Share

Bab 9

Author: Rieyukha
last update Last Updated: 2025-02-01 20:07:14

Mereka kembali terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mata mereka menyiratkan keinginan yang sama—untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini terpendam dalam hati.

"Kamu nanti datang ke acara Mama?" tanya Riki akhirnya, memecah keheningan.

Flora terkejut dengan pertanyaan itu. "Boleh?" tanyanya ragu. Ia sadar bahwa dua hari terakhir ini Riki tampak menjauhinya. Flora tidak ingin kehadirannya justru membuat Riki semakin tidak nyaman.

"Kenapa harus tanya aku?" balas Riki dengan nada yang sulit ditebak.

"Aku cuma khawatir kamu nggak nyaman kalau aku ada di sana," ujar Flora pelan, menundukkan kepala. Ada nada sedih dalam suaranya. Ia tidak bisa mengabaikan bagaimana Riki perlahan menjauh darinya.

Riki terdiam, kebingungan. Masalahnya bukan pada Flora atau kehadirannya. Yang membuatnya gelisah adalah ucapan Birru yang masih terus mengusik pikirannya.

"Aku..." Riki menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur hatinya yang gundah. Ia tahu, ia tidak bisa lagi membiarkan ini menggantung tanpa kejelasan.

"Apa, Ki?" Flora bertanya pelan, matanya penuh rasa ingin tahu. Ia menatap Riki, menunggu dengan hati yang berdebar-debar.

Riki mengangkat wajahnya, menatap Flora dalam-dalam. "Flo," ucapnya serius, suaranya sedikit bergetar. "Kamu... kamu beneran sudah nikah?"

Pertanyaan itu seperti petir yang menyambar Flora. Tubuhnya membeku di tempat, dan kata-kata itu seolah menggemakan sesuatu yang paling ia takuti.

Jadi, Birru benar-benar mengatakan hal itu pada Riki.

Flora meremas tangannya, mencoba menahan tangis yang mulai memenuhi matanya. Ia merasa hatinya runtuh. Bagaimana mungkin Birru bisa tega melakukan ini? Bukankah dia tahu seberapa besar Flora menyukai Riki?

Namun di sisi lain, Birru sendiri hidup dengan kebebasan yang Flora hanya bisa impikan—berpacaran, berpelukan, bahkan tanpa memikirkan perasaan atau posisi Flora. Kenapa hanya dirinya yang harus selalu berkorban?

"Jadi, dia bilang gitu sama kamu?" tanya Flora dengan suara pelan, seraknya tak mampu menyembunyikan tangis yang ia tahan.

Riki mengangguk kecil, menatap Flora penuh kebimbangan. "Dia bahkan menunjukkan kartu nikah kalian, Flo. Tapi aku nggak mau percaya begitu saja. Aku cuma butuh jawaban langsung dari kamu, supaya aku tahu harus melangkah ke mana setelah ini."

Flora cepat-cepat mengusap air matanya, berusaha terlihat tegar. Tapi usaha itu sia-sia—Riki jelas melihat betapa rapuhnya dia saat ini. Ketika Riki hendak meraih tangannya, seorang pramusaji tiba-tiba datang membawa pesanan Riki, menghentikan momen itu sejenak. Flora memalingkan wajahnya, tak ingin orang lain melihat luka yang coba ia sembunyikan.

Setelah pramusaji pergi, Riki kembali mencoba mendekat. "Flo," suaranya lebih lembut sekarang, penuh kesabaran. Kali ini, ia memberanikan diri menggenggam tangan Flora dengan erat. "Kamu percaya sama aku, kan? Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita. Aku di sini buat kamu."

Kata-kata itu, ditambah dengan genggaman hangat dari Riki, seperti membuka bendungan yang selama ini coba Flora tahan. Air mata pun akhirnya tumpah. Flora menangis tersedu, merasa tak berdaya sekaligus dipenuhi rasa bersalah. Tanpa berpikir panjang, Riki bergeser ke sampingnya dan memeluknya erat, seolah ingin melindungi gadis itu dari seluruh kesedihannya.

"Maaf..." suara Flora terdengar lirih, hampir seperti bisikan.

Riki perlahan melepaskan pelukannya. Tatapannya tajam menembus Flora, penuh intensitas. "Jadi, semua itu benar?" tanyanya, nyaris tak percaya.

Flora mengangguk pelan, tanpa berani menatap wajahnya.

Kening Riki berkerut, ekspresinya berubah dari kaget menjadi penuh rasa ingin tahu. "Tapi bagaimana bisa, Flo? Kamu sama dia nggak..." Riki menggantungkan kalimatnya, bingung mencari kata yang tepat untuk mengungkapkan pertanyaannya.

Flora, memahami maksudnya, segera menjawab. "Nggak, Ki," ucapnya pelan. Ia menghela napas panjang sebelum melanjutkan, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menceritakan semuanya. "Aku dijodohkan. Aku dinikahkan saat aku bahkan nggak ada di sana. Tiba-tiba, statusku sudah berubah jadi istrinya."

Riki terdiam, membiarkan Flora melanjutkan tanpa menyela.

"Tante Lia—mertua aku, sahabatnya Mama—sakit, Ki," kata Flora, suaranya terdengar berat. "Beliau yang meminta pernikahan ini. Kata mama, demi kesehatannya, pernikahan harus segera dilakukan. Semua terjadi begitu cepat."

Riki mengerutkan kening, kebingungannya semakin dalam. "Pak Birru juga... terpaksa?" tanyanya dengan nada penuh ketidakpercayaan. Dalam pikirannya, Birru selama ini terlihat seperti benar-benar menginginkan Flora. Bahkan, ia sampai berani menunjukkan kartu nikah mereka.

Flora mengangguk pelan. "Iya, Ki. Kami berdua sama-sama terpaksa. Semuanya demi Tante Lia. Ini bukan keputusan yang di ambil dengan hati, tapi demi menghormati permintaan Tante Lia."

Riki menatap Flora dalam-dalam, matanya penuh emosi yang tak bisa ia sembunyikan. Kedua tangannya menggenggam erat tangan Flora, seolah takut kehilangan momen ini.

"Aku nggak tahu harus gimana menghadapi semua ini, Flo," suaranya terdengar berat, penuh keraguan dan penyesalan yang lama terpendam. Ia menarik napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian.

"Harusnya dari dulu aku bilang sama kamu. Aku suka kamu... lebih dari itu, aku sayang kamu, Flo. Sangat sayang," ucapnya dengan suara yang tegas namun lembut, seperti memaknai setiap kata yang keluar dari bibirnya.

Tatapan Riki penuh harap, menunggu reaksi dari Flora, sementara waktu seakan berhenti di antara mereka.

Flora terdiam, kata-kata terasa sulit keluar dari bibirnya. Dalam hati, ia ingin membalas dengan rasa yang sama, dengan kejujuran yang selama ini tertahan. Mereka berdua tahu, perasaan itu ada—mengakar di antara mereka—namun tidak ada yang cukup berani untuk mengungkapkannya lebih awal.

"Riki..." suara Flora lirih, penuh keraguan, "Aku juga punya perasaan yang sama. Tapi..." ia berhenti sejenak, menundukkan pandangannya. "Aku nggak tahu harus bagaimana... dengan statusku sekarang."

Riki menatapnya dalam, mencoba menangkap isi hati Flora melalui tatapannya yang gelisah. "Kamu bahagia menjalaninya?" tanyanya pelan, namun penuh arti.

Flora menggeleng lemah, matanya berusaha menyampaikan kebenaran yang tak mampu ia ucapkan. Meski begitu, ada sesuatu dalam sorot matanya—keyakinan, harapan, atau mungkin keinginan untuk percaya pada Riki.

Melihat itu, Riki menguatkan genggaman tangannya, seolah memberi jaminan bahwa ia akan tetap ada di sana. "Izinkan aku untuk membahagiakan kamu, Flo," ucapnya dengan penuh keyakinan, suaranya tegas namun lembut, seperti janji yang tak akan pernah ia ingkari.

Flora menatap Riki dalam diam, matanya menyiratkan kebingungan dan kepedihan yang tak terucap. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak di hatinya yang terasa semakin sesak. Namun, rasa sakit itu terlalu nyata, seolah mencengkeram setiap bagian dirinya.

Ia tahu, takdir yang harus ia jalani bukanlah hal yang mudah diterima. Hatinya bimbang antara keinginan untuk mengikuti perasaannya dan kenyataan pahit yang membatasinya. Dan di depan Riki, yang menatapnya penuh harap, Flora hanya bisa merasa semakin terhimpit oleh pilihan yang tak pernah ia harapkan.

"Flo, aku nggak akan kemana-mana. Apa pun itu, aku akan tetap di sini," bisiknya lembut, mencoba meredakan gemuruh dalam hati Flora yang sedang hancur berkeping-keping.

***

Related chapters

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 10

    Malam itu, dengan senyum yang tak henti-hentinya merekah di wajahnya, Flora membongkar isi koper, mencari pakaian terbaik yang dimilikinya. Kebahagiaan terpancar jelas dari sorot matanya—seolah hidupnya kembali berwarna setelah Riki menerima dirinya apa adanya. Keputusan mereka untuk menjalin hubungan, meskipun harus backstreet, membuat hatinya berdebar penuh semangat. Keluarganya dan keluarga Birru tentulah yang utama yang tidak beh tau tentang hubungannya dengan Riki. 'Kalau Birru bisa, kenapa gue nggak?' pikirnya. Flora yakin, ia berhak bahagia. Ia berhak menikmati hidupnya. Flora memilih gaun terbaiknya malam itu. Wajahnya ia poles dengan riasan yang mempertegas kecantikannya, hingga bayangan dirinya di cermin seolah menampilkan sosok yang berbeda—lebih dewasa, lebih anggun, dan yang paling penting, lebih percaya diri. Bahkan Birru yang tengah duduk santai dengan buku di tangannya, mendadak terpaku. Napasnya terasa tersangkut di tenggorokan saat melihat Flora y

    Last Updated : 2025-02-02
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 11

    Flora tersentak saat merasakan ponselnya bergetar di dalam tas. Nada dering yang terdengar samar di tengah riuh pesta menarik perhatiannya. Ia segera berpamitan kepada kedua orang tua Riki sebelum melangkah menjauh untuk menerima panggilan itu. Dari kejauhan, Riki hanya diam, matanya mengikuti setiap gerak Flora dengan ekspresi sulit diartikan. Begitu menemukan tempat yang lebih tenang, Flora mengeluarkan ponselnya dan mendengus pelan saat melihat Birru nama di layar. Seketika, kekhawatiran menyeruak dalam benaknya. Apakah ini ada hubungannya dengan mertuanya? Tanpa pikir panjang, ia menekan tombol hijau dan menempelkan ponsel ke telinga. Namun, belum sempat ia menyapa, suara lain menyelusup di antara percakapan. Suara seorang wanita. Flora terdiam. Alisnya berkerut saat mencoba menangkap jelas percakapan itu, tetapi suara di seberang terdengar samar, seolah Birru tidak sedang berbicara padanya, melainkan pada seseorang di sisinya. Secepat kilat, dadanya terasa sesak oleh em

    Last Updated : 2025-02-03
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 12

    Gerak-gerik Flora yang aneh sejak tadi mulai masuk akal bagi Renata. Rasa kesal menguar di dadanya, membuatnya menegakkan punggung, bersiap memberi sepupunya itu pelajaran. Dengan langkah tegap, ia melangkah menuju Birru dan kekasihnya—entah siapa yang sangat asing di matanya. Namun, baru saja ia hendak melangkah menghampiri mereka, sebuah tangan kuat mencengkeram pergelangan tangannya. Renata tersentak. Ia menoleh dengan alis berkerut. "Lu mau ngapain?" suara itu terdengar hati-hati, tetapi tajam. Tatapan mata laki-laki itu serius, seakan menguliti niatnya hingga ke dasar. "Riki??" Renata semakin terkejut. Laki-laki yang baru saja ia gosipkan bersama Flora kini berdiri di hadapannya. Mereka memang saling mengenal—Mama mereka adalah teman arisan. Tapi, hubungan mereka tidak bisa dibilang akrab. Bahkan, kalau dipikir-pikir lagi, mereka nyaris tidak pernah berbicara satu sama lain. "Lu mau samperin Pak Birru?" tanya Riki lagi, suaranya tetap datar, tapi a

    Last Updated : 2025-02-04
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 13

    Flora membuka pintu dengan hati-hati, namun sebelum ia sempat mengeluarkan sepatah kata pun, Renata sudah berdiri dengan tangan berkacak pinggang, wajahnya menyiratkan kemarahan yang sulit dibendung. “Itu laki lu!” serunya, jari telunjuknya tajam mengarah pada Birru yang terhuyung di ambang pintu. Tubuh pria itu bersandar lemah di dinding, wajahnya kusut, matanya sayu, dan pakaiannya berantakan. Bau alkohol samar tercium dari tubuhnya. Flora terhenyak. Birru bukan tipe pria yang pulang dalam keadaan seperti ini. “Kalau tadi gue nggak ngikutin dia, sekarang dia udah dibawa gundik!” lanjut Renata dengan nada marah, matanya berkilat penuh amarah. Flora mengerutkan kening. “Gundik?” Flora mengulang dengan suara hampir berbisik, sulit mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Renata menghela napas kasar, lalu kembali menatap Birru dengan sorot mata penuh kekecewaan. “Iya, Flo. Mas Birru udah keterlaluan sama lu. Dan tadi gue lihat sendiri dia dicekokin! Ta

    Last Updated : 2025-02-05
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 14

    Keesokan paginya, Flora kembali ke kamar awalnya menginap bersama Birru. Ia datang sedikit siang setelah sarapan berdua dengan Riki. Saat membuka pintu, pandangannya langsung tertuju pada Birru yang tengah duduk santai dengan sebuah buku di tangannya. Tak seperti semalam saat mabuk, kini pria itu kembali tampil rapi, bersih, dan penuh wibawa—persis seperti sosok Birru yang biasa ia kenal. Flora menghela napas, memilih mengabaikan tatapan tajam yang Birru layangkan padanya. Tanpa berkata apa-apa, ia melangkah menuju koper dan mulai mengemasi barang-barangnya. "Dari mana lu?" suara Birru terdengar dingin dan tajam. "Jam segini baru balik?" Flora terdiam sejenak. Nada suara dan pertanyaan itu seolah menunjukkan bahwa Birru lupa akan apa yang terjadi semalam. Ia tidak menjawab, hanya melanjutkan mengemasi barangnya seakan pria itu tak ada di sana. Namun, ia bisa merasakan tatapan Birru yang terus menelusuri gerak-geriknya. Tak lama, langkah ka

    Last Updated : 2025-02-06
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 15

    Renata mengeluarkan ponselnya dari saku, lalu meletakkannya di atas meja sebelum mendorongnya ke tengah dengan gerakan yang disengaja—cukup jelas bagi Birru untuk melihat setiap tindakannya. Tanpa ragu, ia menekan nama Flora di daftar kontak, mengaktifkan mode speaker agar suara di ujung telepon terdengar oleh mereka berdua. Birru menatapnya, bingung. "Lu mau ngapain?" tanyanya curiga. Renata hanya mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar Birru diam. "Bantu nemuin akar masalah lu," jawabnya tenang, namun tajam. Nada sambung berbunyi beberapa kali sebelum suara serak di ujung sana akhirnya menyapa, terdengar pelan dan jauh. "Iya, Re?" Birru menahan napas tanpa sadar. Ada sesuatu dalam suara itu yang membuat dadanya terasa sesak—entah apa, tapi ia bisa merasakannya. Jantungnya mulai berdegup lebih cepat. Renata, yang memperhatikan ekspresi paniknya, hanya menyeringai tipis. "Lu abis nangis, Flo?" pancing Renata, suaranya terdengar ringan, tapi matanya

    Last Updated : 2025-02-07
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 16

    Keesokan harinya, Renata benar-benar datang ke rumah, seperti janjinya pada Flora. "Tante… Halo semuanya! Every body!" serunya ceria begitu melangkah masuk setelah memberi salam. Di ruang tengah, Violet yang baru saja keluar kamar menatapnya dengan dahi berkerut. Hari itu ia sengaja tidak bekerja karena suaminya baru pulang dari luar kota, dan ia ingin menghabiskan waktu bersamanya. Namun, perhatiannya langsung tertuju pada koper kecil di samping Renata. "Mau ngapain lu, Re?" tanyanya heran, lalu menjatuhkan tubuh ke sofa dengan malas. Renata tersenyum lebar dan tanpa ragu ikut merebahkan diri di sampingnya. "Mau nginap di sini sampai weekend." Violet mengangkat sebelah alis. "Tumben. Biasanya juga ogah nginap di sini." Renata menyeringai usil. "Kan sekarang ada Flora. Ada yang seumuran, asyik buat diajak ngobrol." Violet menegakkan tubuh, menatapnya dengan kedua tangan menyilang di dada. "Jadi maksud lu, gue selama ini nggak asyik?" Renata tertawa pelan, lalu menepuk

    Last Updated : 2025-02-08
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 17

    Flora kecil melangkah ringan dengan penuh semangat begitu tiba di rumah Birru. Setelah hampir dua bulan tak berkunjung karena kesibukan kedua orang tuanya, ia merasa begitu rindu dengan suasana rumah ini. "Mas Birru dan Mbak Vio di mana, Tante?" tanyanya ceria kepada Lia, yang tengah duduk di ruang tamu. "Vio nggak di rumah, Flo. Dia ada acara sama teman-temannya," jawab Lia sambil tersenyum. "Tapi kalau Birru, dia ada di dapur." Ia menunjuk ke arah dapur, memberi isyarat agar Flora langsung menemui anak bungsunya itu. Tanpa menunggu lebih lama, Flora segera berjalan ke dapur. Begitu melihat Birru yang tampak sibuk di sana, langkahnya otomatis melambat. Ia berniat memberi kejutan. Namun, belum sempat ia melakukan apa pun, suara Birru terdengar lebih dulu. "Ini panas, Flo. Kamu mau aku celaka?" Flora tertegun, langkahnya langsung terhenti. Dengan ekspresi bingung, ia menatap punggung Birru yang masih fokus dengan masakannya. "Mas kok tahu aku ada di sini?" tanyanya polos se

    Last Updated : 2025-02-09

Latest chapter

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 60

    Hari-hari berikutnya, Birru mulai mencari rumah yang sesuai dengan keinginan mereka. Ia meminta bantuan Dion dan beberapa rekannya untuk mencari lokasi yang nyaman, tidak terlalu jauh dari kantor, tetapi tetap tenang dan ideal untuk keluarga kecil. Sementara itu, Flora juga mulai mempersiapkan diri untuk perubahan besar ini. Ia mulai menyortir barang-barangnya, membayangkan seperti apa kehidupan mereka nanti setelah pindah. Namun, di lubuk hatinya, ada sedikit kekhawatiran—bagaimana reaksi Lia ketika mereka benar-benar pindah? Suatu malam, setelah makan malam bersama keluarga, Birru memutuskan untuk berbicara dengan ibunya. "Bun, aku dan Flora ada rencana untuk pindah ke rumah sendiri," kata Birru dengan hati-hati. Lia, yang sedang merapikan piring, terdiam sejenak sebelum menoleh ke putranya. "Kenapa tiba-tiba ingin pindah?" "Bukan tiba-tiba, Bun," Birru tersenyum kecil. "Aku pikir sudah saatnya aku dan Flora mandiri, membangun rumah tangga kami sendiri. Tapi bukan berarti aku m

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 59

    Pagi ini, Birru sengaja tidak pergi ke kantor. Ia menyerahkan masalah perusahaan akibat ulah Fani kepada Juna dan Dion. Setelah mengabarkan Dion melalui telepon, Birru meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, lalu berbalik dan merengkuh istrinya dalam pelukan.Ia ingin menghabiskan waktu seharian bersama Flora, tanpa gangguan pekerjaan atau hal lain yang membebani pikirannya.Flora menggeliat kecil ketika tangan Birru dengan lembut menyusuri setiap inci tubuhnya di balik piyama tipis yang ia kenakan. Napasnya masih teratur, matanya masih terpejam, tetapi ia sadar sepenuhnya akan sentuhan suaminya."Mas..." gumamnya pelan, suaranya serak karena baru bangun tidur."Hm?" Birru menempelkan bibirnya di puncak kepala istrinya, menghirup aroma khas tubuh Flora yang selalu membuatnya tenang."Kenapa nggak ke kantor?" tanya Flora dengan mata yang masih setengah tertutup."Aku mau sama kamu seharian," jawab Birru tanpa ragu.Flora membuka matanya, menatap suaminya yang kini tersenyum tipis.

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 58

    Hingga malam tiba, Birru masih belum memberi kabar. Flora yang awalnya berusaha menunggu di kamar akhirnya tertidur, meski tidurnya terasa gelisah dan tidak tenang. Sesekali ia tersentak bangun, lalu kembali mencoba memejamkan mata, tetapi pikirannya terus dihantui kecemasan. Ketika akhirnya ia terbangun lagi, matanya langsung melirik jam di atas nakas. Sudah lewat tengah malam. Dengan jantung yang berdebar cemas, ia meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Birru. Tidak ada jawaban. Panggilan kedua pun tak berbalas. Saat ia akan mencoba untuk ketiga kalinya, suara nada sambung terdengar bersamaan dengan bunyi pintu kamar yang terbuka. Flora menoleh cepat, ponsel masih menempel di telinganya. Ketika pandangannya bertemu dengan suaminya, mereka sama-sama terkejut. "Kamu belum tidur, Flo?" suara Birru terdengar serak. Flora mengernyit, lalu berdiri, mendekat untuk melihat lebih jelas. Penampilan Birru jauh berbeda dari saat ia berangkat pagi tadi—kemejanya kusut, dasinya sudah dilep

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 57

    Di dalam air hangat yang penuh dengan busa sabun wangi, tangan Birru dengan lembut menjelajahi setiap inci tubuh istrinya, memanjakannya dengan sentuhan yang penuh kasih. Flora bersandar di dadanya, merasakan kehangatan yang menyelimuti mereka berdua. Birru menciumi bahu dan leher Flora, membisikkan kata-kata manis yang membuat tubuh istrinya semakin melebur dalam keintiman. Napas mereka berbaur dengan uap air, menciptakan kehangatan yang lebih dari sekadar suhu di dalam kamar mandi. Tak lama, Birru mengangkat tubuh Flora dari bathtub, membawanya ke bawah guyuran shower. Air hangat mengalir membasahi mereka, menciptakan sensasi yang lebih intens. Di bawah aliran air yang jatuh membasahi tubuh mereka, Birru melanjutkan cumbuan penuh gairah, menyatukan mereka dalam keintiman yang lebih dalam. Ketika mereka mencapai puncak bersama, Birru memeluk Flora erat, napasnya masih memburu. Lalu, dengan suara serak dan lembut, ia berbisik di telinga istrinya, "Aku ingin kita punya anak, saya

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 56

    Hari ini adalah hari terakhir semester awal sebelum liburan. Flora sibuk dengan buku-buku perpustakaan yang harus ia kembalikan. Tiba-tiba, seseorang datang menghampirinya dari belakang. Flora terperanjat dan hampir tersandung kakinya sendiri, untung saja orang itu sigap menangkapnya. Dalam sekejap, ia berada dalam dekapannya—begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas hangatnya. "Maaf, aku bikin kamu kaget, Flo," suara itu terdengar pelan sebelum orang itu melepaskan pegangannya dan memastikan Flora sudah berdiri stabil. Flora menelan ludah begitu menyadari siapa yang berdiri di depannya. "Thanks," jawabnya datar, lalu segera mengambil satu langkah mundur untuk menjaga jarak. "Boleh bicara sebentar?" Flora mendongak, menatap mata Riki yang tampak penuh arti. "Soal apa?" tanyanya hati-hati. "Ssttt!" suara teguran dari penjaga perpustakaan membuat Riki buru-buru menutup mulutnya. Ia tersenyum kecil, sementara Flora hanya menghela napas. "Kita ngomong di luar," kata Flora setelah

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 55

    "Flora!"Renata berlari menghampiri Flora dan Kirana yang baru saja keluar dari perpustakaan."Hai, Na!" sapanya begitu sadar bahwa yang bersama istri sepupunya adalah Kirana. "Oh iya, lu dapat salam dari Boy, teman sekelas gue," tambahnya, sambil mengedipkan sebelah mata.Kirana tersenyum simpul. "No thanks, he’s not being a gentleman," jawabnya santai.Renata tertawa kecil. "Nanti gue bilangin, biar Boy grow up and be a man."Mereka pun tertawa bersama."Udah ah, cukup gibahnya. Lu tadi mau ngomong apa?" tanya Flora kemudian."Oh iya!" Renata menepuk jidatnya pelan. "Riki pindah kuliah, Flo. Ke luar negeri."Langkah Flora sempat terhenti sesaat, tapi ia cepat-cepat mencoba bersikap biasa saja.Semester awal memang sudah berakhir, dan sebulan terakhir Riki benar-benar menjaga jaraknya. Meskipun begitu, terkadang mata mereka masih saling bertemu—di kelas, saat berpapasan di lorong, atau saat salah satu dari mereka maju untuk presentasi.Kirana melirik Flora dengan tatapan penuh arti.

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 54

    Diruang meeting, Birru duduk di belakang mejanya, menautkan jemarinya dengan tenang di atas permukaan kayu. Matanya tajam menatap wanita di depannya—Fani. Wanita itu masih berdiri, kedua tangannya terlipat di depan dada. Bibirnya tersenyum tipis, tapi matanya menyiratkan ketidakpuasan. "Jadi, kamu sengaja panggil aku ke sini hanya untuk ini?" Fani bertanya, nada suaranya terdengar santai, tapi ada nada menantang di baliknya. Birru tidak langsung menjawab. Ia membiarkan keheningan menggantung di antara mereka, membiarkan ketegangan mengisi ruangan sebelum akhirnya ia berbicara. "Kamu pikir aku nggak tahu?" suaranya dalam dan berbahaya. Fani mengangkat alis, berpura-pura bingung. "Tahu apa?" Birru menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. "Tentang apa yang terjadi pada Flora di kampus." Sekilas, Birru melihat raut wajah Fani berubah—sangat halus, nyaris tak kentara. Tapi ia menangkapnya. "Kamu menuduh aku?" Fani terkekeh pelan, berusaha

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 52

    Begitu mobil Birru berhenti di depan rumah, Flora menarik napas dalam. Ia tahu semua orang di rumah pasti akan terkejut melihat keadaannya. Wajahnya masih menunjukkan bekas tamparan, dan tubuhnya masih terasa lelah akibat kejadian tadi. Birru keluar lebih dulu, lalu segera membukakan pintu untuk Flora. Saat ia turun, pintu rumah terbuka, dan suara langkah cepat terdengar mendekat. “Flora!” suara Violet adalah yang pertama terdengar. Ia bergegas menghampiri, diikuti oleh Juna dan Lia. Ekspresi mereka semua dipenuhi kekhawatiran. “Astaga, apa yang terjadi?!” Violet langsung menggenggam tangan Flora, matanya membesar saat melihat luka di sudut bibir adik iparnya. “Kamu kenapa? Siapa yang melakukan ini?” Lia pun menatapnya dengan cemas. “Flora, sayang, siapa yang menyakitimu, nduk?” Flora tersenyum kecil, meski jelas lelah. “Aku baik-baik saja, Bun…” “Baik-baik saja apanya?!” Juna menyela dengan ekspresi marah. “Lihat ini, wajah kamu jelas habis kena pukul!” Birru meletakkan tangan

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 51

    Saat dalam perjalanan mengantar Flora ke kampus, pikirannya melayang pada seseorang. "Mas, sejak kapan Dion jadi sekretaris kamu?" tanyanya tiba-tiba. Birru menoleh sekilas sebelum kembali fokus ke jalan, tampak mengingat-ingat sejenak. "Sejak waktu itu, pas kamu ke kantor." Flora mengangguk-angguk pelan sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela. "Itu kamu ngerti, Mas," gumamnya nyaris tak terdengar. "Maksudnya gimana, Sayang?" tanya Birru, sedikit mengernyit. Flora menggeleng cepat. "Nggak apa-apa. Terus, Jeni ke mana?" "Dia dipindah ke divisi lain, yang nggak ada hubungannya sama aku," jawab Birru santai. Flora menghela napas pelan. "Dia pasti berpikir kalau itu karena aku, ya?" Birru meliriknya sekilas. "Memang kenapa? Kamu yang punya perusahaan, kamu berhak." Flora terdiam sejenak sebelum akhirnya bertanya ragu, "Bisa begitu juga ke Fani?" Wajah Birru seketika berubah lebih serius. Napasnya terdengar berat sebelum ia berkata, "Kalau aku bisa dari awal, pasti sudah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status