Share

Bab 3

Author: Rieyukha
last update Last Updated: 2025-01-23 19:35:37

Flora menuruni tangga dengan langkah berat, membiarkan pikirannya dipenuhi berbagai hal yang mengganggu. Setelah menikah, ia tinggal di rumah besar ini bersama Lia, mertuanya yang penuh kasih sayang, dan Violet, kakak perempuan Birru, yang sudah menikah lebih dari tiga tahun namun belum memiliki anak.

"Pagi, sayang," sapa Lia dengan suara lembut penuh kehangatan ketika melihat Flora sudah berada di ruang makan.

Flora membalas sapaan itu dengan senyuman tipis, membiarkan mertuanya memeluknya singkat. Pelukan Lia selalu terasa nyaman, meski kali ini tak cukup mengusir kegundahan yang ia rasakan.

"Kamu kenapa, Nduk? Wajahmu kok terlihat murung. Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Lia dengan nada penuh perhatian. Wajahnya memancarkan kasih sayang yang tulus, meskipun garis-garis kelelahan dan sakit masih jelas terlihat.

Flora tertegun sejenak, berusaha menutupi perasaannya. Ia menarik napas panjang lalu tersenyum kecil. "Masa sih, Bun? Mungkin Flo cuma kelelahan aja karena tugas-tugas sekolah lagi banyak," jawabnya, setengah jujur. Memang benar ia lelah, tetapi yang membuat hatinya berat bukan hanya itu.

Lia mengangguk pelan, matanya penuh simpati. "Jangan terlalu dipaksakan, ya, Nduk. Sesekali coba istirahat dan refreshing biar pikiranmu lebih segar. Kalau perlu, nanti Bunda minta Birru ajak kamu jalan-jalan, ya."

Perkataan Lia yang melibatkan Birru, suami Flora, membuatnya tersentak panik. "Nggak usah repot-repot, Bun," tolak Flora cepat, suaranya terdengar tergesa-gesa. "Flo pikir, weekend nanti kalau istirahat di rumah aja pasti udah cukup buat Flo lebih baik," lanjutnya sambil berusaha memasang senyum ceria, berharap mertuanya tidak curiga.

Lia hanya tersenyum lembut, tetapi matanya seolah memahami lebih banyak daripada yang Flora ungkapkan. "Ya sudah, kalau begitu. Yang penting kamu jangan terlalu keras sama diri sendiri, ya, Nduk," ucapnya menutup pembicaraan dengan nada penuh perhatian.

"Ah, Flo cuma jalan-jalan aja. Ngapain juga Birru harus repot," sahut Violet tiba-tiba. Ia duduk santai di depan Flora, sambil melirik sekilas ke belakangnya.

Flora mengerti arah pandang itu. Detik berikutnya, ia merasakan kehadiran Birru yang kini berdiri di dekatnya, seperti bayangan yang tak bisa ia abaikan.

“Birru itu suami kamu, Flo. Tugasnya ya bikin kamu bahagia, bukan malah bikin kamu tambah stres,” lanjut Violet, kali ini nada bicaranya lebih menohok, jelas ditujukan untuk menusuk Birru.

Flora tetap diam, menunduk tanpa keberanian untuk menoleh ke arah Birru. Ia tidak mau membuat situasi jadi lebih rumit atau malah menyulut perdebatan.

“Apaan sih, Mbak? Sok tahu banget,” jawab Birru santai dengan nada cuek khasnya. Namun, tak lama ia menoleh pada Flora, membelai bahunya ringan dan berkata, “Besok kita jalan-jalan, ya.” suaranya berubah lembut, penuh kehangatan yang hampir terdengar tulus. Hampir.

Flora akhirnya mendongak, menatap wajah Birru yang tersenyum. Itu senyum yang pernah ia kenal, senyum yang dulu membuat hatinya terasa seperti hangat dan nyaman. Tapi kini, senyum itu terasa hampa. Ia tahu itu hanya bagian dari pertunjukan Birru—senyum yang dipamerkan hanya di depan keluarganya, sekadar memastikan semua orang percaya bahwa mereka adalah pasangan yang bahagia dan saling mencintai.

“Iya, Mas. Terima kasih,” jawab Flora dengan suara lembut yang dibuat-buat. Ia tersenyum, senyum yang ia tahu harus dipaksakan. Jika Birru bisa bermain peran, maka ia juga harus bisa.

Di ruangan itu, hanya Lia yang terlihat benar-benar percaya pada kebahagiaan mereka. Violet memandang mereka dengan tatapan menghakimi, sementara Birru dan Flora tetap memelihara ilusi itu. Sebuah sandiwara panjang yang terus berjalan tanpa tahu kapan panggungnya akan benar-benar berakhir.

*

Saat jam istirahat, Flora tanpa sengaja berpapasan dengan Riki di koridor sekolah. Refleks, ia menyunggingkan senyuman hangat, senyuman yang selalu ia simpan untuk lelaki yang diam-diam ia sukai selama bertahun-tahun. Namun, senyuman itu menggantung tanpa balasan.

Riki menatapnya datar, tanpa emosi. Seolah ada tembok besar yang tiba-tiba membatasi mereka. Detik berikutnya, lelaki itu berbalik, menghindari Flora tanpa sepatah kata pun.

Flora berdiri mematung, dadanya terasa sesak. Sikap Riki yang tiba-tiba dingin dan terang-terangan menjauhinya membuat hatinya panas sekaligus sedih. Ia mengepalkan tangannya, mencoba menenangkan diri, tapi rasa kecewa terlalu sulit untuk diabaikan.

Di kepalanya, hanya ada satu kesimpulan: ini pasti ulah Birru. Flora yakin suaminya telah memanggil Riki, mungkin memperingatkannya atau mengatakan sesuatu yang membuat Riki berubah drastis terhadapnya.

Hatinya bergejolak. Ada luka yang tercipta, bukan hanya karena sikap Riki, tetapi juga karena kendali Birru yang terasa seperti rantai yang mengekangnya tanpa ampun. Saat itu, Flora merasa dunianya semakin sempit, seperti tak ada ruang untuk dirinya sendiri, bahkan untuk sekadar menyukai seseorang.

"Kenapa, sih? Dari tadi lu kayak hilang arah gitu mukanya," celetuk Adel sambil melahap batagor di didepannya, ekspresinya penasaran seperti biasa.

Flora hanya mendesah pelan, napasnya berat. Tangannya sibuk memutar-mutar sedotan jus alpukat di gelasnya, tanpa niat untuk meminumnya.

"Ini bukan gara-gara uang taruhan lu kemarin, kan?" tanya Dara dengan nada khawatir.

"Bukan," jawab Flora cepat. Memang, ia sama sekali tidak mempermasalahkan soal uang taruhan itu.

"Terus kenapa dong?" desak Adel, penasaran.

Flora menunduk, suara kecilnya akhirnya keluar, "Riki jauhin gue."

Mendengar itu, Adel dan Dara saling pandang. Ekspresi mereka berubah serius.

Adel mendekatkan tubuhnya, lalu melirik ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada orang yang menguping. Setelah yakin, ia berbisik, "Gue tadi pagi lihat Riki keluar dari ruangan Pak Birru. Mukanya kayak abis ditabrak bad mood. Gue yakin ini ada hubungannya sama lu tentang kemarin."

Flora mendongak sedikit, keningnya berkerut mencoba memahami. Kata-kata Adel membangkitkan sesuatu di pikirannya. Dugaan yang sejak tadi kini semakin nyata. Namun, ia memilih untuk diam.

"Sorry to say, Flo," Dara memecah keheningan, nada suaranya hati-hati. "Kita-kita ini, sebagian anak sekolah, memang tahu lu ada hubungan keluarga sama Pak Birru. Tapi makin ke sini gue sama Adel ngerasa ada yang aneh."

Flora mengangkat alis, bingung. "Aneh gimana maksud lu?" tanyanya, meski rasa gelisah sudah mulai merayap di hatinya.

Dara menatap Flora dalam-dalam sebelum berkata, "Kayak lebih… ngatur. Lu sadar nggak? Sikap Pak Birru kayak posesif banget belakangan ini."

Adel mengangguk cepat. "Iya, Flo. Gue nggak tahu lu nyadar atau nggak, tapi Pak Birru tuh kayak nggak mau ada orang lain yang deketin lu."

Flora hanya diam. Dalam hati, ia tahu sikap Birru yang terkesan mengatur hidupnya itu semata-mata karena statusnya sebagai istri. Sebuah tanggung jawab yang dijalankan tanpa cinta.

Tapi sekarang, apa yang harus ia lakukan? Laki-laki yang diam-diam ia sukai selama ini, Riki, telah menjauhinya tanpa penjelasan. Perasaan yang selama ini ia pendam kini terasa seperti beban yang tak punya tujuan. Ke mana ia harus membawa semua ini?

Pikiran itu terus bergulir di kepalanya, membuat wajah Flora semakin murung. Hatinya terasa sesak saat ia menyadari satu hal yang menyakitkan: hidupnya seakan menutup semua ruang untuk cinta. Ia terjebak dalam peran yang harus ia jalani, tapi tak pernah benar-benar ia pilih.

Hatinya yang dulu penuh harapan kini terasa hampa. Ia hanya ingin bahagia, tapi kebahagiaan itu terasa seperti bintang di langit—terlihat, namun terlalu jauh untuk diraih.

***

Related chapters

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 4

    "Lu pulang sendiri, atau sama Pak Birru?" tanya Adel sebelum benar-benar meninggalkan halaman sekolah.Flora menoleh kaget, seolah-olah rahasia besar telah terbongkar oleh Adel."Santai aja, gue tahu kok kemarin lu nggak pulang dengan taksi online, tapi bareng Pak Birru," ujar Adel, menatap Flora yang tampak semakin murung.Wajah Flora semakin suram, dan Adel semakin penasaran. "Sebenarnya, lu ada apa sih sama Pak Birru, Flo?" tanya Adel lagi."Enggak ada apa-apa," jawab Flora cepat, berusaha menghindar."Terus kenapa lu harus selalu pergi dan pulang bareng dia?" Adel masih tak puas.Flora menarik napas dalam, wajahnya menampilkan kelelahan. "Sebenarnya, orang tua gue nitipin gue sama dia. Dia yang harus ngurusin dan ngawas gue, kayak penjaga tahanan luar," jawab Flora, meski sedikit berbohong. Bukankah itu cara lain untuk menggambarkan tugas seorang suami?Adel dan Dara terdiam, kaget mendengar penjelasan Flora. "Separah itu? Emang lu ngapain sampai harus dijagain kayak gitu?" tanya

    Last Updated : 2025-01-23
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 5

    Di dalam mobil, Flora langsung membuka buku pemberian Ranu. Ia begitu antusias ingin tahu apakah isi buku itu benar-benar bisa membantu memahami dan menyembuhkan apa yang selama ini ia rasakan. Jari-jarinya membolak-balik halaman dengan semangat, seolah ia telah menemukan pelarian kecil dari kekacauan hidupnya.Birru, yang duduk di kursi kemudi, sesekali melirik Flora melalui sudut matanya. Tatapan sinis terpancar jelas dari wajahnya. Diam-diam, ia merasa terganggu dengan cara Flora memegang buku itu, seolah buku itu lebih penting dari apa pun.“Lu harus jaga diri, Flo. Gue nggak suka lu sok akrab sama orang lain,” ucap Birru tiba-tiba, suaranya dingin dan penuh tekanan, meski matanya tetap fokus pada jalan di depannya.Flora mengangkat kepalanya, menatap Birru dengan ekspresi campuran antara bingung dan marah. “Gue nggak sok akrab sama Mas Ranu,” jawabnya ketus. “Lagian, dia sepupu lu. Kalau dia sepupu lu, berarti dia juga keluarga gue sekarang.”Nada suaranya tegas, tapi hatinya mul

    Last Updated : 2025-01-23
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 6

    Selesai makan malam, Flora tidak langsung kembali ke kamarnya. Ia memilih duduk di taman, menikmati dinginnya malam yang terasa semakin menusuk setelah hujan deras mengguyur sore tadi. Di bawah langit gelap yang dihiasi bintang-bintang samar, pikirannya melayang pada mimpi-mimpi yang belakangan ini kerap menghampirinya. Mimpi-mimpi itu terasa begitu nyata, seperti pintu yang membuka kenangan masa lalunya. Dan yang paling mengganggunya, di setiap mimpi itu selalu ada Birru—sosok yang kini menjadi bagian dari hidupnya dengan cara yang tak pernah ia bayangkan. Flora menarik napas panjang. Ia bertanya-tanya, apakah dirinya mulai merindukan Birru yang dulu? Birru yang lembut, penuh perhatian, dan selalu menjaga dirinya layaknya seorang kakak? Ia tahu pasti perasaannya pada Birru tak pernah lebih dari sekadar kasih sayang seorang adik kepada kakaknya. Bukti nyatanya, ia jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Riki, pria yang ditemuinya di hari pertama masuk sekolah.Namun

    Last Updated : 2025-01-31
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 7

    "Ingat, Birru! Tujuan lu ngajak Flora itu buat bikin dia senang, bukan malah bikin dia tambah stres!" suara Violet terdengar tegas, matanya menatap serius ke arah adiknya. Birru hanya diam, memilih untuk menyelesaikan sarapannya tanpa banyak bicara. Sementara itu, dari kejauhan, ia bisa melihat Flora dan Bundanya sudah menunggu di depan rumah, tampak bersiap-siap. "Lu dengar gue ngomong nggak sih!?" suara Violet meninggi, merasa diabaikan. Ia pun reflek meraih pergelangan tangan Birru, memegangnya erat. "Dengar, Mbak!" sahut Birru akhirnya, dengan nada menahan kesal. "Flora nggak tau apa-apa, Birru! Semua ini murni keinginan Bunda. Jadi, jangan pernah salahin Flora atas keputusan yang lu buat sendiri!" tegas Violet sambil melepaskan genggamannya. Mendengar itu, Birru menoleh tajam ke arah kakaknya, seolah tak terima. Matanya menyiratkan perasaan terpojok, namun mulutnya tetap melontarkan balasan sinis. "Sejak kapan gue punya pilihan, Mbak?" tanya

    Last Updated : 2025-01-31
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 8

    Flora sama sekali tidak berminat kembali ke gazebo untuk menikmati jagung bakar yang tadi ia tinggalkan. Birru, yang menyadari perubahan suasana hati Flora, memilih diam. Tanpa banyak kata, ia masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan mereka menuju resort. Setibanya di penginapan, Flora langsung meminta kamar dengan dua tempat tidur. Sebenarnya, semangat liburannya sudah meredup. Bukannya menikmati waktu luang, perjalanan ini justru terasa menambah beban pikirannya. Dengan wajah yang masih menyiratkan kekesalan, ia berjalan masuk ke kamar sambil menyeret koper kecilnya. Setelah menaruh barang-barangnya, langkahnya terhenti di balkon. Di depannya terbentang pemandangan pantai yang memukau—pasir putih bersih berpadu dengan ombak tenang yang mengalun lembut di kejauhan. Sejenak, perasaan kesalnya memudar. Hatinya bergejolak, rindu akan kebebasan. Keinginan untuk berlari di atas pasir, berteriak sepuasnya, lalu membiarkan dirinya larut dalam pelukan air laut yang asin

    Last Updated : 2025-02-01
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 9

    Mereka kembali terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mata mereka menyiratkan keinginan yang sama—untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini terpendam dalam hati. "Kamu nanti datang ke acara Mama?" tanya Riki akhirnya, memecah keheningan. Flora terkejut dengan pertanyaan itu. "Boleh?" tanyanya ragu. Ia sadar bahwa dua hari terakhir ini Riki tampak menjauhinya. Flora tidak ingin kehadirannya justru membuat Riki semakin tidak nyaman. "Kenapa harus tanya aku?" balas Riki dengan nada yang sulit ditebak. "Aku cuma khawatir kamu nggak nyaman kalau aku ada di sana," ujar Flora pelan, menundukkan kepala. Ada nada sedih dalam suaranya. Ia tidak bisa mengabaikan bagaimana Riki perlahan menjauh darinya. Riki terdiam, kebingungan. Masalahnya bukan pada Flora atau kehadirannya. Yang membuatnya gelisah adalah ucapan Birru yang masih terus mengusik pikirannya. "Aku..." Riki menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur hatinya yang gundah. Ia tahu, ia ti

    Last Updated : 2025-02-01
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 10

    Malam itu, dengan senyum yang tak henti-hentinya merekah di wajahnya, Flora membongkar isi koper, mencari pakaian terbaik yang dimilikinya. Kebahagiaan terpancar jelas dari sorot matanya—seolah hidupnya kembali berwarna setelah Riki menerima dirinya apa adanya. Keputusan mereka untuk menjalin hubungan, meskipun harus backstreet, membuat hatinya berdebar penuh semangat. Keluarganya dan keluarga Birru tentulah yang utama yang tidak beh tau tentang hubungannya dengan Riki. 'Kalau Birru bisa, kenapa gue nggak?' pikirnya. Flora yakin, ia berhak bahagia. Ia berhak menikmati hidupnya. Flora memilih gaun terbaiknya malam itu. Wajahnya ia poles dengan riasan yang mempertegas kecantikannya, hingga bayangan dirinya di cermin seolah menampilkan sosok yang berbeda—lebih dewasa, lebih anggun, dan yang paling penting, lebih percaya diri. Bahkan Birru yang tengah duduk santai dengan buku di tangannya, mendadak terpaku. Napasnya terasa tersangkut di tenggorokan saat melihat Flora y

    Last Updated : 2025-02-02
  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 11

    Flora tersentak saat merasakan ponselnya bergetar di dalam tas. Nada dering yang terdengar samar di tengah riuh pesta menarik perhatiannya. Ia segera berpamitan kepada kedua orang tua Riki sebelum melangkah menjauh untuk menerima panggilan itu. Dari kejauhan, Riki hanya diam, matanya mengikuti setiap gerak Flora dengan ekspresi sulit diartikan. Begitu menemukan tempat yang lebih tenang, Flora mengeluarkan ponselnya dan mendengus pelan saat melihat Birru nama di layar. Seketika, kekhawatiran menyeruak dalam benaknya. Apakah ini ada hubungannya dengan mertuanya? Tanpa pikir panjang, ia menekan tombol hijau dan menempelkan ponsel ke telinga. Namun, belum sempat ia menyapa, suara lain menyelusup di antara percakapan. Suara seorang wanita. Flora terdiam. Alisnya berkerut saat mencoba menangkap jelas percakapan itu, tetapi suara di seberang terdengar samar, seolah Birru tidak sedang berbicara padanya, melainkan pada seseorang di sisinya. Secepat kilat, dadanya terasa sesak oleh em

    Last Updated : 2025-02-03

Latest chapter

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 60

    Hari-hari berikutnya, Birru mulai mencari rumah yang sesuai dengan keinginan mereka. Ia meminta bantuan Dion dan beberapa rekannya untuk mencari lokasi yang nyaman, tidak terlalu jauh dari kantor, tetapi tetap tenang dan ideal untuk keluarga kecil. Sementara itu, Flora juga mulai mempersiapkan diri untuk perubahan besar ini. Ia mulai menyortir barang-barangnya, membayangkan seperti apa kehidupan mereka nanti setelah pindah. Namun, di lubuk hatinya, ada sedikit kekhawatiran—bagaimana reaksi Lia ketika mereka benar-benar pindah? Suatu malam, setelah makan malam bersama keluarga, Birru memutuskan untuk berbicara dengan ibunya. "Bun, aku dan Flora ada rencana untuk pindah ke rumah sendiri," kata Birru dengan hati-hati. Lia, yang sedang merapikan piring, terdiam sejenak sebelum menoleh ke putranya. "Kenapa tiba-tiba ingin pindah?" "Bukan tiba-tiba, Bun," Birru tersenyum kecil. "Aku pikir sudah saatnya aku dan Flora mandiri, membangun rumah tangga kami sendiri. Tapi bukan berarti aku m

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 59

    Pagi ini, Birru sengaja tidak pergi ke kantor. Ia menyerahkan masalah perusahaan akibat ulah Fani kepada Juna dan Dion. Setelah mengabarkan Dion melalui telepon, Birru meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, lalu berbalik dan merengkuh istrinya dalam pelukan.Ia ingin menghabiskan waktu seharian bersama Flora, tanpa gangguan pekerjaan atau hal lain yang membebani pikirannya.Flora menggeliat kecil ketika tangan Birru dengan lembut menyusuri setiap inci tubuhnya di balik piyama tipis yang ia kenakan. Napasnya masih teratur, matanya masih terpejam, tetapi ia sadar sepenuhnya akan sentuhan suaminya."Mas..." gumamnya pelan, suaranya serak karena baru bangun tidur."Hm?" Birru menempelkan bibirnya di puncak kepala istrinya, menghirup aroma khas tubuh Flora yang selalu membuatnya tenang."Kenapa nggak ke kantor?" tanya Flora dengan mata yang masih setengah tertutup."Aku mau sama kamu seharian," jawab Birru tanpa ragu.Flora membuka matanya, menatap suaminya yang kini tersenyum tipis.

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 58

    Hingga malam tiba, Birru masih belum memberi kabar. Flora yang awalnya berusaha menunggu di kamar akhirnya tertidur, meski tidurnya terasa gelisah dan tidak tenang. Sesekali ia tersentak bangun, lalu kembali mencoba memejamkan mata, tetapi pikirannya terus dihantui kecemasan. Ketika akhirnya ia terbangun lagi, matanya langsung melirik jam di atas nakas. Sudah lewat tengah malam. Dengan jantung yang berdebar cemas, ia meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Birru. Tidak ada jawaban. Panggilan kedua pun tak berbalas. Saat ia akan mencoba untuk ketiga kalinya, suara nada sambung terdengar bersamaan dengan bunyi pintu kamar yang terbuka. Flora menoleh cepat, ponsel masih menempel di telinganya. Ketika pandangannya bertemu dengan suaminya, mereka sama-sama terkejut. "Kamu belum tidur, Flo?" suara Birru terdengar serak. Flora mengernyit, lalu berdiri, mendekat untuk melihat lebih jelas. Penampilan Birru jauh berbeda dari saat ia berangkat pagi tadi—kemejanya kusut, dasinya sudah dilep

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 57

    Di dalam air hangat yang penuh dengan busa sabun wangi, tangan Birru dengan lembut menjelajahi setiap inci tubuh istrinya, memanjakannya dengan sentuhan yang penuh kasih. Flora bersandar di dadanya, merasakan kehangatan yang menyelimuti mereka berdua. Birru menciumi bahu dan leher Flora, membisikkan kata-kata manis yang membuat tubuh istrinya semakin melebur dalam keintiman. Napas mereka berbaur dengan uap air, menciptakan kehangatan yang lebih dari sekadar suhu di dalam kamar mandi. Tak lama, Birru mengangkat tubuh Flora dari bathtub, membawanya ke bawah guyuran shower. Air hangat mengalir membasahi mereka, menciptakan sensasi yang lebih intens. Di bawah aliran air yang jatuh membasahi tubuh mereka, Birru melanjutkan cumbuan penuh gairah, menyatukan mereka dalam keintiman yang lebih dalam. Ketika mereka mencapai puncak bersama, Birru memeluk Flora erat, napasnya masih memburu. Lalu, dengan suara serak dan lembut, ia berbisik di telinga istrinya, "Aku ingin kita punya anak, saya

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 56

    Hari ini adalah hari terakhir semester awal sebelum liburan. Flora sibuk dengan buku-buku perpustakaan yang harus ia kembalikan. Tiba-tiba, seseorang datang menghampirinya dari belakang. Flora terperanjat dan hampir tersandung kakinya sendiri, untung saja orang itu sigap menangkapnya. Dalam sekejap, ia berada dalam dekapannya—begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas hangatnya. "Maaf, aku bikin kamu kaget, Flo," suara itu terdengar pelan sebelum orang itu melepaskan pegangannya dan memastikan Flora sudah berdiri stabil. Flora menelan ludah begitu menyadari siapa yang berdiri di depannya. "Thanks," jawabnya datar, lalu segera mengambil satu langkah mundur untuk menjaga jarak. "Boleh bicara sebentar?" Flora mendongak, menatap mata Riki yang tampak penuh arti. "Soal apa?" tanyanya hati-hati. "Ssttt!" suara teguran dari penjaga perpustakaan membuat Riki buru-buru menutup mulutnya. Ia tersenyum kecil, sementara Flora hanya menghela napas. "Kita ngomong di luar," kata Flora setelah

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 55

    "Flora!"Renata berlari menghampiri Flora dan Kirana yang baru saja keluar dari perpustakaan."Hai, Na!" sapanya begitu sadar bahwa yang bersama istri sepupunya adalah Kirana. "Oh iya, lu dapat salam dari Boy, teman sekelas gue," tambahnya, sambil mengedipkan sebelah mata.Kirana tersenyum simpul. "No thanks, he’s not being a gentleman," jawabnya santai.Renata tertawa kecil. "Nanti gue bilangin, biar Boy grow up and be a man."Mereka pun tertawa bersama."Udah ah, cukup gibahnya. Lu tadi mau ngomong apa?" tanya Flora kemudian."Oh iya!" Renata menepuk jidatnya pelan. "Riki pindah kuliah, Flo. Ke luar negeri."Langkah Flora sempat terhenti sesaat, tapi ia cepat-cepat mencoba bersikap biasa saja.Semester awal memang sudah berakhir, dan sebulan terakhir Riki benar-benar menjaga jaraknya. Meskipun begitu, terkadang mata mereka masih saling bertemu—di kelas, saat berpapasan di lorong, atau saat salah satu dari mereka maju untuk presentasi.Kirana melirik Flora dengan tatapan penuh arti.

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 54

    Diruang meeting, Birru duduk di belakang mejanya, menautkan jemarinya dengan tenang di atas permukaan kayu. Matanya tajam menatap wanita di depannya—Fani. Wanita itu masih berdiri, kedua tangannya terlipat di depan dada. Bibirnya tersenyum tipis, tapi matanya menyiratkan ketidakpuasan. "Jadi, kamu sengaja panggil aku ke sini hanya untuk ini?" Fani bertanya, nada suaranya terdengar santai, tapi ada nada menantang di baliknya. Birru tidak langsung menjawab. Ia membiarkan keheningan menggantung di antara mereka, membiarkan ketegangan mengisi ruangan sebelum akhirnya ia berbicara. "Kamu pikir aku nggak tahu?" suaranya dalam dan berbahaya. Fani mengangkat alis, berpura-pura bingung. "Tahu apa?" Birru menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. "Tentang apa yang terjadi pada Flora di kampus." Sekilas, Birru melihat raut wajah Fani berubah—sangat halus, nyaris tak kentara. Tapi ia menangkapnya. "Kamu menuduh aku?" Fani terkekeh pelan, berusaha

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 52

    Begitu mobil Birru berhenti di depan rumah, Flora menarik napas dalam. Ia tahu semua orang di rumah pasti akan terkejut melihat keadaannya. Wajahnya masih menunjukkan bekas tamparan, dan tubuhnya masih terasa lelah akibat kejadian tadi. Birru keluar lebih dulu, lalu segera membukakan pintu untuk Flora. Saat ia turun, pintu rumah terbuka, dan suara langkah cepat terdengar mendekat. “Flora!” suara Violet adalah yang pertama terdengar. Ia bergegas menghampiri, diikuti oleh Juna dan Lia. Ekspresi mereka semua dipenuhi kekhawatiran. “Astaga, apa yang terjadi?!” Violet langsung menggenggam tangan Flora, matanya membesar saat melihat luka di sudut bibir adik iparnya. “Kamu kenapa? Siapa yang melakukan ini?” Lia pun menatapnya dengan cemas. “Flora, sayang, siapa yang menyakitimu, nduk?” Flora tersenyum kecil, meski jelas lelah. “Aku baik-baik saja, Bun…” “Baik-baik saja apanya?!” Juna menyela dengan ekspresi marah. “Lihat ini, wajah kamu jelas habis kena pukul!” Birru meletakkan tangan

  • Menemukan Cinta Kembali   Bab 51

    Saat dalam perjalanan mengantar Flora ke kampus, pikirannya melayang pada seseorang. "Mas, sejak kapan Dion jadi sekretaris kamu?" tanyanya tiba-tiba. Birru menoleh sekilas sebelum kembali fokus ke jalan, tampak mengingat-ingat sejenak. "Sejak waktu itu, pas kamu ke kantor." Flora mengangguk-angguk pelan sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela. "Itu kamu ngerti, Mas," gumamnya nyaris tak terdengar. "Maksudnya gimana, Sayang?" tanya Birru, sedikit mengernyit. Flora menggeleng cepat. "Nggak apa-apa. Terus, Jeni ke mana?" "Dia dipindah ke divisi lain, yang nggak ada hubungannya sama aku," jawab Birru santai. Flora menghela napas pelan. "Dia pasti berpikir kalau itu karena aku, ya?" Birru meliriknya sekilas. "Memang kenapa? Kamu yang punya perusahaan, kamu berhak." Flora terdiam sejenak sebelum akhirnya bertanya ragu, "Bisa begitu juga ke Fani?" Wajah Birru seketika berubah lebih serius. Napasnya terdengar berat sebelum ia berkata, "Kalau aku bisa dari awal, pasti sudah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status