Share

Bab 7

Author: Rieyukha
last update Last Updated: 2025-01-31 20:07:17

"Ingat, Birru! Tujuan lu ngajak Flora itu buat bikin dia senang, bukan malah bikin dia tambah stres!" suara Violet terdengar tegas, matanya menatap serius ke arah adiknya.

Birru hanya diam, memilih untuk menyelesaikan sarapannya tanpa banyak bicara. Sementara itu, dari kejauhan, ia bisa melihat Flora dan Bundanya sudah menunggu di depan rumah, tampak bersiap-siap.

"Lu dengar gue ngomong nggak sih!?" suara Violet meninggi, merasa diabaikan. Ia pun reflek meraih pergelangan tangan Birru, memegangnya erat.

"Dengar, Mbak!" sahut Birru akhirnya, dengan nada menahan kesal.

"Flora nggak tau apa-apa, Birru! Semua ini murni keinginan Bunda. Jadi, jangan pernah salahin Flora atas keputusan yang lu buat sendiri!" tegas Violet sambil melepaskan genggamannya.

Mendengar itu, Birru menoleh tajam ke arah kakaknya, seolah tak terima. Matanya menyiratkan perasaan terpojok, namun mulutnya tetap melontarkan balasan sinis.

"Sejak kapan gue punya pilihan, Mbak?" tanya Birru dengan nada penuh amarah terpendam.

"Lu punya pilihan, Birru! Bunda nggak pernah maksa lu buat nikahin Flora. Tapi lu sendiri yang milih untuk ngebahagiain Bunda dibanding diri lu sendiri. Lu harus bertanggung jawab atas pilihan lu! Jangan malah melampiaskannya ke Flora!" balas Violet tak kalah keras, matanya menyala penuh kemarahan. Ia benar-benar geram dengan sikap Birru.

Birru hanya terdiam, rahangnya mengeras, mencoba menahan perasaan yang mulai menghimpit dadanya. Ia tahu, setiap kata yang diucapkan Violet ada benarnya. Tapi menerima kenyataan itu tak semudah yang dikira.

*

Dalam perjalanan menuju tujuan tempat mereka berlibur, Birru tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggir jalan, tepat di tepi pantai yang memperlihatkan hamparan laut luas. Flora duduk diam di kursinya, bingung dengan tindakan Birru. Ia tidak tahu apa yang ingin pria itu lakukan, dan ia juga tidak berniat bertanya.

“Ayo turun,” ucap Birru, suaranya terdengar lembut. Flora mengerutkan dahinya, merasa aneh dengan nada bicara Birru yang seperti itu ketika mereka hanya berdua saja.

Flora merasa serba salah. Apakah kelembutan itu hanya kepura-puraan, ataukah Birru yang sekarang adalah sosok yang dulu ia kenal? Meski ragu, Flora tetap turun dari mobil dan mengikuti langkah Birru yang berjalan menuju sebuah lapak jagung bakar di tepi jalan.

Setelah memesan, Birru memilih tempat duduk di sebuah gazebo kecil yang menghadap langsung ke laut. Flora, dengan langkah pelan dan hati yang penuh keraguan, memilih duduk di ujung gazebo, punggungnya menghadap ke arah Birru. Ia menatap lepas ke arah laut, berusaha mencari ketenangan di tengah kebingungannya.

“Duduk di sini, Flo,” ucap Birru lagi, kali ini dengan nada yang sama lembutnya.

Flora menoleh, menatap wajah pria itu dengan sorot mata penuh pertanyaan. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Birru tiba-tiba bersikap seperti ini? Namun, seperti biasanya, Birru hanya menanggapinya dengan wajah datar, tanpa penjelasan. Ia tampak tak ingin repot-repot menjawab pertanyaan yang tergantung di benak Flora.

Dengan sedikit enggan, Flora akhirnya beranjak dan pindah duduk di samping Birru. Namun, sikapnya tetap dingin. Ia memilih mengeluarkan ponselnya, sibuk menjelajahi layar tanpa tujuan yang jelas. Lebih baik begini, pikir Flora, daripada hanya diam atau mendengar Birru berbicara—khawatir pria itu akan kembali menyebalkan seperti biasanya.

“Coba nikmati pemandangan di depan, Flo,” ujar Birru tiba-tiba. Nada suaranya lembut, hampir seperti dirinya yang dulu.

Flora mengangkat wajahnya dari ponsel dan menoleh. Pandangannya tertuju pada Birru yang sedang menatap lurus ke arah laut lepas di depan mereka. Ia tidak tahu harus merespons seperti apa. Ada kebingungan yang menggelayut di pikirannya, mencoba memahami perubahan sikap Birru yang terasa aneh. Mengapa pria itu tiba-tiba menjadi begitu lembut?

“Flo…” panggil Birru lirih, kali ini dengan tatapan yang lebih dalam. Suaranya membuat Flora menghentikan gerak tangannya di ponsel. Ia mengerutkan kening, merasa bingung tapi memilih diam, menunggu apa yang akan dikatakan Birru. Ada sesuatu yang tampak ingin ia sampaikan, sesuatu yang mungkin penting.

Mulut Birru sedikit terbuka, tampak seperti hendak mengatakan sesuatu. Tapi, sebelum kata-kata itu keluar, suara lain memecah keheningan di antara mereka.

“Birru?” seorang wanita memandang Birru dengan ekspresi penuh keterkejutan.

Birru dan Flora secara bersamaan menoleh ke arah suara itu. Di hadapan mereka, berdiri seorang wanita yang tampak ragu namun penuh keyakinan dalam menyapa.

Ekspresi Birru berubah, terlihat jelas keterkejutannya. Sedangkan Flora, meski sama terkejutnya, dengan cepat memasang wajah datar. Ia mencoba terlihat biasa saja, berusaha menyembunyikan gelombang kecil yang muncul di dadanya. Ia tidak ingin terlihat terganggu oleh kehadiran wanita itu.

Namun, Flora tahu siapa wanita itu. Sosok yang pernah dilihatnya di rumah. Mantan kekasih Birru… atau mungkin, masih kekasihnya?

"Maaf, aku kira kamu tadi sendiri," ucap wanita itu dengan senyum yang terlihat sopan, namun tatapannya pada Flora mengisyaratkan sesuatu yang berbeda—sungkan, tapi jelas dibuat-buat.

Birru menoleh ke arah Flora dengan wajah yang jelas-jelas bingung. Sorot matanya memancarkan rasa bersalah, seolah mencari cara untuk menjelaskan situasi yang tiba-tiba menjadi rumit. Namun, sebelum ia sempat bicara, wanita itu kembali membuka mulut.

"Aku nggak sengaja lihat mobil kamu terparkir di depan, jadi kupikir nggak ada salahnya mampir dan menyapa. Tapi..." Matanya melirik Flora dengan cepat sebelum kembali tersenyum hangat pada Birru.

Flora, yang sudah cukup kesal dengan situasi ini, tak lagi berniat memendam ketidaknyamanannya. Ia mendengus pelan lalu berkata santai, namun tegas.

"Kalau ada yang mau disampaikan, langsung aja. Kenapa harus ngelirik gue kayak gitu?" tanyanya cuek, tatapannya tajam. Flora sudah merasa cukup dikontrol oleh Birru—ia tak punya toleransi untuk wanita ini mencoba melakukan hal yang sama padanya.

Wanita itu tampak terkejut mendengar respons Flora yang blak-blakan. Namun, ia dengan cepat menguasai diri, memasang kembali wajah lembutnya yang penuh senyum ramah. "Oh, bukan apa-apa kok," jawabnya dengan nada manis yang dipaksakan. Ia melirik Flora lagi sebelum bertanya dengan ragu. "Hmm... aku panggil kamu apa, ya?"

Flora menarik napas panjang. Ia tahu pasti bahwa wanita itu tidak mungkin tidak mengetahui namanya. Kepura-puraan itu terlalu mencolok. Alih-alih menjawab dengan cara biasa, Flora memutuskan untuk meluruskan semuanya—dengan sangat jelas.

"Lu bisa panggil gue 'Istri Birru,' 'Cintanya Birru,' atau 'Ibu dari anak-anaknya Birru,' atau..." ucap Flora tegas, memastikan setiap kata mengena.

Seketika, wajah wanita itu berubah masam. Senyum hangatnya sirna, digantikan ekspresi tak nyaman yang bahkan tak mampu ia sembunyikan. Di sebelahnya, Birru hanya bisa menatap Flora dengan ekspresi campur aduk—antara terkejut dan tak tahu harus berkata apa.

"Aku permisi," ucap wanita itu dengan nada lembut, meski jelas raut kecewa terpancar di wajahnya. Tanpa menunggu respons, ia berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Birru dan Flora.

Melihat kepergian wanita itu, Birru panik. Tanpa pikir panjang, ia segera turun dari gazebo dan mengejar wanita tersebut, sama sekali tak memedulikan keberadaan Flora yang masih di tempatnya. Flora hanya menatap punggung Birru yang menjauh dengan tatapan dingin. Ia tidak terkejut, tapi hatinya terasa panas. Birru begitu leluasa mengejar wanita yang ia cintai, sementara Flora sendiri terus-menerus terkekang dan dijauhkan dari apa pun yang menjadi keinginannya.

Menghela napas panjang, Flora memutuskan untuk pergi dari sana. Namun langkahnya terhenti ketika seorang penjual jagung bakar tiba, membawa pesanan yang sebelumnya dipesan Birru.

"Udah dibayar belum, Bu?" tanya Flora santai, menatap penjual itu dengan wajah tenang.

Wanita paruh baya itu menggeleng. "Belum, Neng," jawabnya singkat.

"Berapa?" tanya Flora lagi sambil membuka dompetnya tanpa ragu.

Setelah membayar jagung bakar itu, Flora melangkah pergi tanpa sedikit pun menoleh ke arah Birru atau wanita yang ia kejar tadi. Ia sengaja membiarkan nampan berisi pesanan itu tergeletak begitu saja di gazebo—sebagai pengingat kecil untuk Birru, siapa yang sebenarnya ia abaikan.

Lebih dari setengah jam, Flora mondar-mandir di pinggir jalan yang mengarah ke laut. Sesekali, ia duduk di bebatuan di pinggiran jalan, terkadang bersandar pada pohon kelapa yang menjulang. Matanya beberapa kali melirik ke arah kejadian di kejauhan—Birru dan wanita itu. Meski jaraknya cukup jauh, apa yang mereka lakukan masih jelas terlihat.

Kini, wanita itu ada dalam dekapan Birru. Pemandangan itu membuat tubuh Flora terasa panas, seperti bara api menyala di dalam dirinya. Dengan cepat, ia membuang muka, berusaha mengalihkan perhatian, lalu kembali duduk di bebatuan, mencoba menenangkan hatinya yang terusik.

Ia mengambil ponselnya, berpikir untuk menghubungi seseorang. Seandainya ia punya tempat untuk mencurahkan semua perasaan ini, pasti ia sudah melakukannya sekarang. Namun, ia tahu, Adel dan Dara bukan pilihan. Masalah ini terlalu rumit untuk diceritakan pada mereka.

Lamunannya terinterupsi oleh suara ketus yang begitu familiar.

"Apa-apaan lu ngomong kayak gitu!?" Suara Birru menggelegar, tajam, menudingnya tanpa ragu.

Flora mendongak kaget. Birru sudah berdiri di sampingnya dengan wajah penuh amarah. Tapi Flora tidak tertekan sedikit pun. Dengan tenang, ia bangkit berdiri, menghadapi pria itu.

"Kenapa? Memang gue istri lu, kan?" Flora menyeringai sinis. Ia menatap Birru tajam, lalu menirukan ucapan Birru beberapa waktu lalu dengan nada penuh tekanan. "Jangan terlalu akrab sama orang lain. Lu suami gue!"

Birru terdiam. Ucapan Flora bagai tamparan keras yang menghantam dirinya sendiri. Ia bingung harus menjawab apa.

"Dia bukan orang lain, Flo. Dia—"

"Siapa?" potong Flora tajam. Tatapannya penuh tantangan. "Pacar lu? Kekasih hati yang lu harap ada di posisi gue sekarang?"

Birru mengatupkan rahangnya. Ia berusaha menahan napas dan amarahnya. Apa yang Flora katakan memang benar, tapi ia tak mampu mengakuinya.

Flora mendengus pelan. Ia tidak membutuhkan jawaban Birru, karena diamnya sudah cukup menjelaskan segalanya. "Kalau lu mau gue jaga sikap sama pacar lu, jangan pernah sekalipun lu ikut campur urusan gue," ucap Flora dingin, namun sarat emosi.

Ia melanjutkan dengan nada penuh ancaman, "Atau gue pastikan dia bakal terus nangis kayak tadi, atau lu bakal kehilangan dia." Tangannya menunjuk ke arah di mana Birru dan wanita itu tadi berpelukan, seolah bayangan itu masih ada di sana, menyisakan jejak luka di hati Flora.

***

Related chapters

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 8

    Flora sama sekali tidak berminat kembali ke gazebo untuk menikmati jagung bakar yang tadi ia tinggalkan. Birru, yang menyadari perubahan suasana hati Flora, memilih diam. Tanpa banyak kata, ia masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan mereka menuju resort. Setibanya di penginapan, Flora langsung meminta kamar dengan dua tempat tidur. Sebenarnya, semangat liburannya sudah meredup. Bukannya menikmati waktu luang, perjalanan ini justru terasa menambah beban pikirannya. Dengan wajah yang masih menyiratkan kekesalan, ia berjalan masuk ke kamar sambil menyeret koper kecilnya. Setelah menaruh barang-barangnya, langkahnya terhenti di balkon. Di depannya terbentang pemandangan pantai yang memukau—pasir putih bersih berpadu dengan ombak tenang yang mengalun lembut di kejauhan. Sejenak, perasaan kesalnya memudar. Hatinya bergejolak, rindu akan kebebasan. Keinginan untuk berlari di atas pasir, berteriak sepuasnya, lalu membiarkan dirinya larut dalam pelukan air laut yang asin

    Last Updated : 2025-02-01
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 9

    Mereka kembali terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mata mereka menyiratkan keinginan yang sama—untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini terpendam dalam hati. "Kamu nanti datang ke acara Mama?" tanya Riki akhirnya, memecah keheningan. Flora terkejut dengan pertanyaan itu. "Boleh?" tanyanya ragu. Ia sadar bahwa dua hari terakhir ini Riki tampak menjauhinya. Flora tidak ingin kehadirannya justru membuat Riki semakin tidak nyaman. "Kenapa harus tanya aku?" balas Riki dengan nada yang sulit ditebak. "Aku cuma khawatir kamu nggak nyaman kalau aku ada di sana," ujar Flora pelan, menundukkan kepala. Ada nada sedih dalam suaranya. Ia tidak bisa mengabaikan bagaimana Riki perlahan menjauh darinya. Riki terdiam, kebingungan. Masalahnya bukan pada Flora atau kehadirannya. Yang membuatnya gelisah adalah ucapan Birru yang masih terus mengusik pikirannya. "Aku..." Riki menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur hatinya yang gundah. Ia tahu, ia ti

    Last Updated : 2025-02-01
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 10

    Malam itu, dengan senyum yang tak henti-hentinya merekah di wajahnya, Flora membongkar isi koper, mencari pakaian terbaik yang dimilikinya. Kebahagiaan terpancar jelas dari sorot matanya—seolah hidupnya kembali berwarna setelah Riki menerima dirinya apa adanya. Keputusan mereka untuk menjalin hubungan, meskipun harus backstreet, membuat hatinya berdebar penuh semangat. Keluarganya dan keluarga Birru tentulah yang utama yang tidak beh tau tentang hubungannya dengan Riki. 'Kalau Birru bisa, kenapa gue nggak?' pikirnya. Flora yakin, ia berhak bahagia. Ia berhak menikmati hidupnya. Flora memilih gaun terbaiknya malam itu. Wajahnya ia poles dengan riasan yang mempertegas kecantikannya, hingga bayangan dirinya di cermin seolah menampilkan sosok yang berbeda—lebih dewasa, lebih anggun, dan yang paling penting, lebih percaya diri. Bahkan Birru yang tengah duduk santai dengan buku di tangannya, mendadak terpaku. Napasnya terasa tersangkut di tenggorokan saat melihat Flora y

    Last Updated : 2025-02-02
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 11

    Flora tersentak saat merasakan ponselnya bergetar di dalam tas. Nada dering yang terdengar samar di tengah riuh pesta menarik perhatiannya. Ia segera berpamitan kepada kedua orang tua Riki sebelum melangkah menjauh untuk menerima panggilan itu. Dari kejauhan, Riki hanya diam, matanya mengikuti setiap gerak Flora dengan ekspresi sulit diartikan. Begitu menemukan tempat yang lebih tenang, Flora mengeluarkan ponselnya dan mendengus pelan saat melihat Birru nama di layar. Seketika, kekhawatiran menyeruak dalam benaknya. Apakah ini ada hubungannya dengan mertuanya? Tanpa pikir panjang, ia menekan tombol hijau dan menempelkan ponsel ke telinga. Namun, belum sempat ia menyapa, suara lain menyelusup di antara percakapan. Suara seorang wanita. Flora terdiam. Alisnya berkerut saat mencoba menangkap jelas percakapan itu, tetapi suara di seberang terdengar samar, seolah Birru tidak sedang berbicara padanya, melainkan pada seseorang di sisinya. Secepat kilat, dadanya terasa sesak oleh em

    Last Updated : 2025-02-03
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 12

    Gerak-gerik Flora yang aneh sejak tadi mulai masuk akal bagi Renata. Rasa kesal menguar di dadanya, membuatnya menegakkan punggung, bersiap memberi sepupunya itu pelajaran. Dengan langkah tegap, ia melangkah menuju Birru dan kekasihnya—entah siapa yang sangat asing di matanya. Namun, baru saja ia hendak melangkah menghampiri mereka, sebuah tangan kuat mencengkeram pergelangan tangannya. Renata tersentak. Ia menoleh dengan alis berkerut. "Lu mau ngapain?" suara itu terdengar hati-hati, tetapi tajam. Tatapan mata laki-laki itu serius, seakan menguliti niatnya hingga ke dasar. "Riki??" Renata semakin terkejut. Laki-laki yang baru saja ia gosipkan bersama Flora kini berdiri di hadapannya. Mereka memang saling mengenal—Mama mereka adalah teman arisan. Tapi, hubungan mereka tidak bisa dibilang akrab. Bahkan, kalau dipikir-pikir lagi, mereka nyaris tidak pernah berbicara satu sama lain. "Lu mau samperin Pak Birru?" tanya Riki lagi, suaranya tetap datar, tapi a

    Last Updated : 2025-02-04
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 13

    Flora membuka pintu dengan hati-hati, namun sebelum ia sempat mengeluarkan sepatah kata pun, Renata sudah berdiri dengan tangan berkacak pinggang, wajahnya menyiratkan kemarahan yang sulit dibendung. “Itu laki lu!” serunya, jari telunjuknya tajam mengarah pada Birru yang terhuyung di ambang pintu. Tubuh pria itu bersandar lemah di dinding, wajahnya kusut, matanya sayu, dan pakaiannya berantakan. Bau alkohol samar tercium dari tubuhnya. Flora terhenyak. Birru bukan tipe pria yang pulang dalam keadaan seperti ini. “Kalau tadi gue nggak ngikutin dia, sekarang dia udah dibawa gundik!” lanjut Renata dengan nada marah, matanya berkilat penuh amarah. Flora mengerutkan kening. “Gundik?” Flora mengulang dengan suara hampir berbisik, sulit mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Renata menghela napas kasar, lalu kembali menatap Birru dengan sorot mata penuh kekecewaan. “Iya, Flo. Mas Birru udah keterlaluan sama lu. Dan tadi gue lihat sendiri dia dicekokin! Ta

    Last Updated : 2025-02-05
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 14

    Keesokan paginya, Flora kembali ke kamar awalnya menginap bersama Birru. Ia datang sedikit siang setelah sarapan berdua dengan Riki. Saat membuka pintu, pandangannya langsung tertuju pada Birru yang tengah duduk santai dengan sebuah buku di tangannya. Tak seperti semalam saat mabuk, kini pria itu kembali tampil rapi, bersih, dan penuh wibawa—persis seperti sosok Birru yang biasa ia kenal. Flora menghela napas, memilih mengabaikan tatapan tajam yang Birru layangkan padanya. Tanpa berkata apa-apa, ia melangkah menuju koper dan mulai mengemasi barang-barangnya. "Dari mana lu?" suara Birru terdengar dingin dan tajam. "Jam segini baru balik?" Flora terdiam sejenak. Nada suara dan pertanyaan itu seolah menunjukkan bahwa Birru lupa akan apa yang terjadi semalam. Ia tidak menjawab, hanya melanjutkan mengemasi barangnya seakan pria itu tak ada di sana. Namun, ia bisa merasakan tatapan Birru yang terus menelusuri gerak-geriknya. Tak lama, langkah ka

    Last Updated : 2025-02-06
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 15

    Renata mengeluarkan ponselnya dari saku, lalu meletakkannya di atas meja sebelum mendorongnya ke tengah dengan gerakan yang disengaja—cukup jelas bagi Birru untuk melihat setiap tindakannya. Tanpa ragu, ia menekan nama Flora di daftar kontak, mengaktifkan mode speaker agar suara di ujung telepon terdengar oleh mereka berdua. Birru menatapnya, bingung. "Lu mau ngapain?" tanyanya curiga. Renata hanya mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar Birru diam. "Bantu nemuin akar masalah lu," jawabnya tenang, namun tajam. Nada sambung berbunyi beberapa kali sebelum suara serak di ujung sana akhirnya menyapa, terdengar pelan dan jauh. "Iya, Re?" Birru menahan napas tanpa sadar. Ada sesuatu dalam suara itu yang membuat dadanya terasa sesak—entah apa, tapi ia bisa merasakannya. Jantungnya mulai berdegup lebih cepat. Renata, yang memperhatikan ekspresi paniknya, hanya menyeringai tipis. "Lu abis nangis, Flo?" pancing Renata, suaranya terdengar ringan, tapi matanya

    Last Updated : 2025-02-07

Latest chapter

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 60

    Hari-hari berikutnya, Birru mulai mencari rumah yang sesuai dengan keinginan mereka. Ia meminta bantuan Dion dan beberapa rekannya untuk mencari lokasi yang nyaman, tidak terlalu jauh dari kantor, tetapi tetap tenang dan ideal untuk keluarga kecil. Sementara itu, Flora juga mulai mempersiapkan diri untuk perubahan besar ini. Ia mulai menyortir barang-barangnya, membayangkan seperti apa kehidupan mereka nanti setelah pindah. Namun, di lubuk hatinya, ada sedikit kekhawatiran—bagaimana reaksi Lia ketika mereka benar-benar pindah? Suatu malam, setelah makan malam bersama keluarga, Birru memutuskan untuk berbicara dengan ibunya. "Bun, aku dan Flora ada rencana untuk pindah ke rumah sendiri," kata Birru dengan hati-hati. Lia, yang sedang merapikan piring, terdiam sejenak sebelum menoleh ke putranya. "Kenapa tiba-tiba ingin pindah?" "Bukan tiba-tiba, Bun," Birru tersenyum kecil. "Aku pikir sudah saatnya aku dan Flora mandiri, membangun rumah tangga kami sendiri. Tapi bukan berarti aku m

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 59

    Pagi ini, Birru sengaja tidak pergi ke kantor. Ia menyerahkan masalah perusahaan akibat ulah Fani kepada Juna dan Dion. Setelah mengabarkan Dion melalui telepon, Birru meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, lalu berbalik dan merengkuh istrinya dalam pelukan.Ia ingin menghabiskan waktu seharian bersama Flora, tanpa gangguan pekerjaan atau hal lain yang membebani pikirannya.Flora menggeliat kecil ketika tangan Birru dengan lembut menyusuri setiap inci tubuhnya di balik piyama tipis yang ia kenakan. Napasnya masih teratur, matanya masih terpejam, tetapi ia sadar sepenuhnya akan sentuhan suaminya."Mas..." gumamnya pelan, suaranya serak karena baru bangun tidur."Hm?" Birru menempelkan bibirnya di puncak kepala istrinya, menghirup aroma khas tubuh Flora yang selalu membuatnya tenang."Kenapa nggak ke kantor?" tanya Flora dengan mata yang masih setengah tertutup."Aku mau sama kamu seharian," jawab Birru tanpa ragu.Flora membuka matanya, menatap suaminya yang kini tersenyum tipis.

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 58

    Hingga malam tiba, Birru masih belum memberi kabar. Flora yang awalnya berusaha menunggu di kamar akhirnya tertidur, meski tidurnya terasa gelisah dan tidak tenang. Sesekali ia tersentak bangun, lalu kembali mencoba memejamkan mata, tetapi pikirannya terus dihantui kecemasan. Ketika akhirnya ia terbangun lagi, matanya langsung melirik jam di atas nakas. Sudah lewat tengah malam. Dengan jantung yang berdebar cemas, ia meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Birru. Tidak ada jawaban. Panggilan kedua pun tak berbalas. Saat ia akan mencoba untuk ketiga kalinya, suara nada sambung terdengar bersamaan dengan bunyi pintu kamar yang terbuka. Flora menoleh cepat, ponsel masih menempel di telinganya. Ketika pandangannya bertemu dengan suaminya, mereka sama-sama terkejut. "Kamu belum tidur, Flo?" suara Birru terdengar serak. Flora mengernyit, lalu berdiri, mendekat untuk melihat lebih jelas. Penampilan Birru jauh berbeda dari saat ia berangkat pagi tadi—kemejanya kusut, dasinya sudah dilep

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 57

    Di dalam air hangat yang penuh dengan busa sabun wangi, tangan Birru dengan lembut menjelajahi setiap inci tubuh istrinya, memanjakannya dengan sentuhan yang penuh kasih. Flora bersandar di dadanya, merasakan kehangatan yang menyelimuti mereka berdua. Birru menciumi bahu dan leher Flora, membisikkan kata-kata manis yang membuat tubuh istrinya semakin melebur dalam keintiman. Napas mereka berbaur dengan uap air, menciptakan kehangatan yang lebih dari sekadar suhu di dalam kamar mandi. Tak lama, Birru mengangkat tubuh Flora dari bathtub, membawanya ke bawah guyuran shower. Air hangat mengalir membasahi mereka, menciptakan sensasi yang lebih intens. Di bawah aliran air yang jatuh membasahi tubuh mereka, Birru melanjutkan cumbuan penuh gairah, menyatukan mereka dalam keintiman yang lebih dalam. Ketika mereka mencapai puncak bersama, Birru memeluk Flora erat, napasnya masih memburu. Lalu, dengan suara serak dan lembut, ia berbisik di telinga istrinya, "Aku ingin kita punya anak, saya

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 56

    Hari ini adalah hari terakhir semester awal sebelum liburan. Flora sibuk dengan buku-buku perpustakaan yang harus ia kembalikan. Tiba-tiba, seseorang datang menghampirinya dari belakang. Flora terperanjat dan hampir tersandung kakinya sendiri, untung saja orang itu sigap menangkapnya. Dalam sekejap, ia berada dalam dekapannya—begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas hangatnya. "Maaf, aku bikin kamu kaget, Flo," suara itu terdengar pelan sebelum orang itu melepaskan pegangannya dan memastikan Flora sudah berdiri stabil. Flora menelan ludah begitu menyadari siapa yang berdiri di depannya. "Thanks," jawabnya datar, lalu segera mengambil satu langkah mundur untuk menjaga jarak. "Boleh bicara sebentar?" Flora mendongak, menatap mata Riki yang tampak penuh arti. "Soal apa?" tanyanya hati-hati. "Ssttt!" suara teguran dari penjaga perpustakaan membuat Riki buru-buru menutup mulutnya. Ia tersenyum kecil, sementara Flora hanya menghela napas. "Kita ngomong di luar," kata Flora setelah

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 55

    "Flora!"Renata berlari menghampiri Flora dan Kirana yang baru saja keluar dari perpustakaan."Hai, Na!" sapanya begitu sadar bahwa yang bersama istri sepupunya adalah Kirana. "Oh iya, lu dapat salam dari Boy, teman sekelas gue," tambahnya, sambil mengedipkan sebelah mata.Kirana tersenyum simpul. "No thanks, he’s not being a gentleman," jawabnya santai.Renata tertawa kecil. "Nanti gue bilangin, biar Boy grow up and be a man."Mereka pun tertawa bersama."Udah ah, cukup gibahnya. Lu tadi mau ngomong apa?" tanya Flora kemudian."Oh iya!" Renata menepuk jidatnya pelan. "Riki pindah kuliah, Flo. Ke luar negeri."Langkah Flora sempat terhenti sesaat, tapi ia cepat-cepat mencoba bersikap biasa saja.Semester awal memang sudah berakhir, dan sebulan terakhir Riki benar-benar menjaga jaraknya. Meskipun begitu, terkadang mata mereka masih saling bertemu—di kelas, saat berpapasan di lorong, atau saat salah satu dari mereka maju untuk presentasi.Kirana melirik Flora dengan tatapan penuh arti.

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 54

    Diruang meeting, Birru duduk di belakang mejanya, menautkan jemarinya dengan tenang di atas permukaan kayu. Matanya tajam menatap wanita di depannya—Fani. Wanita itu masih berdiri, kedua tangannya terlipat di depan dada. Bibirnya tersenyum tipis, tapi matanya menyiratkan ketidakpuasan. "Jadi, kamu sengaja panggil aku ke sini hanya untuk ini?" Fani bertanya, nada suaranya terdengar santai, tapi ada nada menantang di baliknya. Birru tidak langsung menjawab. Ia membiarkan keheningan menggantung di antara mereka, membiarkan ketegangan mengisi ruangan sebelum akhirnya ia berbicara. "Kamu pikir aku nggak tahu?" suaranya dalam dan berbahaya. Fani mengangkat alis, berpura-pura bingung. "Tahu apa?" Birru menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. "Tentang apa yang terjadi pada Flora di kampus." Sekilas, Birru melihat raut wajah Fani berubah—sangat halus, nyaris tak kentara. Tapi ia menangkapnya. "Kamu menuduh aku?" Fani terkekeh pelan, berusaha

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 52

    Begitu mobil Birru berhenti di depan rumah, Flora menarik napas dalam. Ia tahu semua orang di rumah pasti akan terkejut melihat keadaannya. Wajahnya masih menunjukkan bekas tamparan, dan tubuhnya masih terasa lelah akibat kejadian tadi. Birru keluar lebih dulu, lalu segera membukakan pintu untuk Flora. Saat ia turun, pintu rumah terbuka, dan suara langkah cepat terdengar mendekat. “Flora!” suara Violet adalah yang pertama terdengar. Ia bergegas menghampiri, diikuti oleh Juna dan Lia. Ekspresi mereka semua dipenuhi kekhawatiran. “Astaga, apa yang terjadi?!” Violet langsung menggenggam tangan Flora, matanya membesar saat melihat luka di sudut bibir adik iparnya. “Kamu kenapa? Siapa yang melakukan ini?” Lia pun menatapnya dengan cemas. “Flora, sayang, siapa yang menyakitimu, nduk?” Flora tersenyum kecil, meski jelas lelah. “Aku baik-baik saja, Bun…” “Baik-baik saja apanya?!” Juna menyela dengan ekspresi marah. “Lihat ini, wajah kamu jelas habis kena pukul!” Birru meletakkan tangan

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 51

    Saat dalam perjalanan mengantar Flora ke kampus, pikirannya melayang pada seseorang. "Mas, sejak kapan Dion jadi sekretaris kamu?" tanyanya tiba-tiba. Birru menoleh sekilas sebelum kembali fokus ke jalan, tampak mengingat-ingat sejenak. "Sejak waktu itu, pas kamu ke kantor." Flora mengangguk-angguk pelan sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela. "Itu kamu ngerti, Mas," gumamnya nyaris tak terdengar. "Maksudnya gimana, Sayang?" tanya Birru, sedikit mengernyit. Flora menggeleng cepat. "Nggak apa-apa. Terus, Jeni ke mana?" "Dia dipindah ke divisi lain, yang nggak ada hubungannya sama aku," jawab Birru santai. Flora menghela napas pelan. "Dia pasti berpikir kalau itu karena aku, ya?" Birru meliriknya sekilas. "Memang kenapa? Kamu yang punya perusahaan, kamu berhak." Flora terdiam sejenak sebelum akhirnya bertanya ragu, "Bisa begitu juga ke Fani?" Wajah Birru seketika berubah lebih serius. Napasnya terdengar berat sebelum ia berkata, "Kalau aku bisa dari awal, pasti sudah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status