"Ya sudah, Ma. Arsen mau berangkat." Arsen bangun dari duduknya.
"Kenapa makannya tidak dihabiskan?" Bu Martha memperhatikan piring bekas makan Arsenio."Lagi tidak napsu makan," jawab Arsen."Kamu ini ya. Tumben-tumbenan tidak napsu makan," kesal Bu Martha.Arsenio pun bergegas meninggalkan meja makan."Arsen! Tunggu aku. Aku ikut ya di mobil kamu. Aku mau pergi ke rumah teman. Boleh, 'kan?" Vlora bangun dari duduknya.Arsenio menoleh ke arah Vlora sambil kedua tangan di masukkan ke saku celana. "Tidak bisa aku buru-buru!""Buru-buru apanya sih, Arsen," marah Bu Martha lalu menoleh kepada Vlora. "sudah, Vlora kamu ikut saja sama Arsen," pinta Bu Martha."Tidak apa-apa, Tante?""Sudah tidak apa-apa. Kalau Arsen tidak baik sama kamu, kamu laporan sama Tante. Sudah sana ikut." Bu Martha menggerakkan kepalanya ke arah Arsenio."Baik, Tante. Terima kasih," ucap Vlora lalu tersenyum."Apa?!" kaget Adelia, "kamu jangan mengada-ada, Arsen! Kamu ....""Kamu pasti tidak akan percaya dengan apa yang akan kusampaikan. Ini yang aku takutkan. Kamu pasti seperti ini. Ucapan Vino hanya aku yang mengetahuinya. Silakan kamu mau percaya atau tidak. Yang jelas buat apa aku membohongimu. Sebenarnya tanpa Vino minta pun aku akan tetap menikahimu." Arsenio menatap lekat wajah Adelia. "Siapa yang mau menikah denganmu? Aku tidak mau! Kamu mau memanfaatkan keadaan?" ketus Adelia.Arsenio hanya bisa menghela napas kasar mendengar penolakan Adelia. "Aku akan menunggumu sampai kamu mau menikah denganku dan aku tidak pernah memanfaatkan keadaan! Aku pun tidak menginginkan Vino pergi dari dunia ini. Aku sudah mengikhlaskanmu dengan Vino walaupun hatiku tidak bisa dibohongi kalau aku mencintaimu. Aku tahu Vino adalah lelaki baik. Dia bisa menjagamu dan menjaga Gio, makanya aku mengikhlaskanmu," berondong Arsenio dan menatap Adelia dengan tatapan penuh harap d
"Sudahlah! Tidak usah membicarakan pernikahan. Yang aku inginkan hanyalah Vino. Aku masih mencintai Vino walaupun dia sudah tidak ada di dunia ini. Aku masih memikirkannya, Arsen. Bagaimana bisa aku menikah denganmu sementara di hatiku masih ada Vino." Adelia bangun dari duduknya dan hatinya kembali teringat Vino. "Pa aku merindukanmu. Aku sangat merindukanmu Pa." Adelia kembali menangis. "Adelia!" Arsenio bangun dari duduknya lalu mendekati Adelia. Adelia mundur satu langkah ketika Arsenio mendekatinya. "Tidak ada lagi yang harus kamu bicarakan bukan? Maaf, Arsen bukan aku mengusirmu. Aku ingin sendiri." "Baiklah. Aku akan pergi. Maafkan aku jika membuatmu jadi seperti ini," ucap Arsenio, "Oh, iya. Aku akan mendatangi makam Vino setelah dari sini," lanjut Arsenio. "Iya, Arsen.""Ya sudah aku pergi. Permisi," ucap Arsenio lalu pergi meninggalkan Adelia. Adelia kemudian memperhatikan punggung Arsenio yang sedang berjalan men
Bu Wulan sedang berada di rumah Adelia. Mereka sedang berada di taman belakang."Cucu Nenek yang cantik. Sini yuk, Nenek gendong yuk, Sayang." Bu Wulan menggendong Vina dari pangkuan Adelia. "Gio ke mana? Kok, Ibu tidak lihat." "Gio lagi diajak jalan-jalan sama Arsen, Bu." "Oh. Kamu mengizinkannya?" "Iya, Bu. Adel kasihan sama Gio kalau tidak diizinkan. Lagian Arsen juga pasti bakal maksa terus kalau aku ngelarang.""Ya sudah biarkan saja. Kamu jangan pernah larang-larang lagi. Arsen juga berhak atas Gio. Ditambah seperti yang kamu bilang. Kasihan Gio, Gio sudah kehilangan ayah sambungnya dan kamu jangan jauhkan Gio dengan Arsenio, ayah kandungnya sendiri," perintah Bu Wulan. "Iya, Bu dan sekarang Vina yang tidak punya ayah," ucap Adelia lalu tertunduk lesu. "Takdir harus seperti ini, Sayang. Kamu harus bisa menerimanya. Ibu yakin Vina akan menjadi anak yang kuat sama seperti Gio dan juga kamu." Bu Wulan mengusap-u
"Kenapa wajahnya mirip sekali dengan Arsen?" batin Bu Martha. "Siapa anak laki-laki itu? Dan wajahnya mirip sekali dengan Arsen." Vlora memperhatikan Giovanni lalu ke arah Arsenio sambil berbicara dalam hati. Arsenio tersenyum kepada Giovanni. "Ayo, Gio. Kita kenalan sama Oma." Arsenio mengajak Giovanni berjalan ke arah Bu Martha yang sedang duduk di sofa. Vlora membelalakkan matanya sambil melihat wajah Arsenio. "Ternyata dia bisa senyum juga! Kenapa sama aku selalu jutek? Sialan!" batin Vlora. "Hai, Oma. Aku Giovanni." Giovanni mengulurkan tangan kepada Bu Martha. Sementara Bu Martha masih terdiam terpaku menatap wajah Giovanni. Giovanni bingung sendiri karena Bu Martha malah melamun. Dia kemudian menoleh kepada Arsenio. "Mama! Kenapa, Mama malah melamun?" Arsenio duduk di samping Bu Martha lalu
"Iya, Ma," jawab Giovanni."Omanya baik tidak sama kamu?""Omanya diam saja. Lihatin wajah Gio terus. Pas Gio tanya lagi. Baru deh Omanya ngomong sambil usap kepala Gio.""Oh, gitu. Terus Tantenya gimana?""Tidak tahu, Ma. Soalnya, 'kan Gio langsung diajak ke kamar Om Arsen.""Eemm, terus Tantenya cantik tidak?" "Cantik, Ma.""Cantik?! Cantikan siapa? Mama atau Tante yang ada di rumah Om Arsen?""Tante itu cantik, Ma, tetapi lebih Cantikkan, Mama. Mama itu Mama yang paling cantik sedunia," ucap Giovanni lalu tersenyum. "Yang benar cantikkan Mama? Jangan karena kamu tidak enak sama Mama. Kamu bilang cantikkan Mama.""Tidak dong, Ma." Adelia tersenyum mendengar jawaban sang anak. "Ya sudah kamu tidur, ya, Sayang," ucap Adelia lalu mencium kening sang anak dan menyelimuti tubuh Giovanni. "Oke, Ma."Adelia bangun dari tempat tidur Giovanni lalu berjalan meninggalkan k
"Apa? Oma ... Oma sama Tante?" Adelia langsung melihat ke arah yang di tunjuk Giovanni.Dia langsung membelalakkan matanya ketika melihat Bu Martha dan Vlora sedang berjalan ke arah meja sebelah kiri. Jantungnya pun menjadi berdetak tidak karuan. Sementara mereka tidak mendengar dan tidak menyadari Giovanni memanggilnya. "Oma!" Giovanni kembali memanggil sambil melambaikan tangan kepada mereka. Ketika akan duduk, Vlora mendengar suara memanggil Bu Martha dan Vlora mengenali suara tersebut. Dia tengok kanan kiri melihat siapa yang memanggil. "Tante! Ada Gio. Lihat di sana." Vlora melihat Giovanni yang sedang melambaikan tangan kepada Vlora. "Gio!" Bu Martha menoleh ke arah yang di tunjuk Vlora.Bu Martha melihat sang cucu sambil melambaikan tangannya. Namun, dia langsung membelalakkan matanya ketika melihat Adelia ada di samping Giovanni yang sedang menatapnya. Bu Martha langsung berhenti melambaikan tangan kepada sang cucu dan membuan
Arsenio langsung membelalakkan matanya dan tersedak makanan. Dia pun langsung batuk-batuk ketika mendengar ucapan sang anak. Wajahnya memerah, matanya langsung berair, dan tenggorokannya terasa perih akibat tersedak dan batuk. "Om kenapa? Om tidak apa-apa, 'kan? Kok, Om jadi batuk-batuk?" Giovanni bingung melihat sang ayah. "Tidak apa-apa ...." Arsenio kembali terbatuk lalu mengambil air minum dan meminumnya. Giovanni memperhatikan sang ayah karena wajah Arsenio sangat merah dan kedua matanya seperti habis menangis. "Om benaran tidak apa-apa? Om kok nangis?" "Om tidak menangis, Sayang. Om cuma tersedak makanan. Tenggorokan Om jadi perih makanya mata Om jadi seperti habis menangis," jelas Arsenio. "Tenggorokannya masih sakit, Om?" "Sudah tidak sakit sekarang. Ya, sudah habiskan makannya." Arsenio mengusap rambut sang anak. Giovanni menganggukkan kepalanya lalu kembali makan. Arsenio kemudian tersenyum sambil memperhatikan sang anak. *** Arsenio sedang dalam pe
Arsenio langsung mengerutkan keningnya sambil memperhatikan Adelia. "Kenapa kamu seperti tidak suka Vlora mau dijodohkan denganku?" kikik Arsenio. "Siapa yang tidak suka? Ya ... aku cuma kaget saja kamu mau dijodohkan." Adelia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung sendiri kenapa dengan dirinya. Arsenio tertawa sambil memperhatikan wajah Adelia. "Sudah bilang saja kalau kamu cemburu," ledek Arsenio. "Ish! Siapa yang cemburu? Aku saja tidak suka sama kamu. Masa harus cemburu," kesal Adelia lalu memajukan bibirnya. Arsenio kembali tertawa mendengar ucapan Adelia. Adelia menoleh lalu memperhatikan Arsenio. "Kenapa kamu ketawa terus, sih?" marah Adelia. "Aku pengen ketawa saja. Tidak ada yang melarang, 'kan kalau aku ketawa?" Adelia pun tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. *** Arsenio sudah sampai di rumahnya. "Hai, Ar