kebohongan apa yang sedang Anda sembunyikan dari Modi? Apa sebenarnya niat terselubung Anda?" tanya Wira sangat serius.Alisa menatap Wira dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Alisa sungguh sangat bingung apa maksud dari ucapan asisten kepercayaan Modi itu."Sungguh saya tidak mengerti maksud ucapan Pak Wira itu apa?"Wira masih tetap fokus menyetir, walaupun Wira masih mencoba mencecar Alisa untuk mendapat jawaban itu. "Jangan berpura-pura tak meng
Ica menghela nafasnya dengan berat. 'Ish, si Bos Gendeng sensi terus apa, ya? Sepertinya tidak bisa kalau melihat aku tenang?' gumam Ica dalam hati. Walaupun hati menggerutu, namun ia tetap melakukan apa yang diminta bosnya itu.Ica segera menaruh berkas-berkas itu di meja kerja Modi. Untung saja Modi sedang tidak ada di ruangannya. Ica sedikit bernafas lega. Setidaknya dia tidak harus bertemu Bos Gendeng itu. Saat Ica mulai melangkahkan kaki, dan tangannya menarik pintu, pintu tersebut didorong hingga tertutup kembali. Pintu itu didorong seorang pria yang berada di belakang tubuh Ica."Mau kemana terburu-buru?" tutur Modi tersenyum menyeringai sambil mendorong pintu.Modi sengaja bersembunyi di balik pintu kamar pribadinya, yang juga tak
Ica keluar ruangan Modi dalam keadaan menggerutu. Hal itu tentu saja membuat jiwa kepo Siska meronta. "Kamu ngapain aja di ruangan, Pak Bos? Keluarnya menggerutu seperti itu? Hayoo! Jangan-jangan abis," Siska sengaja menggoda Ica, agar Ica mau menjawab pertanyaannya. "Kalau punya otak jangan dibuat mesum pikirannya tuh. Masalah ngapain saya di dalam bukan urusan kamu! Urusin aja urusan pekerjaanmu itu!" Ica menjawab dengan nada yang galak. Terlihat jelas, jika Ica saat ini tengah marah. Siska pun bergedik ngeri, kemudian menjauh dari tempat Ica berada. 'Ternyata dia ganas juga ya. Namun, aku tidak rela, jika dia berdekatan dengan Modi trus,' batin Siska. Siska trus memperhatikan Ica. Sepertinya wanita itu sangat serius dengan berkas yang saat ini ia kerjakan. Kemudian, Siska melanjutkan pekerjaannya. "Hai, Ica!" Wira datang dengan senyum yang mengembang membuat Siska sem
Modi langsung menutup hidungnya, karena bau tidak sedap yang ada di ruangan itu.Alisa langsung memegangi perutnya yang terasa sangat sakit hari itu. “Boleh ya, Pak Bos, jika saya tidak ikut?” Alisa benar-benar memohon kepada Modi saat itu, karena perutnya sakit.“Saya tidak mau meeting bersama dengan Siska. Tolong kamu batalkan saja meeting itu!”Alisa sangat terkejut dengan keputusan Modi saat ini. Entah, kenapa pria itu malah lebih memilih membatalkan meeting saja.“Pak Bos ini meeting penting, kita tidak bisa membatalkan meeting itu.” Alisa benar-benar memberikan alasan agar modi lekas pergi bersama Siska.Alisa sendiri ingin periksa ke dokter tentunya, karena masalah diare yang sedang dirasakan saat ini.“Kamu tidak pintar berbohong terhadap saya.”Mau tidak mau Alisa terpaksa ikut dalam meeting tersebut walau menahan rasa sakit perutnya itu.‘Dasar Bos Gendeng nggak punya perasaan!’ gerutu Alisa dalam hati.Wira yang tahu Alisa sedang tidak sehat pun menghentikan langkah Modi.“
Modi langsung menutup hidungnya, karena bau tidak sedap yang ada di ruangan itu.Alisa langsung memegangi perutnya yang terasa sangat sakit hari itu. “Boleh ya, Pak Bos, jika saya tidak ikut?” Alisa benar-benar memohon kepada Modi saat itu, karena perutnya sakit.“Saya tidak mau meeting bersama dengan Siska. Tolong kamu batalkan saja meeting itu!”Alisa sangat terkejut dengan keputusan Modi saat ini. Entah, kenapa pria itu malah lebih memilih membatalkan meeting saja.“Pak Bos ini meeting penting, kita tidak bisa membatalkan meeting itu.” Alisa benar-benar memberikan alasan agar modi lekas pergi bersama Siska.Alisa sendiri ingin periksa ke dokter tentunya, karena masalah diare yang sedang dirasakan saat ini.“Kamu tidak pintar berbohong terhadap saya.”Mau tidak mau Alisa terpaksa ikut dalam meeting tersebut walau menahan rasa sakit perutnya itu.‘Dasar Bos Gendeng nggak punya perasaan!’ gerutu Alisa dalam hati.Wira yang tahu Alisa sedang tidak sehat pun menghentikan langkah Modi.“
Ica keluar ruangan Modi dalam keadaan menggerutu. Hal itu tentu saja membuat jiwa kepo Siska meronta. "Kamu ngapain aja di ruangan, Pak Bos? Keluarnya menggerutu seperti itu? Hayoo! Jangan-jangan abis," Siska sengaja menggoda Ica, agar Ica mau menjawab pertanyaannya. "Kalau punya otak jangan dibuat mesum pikirannya tuh. Masalah ngapain saya di dalam bukan urusan kamu! Urusin aja urusan pekerjaanmu itu!" Ica menjawab dengan nada yang galak. Terlihat jelas, jika Ica saat ini tengah marah. Siska pun bergedik ngeri, kemudian menjauh dari tempat Ica berada. 'Ternyata dia ganas juga ya. Namun, aku tidak rela, jika dia berdekatan dengan Modi trus,' batin Siska. Siska trus memperhatikan Ica. Sepertinya wanita itu sangat serius dengan berkas yang saat ini ia kerjakan. Kemudian, Siska melanjutkan pekerjaannya. "Hai, Ica!" Wira datang dengan senyum yang mengembang membuat Siska sem
Ica menghela nafasnya dengan berat. 'Ish, si Bos Gendeng sensi terus apa, ya? Sepertinya tidak bisa kalau melihat aku tenang?' gumam Ica dalam hati. Walaupun hati menggerutu, namun ia tetap melakukan apa yang diminta bosnya itu.Ica segera menaruh berkas-berkas itu di meja kerja Modi. Untung saja Modi sedang tidak ada di ruangannya. Ica sedikit bernafas lega. Setidaknya dia tidak harus bertemu Bos Gendeng itu. Saat Ica mulai melangkahkan kaki, dan tangannya menarik pintu, pintu tersebut didorong hingga tertutup kembali. Pintu itu didorong seorang pria yang berada di belakang tubuh Ica."Mau kemana terburu-buru?" tutur Modi tersenyum menyeringai sambil mendorong pintu.Modi sengaja bersembunyi di balik pintu kamar pribadinya, yang juga tak
Wira langsung tancap gas setelah mengantar Modi pulang. Wira pun menuruti segala titah Modi. Di tengah perjalanan Wira berpikir bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk bertanya pada Alisa."Kebohongan apa yang sedang Anda sembunyikan dari Modi? Apa sebenarnya niat terselubung Anda?" tanya Wira sangat serius.Alisa menatap Wira dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Alisa sungguh sangat bingung apa maksud dari ucapan asisten kepercayaan Modi itu."Sungguh saya tidak mengerti maksud ucapan Pak Wira itu apa?"Wira masih tetap fokus menyetir, walaupun Wira masih mencoba mencecar Alisa untuk mendapat jawaban itu. "Jangan berpura-pura tak meng
Alisa sengaja meminta maaf terlebih dahulu, karena tak ingin mendapat masalah lagi dengan Modi. Sudah cukup lelah hari ini ia menghadapi berkas-berkas yang Modi berikan. Alisa segera berlalu setelah tubuhnya berdiri tegak.Modi mengernyit kemudian tersenyum smirk. 'Ternyata cepat juga dia akan takluk padaku. Sungguh aku sangat penasaran bagaimana jika wanita galak itu bergelut di atas ranjang,' batin Modi. Pikiran Modi jika sedang kacau pasti mengarah pada selangkangan wanita.Alisa mulai mengotak-atik ponselnya untuk memesan ojek online. Baru saja ingin memesan malah ponsel itu habis batery. Sungguh sial hari ini yang dialami Ica. Sudah lembur sampai hampir tengah malam, belum makan, dan lagi harus mengalami batery ponsel habis saat urgent.Han
Wira akhirnya menemukan kabar tentang Alisa. Sedikit info itu, membawa Wira pada titik terang dimana Alisa berada. Mata Wira dengan teliti, membaca e-mail yang dikirimkan oleh anak buahnya. Wira masih berkutat dalam laptop, hanya sekadar membaca info tentang Alisa. "Jadi Alisa, sebenarnya ada di Kota ini. Tapi kenapa, aku dan Modi sangat sulit melacaknya, ya?" ucap Wira bermonolog. Bertanya pada diri sendiri yang tentu saja kebingungan. Tak ingin berlarut dalam kebingungan, Wira meminta foto terbaru milik Alisa. Mungkin saja, jika Alisa merubah dandanannya. Wira memperhatikan foto itu. Sepertinya, ia mengenali siapa Alisa, yang berada dalam foto itu. Netra Wira semakin terbelalak, saat
Tatapan Modi semakin menjadi, bagai ingin memakan wanita itu. Berani sekali wanita itu menamparnya, di saat semua wanita lain mengantri ingin menjadi kekasihnya. Ingin sekali membalas menampar atau sekadar memberikan pelajaran, tetapi ia urungkan mengingat ia adalah lelaki yang harus melindungi wanita bukan melukai wanita dengan kekerasan."Kau telah membangunkan singa tidur, berarti Kau, harus siap menerima akibatnya!" Ancaman yang lolos begitu saja dari mulut Modi. Kemudian ia pergi begitu saja, meninggalkan wanita itu.Alisa kembali ke ruangan tempat ia bekerja. Alisa sangat paham, jika siapa pun yang berurusan dengan Modi akan siap untuk dipecat. Alisa segera membenahi barang untuk pergi.Modi semakin kesal, dengan wanita yang biasa disebut Ica itu. Modi segera memanggil Pak Yan
Perasaan bersalah hinggap di hati Alisa, harusnya ia tidak pernah mengajari Modi agar bisa mandiri dahulu. Jika hal itu malah membuat Modi menjadi lupa diri."Iyalah tidak sengaja, kalau memang disengaja berarti Kau cari mati!" Modi semakin berteriak.Hanya tatapan kebencian yang dilayangkan Modi pada Alisa. Menatap tajam bagai memiliki dendam kesumat. "Siapa namamu dan kamu itu bagian apa? Nanti biar pihak HRD memotong gajimu." Perkataan Modi terlihat jelas sangat tak mementingkan kata maaf."Panggil saja saya Ica, Pak!" tutur Alisa karena semenjak ia kuliah mengganti nama panggilannya. Alisa sengaja tidak memberitahu identitas aslinya pada Modi. Alisa ingin jika ia bekerja di perusahaan milik Modi karena pre
Tubuh tegap, tinggi, juga tampan penuh semangat menghiasi wajah tampan sang CEO. Di depan lobi, semangat itu musnah begitu saja. Pemandangan yang tak mengenakan itu terpampang jelas di depan mata. Betapa hancur dan malu yang ia rasakan. Reputasinya bisa hancur karena dua orang wanita tengah beradu mulut, di dalam ruang tunggu lobi. 'Belum juga aku memasuki kantor, sudah harus melihat pertunjukan dua wanita itu. Sungguh memalukan sekali. Dasar wanita murahan,' batin Modi "Modi milikku dan kekasihku!" Sasha menunjuk jari ke tubuh dengan keangkuhan. Merasa sebagai wanita yang memiliki hubungan spesial dengan CEO itu, juga merasa paling cantik. Tatapan tajam diperlihatkan, bagai elang yang ingin menerkam mangsa. Tatapan mata wanita di depannya pun