Share

Bab 2

Author: Rieyukha
last update Last Updated: 2025-01-23 19:14:30

“Saya terima nikah dan kawinnya Flora Adisti Zaviyar binti Didit Zaviyar dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”

"Bagaimana saksi, sah? Sah?"

“Sah!” suara saksi terdengar tegas, memastikan bahwa pernikahan itu sah. Penghulu kemudian melanjutkan dengan doa, mengiringi ikatan yang baru saja terjadi.

Di kasur perawatan, Lia terbaring lemah, namun senyuman penuh haru mengembang di wajahnya. Air mata mengalir, tak bisa dibendung. Perasaan campur aduk, antara bahagia dan haru, memenuhi hatinya.

"Akhirnya, kalau pun aku harus pergi, aku bisa pergi dengan tenang, Des. Tenang karena melihat semuanya terwujud" ujar Lia lirih, suaranya begitu lemah namun penuh ketulusan. Ia menatap sahabatnya yang sejak awal menemani di sisinya.

Desi menggenggam tangan Lia dengan erat, seakan memberikan kekuatan. “Jangan bicara seperti itu, Li. Kamu akan sembuh, kamu akan sehat. Kamu akan menyaksikan Birru dan Flora tumbuh bersama, punya anak, dan melihat cucu-cucu kita yang akan tumbuh besar. Kamu akan ada di sana, mendampinginya."

Lia hanya mengangguk, meski hatinya berat. Desi dengan cepat menyeka air mata yang mengalir, takut Lia melihatnya, dan mencoba tersenyum meski hati tak sekuat yang terlihat.

"Terima kasih, Des. Kamu dan suamimu sudah menikahkan Flora meski dia masih sekolah. Itu bukan hal yang mudah," ujar Lia dengan penuh rasa terima kasih.

Desi mengusap tangan Lia dengan lembut. "Jangan jadikan itu masalah, Li. Semua syarat sudah terpenuhi, usianya bukan halangan. Kita sudah menjodohkan mereka sejak dulu, dan janji ini harus dipenuhi. Mereka saling menyayangi, itu yang paling penting."

Keduanya terdiam sejenak, menikmati kebersamaan yang penuh makna. Lalu mereka saling berpelukan, saling menguatkan dalam cinta dan persahabatan yang abadi.

***

Flora duduk bersandar di kursi belajarnya, matanya menatap kosong ke depan. Sejak pernikahan yang tiba-tiba itu, hari-harinya berubah drastis. Ia merasa seperti terjebak dalam sesuatu yang tak pernah ia bayangkan. Dia menjadi lebih banyak diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Dia kembali menghela napas berat, entah sudah keberapa kali sejak tadi. Pandangannya jatuh pada buku tulis yang terbuka di hadapannya. Baru dua soal yang berhasil ia selesaikan, sementara tiga soal lainnya masih menunggu. Rasanya berat, seperti ada ribuan hal lain yang membebani pikirannya.

"Gini amat hidup," gumamnya lirih, hampir tak terdengar. Dengan lesu, dia mencoba kembali fokus pada tugasnya. Namun pikirannya terus melayang, seperti menolak untuk berkonsentrasi. Tangannya mulai bergerak, menyentuh pena yang tergeletak di atas meja.

Namun, sebelum sempat menulis, suara pintu kamar yang terbuka membuyarkan konsentrasinya. Ia menoleh dan melihat Birru melangkah masuk.

Mereka saling pandang. Tak ada kata yang keluar, hanya keheningan yang terasa dingin menyelimuti. Tatapan Birru datar, seperti biasa, sementara Flora hanya menatapnya dengan kosong sebelum kembali memalingkan wajah ke buku tulisnya mencoba melanjutkan apa yang sempat tertunda.

Birru tak berkata apa-apa. Ia berjalan melewati Flora begitu saja dan menuju kamar mandi. Langkahnya tenang, nyaris tanpa suara.

Keheningan kembali mengisi ruangan, hanya suara samar dari gesekan pena di atas kertas yang terdengar. Flora mencoba tenggelam dalam tugasnya, namun hatinya tetap terasa berat, seolah ada beban yang tak bisa ia ungkapkan.

Flora menguap lebar, menahan kantuk yang tak tertahankan. Matanya berair, tanda kelelahan yang tak bisa lagi disembunyikan. Ia hanya mampu menyelesaikan satu soal sebelum akhirnya menyerah. Dengan perlahan, ia merebahkan kepalanya di atas meja belajar, berharap bisa memberikan jeda pada mata dan pikirannya yang penat.

Birru keluar dari kamar mandi dengan langkah santai. Tanpa berkata apa-apa, ia menuju walk-in closet untuk mengenakan pakaian bersih. Setelah rapi, pandangannya sempat tertuju pada Flora yang masih tertunduk di meja. Namun, ia hanya menatap sekilas, tidak menunjukkan rasa peduli. Dengan sikap dingin, ia berjalan ke ranjang, duduk bersandar di headboard, dan mulai membaca buku di tangannya.

Waktu berlalu. Setengah jam kemudian, Birru menutup bukunya dan meletakkannya di atas nakas di samping tempat tidur. Ia bersiap merebahkan tubuh untuk tidur, tetapi pandangannya kembali tertuju pada Flora. Gadis itu masih berada di posisi yang sama, kepala tertunduk di atas meja.

Birru menghela napas panjang, ekspresinya terlihat kesal. Dengan langkah berat ia menghampiri Flora. “Flo!” panggilnya seraya mencolek jari-jari Flora. Tidak ada respons. “Flo, bangun!” katanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih keras. Namun, Flora tetap tak bergerak, benar-benar terlelap.

Birru mendesah panjang, merasa frustrasi. “Terserah lu, mau tidur di mana kek, posisi apa kek,” gumamnya pelan sambil kembali ke ranjang. Ia menarik selimut dan mencoba memejamkan mata, berusaha untuk tidak peduli.

Namun, meskipun tubuhnya lelah, pikirannya justru gelisah. Belum sampai lima menit, rasa kantuk yang tadinya menghampiri mendadak hilang. Ia menghela napas lagi, kali ini lebih berat.

“Ck!” Birru mendecak pelan, menahan rasa kesal yang tiba-tiba muncul. Ia tak ingin peduli, tapi nuraninya berkata lain. Dengan enggan, ia bangkit dari tempat tidur dan menghampiri Flora lagi.

Tanpa berkata sepatah pun, ia membungkuk dan mengangkat tubuh gadis itu. Birru meletakkannya di atas kasur dengan hati-hati. Flora menggeliat kecil dalam tidurnya, meregangkan tubuh sejenak sebelum kembali meringkuk. Wajahnya terlihat damai, benar-benar tak sadar akan apa yang baru saja terjadi.

Birru kembali ke tempatnya di sisi ranjang. Ia menarik selimut dan memejamkan mata. Kali ini, suasana terasa hening dan nyaman. Dalam hitungan detik, kantuk kembali menghampiri, dan Birru akhirnya tertidur lelap.

**

Flora kecil berlari pelan, kakinya menyusuri rerumputan basah sambil mengejar seekor kupu-kupu yang terbang bebas di depannya. Tawanya sempat terdengar riang, hingga tiba-tiba kakinya tersandung dan tubuhnya terjatuh ke tanah. Flora meringis, pandangannya tertuju pada lututnya yang kini tergores dan berdarah.

"Kamu nggak apa-apa, Flo?" Suara itu membuat Flora menoleh. Sosok Birru berdiri tak jauh darinya, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Mendengar suara itu, Flora berusaha menenangkan dirinya. Ia menggigit bibir, mencoba menahan tangis yang mulai memenuhi dadanya.

"Nggak apa-apa, Mas," jawabnya pelan, meski suaranya sedikit gemetar.

Birru mendekat, setengah berjongkok di hadapan Flora. "Ayo sini," katanya seraya membalikkan badan, menunjukkan punggungnya agar Flora naik.

Flora tampak ragu. "Nanti Mas capek. Flo berat, Mas," ujarnya polos, menatap Birru dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.

Birru menoleh dan tersenyum, seolah meyakinkannya. "Nggak apa-apa, Flo. Mas kan kuat. Laki-laki itu harus kuat. Ayo, naik sebelum hujan turun," ucapnya sambil melirik ke langit yang mulai mendung, awan hitam sudah menguasai cakrawala.

Dengan ragu, Flora akhirnya menurut. Ia naik ke punggung Birru, membiarkan tubuh kecilnya digendong. Langkah Birru mantap meski tanah basah di bawahnya terasa licin. Namun, baru beberapa langkah, hujan tiba-tiba turun, rintiknya berubah deras hanya dalam hitungan detik.

"Mas hujan!" seru Flora panik. Tangannya refleks menutupi kepala Birru, mencoba melindunginya dari air hujan yang mulai membasahi mereka berdua.

Birru hanya tertawa kecil, melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan hujan yang semakin deras. Tapi Flora semakin gelisah. "Mas! Kita kehujanan!" katanya lagi, suaranya mulai panik.

Tiba-tiba, semuanya menghilang. Flora membuka matanya, napasnya tersengal-sengal. Tubuhnya terasa lembap, seolah masih basah oleh hujan yang baru saja ia rasakan dalam mimpinya. Tangannya menyentuh wajah, menyeka keringat yang bercampur dengan air mata.

Ia menatap sekeliling, menyadari dirinya masih berada di kamar. Perasaan itu masih membekas, seolah luka di lutut yang perih dan hujan yang dingin benar-benar nyata.

Beberapa hari terakhir, momen masa kecilnya bersama Birru sering muncul di mimpinya, mengingatkan kenangan penuh keakraban yang dulu pernah mereka miliki. Tapi semua itu kini terasa jauh, hilang ditelan kebencian yang tumbuh karena pernikahan mendadak yang tak pernah mereka harapkan. Mimpi itu hanya menyisakan luka dan rindu yang tak terucapkan.

Flora menatap ke arah Birru yang masih terlelap di sisi ranjang. Wajahnya terlihat begitu tenang, tanpa beban, seperti seseorang yang sedang menikmati tidur paling damai. Pemandangan itu membawa ingatannya kembali ke masa kecil mereka—masa ketika semuanya terasa sederhana, penuh tawa, dan tanpa jarak.

Namun, kenyataan kini jauh berbeda. Flora menghela napas panjang, dadanya terasa sesak oleh perasaan yang sulit ia ungkapkan. Tanpa mengucapkan sepatah kata, ia perlahan bangkit dari kasur.

Langkahnya pelan menuju kamar mandi. Ia menatap bayangannya di cermin, mencoba menyusun kembali ketegaran yang terasa mulai rapuh. Hari ini, ia harus kembali ke sekolah, kembali menjalani rutinitas yang terasa aneh setelah semua perubahan besar dalam hidupnya.

Flora menarik napas panjang sekali lagi, lalu mulai bersiap-siap, meninggalkan segala kerumitan pikiran untuk sesaat. Meski hatinya berat, ia tahu hari harus terus berjalan.

***

Related chapters

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 3

    Flora menuruni tangga dengan langkah berat, membiarkan pikirannya dipenuhi berbagai hal yang mengganggu. Setelah menikah, ia tinggal di rumah besar ini bersama Lia, mertuanya yang penuh kasih sayang, dan Violet, kakak perempuan Birru, yang sudah menikah lebih dari tiga tahun namun belum memiliki anak."Pagi, sayang," sapa Lia dengan suara lembut penuh kehangatan ketika melihat Flora sudah berada di ruang makan.Flora membalas sapaan itu dengan senyuman tipis, membiarkan mertuanya memeluknya singkat. Pelukan Lia selalu terasa nyaman, meski kali ini tak cukup mengusir kegundahan yang ia rasakan."Kamu kenapa, Nduk? Wajahmu kok terlihat murung. Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Lia dengan nada penuh perhatian. Wajahnya memancarkan kasih sayang yang tulus, meskipun garis-garis kelelahan dan sakit masih jelas terlihat.Flora tertegun sejenak, berusaha menutupi perasaannya. Ia menarik napas panjang lalu tersenyum kecil. "Masa sih, Bun? Mungkin Flo cuma kelelahan aja karena tugas-tugas sekolah

    Last Updated : 2025-01-23
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 4

    "Lu pulang sendiri, atau sama Pak Birru?" tanya Adel sebelum benar-benar meninggalkan halaman sekolah.Flora menoleh kaget, seolah-olah rahasia besar telah terbongkar oleh Adel."Santai aja, gue tahu kok kemarin lu nggak pulang dengan taksi online, tapi bareng Pak Birru," ujar Adel, menatap Flora yang tampak semakin murung.Wajah Flora semakin suram, dan Adel semakin penasaran. "Sebenarnya, lu ada apa sih sama Pak Birru, Flo?" tanya Adel lagi."Enggak ada apa-apa," jawab Flora cepat, berusaha menghindar."Terus kenapa lu harus selalu pergi dan pulang bareng dia?" Adel masih tak puas.Flora menarik napas dalam, wajahnya menampilkan kelelahan. "Sebenarnya, orang tua gue nitipin gue sama dia. Dia yang harus ngurusin dan ngawas gue, kayak penjaga tahanan luar," jawab Flora, meski sedikit berbohong. Bukankah itu cara lain untuk menggambarkan tugas seorang suami?Adel dan Dara terdiam, kaget mendengar penjelasan Flora. "Separah itu? Emang lu ngapain sampai harus dijagain kayak gitu?" tanya

    Last Updated : 2025-01-23
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 5

    Di dalam mobil, Flora langsung membuka buku pemberian Ranu. Ia begitu antusias ingin tahu apakah isi buku itu benar-benar bisa membantu memahami dan menyembuhkan apa yang selama ini ia rasakan. Jari-jarinya membolak-balik halaman dengan semangat, seolah ia telah menemukan pelarian kecil dari kekacauan hidupnya.Birru, yang duduk di kursi kemudi, sesekali melirik Flora melalui sudut matanya. Tatapan sinis terpancar jelas dari wajahnya. Diam-diam, ia merasa terganggu dengan cara Flora memegang buku itu, seolah buku itu lebih penting dari apa pun.“Lu harus jaga diri, Flo. Gue nggak suka lu sok akrab sama orang lain,” ucap Birru tiba-tiba, suaranya dingin dan penuh tekanan, meski matanya tetap fokus pada jalan di depannya.Flora mengangkat kepalanya, menatap Birru dengan ekspresi campuran antara bingung dan marah. “Gue nggak sok akrab sama Mas Ranu,” jawabnya ketus. “Lagian, dia sepupu lu. Kalau dia sepupu lu, berarti dia juga keluarga gue sekarang.”Nada suaranya tegas, tapi hatinya mul

    Last Updated : 2025-01-23
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 6

    Selesai makan malam, Flora tidak langsung kembali ke kamarnya. Ia memilih duduk di taman, menikmati dinginnya malam yang terasa semakin menusuk setelah hujan deras mengguyur sore tadi. Di bawah langit gelap yang dihiasi bintang-bintang samar, pikirannya melayang pada mimpi-mimpi yang belakangan ini kerap menghampirinya. Mimpi-mimpi itu terasa begitu nyata, seperti pintu yang membuka kenangan masa lalunya. Dan yang paling mengganggunya, di setiap mimpi itu selalu ada Birru—sosok yang kini menjadi bagian dari hidupnya dengan cara yang tak pernah ia bayangkan. Flora menarik napas panjang. Ia bertanya-tanya, apakah dirinya mulai merindukan Birru yang dulu? Birru yang lembut, penuh perhatian, dan selalu menjaga dirinya layaknya seorang kakak? Ia tahu pasti perasaannya pada Birru tak pernah lebih dari sekadar kasih sayang seorang adik kepada kakaknya. Bukti nyatanya, ia jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Riki, pria yang ditemuinya di hari pertama masuk sekolah.Namun

    Last Updated : 2025-01-31
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 7

    "Ingat, Birru! Tujuan lu ngajak Flora itu buat bikin dia senang, bukan malah bikin dia tambah stres!" suara Violet terdengar tegas, matanya menatap serius ke arah adiknya. Birru hanya diam, memilih untuk menyelesaikan sarapannya tanpa banyak bicara. Sementara itu, dari kejauhan, ia bisa melihat Flora dan Bundanya sudah menunggu di depan rumah, tampak bersiap-siap. "Lu dengar gue ngomong nggak sih!?" suara Violet meninggi, merasa diabaikan. Ia pun reflek meraih pergelangan tangan Birru, memegangnya erat. "Dengar, Mbak!" sahut Birru akhirnya, dengan nada menahan kesal. "Flora nggak tau apa-apa, Birru! Semua ini murni keinginan Bunda. Jadi, jangan pernah salahin Flora atas keputusan yang lu buat sendiri!" tegas Violet sambil melepaskan genggamannya. Mendengar itu, Birru menoleh tajam ke arah kakaknya, seolah tak terima. Matanya menyiratkan perasaan terpojok, namun mulutnya tetap melontarkan balasan sinis. "Sejak kapan gue punya pilihan, Mbak?" tanya

    Last Updated : 2025-01-31
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 8

    Flora sama sekali tidak berminat kembali ke gazebo untuk menikmati jagung bakar yang tadi ia tinggalkan. Birru, yang menyadari perubahan suasana hati Flora, memilih diam. Tanpa banyak kata, ia masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan mereka menuju resort. Setibanya di penginapan, Flora langsung meminta kamar dengan dua tempat tidur. Sebenarnya, semangat liburannya sudah meredup. Bukannya menikmati waktu luang, perjalanan ini justru terasa menambah beban pikirannya. Dengan wajah yang masih menyiratkan kekesalan, ia berjalan masuk ke kamar sambil menyeret koper kecilnya. Setelah menaruh barang-barangnya, langkahnya terhenti di balkon. Di depannya terbentang pemandangan pantai yang memukau—pasir putih bersih berpadu dengan ombak tenang yang mengalun lembut di kejauhan. Sejenak, perasaan kesalnya memudar. Hatinya bergejolak, rindu akan kebebasan. Keinginan untuk berlari di atas pasir, berteriak sepuasnya, lalu membiarkan dirinya larut dalam pelukan air laut yang asin

    Last Updated : 2025-02-01
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 9

    Mereka kembali terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mata mereka menyiratkan keinginan yang sama—untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini terpendam dalam hati. "Kamu nanti datang ke acara Mama?" tanya Riki akhirnya, memecah keheningan. Flora terkejut dengan pertanyaan itu. "Boleh?" tanyanya ragu. Ia sadar bahwa dua hari terakhir ini Riki tampak menjauhinya. Flora tidak ingin kehadirannya justru membuat Riki semakin tidak nyaman. "Kenapa harus tanya aku?" balas Riki dengan nada yang sulit ditebak. "Aku cuma khawatir kamu nggak nyaman kalau aku ada di sana," ujar Flora pelan, menundukkan kepala. Ada nada sedih dalam suaranya. Ia tidak bisa mengabaikan bagaimana Riki perlahan menjauh darinya. Riki terdiam, kebingungan. Masalahnya bukan pada Flora atau kehadirannya. Yang membuatnya gelisah adalah ucapan Birru yang masih terus mengusik pikirannya. "Aku..." Riki menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur hatinya yang gundah. Ia tahu, ia ti

    Last Updated : 2025-02-01
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 10

    Malam itu, dengan senyum yang tak henti-hentinya merekah di wajahnya, Flora membongkar isi koper, mencari pakaian terbaik yang dimilikinya. Kebahagiaan terpancar jelas dari sorot matanya—seolah hidupnya kembali berwarna setelah Riki menerima dirinya apa adanya. Keputusan mereka untuk menjalin hubungan, meskipun harus backstreet, membuat hatinya berdebar penuh semangat. Keluarganya dan keluarga Birru tentulah yang utama yang tidak beh tau tentang hubungannya dengan Riki. 'Kalau Birru bisa, kenapa gue nggak?' pikirnya. Flora yakin, ia berhak bahagia. Ia berhak menikmati hidupnya. Flora memilih gaun terbaiknya malam itu. Wajahnya ia poles dengan riasan yang mempertegas kecantikannya, hingga bayangan dirinya di cermin seolah menampilkan sosok yang berbeda—lebih dewasa, lebih anggun, dan yang paling penting, lebih percaya diri. Bahkan Birru yang tengah duduk santai dengan buku di tangannya, mendadak terpaku. Napasnya terasa tersangkut di tenggorokan saat melihat Flora y

    Last Updated : 2025-02-02

Latest chapter

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 60

    Hari-hari berikutnya, Birru mulai mencari rumah yang sesuai dengan keinginan mereka. Ia meminta bantuan Dion dan beberapa rekannya untuk mencari lokasi yang nyaman, tidak terlalu jauh dari kantor, tetapi tetap tenang dan ideal untuk keluarga kecil. Sementara itu, Flora juga mulai mempersiapkan diri untuk perubahan besar ini. Ia mulai menyortir barang-barangnya, membayangkan seperti apa kehidupan mereka nanti setelah pindah. Namun, di lubuk hatinya, ada sedikit kekhawatiran—bagaimana reaksi Lia ketika mereka benar-benar pindah? Suatu malam, setelah makan malam bersama keluarga, Birru memutuskan untuk berbicara dengan ibunya. "Bun, aku dan Flora ada rencana untuk pindah ke rumah sendiri," kata Birru dengan hati-hati. Lia, yang sedang merapikan piring, terdiam sejenak sebelum menoleh ke putranya. "Kenapa tiba-tiba ingin pindah?" "Bukan tiba-tiba, Bun," Birru tersenyum kecil. "Aku pikir sudah saatnya aku dan Flora mandiri, membangun rumah tangga kami sendiri. Tapi bukan berarti aku m

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 59

    Pagi ini, Birru sengaja tidak pergi ke kantor. Ia menyerahkan masalah perusahaan akibat ulah Fani kepada Juna dan Dion. Setelah mengabarkan Dion melalui telepon, Birru meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, lalu berbalik dan merengkuh istrinya dalam pelukan.Ia ingin menghabiskan waktu seharian bersama Flora, tanpa gangguan pekerjaan atau hal lain yang membebani pikirannya.Flora menggeliat kecil ketika tangan Birru dengan lembut menyusuri setiap inci tubuhnya di balik piyama tipis yang ia kenakan. Napasnya masih teratur, matanya masih terpejam, tetapi ia sadar sepenuhnya akan sentuhan suaminya."Mas..." gumamnya pelan, suaranya serak karena baru bangun tidur."Hm?" Birru menempelkan bibirnya di puncak kepala istrinya, menghirup aroma khas tubuh Flora yang selalu membuatnya tenang."Kenapa nggak ke kantor?" tanya Flora dengan mata yang masih setengah tertutup."Aku mau sama kamu seharian," jawab Birru tanpa ragu.Flora membuka matanya, menatap suaminya yang kini tersenyum tipis.

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 58

    Hingga malam tiba, Birru masih belum memberi kabar. Flora yang awalnya berusaha menunggu di kamar akhirnya tertidur, meski tidurnya terasa gelisah dan tidak tenang. Sesekali ia tersentak bangun, lalu kembali mencoba memejamkan mata, tetapi pikirannya terus dihantui kecemasan. Ketika akhirnya ia terbangun lagi, matanya langsung melirik jam di atas nakas. Sudah lewat tengah malam. Dengan jantung yang berdebar cemas, ia meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Birru. Tidak ada jawaban. Panggilan kedua pun tak berbalas. Saat ia akan mencoba untuk ketiga kalinya, suara nada sambung terdengar bersamaan dengan bunyi pintu kamar yang terbuka. Flora menoleh cepat, ponsel masih menempel di telinganya. Ketika pandangannya bertemu dengan suaminya, mereka sama-sama terkejut. "Kamu belum tidur, Flo?" suara Birru terdengar serak. Flora mengernyit, lalu berdiri, mendekat untuk melihat lebih jelas. Penampilan Birru jauh berbeda dari saat ia berangkat pagi tadi—kemejanya kusut, dasinya sudah dilep

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 57

    Di dalam air hangat yang penuh dengan busa sabun wangi, tangan Birru dengan lembut menjelajahi setiap inci tubuh istrinya, memanjakannya dengan sentuhan yang penuh kasih. Flora bersandar di dadanya, merasakan kehangatan yang menyelimuti mereka berdua. Birru menciumi bahu dan leher Flora, membisikkan kata-kata manis yang membuat tubuh istrinya semakin melebur dalam keintiman. Napas mereka berbaur dengan uap air, menciptakan kehangatan yang lebih dari sekadar suhu di dalam kamar mandi. Tak lama, Birru mengangkat tubuh Flora dari bathtub, membawanya ke bawah guyuran shower. Air hangat mengalir membasahi mereka, menciptakan sensasi yang lebih intens. Di bawah aliran air yang jatuh membasahi tubuh mereka, Birru melanjutkan cumbuan penuh gairah, menyatukan mereka dalam keintiman yang lebih dalam. Ketika mereka mencapai puncak bersama, Birru memeluk Flora erat, napasnya masih memburu. Lalu, dengan suara serak dan lembut, ia berbisik di telinga istrinya, "Aku ingin kita punya anak, saya

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 56

    Hari ini adalah hari terakhir semester awal sebelum liburan. Flora sibuk dengan buku-buku perpustakaan yang harus ia kembalikan. Tiba-tiba, seseorang datang menghampirinya dari belakang. Flora terperanjat dan hampir tersandung kakinya sendiri, untung saja orang itu sigap menangkapnya. Dalam sekejap, ia berada dalam dekapannya—begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas hangatnya. "Maaf, aku bikin kamu kaget, Flo," suara itu terdengar pelan sebelum orang itu melepaskan pegangannya dan memastikan Flora sudah berdiri stabil. Flora menelan ludah begitu menyadari siapa yang berdiri di depannya. "Thanks," jawabnya datar, lalu segera mengambil satu langkah mundur untuk menjaga jarak. "Boleh bicara sebentar?" Flora mendongak, menatap mata Riki yang tampak penuh arti. "Soal apa?" tanyanya hati-hati. "Ssttt!" suara teguran dari penjaga perpustakaan membuat Riki buru-buru menutup mulutnya. Ia tersenyum kecil, sementara Flora hanya menghela napas. "Kita ngomong di luar," kata Flora setelah

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 55

    "Flora!"Renata berlari menghampiri Flora dan Kirana yang baru saja keluar dari perpustakaan."Hai, Na!" sapanya begitu sadar bahwa yang bersama istri sepupunya adalah Kirana. "Oh iya, lu dapat salam dari Boy, teman sekelas gue," tambahnya, sambil mengedipkan sebelah mata.Kirana tersenyum simpul. "No thanks, he’s not being a gentleman," jawabnya santai.Renata tertawa kecil. "Nanti gue bilangin, biar Boy grow up and be a man."Mereka pun tertawa bersama."Udah ah, cukup gibahnya. Lu tadi mau ngomong apa?" tanya Flora kemudian."Oh iya!" Renata menepuk jidatnya pelan. "Riki pindah kuliah, Flo. Ke luar negeri."Langkah Flora sempat terhenti sesaat, tapi ia cepat-cepat mencoba bersikap biasa saja.Semester awal memang sudah berakhir, dan sebulan terakhir Riki benar-benar menjaga jaraknya. Meskipun begitu, terkadang mata mereka masih saling bertemu—di kelas, saat berpapasan di lorong, atau saat salah satu dari mereka maju untuk presentasi.Kirana melirik Flora dengan tatapan penuh arti.

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 54

    Diruang meeting, Birru duduk di belakang mejanya, menautkan jemarinya dengan tenang di atas permukaan kayu. Matanya tajam menatap wanita di depannya—Fani. Wanita itu masih berdiri, kedua tangannya terlipat di depan dada. Bibirnya tersenyum tipis, tapi matanya menyiratkan ketidakpuasan. "Jadi, kamu sengaja panggil aku ke sini hanya untuk ini?" Fani bertanya, nada suaranya terdengar santai, tapi ada nada menantang di baliknya. Birru tidak langsung menjawab. Ia membiarkan keheningan menggantung di antara mereka, membiarkan ketegangan mengisi ruangan sebelum akhirnya ia berbicara. "Kamu pikir aku nggak tahu?" suaranya dalam dan berbahaya. Fani mengangkat alis, berpura-pura bingung. "Tahu apa?" Birru menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. "Tentang apa yang terjadi pada Flora di kampus." Sekilas, Birru melihat raut wajah Fani berubah—sangat halus, nyaris tak kentara. Tapi ia menangkapnya. "Kamu menuduh aku?" Fani terkekeh pelan, berusaha

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 52

    Begitu mobil Birru berhenti di depan rumah, Flora menarik napas dalam. Ia tahu semua orang di rumah pasti akan terkejut melihat keadaannya. Wajahnya masih menunjukkan bekas tamparan, dan tubuhnya masih terasa lelah akibat kejadian tadi. Birru keluar lebih dulu, lalu segera membukakan pintu untuk Flora. Saat ia turun, pintu rumah terbuka, dan suara langkah cepat terdengar mendekat. “Flora!” suara Violet adalah yang pertama terdengar. Ia bergegas menghampiri, diikuti oleh Juna dan Lia. Ekspresi mereka semua dipenuhi kekhawatiran. “Astaga, apa yang terjadi?!” Violet langsung menggenggam tangan Flora, matanya membesar saat melihat luka di sudut bibir adik iparnya. “Kamu kenapa? Siapa yang melakukan ini?” Lia pun menatapnya dengan cemas. “Flora, sayang, siapa yang menyakitimu, nduk?” Flora tersenyum kecil, meski jelas lelah. “Aku baik-baik saja, Bun…” “Baik-baik saja apanya?!” Juna menyela dengan ekspresi marah. “Lihat ini, wajah kamu jelas habis kena pukul!” Birru meletakkan tangan

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 51

    Saat dalam perjalanan mengantar Flora ke kampus, pikirannya melayang pada seseorang. "Mas, sejak kapan Dion jadi sekretaris kamu?" tanyanya tiba-tiba. Birru menoleh sekilas sebelum kembali fokus ke jalan, tampak mengingat-ingat sejenak. "Sejak waktu itu, pas kamu ke kantor." Flora mengangguk-angguk pelan sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela. "Itu kamu ngerti, Mas," gumamnya nyaris tak terdengar. "Maksudnya gimana, Sayang?" tanya Birru, sedikit mengernyit. Flora menggeleng cepat. "Nggak apa-apa. Terus, Jeni ke mana?" "Dia dipindah ke divisi lain, yang nggak ada hubungannya sama aku," jawab Birru santai. Flora menghela napas pelan. "Dia pasti berpikir kalau itu karena aku, ya?" Birru meliriknya sekilas. "Memang kenapa? Kamu yang punya perusahaan, kamu berhak." Flora terdiam sejenak sebelum akhirnya bertanya ragu, "Bisa begitu juga ke Fani?" Wajah Birru seketika berubah lebih serius. Napasnya terdengar berat sebelum ia berkata, "Kalau aku bisa dari awal, pasti sudah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status