Bu Wulan sedang berada di rumah Adelia. Mereka sedang berada di taman belakang.
"Cucu Nenek yang cantik. Sini yuk, Nenek gendong yuk, Sayang." Bu Wulan menggendong Vina dari pangkuan Adelia. "Gio ke mana? Kok, Ibu tidak lihat.""Gio lagi diajak jalan-jalan sama Arsen, Bu.""Oh. Kamu mengizinkannya?""Iya, Bu. Adel kasihan sama Gio kalau tidak diizinkan. Lagian Arsen juga pasti bakal maksa terus kalau aku ngelarang.""Ya sudah biarkan saja. Kamu jangan pernah larang-larang lagi. Arsen juga berhak atas Gio. Ditambah seperti yang kamu bilang. Kasihan Gio, Gio sudah kehilangan ayah sambungnya dan kamu jangan jauhkan Gio dengan Arsenio, ayah kandungnya sendiri," perintah Bu Wulan."Iya, Bu dan sekarang Vina yang tidak punya ayah," ucap Adelia lalu tertunduk lesu."Takdir harus seperti ini, Sayang. Kamu harus bisa menerimanya. Ibu yakin Vina akan menjadi anak yang kuat sama seperti Gio dan juga kamu." Bu Wulan mengusap-u"Kenapa wajahnya mirip sekali dengan Arsen?" batin Bu Martha. "Siapa anak laki-laki itu? Dan wajahnya mirip sekali dengan Arsen." Vlora memperhatikan Giovanni lalu ke arah Arsenio sambil berbicara dalam hati. Arsenio tersenyum kepada Giovanni. "Ayo, Gio. Kita kenalan sama Oma." Arsenio mengajak Giovanni berjalan ke arah Bu Martha yang sedang duduk di sofa. Vlora membelalakkan matanya sambil melihat wajah Arsenio. "Ternyata dia bisa senyum juga! Kenapa sama aku selalu jutek? Sialan!" batin Vlora. "Hai, Oma. Aku Giovanni." Giovanni mengulurkan tangan kepada Bu Martha. Sementara Bu Martha masih terdiam terpaku menatap wajah Giovanni. Giovanni bingung sendiri karena Bu Martha malah melamun. Dia kemudian menoleh kepada Arsenio. "Mama! Kenapa, Mama malah melamun?" Arsenio duduk di samping Bu Martha lalu
"Iya, Ma," jawab Giovanni."Omanya baik tidak sama kamu?""Omanya diam saja. Lihatin wajah Gio terus. Pas Gio tanya lagi. Baru deh Omanya ngomong sambil usap kepala Gio.""Oh, gitu. Terus Tantenya gimana?""Tidak tahu, Ma. Soalnya, 'kan Gio langsung diajak ke kamar Om Arsen.""Eemm, terus Tantenya cantik tidak?" "Cantik, Ma.""Cantik?! Cantikan siapa? Mama atau Tante yang ada di rumah Om Arsen?""Tante itu cantik, Ma, tetapi lebih Cantikkan, Mama. Mama itu Mama yang paling cantik sedunia," ucap Giovanni lalu tersenyum. "Yang benar cantikkan Mama? Jangan karena kamu tidak enak sama Mama. Kamu bilang cantikkan Mama.""Tidak dong, Ma." Adelia tersenyum mendengar jawaban sang anak. "Ya sudah kamu tidur, ya, Sayang," ucap Adelia lalu mencium kening sang anak dan menyelimuti tubuh Giovanni. "Oke, Ma."Adelia bangun dari tempat tidur Giovanni lalu berjalan meninggalkan k
"Apa? Oma ... Oma sama Tante?" Adelia langsung melihat ke arah yang di tunjuk Giovanni.Dia langsung membelalakkan matanya ketika melihat Bu Martha dan Vlora sedang berjalan ke arah meja sebelah kiri. Jantungnya pun menjadi berdetak tidak karuan. Sementara mereka tidak mendengar dan tidak menyadari Giovanni memanggilnya. "Oma!" Giovanni kembali memanggil sambil melambaikan tangan kepada mereka. Ketika akan duduk, Vlora mendengar suara memanggil Bu Martha dan Vlora mengenali suara tersebut. Dia tengok kanan kiri melihat siapa yang memanggil. "Tante! Ada Gio. Lihat di sana." Vlora melihat Giovanni yang sedang melambaikan tangan kepada Vlora. "Gio!" Bu Martha menoleh ke arah yang di tunjuk Vlora.Bu Martha melihat sang cucu sambil melambaikan tangannya. Namun, dia langsung membelalakkan matanya ketika melihat Adelia ada di samping Giovanni yang sedang menatapnya. Bu Martha langsung berhenti melambaikan tangan kepada sang cucu dan membuan
Arsenio langsung membelalakkan matanya dan tersedak makanan. Dia pun langsung batuk-batuk ketika mendengar ucapan sang anak. Wajahnya memerah, matanya langsung berair, dan tenggorokannya terasa perih akibat tersedak dan batuk. "Om kenapa? Om tidak apa-apa, 'kan? Kok, Om jadi batuk-batuk?" Giovanni bingung melihat sang ayah. "Tidak apa-apa ...." Arsenio kembali terbatuk lalu mengambil air minum dan meminumnya. Giovanni memperhatikan sang ayah karena wajah Arsenio sangat merah dan kedua matanya seperti habis menangis. "Om benaran tidak apa-apa? Om kok nangis?" "Om tidak menangis, Sayang. Om cuma tersedak makanan. Tenggorokan Om jadi perih makanya mata Om jadi seperti habis menangis," jelas Arsenio. "Tenggorokannya masih sakit, Om?" "Sudah tidak sakit sekarang. Ya, sudah habiskan makannya." Arsenio mengusap rambut sang anak. Giovanni menganggukkan kepalanya lalu kembali makan. Arsenio kemudian tersenyum sambil memperhatikan sang anak. *** Arsenio sedang dalam pe
Arsenio langsung mengerutkan keningnya sambil memperhatikan Adelia. "Kenapa kamu seperti tidak suka Vlora mau dijodohkan denganku?" kikik Arsenio. "Siapa yang tidak suka? Ya ... aku cuma kaget saja kamu mau dijodohkan." Adelia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung sendiri kenapa dengan dirinya. Arsenio tertawa sambil memperhatikan wajah Adelia. "Sudah bilang saja kalau kamu cemburu," ledek Arsenio. "Ish! Siapa yang cemburu? Aku saja tidak suka sama kamu. Masa harus cemburu," kesal Adelia lalu memajukan bibirnya. Arsenio kembali tertawa mendengar ucapan Adelia. Adelia menoleh lalu memperhatikan Arsenio. "Kenapa kamu ketawa terus, sih?" marah Adelia. "Aku pengen ketawa saja. Tidak ada yang melarang, 'kan kalau aku ketawa?" Adelia pun tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. *** Arsenio sudah sampai di rumahnya. "Hai, Ar
"Ya ... eemm, aku tidak enak saja sama mamamu," jawab Vlora. Arsenio menyunggingkan senyumnya setelah mendengar ucapan Vlora. "Ya sudah. Sekarang apa maumu? Jangan selalu menuruti apa kata mama. Kalau merasa tidak enak bilang saja sama mama. Jangan selalu iya, iya saja. Kamu wanita yang tidak mempunyai pendirian!""Tapi bukan berarti aku tidak mau disuruh mamamu, Arsen. Aku senang kok, apalagi kalau menyangkut kamu. Tanpa mamamu minta aku memang pengen ikut sama kamu dan kebetulan mamamu malah nyuruh aku buat ikut sama kamu ke perusahaan. Aku, 'kan tambah senang," timpal Vlora lalu tersenyum sambil memperhatikan Arsenio. "Memang kamu tidak ada kerjaan lain, selain mengikuti aku? Kurang kerjaan banget!""Karena aku tidak ada kerjaan. Makanya aku mau ikut sama kamu."Arsenio menyunggingkan senyumnya lalu menggelengkan kepalanya sambil fokus menyetir. Beberapa menit kemudian Arsenio sudah sampai di perusahaannya. "Ingat, ya! Kam
Arsenio kemudian meninggalkan Vlora begitu saja. Sementara Vlora memperhatikan punggung Arsenio yang sedang berjalan meninggalkannya. Hatinya begitu kesal setelah mendengar ucapan dari sang CEO. "Dasar lelaki angkuh! Dengan cara apa aku harus merayunya? Asal kamu tahu Arsenio, aku menyukaimu. Pertama kali kita bertemu di bandara aku sudah menyukaimu," batin Vlora lalu menghela napas kecewa. *** Adelia dan Giovanni sedang berada di ruang televisi. "Ma, nanti pas Gio libur kita jalan-jalan yuk, sama Om Arsen. Kita, 'kan belum pernah jalan-jalan bareng sama Om Arsen, Ma," ucap Giovanni kepada Adelia yang sedang menggendong Vina. "Loh, bukannya kamu sudah sering jalan-jalan sama Om Arsen." "Maksud aku, Ma. Kita barengan jalan-jalannya. Mama, Vina, dan nenek ikut juga jalan-jalan sama kita. Ya, Ma kita jalan sama Om Arsen." "Masa aku jalan
"Apa?!" Vlora langsung membelalakkan matanya setelah mendengar ucapan Arsenio. "Arsenio!" jerit Bu Martha berbarengan dengan Vlora sambil menatap kesal wajah sang anak. "Kamu ...," kesal Bu Martha lalu menoleh ke arah Vlora yang sedang terpaku. Arsenio memperhatikan Vlora yang tiba-tiba diam terpaku sambil memperhatikannya. "Siapa ... siapa Adelia? Aku ... aku tidak salah dengar, 'kan?" Vlora berucap dengan terbata. Arsenio mencondongkan tubuhnya ke arah Vlora. "Adelia adalah calon istriku dan Giovanni ...." "Arsenio!" Bu Martha menghentikan ucapan Arsenio sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, Tante. Biarkan Arsen menjelaskan semuanya. Vlora tidak mau ada sesuatu yang ditutup-tutupi." Vlora berucap dengan suara bergetar dan hati berdebar tidak karuan. "Sudah kamu berangkat sana! Biar Mama yang jelaskan semuanya sama Vlora." "Baik, Ma. Lagian Arsen