Empat hari sebelumnya di perusahaan Arsenio.
"Mamaku masih saja mau menjodohkanku dengan wanita pilihan mama dan aku disuruh cepat-cepat menikah. Aku belum menemukan wanita yang tepat. Mamaku malah menganggap aku lelaki tidak normal, hanya karena aku belum mempunyai kekasih sampai sekarang. Aku benar-benar pusing dibuatnya," keluh Arsenio."Sabar, Pak Arsenio. Bukannya, Pak Arsenio lagi dekat dengan Maura? Teman pak Arsenio semasa kuliah," kata Bagas."Hanya dekat begitu saja tidak lebih. Aku juga tidak menyukai dia. Dia begitu agresif aku tidak suka dan dia mendekatiku tidak tulus. Aku menginginkan wanita yang mencintaiku secara tulus. Aku tidak mau mereka mencintaiku hanya karena gelarku dan hartaku saja," urai Arsenio. "Di mana aku harus mencari wanita seperti itu? Aku harus cepat-cepat mencarinya sebelum Mama menikahiku dengan wanita lain."Bagas manggut-manggut setelah mendengarkan ucapan Arsenio. "Iya, memang sulit. Apa lagi di jaman sekarang," ucap Bagas lalu terbersit ide. "Pak Arsenio! Anda tidak usah pusing-pusing mencari wanita. Ada Adelia, bukannya Adelia mau melakukan apa saja kalau dia tidak bisa membayar."Arsenio mengerutkan keningnya lalu berpikir sejenak. "Boleh juga, dan kamu tahu dia wanita aneh. Semua wanita menginginkanku dan selalu bersikap agresif terhadapku. Tapi dia sok jual mahal padaku," ucap Arsenio lalu menyunggingkan senyumannya."Berdoa saja agar Adelia tidak bisa membayar uang sebanyak itu. Aku perhatikan memang dia lain dari lain. Semua wanita sangat menginginkan Anda, tapi Adelia sepertinya biasa saja kepada Anda," ledek Bagas."Sialan! Kamu malah meledekku," kesal Arsenio lalu tertawa.***Kembali ke sebuah cafe. Adelia sontak saja membelalakkam matanya ketika mendengar ucapan Bagas."Maksud, asisten Bagas? Saya ... saya harus menikah kontrak dengan Pak Arsenio yang menyeramkan itu? Saya tidak mau!" kesal Adelia, dadanya kembang kempis karena tidak percaya akan ditawari menikah kontrak."Oke, kalau Anda tidak mau. Mana uang dua puluh juta!" Bagas mengulurkan tangan kepada Adelia.Adelia langsung terdiam karena bingung."Kenapa diam? Anda tidak ada uang, 'kan? Dan Anda sendiri pernah berjanji kepada Pak Arsenio dan saya saksinya. Anda mau mengelak?" tegas Bagas."Iya, saya memang berjanji, tapi kenapa harus menikah kontrak? Tidak ada pilihan lain selain itu? Saya lebih baik menjadi Asisten Rumah Tangga di rumah Pak Arsenio dari pada harus menikah kontrak." Adelia memberi usul kepada Bagas.Bagas langsung menertawakan Adelia lalu menggelengkan kepalanya. "Anda memang wanita lain dari pada yang lain. Kamu tahu, Nona Adelia semua wanita sangat menginginkan berada di samping Pak Arsenio. Mau Pak Arsenio mencintai wanita itu atau tidak, mereka tidak peduli. Yang terpenting mereka bisa berada di samping Pak Arsenio dan itu suatu kebanggaan bagi mereka," ungkap Bagas.Adelia menyunggingkan senyumnya. "Saya bukan mereka. Jangan samakan saya dengan mereka!" ketus Adelia."Oke, kembali ke topik! Anda mau tidak mau harus menikah kontrak dengan Pak Arsenio! Ingat janji adalah hutang, Anda pun harus membayarnya dengan janji Anda!" Bagas menatap tajam mata Adelia.Adelia menghela napas berat lalu menatap Bagas. "Ya sudah saya akan tepati janji. Tapi ingat ini hanyalah menikah kontrak, saya tidak mau melayani Pak Arsenio di atas ranjang," pinta Adelia."Baiklah saya akan mengatakannya, kamu tenang saja," jawab Bagas, "besok kamu datang ke perusahaan pukul sepuluh harus tepat waktu!""Iya saya akan datang tepat pada waktunya. Saya bukan tipe yang suka datang terlambat," sahut Adelia.***"Kenapa hidupku apes banget. Masa aku harus menikah kontrak dengan CEO menyeramkan itu. Mimpi apa semalam sampai harus menikah segala?" Adelia menggerutu sambil mengendarai motornya. "Jangan sampai ibuku tahu kalau aku akan menikah kontrak dengan CEO menyeramkan itu," lanjut Adelia.***Arsenio sedang dalam perjalanan pulang bersama Bagas."Dia benar-benar wanita aneh. Dia lebih memilih menjadi Asisten Rumah Tangga di rumahku, dari pada harus berdampingan denganku, ada-ada saja." Arsenio menggelengkan kepalanya.Bagas melirik ke kaca spion lalu kembali fokus menyetir. "Ternyata ada juga yang menolak Anda. Aku pikir semua wanita akan bertekuk lutut kepada CEO yang bernama Arsenio Arfandra. Ternyata ada wanita biasa dan bukan dari kalangan wanita-wanita seksi dan juga ....""Terus saja berbicara aku akan potong gajimu!" kesal Arsenio."Baik, Pak aku akan diam," timpal Bagas lalu tertawa.***Adelia sudah berada di perusahaan Arsenio. Untuk yang kedua kalinya dia datang ke perusahaan Arsenio. Dia masih kagum dengan kemegahan perusahaan CEO menyeramkan."Sepertinya enak bekerja di sini. Gajinya pasti besar kalau bekerja di perusahaan ini. Seandainya aku bisa kuliah, aku pasti bakal bekerja di perusahaan besar seperti perusahaan ini. Tapi apalah daya aku hanya lulusan Sekolah Menengah Atas," batin Adelia.***Adelia sudah berada di lantai ruangan Arsenio. Dia mendekati meja sekretaris. "Permisi, sekretaris Lily saya Adelia mau ....""Nona Adelia, mari saya antar." Lily bangun dari duduknya, "Anda sudah ditunggu oleh Pak Arsenio.""Oh, iya terima kasih." Adelia mengekor Lily dari belakang."Pak Arsenio, Nona Adelia sudah datang," ucap Lily setelah membuka pintu."Suruh masuk!" perintah Arsenio."Baik, Pak," jawab Lily lalu menoleh ke arah Adelia, "Nona Adelia silakan masuk.""Iya, terima kasih sekretaris Lily," sahut Adelia lalu masuk ke ruangan Arsenio."Pak Arsenio." Adelia menundukkan kepalanya setelah berada di hadapan Arsenio.Arsenio tidak menjawab, dia malah memperhatikan wajah Adelia dengan tatapan dingin. "Wajahnya lumayan juga tidak akan membuat mama kecewa," batin Arsenio, "Ya sudah duduk di sana." Arsenio menggerakkan kepalanya ke arah sofa."Iya, terima kasih," ucap Adelia lalu berjalan ke arah sofa, "jutek banget," batin Adelia.Arsenio pun bangun dari duduknya lalu ikut duduk di sofa. Dia kemudian mengambil ponsel dan menghubungi Bagas.Sementara Adelia memperhatikan Arsenio yang sedang menghubungi Bagas. "Pak Arsenio memang tampan, tapi kelakuannya itu loh menyeramkan. Tidak sesuai dengan wajah tampannya," batin Adelia.Arsenio sudah selesai menghubungi Bagas lalu memperhatikan Adelia. "Ada apa denganku? Sampai kamu memperhatikanku seperti itu!" ketus Arsenio."Maaf, maaf, Pak Arsenio saya melamun." Adelia tersadar dan kikuk sendiri.Tidak lama kemudian Bagas datang dan langsung duduk di samping Arsenio."Serahkan berkasnya sama dia, aku tidak mau capek-capek bicara sama dia." Arsenio menggerakkan kepalanya ke arah Adelia."Baik, Pak Arsenio," sahut Bagas lalu menyerahkan berkas kepada Adelia, "Ini, Anda baca dulu isinya setelah itu Anda tanda tangan di sini," pinta Bagas."Baik, asisten Bagas." Adelia mengambil berkas lalu membaca berkas tersebut.Arsenio memperhatikan Adelia yang sedang membaca berkas. "Teliti sekali ini wanita."Setelah Adelia membaca berkas tersebut. Dia tiba-tiba membelalakkan matanya. "Ini ... ini benaran setengah milyar? Saya dibayar setengah milyar untuk menikah kontrak dengan Pak Arsenio." Adelia terhentak kaget karena melihat angka yang begitu fantastis. "Iya, betul, Nona Adelia Anda dibayar setengah milyar oleh Pak Arsenio," sahut Bagas, "dan di situ pun tertulis Pak Arsenio tidak akan melakukan kontak fisik dengan Anda, seperti yang Anda inginkan dan Pak Arsenio pun tidak menginginkan hal itu. Kecuali jika di depan Bu Martha. Anda tidak mungkin berjauh-jauhan. Kalian harus bersikap romantis layaknya suami istri," jelas Bagas.Sementara Arsenio hanya terdiam tidak bergeming, dia hanya memperhatikan Adelia. Sesekali menyunggingkan senyumnya karena melihat ulah Adelia. Adelia kemudian menganggukkan kepalanya setelah mendengar ucapan Bagas. "Dasar orang kaya malah buang-buang uang demi menikah kontrak," batin Adelia, "ya, sudah saya akan menandatanganinya." Adelia mengambil bolpen di
Arsenio dan Adelia saling lirik. Berharap Bu Martha tidak berbicara hal yang aneh-aneh. "Kalian benar-benar serasi. Foto kalian juga terlihat sangat mesra sekali." Bu Martha memperhatikan figura besar yang tertempel di dinding ruang keluarga lalu duduk di sofa."Iya, terima kasih, Ma," ucap Arsenio. Arsenio dan Adelia kemudian duduk. Mereka duduk berhadapan dengan Bu Martha. Tangan Arsenio menggenggam erat jari jemari Adelia. "Ingat ya, Arsen, Mama sudah pengen punya cucu." "Mama sabar saja. Kita tiap malam selalu berusaha. Iya, 'kan, Sayang?" Arsenio menoleh ke arah Adelia. "Iya ... iya, Ma. Kita lagi usaha." Adelia tersenyum kaku. "Bagus, ingat kalian masih muda jangan kalah sama yang tua-tua kalau kalian bercinta."Arsenio dan Adelia saling melirik lalu tersenyum kaku sambil melihat wajah Bu Martha. ***Arsenio baru keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk yang dililit saja. D
Bu Martha bergegas ke dapur. Dia mengambil dua gelas kosong lalu mengambil satu buah apel untuk dibuat jus. Bu Martha kemudian membuat jus tersebut. Setelah selesai Bu Martha membawa dua gelas berisi jus buah yang sudah diberi obat perangsang. Dia berjalan sambil senyum-senyum sendiri. "Dasar kalian suami istri malah saling menyalahkan." Bu Martha berbicara dalam hati sambil melihat pintu kamar Arsenio. "Arsen, Adel buka pintunya kalian belum tidur, 'kan?" Bu Martha mengetuk pintu. Arsenio dan Adelia yang berada di kamar langsung saling melihat. Arsenio bangun dari kasurnya lalu menghampiri Adelia yang sedang tiduran di sofa."Ayo, pindah ke kasurku. Bereskan ini, jangan sampai ketahuan sudah ditiduri sama kamu.""Iya, iya." Adelia langsung merapikan sofa lalu beranjak ke kasur Arsenio dan mengatur bantal. "Arsen! Kalian sudah tidur kenapa lama sekali?" teriak Bu Martha, "apa jangan-jangan mereka lagi bercinta? Masih jam segi
Adelia tidak percaya dengan apa yang telah dilakukannya bersama Arsenio semalam. Dia kemudian teringat sang bunda."Maafkan Adel bu. Ini semua karena Adel telah berbohong sama ibu." Air mata Adelia tiba-tiba keluar begitu saja.Dadanya terasa sesak, masih tidak percaya dengan apa yang telah diperbuatnya. Dia kemudian menoleh ke arah Arsenio yang masih tertidur pulas. Dia kembali membayangkan ketika dirinya bercinta begitu liarnya dengan Arsenio. Adelia menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Arsen memang sudah menjadi suamiku. Tapi kita tidak saling mencintai dan pernikahan ini hanyalah pernikahan kontrak." Adelia menatap wajah Arsenio. Adelia kembali menangis sambil memegangi selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih polos. Suara tangisanya pun begitu menyayat hati. Arsenio terbangun karena mendengar suara tangisan tersebut. Dia memperhatikan Adelia dengan tatapan bingung. Arsenio langsung mengingat kejadian semalam. "Sial!
"Mama tahu ... dari mana?" gugup Adelia. "Tidak perlu tahu dari mana. Ayo, keluar dari sini. Aku tidak sudi punya menantu miskin, pembohong, tukang tipu!" Bu Martha menarik tangan Adelia dan membawanya ke luar rumah. "Maafkan Adel, Ma. Adel terpaksa ....""Jangan panggil aku Mama! Enak saja panggil aku Mama. Aku bukan Mamamu. Cih, aku tidak sudi punya menantu hanya anak dari seorang tukang jahit kampungan! Kamu menipu anakku, kamu mau ambil keuntungan menjadi istri dari anakku? Sampai sok, berpenampilan wanita karier. Padahal kamu hanya karyawan biasa di toko online. Anakku benar-benar tertipu dengan kecantikanmu!" 'Tapi ini Arsen yang ....""Sudah cukup! Aku tidak mau mendengar penjelasanmu! Pergi dari sini! Aku tidak mau kamu menjadi benalu di rumah ini. Kamu mau menguras harta anakku? Wanita jalang!" desis Bu Martha. "Ma, dengarkan penjelasanku dulu. Adel bisa menjelaskan semuanya." "Tidak perlu sana pergi! Sudah
Adelia langsung menangis tersedu-sedu. Sesak yang dirasakannya saat ini. Kenapa dia harus terjebak dalam pernikahan kontrak. Dirinya harus menelan pil pahit karena telah mengandung benih dari CEO. "Arsen kita memang sudah menikah, kamu bilang di antara kita tidak akan saling ... tapi kamu malah merenggut keperawananku. Kamu juga yang telah membuatku hamil. Ini semua gara-gara mamamu, kenapa mamamu harus ...," batin Adelia lalu langsung jongkok dan menutup wajah dengan kedua tanganya. Air matanya terus saja mengalir tanpa bisa dicegah. "Ibu maafkan Adel. Adel sudah mengecewakan ibu." Adelia menangis hanya seorang diri di kamar mandi. Hatinya benar-benar hancur berkeping-keping. ***Malam hari, Adelia sudah dalam perjalanan menggunakan motor matic. Dia berencana untuk mendatangi rumah Arsenio. Berharap Arsenio sedang berada di rumahnya. "Bi, Arsenionya ada?" tanya Adelia setelah berada di depan rumah Arsenio."Maaf, Non. Pak Arsenionya
Tubuh Bu Wulan langsung lemas seketika. Dia langsung bersandar pada sandaran kursi. Dia menggelengkan kepalanya. Tidak terasa air matanya keluar begitu saja. Dada Bu Wulan begitu sesak, hatinya hancur berkeping-keping. Ibu mana yang tidak akan hancur jika mendengar sang anak tiba-tiba hamil. "Siapa yang telah menghamilimu?" tanya Bu Wulan dengan perasaannya yang tidak karuan. Adelia hanya terdiam. Mulutnya seakan terkunci untuk mengatakan siapa lelaki yang telah menghamilinya. "Adelia! Kenapa diam saja? Ayo, jawab!" bentak Bu Wulan.Adelia langsung mengangkat kepalanya dan menatap wajah sang bunda. Dia benar-benar tidak percaya mendengar ucapan sang bunda yang marah. Selama ini Bu Wulan tidak pernah membentaknya. Kekecewaan yang dirasakan Sang bunda, Adelia menyadarinya. "Pak Arsenio, Bu," Jawab Adelia lalu menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap wajah sang bunda. "Siapa, Pak Arsenio? Ibu baru mendengar nam
Adelia berucap sambil menatap wajah Arsenio. Berharap sang CEO mau menerima kehamilan Adelia. Hatinya harap-harap cemas dan begitu takut.Arsenio mengerutkan keningnya. "Apa kamu bilang? Kupingku tidak salah dengar?" Arsenio menatap tajam mata Adelia. "Aku hamil, Arsenio! Aku hamil! Aku telah mengandung anak darimu. Kamu harus menjadi ayah dari anak yang masih ada di dalam kandunganku. Kamu harus mau, kamu harus bertanggung jawab!" Adelia sudah tidak bisa menahan emosinya, dia berucap dengan seluruh tubuhnya bergetar. Arsenio menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya. "Kamu jangan main-main, Adelia. Jangan ngaco kamu!" kesal Arsenio. "Siapa yang main-main? Membicarakan masalah ini aku harus main-main!" marah Adelia, "aku serius, Arsenio, aku hamil anakmu. Aku mohon kamu harus mau menjadi ayah dari anakku karena anakku adalah darah dagingmu juga!" Adelia mengiba kepada Arsenio. Arsenio menyunggingkan seny