Adelia sudah berada di rumah sakit. Semua sedang menanti Adelia dengan harap-harap cemas.
"Adelia semoga persalinanmu lancar. Kamu dan anakmu selamat. Aku yakin Vino akan senang di sana jika melihatmu sudah melahirkan anaknya." Arsenio berbicara dalam hati sambil terduduk. Hatinya berdebar tidak karuan menunggu Adelia. *** Adelia sudah berada di ruang perawatan. "Ibu senang sekali Adel kelahiran normalmu lancar dan anakmu sempurna, sehat dan juga cantik," ucap Bu Wulan lalu tersenyum. "Iya, Bu, Adel senang sekali. Vino juga pasti senang. Keinginan suamiku terkabul. Vino memang menginginkan anak perempuan." Mata Adelia berkaca-kaca. "Seandainya Vino ada ...." Adelia tidak bisa melanjutkan kata-katanya tenggorokannya seakan tercekat dan kedua matanya seakan ingin menumpahkan air mata yang siap membanjiri pipinya. "Sabar, Sayang. Ibu yakin Vino pasti sedang tersenyum melihatmu melahirkan anak"Pesan! Pesan ... apa?" Adelia merasa bingung sambil memperhatikan wajah Arsenio. "Nanti saja aku bicaranya. Tidak mungkin kita bicara di butik ini. Kapan kamu ada waktu luang?" Adelia malah terdiam entah apa yang sedang dipikirkannya. Arsenio memperhatikan wajah Adelia sambil mengerutkan keningnya. "Adelia. Adelia!" Suara Arsenio meninggi. "Iya, ada apa?" Adelia terhentak kaget. Arsenio tersenyum kepada Adelia. "Kenapa kamu malah diam? Sudah tidak usah dipikirkan.""Iya.""Ya sudah aku permisi dulu. Aku siap kapan pun kalau kamu ada waktu," ucap Arsenio lalu meninggalkan Adelia.Adelia langsung memperhatikan punggung Arsenio yang sedang berjalan. "Apa yang sudah Vino bicarakan dengan Arsenio? Pesan ... pesan apa yang akan disampaikan?" batin Adelia lalu menggelengkan kepalanya. Hatinya tiba-tiba berdebar tidak karuan. ***Adelia sedang berada di ruang kerja bersama sang bunda.
"Adelia!" kaget Bu Martha, "Kamu jangan megada-ada, Arsen!" marah Bu Martha. "Ma. Siapa yang mengada-ada. Arsen serius, Ma. Arsen mencintai Adelia," ungkap Arsenio. "Cinta? Kamu mencintai Adelia?" Bu Martha tertawa mencibir. "Kalau kamu mencintai Adelia si tukang tipu itu. Kenapa waktu itu kamu biasa saja setelah Mama mengusir Adelia. Sedikit pun kamu tidak marah, kamu malah terlihat senang waktu Mama mengusir Adelia. Aneh kamu ini." Bu Martha menggelengkan kepalanya. "Iya, Ma waktu itu ...," ucap Arsen dan tidak bisa melanjutkan kata-katanya lalu menghela napas. "Ada apa, Arsen? Kamu menyembunyikan sesuatu dari Mama?" tanya Bu Martha. Arsenio menganggukkan kepalanya. "Maaf, Ma. Arsen tidak cerita sama Mama. Sebenarnya Arsen mau bicara sama Mama soal Arsen dan Adelia, tetapi kalau Arsen sama Adelia sudah bersatu," kata Arsenio. Bu Martha mengerutkan keningnya setelah mendengar ucapan sang
"Ya sudah, Ma. Arsen mau berangkat." Arsen bangun dari duduknya."Kenapa makannya tidak dihabiskan?" Bu Martha memperhatikan piring bekas makan Arsenio. "Lagi tidak napsu makan," jawab Arsen. "Kamu ini ya. Tumben-tumbenan tidak napsu makan," kesal Bu Martha. Arsenio pun bergegas meninggalkan meja makan. "Arsen! Tunggu aku. Aku ikut ya di mobil kamu. Aku mau pergi ke rumah teman. Boleh, 'kan?" Vlora bangun dari duduknya.Arsenio menoleh ke arah Vlora sambil kedua tangan di masukkan ke saku celana. "Tidak bisa aku buru-buru!""Buru-buru apanya sih, Arsen," marah Bu Martha lalu menoleh kepada Vlora. "sudah, Vlora kamu ikut saja sama Arsen," pinta Bu Martha. "Tidak apa-apa, Tante?" "Sudah tidak apa-apa. Kalau Arsen tidak baik sama kamu, kamu laporan sama Tante. Sudah sana ikut." Bu Martha menggerakkan kepalanya ke arah Arsenio. "Baik, Tante. Terima kasih," ucap Vlora lalu tersenyum.
"Apa?!" kaget Adelia, "kamu jangan mengada-ada, Arsen! Kamu ....""Kamu pasti tidak akan percaya dengan apa yang akan kusampaikan. Ini yang aku takutkan. Kamu pasti seperti ini. Ucapan Vino hanya aku yang mengetahuinya. Silakan kamu mau percaya atau tidak. Yang jelas buat apa aku membohongimu. Sebenarnya tanpa Vino minta pun aku akan tetap menikahimu." Arsenio menatap lekat wajah Adelia. "Siapa yang mau menikah denganmu? Aku tidak mau! Kamu mau memanfaatkan keadaan?" ketus Adelia.Arsenio hanya bisa menghela napas kasar mendengar penolakan Adelia. "Aku akan menunggumu sampai kamu mau menikah denganku dan aku tidak pernah memanfaatkan keadaan! Aku pun tidak menginginkan Vino pergi dari dunia ini. Aku sudah mengikhlaskanmu dengan Vino walaupun hatiku tidak bisa dibohongi kalau aku mencintaimu. Aku tahu Vino adalah lelaki baik. Dia bisa menjagamu dan menjaga Gio, makanya aku mengikhlaskanmu," berondong Arsenio dan menatap Adelia dengan tatapan penuh harap d
"Sudahlah! Tidak usah membicarakan pernikahan. Yang aku inginkan hanyalah Vino. Aku masih mencintai Vino walaupun dia sudah tidak ada di dunia ini. Aku masih memikirkannya, Arsen. Bagaimana bisa aku menikah denganmu sementara di hatiku masih ada Vino." Adelia bangun dari duduknya dan hatinya kembali teringat Vino. "Pa aku merindukanmu. Aku sangat merindukanmu Pa." Adelia kembali menangis. "Adelia!" Arsenio bangun dari duduknya lalu mendekati Adelia. Adelia mundur satu langkah ketika Arsenio mendekatinya. "Tidak ada lagi yang harus kamu bicarakan bukan? Maaf, Arsen bukan aku mengusirmu. Aku ingin sendiri." "Baiklah. Aku akan pergi. Maafkan aku jika membuatmu jadi seperti ini," ucap Arsenio, "Oh, iya. Aku akan mendatangi makam Vino setelah dari sini," lanjut Arsenio. "Iya, Arsen.""Ya sudah aku pergi. Permisi," ucap Arsenio lalu pergi meninggalkan Adelia. Adelia kemudian memperhatikan punggung Arsenio yang sedang berjalan men
Bu Wulan sedang berada di rumah Adelia. Mereka sedang berada di taman belakang."Cucu Nenek yang cantik. Sini yuk, Nenek gendong yuk, Sayang." Bu Wulan menggendong Vina dari pangkuan Adelia. "Gio ke mana? Kok, Ibu tidak lihat." "Gio lagi diajak jalan-jalan sama Arsen, Bu." "Oh. Kamu mengizinkannya?" "Iya, Bu. Adel kasihan sama Gio kalau tidak diizinkan. Lagian Arsen juga pasti bakal maksa terus kalau aku ngelarang.""Ya sudah biarkan saja. Kamu jangan pernah larang-larang lagi. Arsen juga berhak atas Gio. Ditambah seperti yang kamu bilang. Kasihan Gio, Gio sudah kehilangan ayah sambungnya dan kamu jangan jauhkan Gio dengan Arsenio, ayah kandungnya sendiri," perintah Bu Wulan. "Iya, Bu dan sekarang Vina yang tidak punya ayah," ucap Adelia lalu tertunduk lesu. "Takdir harus seperti ini, Sayang. Kamu harus bisa menerimanya. Ibu yakin Vina akan menjadi anak yang kuat sama seperti Gio dan juga kamu." Bu Wulan mengusap-u
"Kenapa wajahnya mirip sekali dengan Arsen?" batin Bu Martha. "Siapa anak laki-laki itu? Dan wajahnya mirip sekali dengan Arsen." Vlora memperhatikan Giovanni lalu ke arah Arsenio sambil berbicara dalam hati. Arsenio tersenyum kepada Giovanni. "Ayo, Gio. Kita kenalan sama Oma." Arsenio mengajak Giovanni berjalan ke arah Bu Martha yang sedang duduk di sofa. Vlora membelalakkan matanya sambil melihat wajah Arsenio. "Ternyata dia bisa senyum juga! Kenapa sama aku selalu jutek? Sialan!" batin Vlora. "Hai, Oma. Aku Giovanni." Giovanni mengulurkan tangan kepada Bu Martha. Sementara Bu Martha masih terdiam terpaku menatap wajah Giovanni. Giovanni bingung sendiri karena Bu Martha malah melamun. Dia kemudian menoleh kepada Arsenio. "Mama! Kenapa, Mama malah melamun?" Arsenio duduk di samping Bu Martha lalu
"Iya, Ma," jawab Giovanni."Omanya baik tidak sama kamu?""Omanya diam saja. Lihatin wajah Gio terus. Pas Gio tanya lagi. Baru deh Omanya ngomong sambil usap kepala Gio.""Oh, gitu. Terus Tantenya gimana?""Tidak tahu, Ma. Soalnya, 'kan Gio langsung diajak ke kamar Om Arsen.""Eemm, terus Tantenya cantik tidak?" "Cantik, Ma.""Cantik?! Cantikan siapa? Mama atau Tante yang ada di rumah Om Arsen?""Tante itu cantik, Ma, tetapi lebih Cantikkan, Mama. Mama itu Mama yang paling cantik sedunia," ucap Giovanni lalu tersenyum. "Yang benar cantikkan Mama? Jangan karena kamu tidak enak sama Mama. Kamu bilang cantikkan Mama.""Tidak dong, Ma." Adelia tersenyum mendengar jawaban sang anak. "Ya sudah kamu tidur, ya, Sayang," ucap Adelia lalu mencium kening sang anak dan menyelimuti tubuh Giovanni. "Oke, Ma."Adelia bangun dari tempat tidur Giovanni lalu berjalan meninggalkan k